Anda di halaman 1dari 17

KASUS AUDIT LAPORAN KEUANGAN

(Analisis kasus terhadap manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.)

Tugas ini di susun untuk memenuhi persyaratan


Mata Kuliah Auditing ll
Pada Program Studi Akuntansi S1

Oleh :
Nama : Edwin Gunawan
NPM : 0110U192
Kelas :D
HP : 081221064491

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG 2014
Biodata Mahasiswa

Nama Lengkap : Edwin Gunawan


NPM : 0110U192
Kelas :D
No. Tlpn/HP : 081221064491
Alamat : Jalan Suryalaya xviii No.22 Bandung
Lampiran 1
(Kasus Audit Laporan Keuangan)

Kasus Audit Laporan Keuangan


Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

1.1 Gambaran Umum Kasus


PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah
di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma
melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di
audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN
dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung
unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6
milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit
Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7
miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai
yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma,
melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan
(master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari
ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan
penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan
ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang
tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan
bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham
milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan
keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.
Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan
Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,
kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan
kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan
mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian
kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan
melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu
penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila
dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

1.2 Sanksi dan Denda


Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102
Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek
penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa
selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar
sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar
denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional
yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi
Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana
disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor
independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman
berpraktik sebagai auditor independen.

1.3 Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau
penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun
terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan
publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan
publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan
dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan
pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik
Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan
keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal
bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para
akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun
buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara
independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan
melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam
UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-
lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke
Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut
dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan
pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali
laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan
pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa
mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi
laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang
diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

1.4 Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk


Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan
pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di
laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor
Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated)
hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan
laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa
dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba
bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi
audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30
Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans
Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma
juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika
nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu
dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih
Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

1.5 Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan
dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu
terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut
antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja
atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada
karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132
miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan
Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik
Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi
laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini
dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para
pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa.
Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi
menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

1.6 Dampak Terhadap Profesi Akuntan


Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keuangan yang dilakukan
manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal
tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan
tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya.
Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak
yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur
tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan
maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para
akuntan publik.

(Sumber : http://sutrisno-amsir.blogspot.com)
Analisis Kasus

2.1 Analisis Kasus


Saya akan menganalisis kasus terhadap manipulasi Laporan Keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dengan pendekatan 5W+1H yaitu, apa, dimana, kapan, siapa,
mengapa dan bagaimana. Pendekatan ini digunakan agar kasus yang dianalisis
dapat dibahas secara detail. Selain itu saya akan membahas kasus ini dengan
pengetahuan saya terkait dengan mata kuliah Audit Internal dan Sistem Informasi
Akuntansi yang telah diperoleh di semester sebelumnya.
Pendekatan analisis ini dilakukan sesuai dengan instruksi dosen pembina
Mata Kuliah Auditing ii, ibu Mirna Dianita, S.E., Ak., M.M.

2.2 Pertanyaan Yang Berkaitan Dengan Kasus


a. Manipulasi apa yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk.
sehingga laporan keuangan terdapat salah saji? (What)
b. Dimana (Akun Apa) yang terdapat salah saji pada laporan keuangan yang
telah disajikan? (Where)
c. Kapan Auditor mengetahui bahwa laporan keuangan yang telah disajikan
terdapat salah saji? (When)
d. Siapa saja yang terlibat pada kasus manipulasi laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk.? (Who)
e. Mengapa (Alasan) laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dengan
sengaja telah disalah sajikan oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk. itu
sendiri? (Why)
f. Bagaimana cara Auditor untuk mendeteksi salah saji laporan keuangan
PT. Kimia Farma Tbk.? (How)
Pembahasan Kasus

3.1 Jawaban Atas kasus Yang Dianalisis


a. Dalam kasus yang saya lampirkan diatas sangat jelas bahwa manajemen
PT. Kimia Farma Tbk. dengan sengaja menyajikan laporan laba rugi per
31 desember 2001 secara tidak wajar. Adanya laba bersih sebesar Rp 132
miliyar merupakan penilaian yang dilakukan oleh Kementerian BUMN
dan Bapepam, sehingga terdapat kecurigaan adanya unsur rekayasa
terhadap laporan keuangan yang telah disajikan tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi keuangan yang berlaku umum.
b. Akun yang terdapat salah saji pada laporan keuangan PT. Kimia Farma
Tbk. adalah laba bersih, bahan baku, dan persediaan barang.
Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) melakukan audit ulang, pada 3
Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
(restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada
laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar
Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri
Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7
miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang
sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa
overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar.
c. Auditor mengetahui bahwa laporan keuangan yang telah disajikan
terdapat salah saji ketika kementerian BUMN dan Bapepam menilai
bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa
pada 31 desember 2001. Kemudian dilakukan audit ulang, pada 3
Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
(restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
d. Yang terlibat dalam kasus manipulasi laporan keuangan PT. Kimia
Farma Tbk. adalah direktur produksi yang dengan sengaja
menggelembungkan harga persediaan, unit-unit penjualan yang
melakukan pencatatan ganda atas penjualan dan KAP Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM) yang secara tidak langsung terlibat karena tidak berhasil
mendeteksi pencatatan ganda atas penjualan.
e. Laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dengan sengaja telah disalah
sajikan (meninggikan laba) oleh manajemen PT. Kimia Farma Tbk. agar
para calon investor tertarik untuk menyetorkan modalnya kepada PT.
Kimia Farma Tbk., selain itu upaya manajemen meninggikan laba agar
terlihat bahwa kinerja manajemen sangat baik, upaya ini dilakukan agar
mendapatkan bonus.
f. Auditor dari KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) sebenarnya tidak
dapat mendeteksi bahwa laba telah ditinggikan oleh PT. Kimia Farma
Tbk., karena dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan
ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan. Kementrian BUMN dan Bapepam menaruh kecurigaan terhadap
laporan keuangan sehingga salah saji dapat dideteksi.

