Anda di halaman 1dari 8

SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT.

KIMIA FARMA TBK.

Mutia Auliyah (15919060)


E-mail : mutiabima345@gmail.com
Universitas Islam Indonesia

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Pada tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba
bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit
ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
(restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan
keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau
lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp
10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal
1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya
dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31
Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah
dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan.Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa
Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah
di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti
melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar
poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan
dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain
dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
A. Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor
45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan
atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku
auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas
risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah
melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM
tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan
Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung
Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional,
dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor
independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik
sebagai auditor independen.
B. Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan
baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan
publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta
dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang
mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30
Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan
atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans
Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan
keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama
dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan yang mempunyai wewenang untuk mengawasi para akuntan publik untuk
mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan
laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya
ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995
disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga
hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila
temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana,
karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib
melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar
modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia
Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan
standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa
ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor
independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya
mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif
atau tidak.
C. Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam
kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan
perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta
agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari
laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang
terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti yang diketahui, perusahaan
farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp
132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan.
Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar
Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31
Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan
dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta
& Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap
melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti
ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat
umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen
kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum
sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam
persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya
kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark
up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
D. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam
laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan
adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan
pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan.
Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah
dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti yang diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun
buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang
saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut.
Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM
sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99
milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah
disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham
luar biasa.Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara
aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
E. Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak
terlepas dari bantuan akuntan.Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan
informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi
yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi
pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap
aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat
aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya
praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.

I. HASIL BEDAH DARI KASUN DI ATAS


A. Poin-poin penting yang timbul setelah analisis :
1. PT. Kimia Farma sebagai perusahaan pemerintah telah terbukti melakukan
rekayasa dalam pelaporan keuanganya, hal ini terindikasi oleh kementrian
terkait serta bapepam dari adanya salah saji yang sangat material pada laporan
keuanganya. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2.
2. Kesalahan saji tersebut berasal dari berbagai pos yang overstated, yang
mungkin terjadi karena memang sengaja dilakukan oleh pihak internal
perusahan dengan tujuan tertentu.
3. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku,
namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga
tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
4. Untuk sanksi dan denda yang dikenakan menurut UU terkait, maka disebutkan
bahwa :
a. PT. Kimia Farma diharuskan membayar denda sebesar 500 juta rupiah
(menurut PP mengenai penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal)
b. Direksi lama PT. Kimia Farma diharuskan membayar 1 milyar rupiah ke kas
Negara (menurut UU no.8 th 1995 pasal 5 huruf n)
c. Auditor KAP HTM diharuskan membayar sebesar 100 juta rupiah ke kas
Negara, karena telah dianggap gagal memenuhi dan menerapkan standar
professional yg disyaratkan oleh SPAP seksi 110. (menurut UU no.8 th 1995
pasal 5 huruf n)
5. Keterkaitan akuntan/auditor dalam hal ini tidak terlalu dicurigai sebagai pihak
yang aktif bekerja sama dalam kecurangan tersebut, namun bapepam menilai
bahwa akuntan publik tersebut tetap harus ikut bertanggung jawab karena
akuntanlah yang bertugas memeriksa, mencari bukti-bukti dan melporkan
adanya ketidak wajaran dalam pelaporan keuangan suatu entitas.
6. Keterkaitan manajemen PT. Kimia Farma dalam kecurangan ini telah sangat
jelas terjadi dengan ditetapkanya mantan direksi lama sebagai tersangka kasus
penggelembungan laba bersih perusahaan.
7. Dampak bagi laporan keuangan, akuntan publik HTM diwajibkan untuk
melakukan restatement laporan keuangan PT. Kimia Farma per 31 Desember
2001 serta audit laporan keuangan ulang hingga periode 30 juni 2002.
8. Dampak bagi Investor dan perusahaan setelah adanya revisi, perusahaan dengan
segera melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggung jawaban terhadap publik. Namun RUPS tetap menilai bahwa
kinerja perusahaan (terkait laba yg sesungguhnya) masih tergolong baik.
Mereka mengaggap kecurangan ini murni dilakukan oleh manajemen lama
perusahaan dan telah dijadikan tersangka.
9. Dampak bagi akuntan/KAP yang terkait (HTM), walaupun tidak terindikasi
aktif ikut bekerja sama dalam kecurangan tersebut. HTM telah dinilai gagal
menerapkan standar profesi akuntan publik. mereka diwajibkan melakukan
restatement atas laporan keuangan serta melakukan audit ulang per tanggal 30
juni 2002. Serta menurut keputusan RUPS, yang menyatakan secara aklamasi
bahwa tidak akan memakai jasa HTM lagi sebagai akuntan publik di PT. Kimia
Farma.
10. Dampak bagi akuntan publik secara umum, Akuntan memilki peran dalam
membantu menyajikan laporan keuangan yang fair atas aktivitas bisnis suatu
entitas. Dan jika tejadi kecurangan seperti yang dibahas dalam kasus ini
membuat pemerintah ikut campur tangan mengatasi hal tersebut. Salah satu
yang terpenting adalah dengan membuat aturan baru yang mengatur profesi
akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar
etika oleh para akuntan publik.
11. Dampak bagi masyarakat umum, masyarakat secara tidak langsung akan
terpengaruh dengan fenomena-fenomena yang terjadi seperti kasus yang telah
menimpa PT. Kimia Farma tersebut. Masyarakat yang sejatinya sebagai
pengawas tertingi dalam konstitusi setidaknya akan merasa dikhianati oleh
praktik-praktik seperti ini. Dan ujungnya kemana lagi jika bukan menyalahkan
pemerintah? Tidak percaya dengan pemerintah? Tidak taat kepada Negara?
12. Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya
suatu tugas audit. KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar
akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat
KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak
pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM
harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan
pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga
yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
13. Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada
kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam
manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak
terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi. Dan
tetap saja HTM mendapat konsekwensi dari aktivitas bisnis mereka
14. Jika ditarik kembali ke belakang, hal-hal seperti kasus ini bagi HTM seharusnya
dapat diminimalisir. Yaitu dengan menysusun, merencanakan, merancang, dan
melaksanakan manajemen resiko yang tepat sebelum memulai aktivitas
auditnya:
B. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan
penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai beriku t:
1. Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM.
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja
parastakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan
mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan
mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan
harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior
sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
2. Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder,
dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit
3. Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran,
kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab .Faktor-faktor tersebut bisa menjadi
kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM
dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara
untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis
mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
C. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis
dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi
dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi,
yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.

Anda mungkin juga menyukai