Anda di halaman 1dari 8

Kasus Penggelembungan PT Kimia Farma Tbk

I. Latar Belakang PT Kimia Farma Tbk

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV
Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks
perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik
Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan
Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk
badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah
menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi
perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut
Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa
Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama
Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah
berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia.
Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa,
khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. 

Berdasarkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dengan Surat Keputusannya Nomor AHU-0017895.AH.01.02 Tahun 2020 tanggal 28
Februari 2020 dan Surat Nomor AHU-AH.01.03-0115053 tanggal 28 Februari serta tertuang
dalam Akta Risalah RUPSLB Nomor 18 tanggal 18 September 2019, terjadi perubahan nama
perusahaan yang semula PT Kimia Farma (Persero) Tbk menjadi PT Kimia Farma Tbk,
efektif per tanggal 28 Februari 2020

II. Kronologi Kasus Penggelembungan PT Kimia Farma Tbk

Pada tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau
24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan
ganda atas penjualan.Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Sanksi dan Denda

PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2001.

2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak
berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia
Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya
unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena
dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP
SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04
Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang
dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.

Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai wewenang untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan
pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran
peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam
manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti yang diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu
telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa
dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001
seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan
keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan
dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi
dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan
dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba
bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab
atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-
mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut
antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang
sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan
itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti yang diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001.
Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas
mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan
publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih
Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian
kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam
rapat umum pemegang saham luar biasa.Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham
Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan
publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah
melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat
pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan
dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para
akuntan publik.

III. Analisa Kasus Penggelembungan PT Kimia Farma Tbk

A. Poin-poin penting yang timbul setelah analisis :


1. PT. Kimia Farma sebagai perusahaan pemerintah telah terbukti melakukan
rekayasa dalam pelaporan keuanganya, hal ini terindikasi oleh kementrian
terkait serta bapepam dari adanya salah saji yang sangat material pada laporan
keuanganya. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2.
2. Kesalahan saji tersebut berasal dari berbagai pos yang overstated, yang
mungkin terjadi karena memang sengaja dilakukan oleh pihak internal
perusahan dengan tujuan tertentu.
3. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku,
namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga
tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
4. Untuk sanksi dan denda yang dikenakan menurut UU terkait, maka disebutkan
bahwa :
a. PT. Kimia Farma diharuskan membayar denda sebesar 500 juta rupiah
(menurut PP mengenai penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal)
b. Direksi lama PT. Kimia Farma diharuskan membayar 1 milyar rupiah ke kas
Negara (menurut UU no.8 th 1995 pasal 5 huruf n)
c. Auditor KAP HTM diharuskan membayar sebesar 100 juta rupiah ke kas
Negara, karena telah dianggap gagal memenuhi dan menerapkan standar
professional yg disyaratkan oleh SPAP seksi 110. (menurut UU no.8 th 1995
pasal 5 huruf n)
5. Keterkaitan akuntan/auditor dalam hal ini tidak terlalu dicurigai sebagai pihak
yang aktif bekerja sama dalam kecurangan tersebut, namun bapepam menilai
bahwa akuntan publik tersebut tetap harus ikut bertanggung jawab karena
akuntanlah yang bertugas memeriksa, mencari bukti-bukti dan melporkan
adanya ketidak wajaran dalam pelaporan keuangan suatu entitas.
6. Keterkaitan manajemen PT. Kimia Farma dalam kecurangan ini telah sangat
jelas terjadi dengan ditetapkanya mantan direksi lama sebagai tersangka kasus
penggelembungan laba bersih perusahaan.
7. Dampak bagi laporan keuangan, akuntan publik HTM diwajibkan untuk
melakukan restatement laporan keuangan PT. Kimia Farma per 31 Desember
2001 serta audit laporan keuangan ulang hingga periode 30 juni 2002.
8. Dampak bagi Investor dan perusahaan setelah adanya revisi, perusahaan dengan
segera melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggung jawaban terhadap publik. Namun RUPS tetap menilai bahwa
kinerja perusahaan (terkait laba yg sesungguhnya) masih tergolong baik.
Mereka mengaggap kecurangan ini murni dilakukan oleh manajemen lama
perusahaan dan telah dijadikan tersangka.
9. Dampak bagi akuntan/KAP yang terkait (HTM), walaupun tidak terindikasi
aktif ikut bekerja sama dalam kecurangan tersebut. HTM telah dinilai gagal
menerapkan standar profesi akuntan publik. mereka diwajibkan melakukan
restatement atas laporan keuangan serta melakukan audit ulang per tanggal 30
juni 2002. Serta menurut keputusan RUPS, yang menyatakan secara aklamasi
bahwa tidak akan memakai jasa HTM lagi sebagai akuntan publik di PT. Kimia
Farma.
10. Dampak bagi akuntan publik secara umum, Akuntan memilki peran dalam
membantu menyajikan laporan keuangan yang fair atas aktivitas bisnis suatu
entitas. Dan jika tejadi kecurangan seperti yang dibahas dalam kasus ini
membuat pemerintah ikut campur tangan mengatasi hal tersebut. Salah satu
yang terpenting adalah dengan membuat aturan baru yang mengatur profesi
akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar
etika oleh para akuntan publik.
11. Dampak bagi masyarakat umum, masyarakat secara tidak langsung akan
terpengaruh dengan fenomena-fenomena yang terjadi seperti kasus yang telah
menimpa PT. Kimia Farma tersebut. Masyarakat yang sejatinya sebagai
pengawas tertingi dalam konstitusi setidaknya akan merasa dikhianati oleh
praktik-praktik seperti ini. Dan ujungnya kemana lagi jika bukan menyalahkan
pemerintah? Tidak percaya dengan pemerintah? Tidak taat kepada Negara?
12. Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya
suatu tugas audit. KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar
akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat
KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak
pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM
harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan
pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga
yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
13. Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada
kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam
manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak
terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi. Dan
tetap saja HTM mendapat konsekwensi dari aktivitas bisnis mereka
14. Jika ditarik kembali ke belakang, hal-hal seperti kasus ini bagi HTM seharusnya
dapat diminimalisir. Yaitu dengan menysusun, merencanakan, merancang, dan
melaksanakan manajemen resiko yang tepat sebelum memulai aktivitas
auditnya:

IV. Penyelesaian Kasus Penggelembungan PT Kimia Farma Tbk

B. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika


Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan
penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai beriku t:
1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM.
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja
parastakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan
mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan
mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan
harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior
sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
2. Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder,
dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit
3. Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran,
kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab .Faktor-faktor tersebut bisa menjadi
kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM
dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara
untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis
mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
C. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis
dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi
dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi,
yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.

Anda mungkin juga menyukai