3.2 Analisis Dengan Auditing


a. Auditor Harus Memahami Entitas Yang akan Di Audit
Agar dapat mengintepretasikan dengan benar maksud dan informasi yang
diperoleh dalam audit, dibutuhkan pemahaman atas usaha dan industri
klien. Aspek-aspek yang khas dari jenis usaha yang berbeda-beda akan
tercermin dalam laporan keuangan.
Dalam kasus diatas dapat diketahui bahwa PT. Kimia Farma Tbk.
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kesehatan, terbukti
dengan adanya persediaan berupa obat-obatan yang dijual ke pelanggan
yang membutuhkan ketika sedang sakit, adanya praktek dokter dalam
suatu apotik, adanya lab untuk memeriksa darah pasien. Hal tersebut
merupakan ilustrasi yang saya berikan terkait dengan entitas bisnis klien.
b. Review Atas Kertas Kerja Tahun Sebelumnya
Untuk perikatan lanjutan, auditor akan memutakhirkan dan melakukan
evaluasi kembali informasi yang dikumpulkan sebelumnya, termasuk
informasi dalam kertas kerja tahun sebelumnya. Auditor juga
melaksanakan prosedur yang didesain untuk mengidentifikasi perubahan
signifikan yang telah terjadi sejak audit terakhir.
Dalam kasus diatas tidak dibahas mengenai informasi yang berkaitan
dengan kertas kerja tahun sebelumnya, sangat yakin bahwa KAP Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) juga yang melakukan audit pada tahun
sebelumnya, sehingga ada kemungkinan salah saji dalam laporan
keuangan walaupun tidak material. Pada laporan keuangan tahun 2001
Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba yang dilaporkan
terlalu besar sehingga timbul kecurigaan bahwa terdapat unsur rekayasa
terhadap laporan keuangan.
c. Review Analitik Pendahuluan Atas Laporan Keuangan
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk
membantu dalam perencanaan, sifat, saat dan lingkup prosedur audit
yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan
transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit
harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau
peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir.
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko
tertentu yang bersangkutan dengan audit, untuk mengidentifikasi
transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio, serta trend
yang dapat menunjukan masalah yang berhubungan dengan laporan
keuangan dan rencana audit.
Inti dari prosedur analitik adalah untuk meyakinkan bahwa laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang
berlaku umum. Terdapat enam asersi yang dapat diungkapkan ketika
melakukan prosedur analitik yaitu, keberadaan, kelengkapan, akurasi,
tepat waktu, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran. Dalam kasus tersebut
secara nyata terlihat bahwa laba ditinggikan oleh manajemen, sehingga
adanya unsur rekayasa, maka asersi keberadaan tidak dapat tercermin
pada laporan keuangan.
d. Pengendalian Intern Dalam Audit Laporan Keuangan
Dalam semua audit, auditor harus memperoleh pemahaman tentang
pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit dengan
melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang
relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian
intrn tersebut dioperasikan.
Dalam paragraf 2 baris 6 terdapat temuan sebagai berikut “Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan”. Dengan demikian dapat
disimpulkan tidak terdapat pengendalian intern yang memadai atas
bagian penjualan di PT. Kimia Farma Tbk., seharusnya terdapat
pemisahan tugas antara fungsi pencatatan dengan fungsi penjualan,
sehingga tidak terjadi pencatatan ganda atas penjualan.
e. Risiko Audit
Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang
tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai
berikut “Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor
dapat memperoleh keyakinan memadai bukan keyakinan mutlak, bahwa
salah saji material terdeteksi”. Risiko audit adalah risiko yang terjadi
dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material.
Pada kasus di atas risiko audit timbul ketika terjadi pencatatan ganda
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga
tidak berhasil dideteksi.
f. Tingkat Materialitas
Dalam menentukan apakah dampak penyimpangan dari prinsip akuntansi
yang berlaku umum atau pembatasan ruang lingkup cukup material salah
satu faktor yang harus dipertimbangkan adalah besarnya dampak tersebut
dalam nilai rupiah. Namun materialitas itu tidak hanya tergantung
seluruhnya atas ukuran relatif, materialitas menyangkut pertimbangan
baik kualitatif maupun kuantitatif.
Intinya tingkat materialitas berhubungan dengan struktur pengendalian
intern yang diterapkan pada entitas, PT. Kimia Farma Tbk. telah
melakukan pencatatan ganda atas penjualan, dengan demikian tingkat
materialitasnya rendah. Melakukan pengujian pengendalian merupakan
salah satu cara agar dapat menilai tingkat materialitas.
g. Bahan Bukti Audit
Bahan bukti adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah laporan keuangan yang diaudit telah sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan. Keputusan utama yang dihadapi auditor terkait
bahan bukti adalah menentukan jenis dan jumlah bahan bukti, agar
memperoleh keyakinan memadai bahwa seluruh komponen laporan
keuangan telah disajikan wajar, dan bahwa klien telah menerapkan
pengendalian intern yang efektif.
Pada kasus diatas, auditor tidak memperoleh bahan bukti yang memadai
sebagai dasar untuk memberikan opini pada laporan keuangan, dan juga
tidak memperoleh temuan atas pencatatan ganda penjualan yang
dilakukan oleh unit-unit penjualan.

