Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA PROFESI & TATA KELOLA KORPORAT

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam


Menempuh Perkuliahan Etika Profesi & Tata Kelola Korporat pada
Fakultas Ekonomi Program Profesi Akuntansi Universitas Widyatama

Dosen Pembimbing : Supriyanto Ilyas, H., S.E., M.Si., Ak.

Disusun Oleh :

Kelompok 2
1. Edwin Gunawan (1517204001)
2. Riandy Pratama (1517202006)
3. Denden Fadhil A. (1517202001)

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM PROFESI AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
Terakreditasi (accredited)
SK. Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)
Nomor : 1148/SK/BAN-PT/Ak-SURV/PPAK/XI/2015
Tanggal 31 Januari 2015
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 latar Belakang
Dalam bisnis yang modern ini, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
yang profesional di bidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahlian dan keterampilan bisnis
yang melebihi keterampilan dan keahlian bisnis orang kebanyakan lainnya. Kaum profesional
bisnis ini dituntut untuk memperlihatkan kinerja tertentu yang berada diatas rata-rata kinerja
pelaku bisnis amatir. Kinerja ini tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan
organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi
prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin,
loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan
terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholder), yang
lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
Terjadinya krisis keuangan yang disebabkan skandal keuangan oleh berbagai
perusahaan besar di dunia menyebabkan perubahan padapersepsi mayarakat terhadap nilai
serta perilaku etika perusahaan. Pembentukan komite audit dan komite etika yang berisikan
oleh individu di luar perusahaan, pembentukan nilai code of conduct perusahaan serta
peningkatan nilai pelaporan perusahaan untuk meningkatkan integritas adalah berbagai upaya
yang dilakukan perusahaan untuk menumbuhkan kembali kepercayaan publik tersebut.Pada
lingkup yang lebih kecil, skandal keuangan mengakibatkan adanya jurang kepercayaan
(expectation gap) antara persepsimasyarakat mengenai laporan keuangan oleh akuntan serta
laporan audit olehauditor dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan keuangan
perusahaan.Terjadinya jurang kepercayaan tersebut pada akhirnya akan berujung pada aturan
yang lebih ketat, hukuman yang lebih besar serta penyelidikan tentang
integritas,independensi dan peranan profesi akuntan dan auditor.

I.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang maka masalah yang akan dibahas pada lingkungan etika dan
akuntansi adalah:
1. Bagaimana Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi?
2. Bagaimana Ekepektasi Baru dalam Bisnis
3. Bagaiman Perkembangan Etika Bisnis
4. Bagaimana Lingkungan Etika Untuk Akuntan Profesional
5. Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron dan Worldcom?
BAB II
PEMBAHASAN

Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis pada gilirannya melahirkan sebuah


mandat baru bagi dunia usaha. Milton Friedman (1970) memberikan pandangan bahwa bisnis
hadir untuk melayani masyarakat umum, bukan sebaliknya.Lebih lanjut, ia mengatakan
bahwa perusahaan didalam sistem pasar bebas,melalui eksekutif perusahaan, bertanggung
jawab kepada pemegang saham dalam bentuk menghasilkan laba tetapi harus menyelaraskan
hal tersebut dengan aturan dasar yang ada dalam masyarakat. Kedua hal tersebut kemudian
diwujudkan dalam bentuk aturan hukum dan aturan etika. Hal tersebut menjadikan ukuran
kinerja perusahaan tidak hanya terlihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
tetapi juga bagaimana perusahaan dapat selaras dengan aturan hukum dan etika yang
diharapkan oleh publik.
Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis juga akan mempengaruhi ekspektasi
publik terhadap peran akuntan. Trade Off antara akuntan sebagai bagian dari perusahaan dan
sebagai penjaga kepentingan publik bisa dikatakan sulit. Pada satu sisi, akuntan sebagai
bagian dari perusahaan diharapkan mampu dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai
karyawan dalam sebuah perusahaan, sisi lainnya adalah publik mengharapkan agar akuntan
juga tetap profesional dan memegang teguh nilai-nilai objektivitas, Integritas dan kerahasiaan
untuk melindungi kepentingan publik.
Hubungan saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat mulai menjadi
pokok perhatian pada dekade 1980 an. Perusahaan kemudian menanggapi harapan
masyarakat, baik sebagai shareholder maupun sebagai stakeholder dengan menghadirkan:
a. Menghadirkan konsep tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) melalui pembentukan sistem pengendalian internal untuk menjamin
tercapainya tujuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan melindungi hak-hak
pemegang saham
b. Membuat serangakaian code of conduct sebagai pedoman bagi internal perusahaan
dalam hubungannya dengan para stakeholder seperti karyawan, pemerintah dan
masyarakat umum.

II.1 Ekspektasi Masyarakat terhadap Bisnis dan Akuntansi


Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang saham,
pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah, dan aktivis untuk dapat mencapai tujuan
jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum tergantung pada kredibilitas
penempatan stakeholders dalam komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan
dari keunggulan kompetitif perusahaan. Kini, stakeholder menginginkan kegiatan
perusahaan akan lebih menghargai kepentingan dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka,
dalam arti luas perusahaan diminta untuk menentukan sikap etis dalam mencapai kesuksesan.
Oleh karena itu, kini direksi perusahaan berkeinginan untuk memimpin perusahaan mereka
secara lebih beretika,yang berarti perusahaan memperhatikan eksekutif dan pegawai secara
etis. Lebih dari itu, perusahaan diharapkan lebih bertanggung jawab kepada stakeholder
dalam hal transparansi dan sikap etis. Penilaian keberhasilan kini tidak hanya sekedar apa
yang telah dicapai perusahaan tapi juga menyangkut bagaimana keberhasilan itu dapat
dicapai secara etis. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan perubahan ekspektasi
publik terhadap perilaku bisnis:
a. Urusan Lingkungan
Hal ini dimulai dengan masalah pencemaran udara yang berfokus pada cerobong dan
pipa asap pabrik yang dapat menyebabkan iritasi dan kelainan pada masyarakat
sekitar pabrik. Selain pencemaran udara, hal lain yang harus diperhatikan adalah
pencemaran air.
b. Sensitivitas moral
Sensitivitas moral berkaitan dengan tekanan publik akan adanya suatu keadilan dalam
ketenagakerjaan. Hal tersebut kini telah dicantumkan dalam hukum, peraturan,
kontrak dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
c. Penilaian buruk dan aktivis
Terkadang masyarakat atau kelompok tertentu menyerang instansi yang dinilai buruk,
seperti perusahaan sepatu Nike yang diboikot karena mempergunakan tenaga kerja
dibawah umur. Para investor berpandangan bahwa investasi mereka seharusnya tidak
hanya untuk mendapatkan pendapatan namun juga untuk masalah-masalah etis.
d. Ekonomi dan tekanan persaingan
Perkembangan pasar global memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk
mendistribusikan produknya ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu diperlukan
restrukturisasi yang memungkinkan produktivitas yang lebih tinggi dan biaya yang
lebih rendah.
e. Skandal keuangan: kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan kredibilitas
Penyalahgunaan jabatan dalam bidang keuangan telah membuat krisis kepercayaan
terhadap laporan keuangan perusahaan dan pemerintah. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya kesenjangan ekspektasi dimana seharusnya pihak perusahaan
menyampaikan keadaan perusahaan sebenarnya tapi malah melakukan manipulasi.
f. Kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko
Pemerintah menyadari penting untuk melindungi kepentingan publik, dimana dewan
direksi perusahaan telah memperkirakan penilaian dan meyakini bahwa risiko yang
dihadapi perusahaan telah diatur dengan baik, serta risiko etika kini telah menjadi
aspek kunci proses pencapaian tujuan perusahaan.
g. Peningkatan keinginan transparansi
Kurangnya kepercayaan stakeholder akan kegiatan yang dijalankan perusahaan
menimbulkan peningkatan keinginan akan transparansi pada bagian yang menyangkut
kepentingan investor dan stakeholder yang lain.
h. Sinergi semua faktor dan penguatan institusional
Hubungan diantara semua faktor berdampak pada ekspektasi publik terhadap masalah
etika. Dimana akibatnya masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya kontrol
terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis. Kesadaran publik tersebut berimbas
pada dunia politik, yang menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan
peraturan. Hal tersebut akan mengakomodasi kesadaran publik dalam proses
penguatan institusi dan penegakan hukum.