3.3 Analisis Dengan Audit Internal


a. Tidak Tercapainya Tujuan Perusahaan
Hakekat audit internal adalah kegiatan pemastian dan konsultasi yang
independen dan objektif yang dirancang untuk menambah nilai dan
meningkatkan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi
mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematik dan teratur
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan
risiko, pengendalian, dan tata kelola. Perusahaan pada umumnya
memiliki empat tujuan yaitu, tujuan strategis, tujuan operasional, tujuan
pelaporan, dan tujuan ketaatan.
Pada kasus diatas tujuan pelaporan tidak dapat tercapai, karena terdapat
salah saji pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen PT.
Kimia Farma Tbk. dengan cara meninggikan laba.
b. Pengendalian Intern
COSO (Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway
Commission) mengemukakan definisi pengendalian internal yaitu, suatu
proses yang dilakukan dewan direksi, manajemen, dan entitas lainnya
untuk memberikan kepastian tercapainya tujuan perusahaan. Tujuan
perusahaan yang dikemukakan COSO yaitu, efektivitas dan efisiensi
operasi organisasi, keandalaan pelaporan keuangan, dan ketaatan
terhadap peraturan dan hokum yang berlaku. Agar tercapainya
pengendalian internal maka organisasi harus menjalankan lima
komponen pengendalian intern yaitu, lingkungan pengendalian, penilaian
risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan
pengawasan.
Aktivitas pengendalian pada kasus diatas tidak ada pemisahan tugas
antara fungsi pencatatan dengan fungsi penjualan, sehingga tidak terjadi
pencatatan ganda atas penjualan.

3.4 Analisis Dengan Sistem Informasi Akuntansi


a. Pengambilan Keputusan Bedasarkan Informasi Yang Disajikan
Informasi adalah data yang berguna, yang diolah sehingga dapat djadikan
dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Terdapat enam
karakteristik informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yaitu, relevan, handal, lengkap, tepat waktu,
dapat dipahami, dan dapat diverifikasi. (George H. Bodnar, 2004,1).
Kasus diatas berkaitan dengan informasi, sedangkan laporan keuangan
merupakan informasi yang berkaitan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan, terdapat dua pemakai informasi laporan keuangan yaitu,
pihak internal (Manajemen puncak, manajemen madya, dan manajemen
bawah) dan pihak eksternal (Pemasok, pemegang saham, pemerintah,
pelanggan, dan masyarakat). Dengan demikian tidak nampak bahwa
laporan tersebut tidak memiliki keandalan, maksudnya adalah informasi
tersebut terdapat kesalahan atau penyimpangan dan secara akurat
mewakili organisasi, sehingga laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.

3.5 Rekomendasi Apabila Menjadi Auditor


a. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Yang Memadai
Seperti yang dijelaskan pada bagian 3.3 poin a, menerapkan
pengendalian intern yang memadai pada suatu perusahaan akan mencapai
tujuan perusahaan.
b. Kompetensi Bahan Bukti Audit Dan Sampling Audit
Auditor harus yakin terhadap bahan bukti yang diperolehnya dengan
melakukan suatu prosedur audit, apabila kurang yakin sebaikanya auditor
memperluas pengujian terhadap pengujian pengendalian, pengujian
subtantif atas transaksi, pengujian terinci atas saldo, dan prosedur analitis
agar memperoleh bahan bukti yang kompeten menurut SPAP. Dalam
model risiko audit dapat dijelaskan dengan gambar sebagai berikut.
Model Risiko Audit

Pengujian Prosedur Analitis Pengujian Subtantif Pengujian Terinci Atas


Pengendalian Atas Transaksi Saldo

Bahan Bukti
Yang Kompeten
Menurut SPAP
Penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of
assessing control risk too low) yaitu menentukan tingkat risiko
pengendalian, berdasarkan hasil sampel terlalu rendah dibandingkan dengan
efektivitas operasi pengendalian yang sesungguhnya. Hal ini terbukti ketika
auditor tidak dapat menemukan pencatatan ganda atas penjualan. Sebaiknya
penentuan tingkat risiko pengendalian ditinggikan agar dapat memperoleh
bahan bukti yang kompeten bedasarkan hasil sampling.

Anda mungkin juga menyukai