Tabel 1. Faktor Penyebab Perubahan Ekspektasi Publik


Fisik Kualitas air dan udara, keamanan
Moral Keinginan atas keadilan dan hak di rumah dan
lingkungan
Penilaian buruk Mengoperasikan kesalahan dan kompensasi
eksekutif.
Aktivis Investor yang bersikap etis, konsumen dan pecinta
lingkungan.
Ekonomi Kelemahan, tekanan untuk selamat, dan
Pemalsuan
Kompetisi Tekanan global
Penyalahgunaan jabatan keuangan Berbagai skandal, korban, ketamakan
Kesalahan pemerintah Pengakuan terhadap penilaian masalah etis dan
pemerintahan yang baik.
Transparansi Keinginan untuk melakukan Transparansi
Sinergi Publisitas, keberhasilan perubahan
Penguatan institusi Peraturan baru
II.2 Ekepektasi Baru dalam Bisnis
Ekepektasi Baru dalam Bisnis akan meliputi:
a. Tugas baru dunia bisnis
Perubahan ekspektasi publik telah menyebabkan evolusi tugas-tugas dalam dunia
bisnis. Kini kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada seberapa sanggup
perusahaan menyeimbangkan profit dan kepentingan stakeholder.
b. Kepemimpinan baru dan kerangka transparansi
Kinerja dewan direksi harus merefleksikan kepentingan stakeholder dalam hal
pencapaian tujuan, proses, dan hasil.
c. Penguatan aturan untuk profesional akuntan
Ekspektasi publik akan kebenaran laporan kinerja perusahaan tidak lepas dari
profesional akuntan yang menyiapkan atau mengaudit laporan keuangan tersebut.
Profesional akuntan tersebut berfokus pada loyalitas kepada kepentingan publik dan
adoptasi prinsip independensi, penilaian, objektivitas dan integritas.
d. Kejelasan kepemimpinan dan model transparansi stakeholder
Sering dengan perubahan yang terjadi, perusahaan mulai memusatkan perhatian pada
bagaimana menerapkan etika pada aktivitas perusahaan mereka, dan untuk
mengurangi terjadinya masalah-masalah etika. Dari hal tersebut semakin jelas terlihat
bahwa komando tradisional dan pendekatan pengendalian dari atas ke bawah tidak
lagi cukup dan perusahaan perlu membuat lingkungan yang cocok untuk memelihara
perilaku etika. Tanggung jawab perusahaan yang berkait dengan transparansi
ditujukan kepada pemegang saham, pegawai, konsumen, suplier, aktivis, pemerintah
dan kreditor. Dimana dalam hal ini perusahaan bertanggungjawab untuk melakukan
transparansi atau pengungkapan atas laporan finansial dan nonfinansial perusahaan.
e. Manajemen berdasarkan nilai, reputasi, dan risiko
Dalam rangka menggabungkan kepentingan stakeholder ke dalam kebijakan, strategi
dan operasi dari korporasi mereka, direksi, khususnya bila eksekutif manajer, dan
karyawan lainnya harus memahami sifat kepentingan stakeholder mereka dan nilai-
nilai yang mendukung mereka.
f. Akuntabilitas
Munculnya kepentingan pelaku kebijakan dan akuntabilitas dan debacles keuangan
yang menakjubkan dari Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, telah meningkatkan
keinginan untuk laporan yang lebih relevan dengan berbagai kepentingan stakeholder,
lebih transparan, dan lebih akurat daripada di masa lalu.
g. Perkembangan etika bisnis
Dua perkembangan ini berguna untuk memahami etika bisnis dan bagaimana bisnis
dan penerapan profesi. Mereka adalah konsep stakeholder dan konsep kontrak sosial
perusahaan
h. Pendekatan etis pengambilan keputusan melalui analisis dampak pemangku
kepentingan
Peningkatan akuntabilitas kepada para pemangku kepentingan dalam versi
yang lebih baru dari kontrak sosial telah membebankan tanggung jawab pada
eksekutif untuk memastikan keputusan mereka mencerminkan nilai etis untuk
sebuah perusahaan. Pendekatan ini dimulai dengan identifikasi stakeholder
yang signifikan, investigasi kepentingan mereka, dan peringkat kepentingan-
kepentingan untuk memastikan bahwa pemberian perhatian yang memadai
pada analisis dan pertimbangan lebih besar pada tahap keputusan.

Sebagai lingkungan etis untuk bisnis berubah, pengamat dan eksekutif menyadari
bahwa orang lebih banyak dari pemegang saham hanya memiliki kepentingan dalam
perusahaan atau aktivitasnya. Sebagaimana dicatat sebelumnya, meskipun beberapa tidak
memiliki klaim hukum pada korporasi, mereka memiliki kapasitas yang sangat nyata untuk
mempengaruhi perusahaan baik atau tidak baik. Selain itu, seiring berjalannya waktu , klaim
dari beberapa pihak yang berminat membuat modifikasi melalui undang-undang atau
peraturan. Ini menjadi jelas bahwa kepentingan dari seseorang dengan saham dalam bisnis
atau dampaknya yang terpengaruh oleh atau dapat mempengaruhi pencapaian organisasi
objektif harus dipertimbangkan dalam rencana perusahaan dan keputusan. Untuk kemudahan
referensi, orang-orang ini datang untuk diketahui sebagai stakeholder dan kepentingan pihak
mereka sebagai hak-hak merka . Contoh kelompok stakeholder akan mencakup karyawan,
pelanggan, pemasok, kreditur, debitur, masyarakat tuan rumah, pemerintah, lingkungan, dan
tentu saja, pemegang saham. stakeholder normal Acorporation telah di petakan.
Gambar 1 : Peta Akuntabilitas pemegang saham

Gambar 2: Kerangka Akuntabilitas Stakeholder dan Tata Kelola Perusahaan

Fungsi Utama Dewan Pengendalian:


Pemegang Menetapkan bimbingan dan batasan
Saham Stakeholde kebijakan, kode, budaya, kepatuhan
r (hukum, regulasi, aturan)
Mengatur arah strategi, sasaran
remunerasi, insentif
Menunjuk CEO, CFO, dan eksekutif
lainnya
Dewan Mengatur sumber daya
Direksi, Memantau feedback operasional,
Subkomite kepatuhan kebijakan, laporan
Memili keuangan
Audit, Tata
h Laporan untuk pemegang saham,
Kelola, pemerintah
Kompensasi Menentukan auditor

Auditor

Alur Info Tindakan

Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lain harus memahami sifat dari
kepentingan stakeholder dan nilai yang dapat mendukung mereka untuk menggabungkan
kepentingan stakeholder ke dalam kebijakan, stategies, dan kegiatan operasional perusahaan.
Reputasi perusahaan dan tingkat dukungan dari stakeholder akan tergantung pada
pemahaman dan kemampuan perusahaan untuk mengelola risiko yang dihadapi perusahaan
secara langsung, maupun risiko yang berdampak pada para stakeholder. Reputasi ditentukan
oleh empat faktor, yaitu kredibilitas, keandalan, kepercayaan dan tanggungjawab.
Suatu hypernoms adalah nilai-nilai yang dihormati oleh sebagian besar kelompok atau
budaya di seluruh dunia. Hypernoms terdiri dari enam nilai dasar, yaitu kejujuran, keadilan,
empati, integritas, prediktabilitas, tanggung jawab. Keenam hypernorms memiliki relevansi
yang signifikan terhadap keberhasilan perusahaan di masa depan. Oleh karena itu,
hypernorms tersebut harus dikembangkan menjadi sebuah kode etik, kebijakan, strategi, dan
kegiatan perusahaan sebagai upaya untuk memastikan bahwa kepentingan kelompok
stakeholder dihormati, dan bahwa reputasi perusahaan akan memperoleh dukungan
maksimal.
Munculnya kepentingan stakeholder dan akuntabilitas telah meningkatkan keinginan
untuk membuat laporan kinerja perusahaan yang lebih transparan dengan mempertimbangkan
kepentingan para stakeholder. Hal tersebut membuktikan bahwa laporan perusahaan
seringkali tidak memiliki integritas karena tidak mencakup beberapa isu, dan juga tidak selalu
memberikan presentasi yang jelas dan seimbang tentang bagaimana kepentingan para
stakeholder akan terpengaruh. Kadang-kadang masalah akan disebutkan, tetapi dengan cara
tidak jelas, sehingga kurangnya transparansi akan membuat pemahaman pembaca menjadi
samar. Akurasi atau representasi yang tepat merupakan dasar untuk memahami fakta-fakta
yang mendasarinya. Perbaikan integritas, transparansi dan akurasi telah memotivasi para
akuntan profesional untuk mengenali pedoman (aturan dan prinsip) yang seharusnya
digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Keinginan tersebut melahirkan laporan
keuangan yang bersifat nonfinansial dan telah disesuaikan dengan kebutuhan para
stakeholder yang berupa laporan CSR.

II.3 Perkembangan Etika Bisnis


Terdapat beberapa konsep dan istilah yang telah dikembangkan untuk memfasilitasi
adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan mengambil keputusan etis.
1. Pendekatan Filosofis untuk Etika Perilaku
Terdapat beberapa teori etika terkait dengan perilaku bisnis yaitu menurut filusuf
Yunani (Aritoteles), filusuf Jerman (Immanuel Kant), filusuf Inggris (John Stuart
Mill), filusuf Amerika (John Rawls. Teori ini menetapkan standar tinggi dalam
perilaku bisnis yang dapat diterima. Teori ini dapat membantu direktur, eksekutif,
dan akuntan untuk lebih memahami dasar etika bisnis dan dasar untuk melakukan
bisnis yang bertanggung jawab secara sosial.
2. Pendekatan Untuk Pengambilan Keputusan Etis
Perkembangan akuntabilitas terhadap stakeholders dalam versi kontrak sosial
perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai etika yang diterapkan
untuk perusahaan, dan tidak mengabaikan hak-hak para stakeholder. Hal ini
menyebabkan perkembangan pengambilan keputusan etis yang menggabungkan
kedua pendekatan filosofis dan teknik praktis, seperti analisis dampak stakeholder.
Prinsip-prinsip etika yang dikembangkan oleh filsuf memberikan wawasan
tentang dimensi kunci penalaran etis. Pembuat keputusan harus memahami tiga
pendekatan filosofis dasar: konsekuensialisme, deontologi, dan etika moralitas.
Konsekuensialisme mensyaratkan bahwa keputusan memiliki konsekuensi etis
yang baik; deontologi menyatakan bahwa suatu tindakan etis tergantung pada
tugas, hak, dan keadilan yang terlibat, dan etika moralitas menganggap suatu
tindakan etis jika menunjukkan kebajikan yang diharapkan dari peserta.
Penggunaan analisis dampak stakeholder dalam manajemen pengambilan
keputusan dan manajemen berbagai isu yang bertentangan akan memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan dan pemeliharaan dukungan
para stakeholder pada kegiatan perusahaan.

II.4 Lingkungan Etika Untuk Akuntan Profesional


Apresiasi terhadap berlangsungnya arus perubahan dalam lingkungan etika untuk
bisnis merupakan hal yang penting untuk memahami suatu informasi tentang bagaimana
akuntan profesional harus menafsirkan kode profesi mereka sebagai karyawan perusahaan.
Meskipun masyarakat mengharapkan semua akuntan profesional untuk menghormati nilai-
nilai profesional objektivitas, integritas, dan kerahasiaan, yang dirancang untuk melindungi
hak-hak dasar publik, seorang karyawan-akuntan harus merespon ke arah manajemen dan
kebutuhan pemegang saham saat ini. Akuntan profesional harus memastikan nilai-nilai etika
mereka saat ini dan mereka siap untuk bertindak mematuhi nilai etika tersebut serta menjaga
kredibilitas profesi akuntan.
Globalisasi dan internasionalisasi telah berkembang dalam dunia usaha, pasar modal,
dan akuntabilitas perusahaan. Dalam profesi akuntansi, gerakan menuju harmonisasi secara
global dalam sekumpulan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang berlaku umum (GAAP)
dan (GAAS) untuk memberikan efisiensi analisis bagi penyedia pasar modal dunia serta
efisiensi komputasi san audit di seluruh dunia. Akibatnya, ada rencana untuk menyelaraskan
secara bertahap sekumpulan GAAP yang dikembangkan oleh berbagai negara yang menjadi
suatu rangkaian umum yang berlaku di semua negara.
Secara bersamaan, Federasi Akuntan Internasional (IFAC) sedang mengembangkan
kode etik yang bersifat internasional untuk para akuntan profesional, dan prinsip dalam kode
tersebut akan menjadi dasar perilaku dan pendidikan para akuntan di dunia di masa
mendatang. Kantor akuntan publik juga sedang mengembangkan standar audit global untuk
melayani klien mereka, dan standar perilaku yang mendukung untuk memastikan bahwa
penilain mereka independen, objektif, dan akurat.
Dalam lingkungan global baru-baru didefinisikan ulang, penawaran layanan nonaudit
kepada klien audit, yang merupakan isu perdebatan untuk Arthur dalam bencana Enron, akan
dibatasi sehingga ekspektasi konflik kepentingan yang lebih ketat dapat dipenuhi. Para
akuntan profesional harus mewaspadai terjadinya konflik, di mana nilai-nilai dan kode
profesional lain yang mereka pekerjakan berbeda dengan profesi akuntansi.
Dampak meningkatnya ekspektasi untuk bisnis pada umumnya dan untuk direktur,
eksekutif dan akuntan pada khususnya, telah membawa tuntutan reformasi tata kelola,
pengambilan keputusan etis dan pengelolaan yang akan mendapat manfaat dari pemikiran
terkini tentang bagaimana mengelola risiko etika dan peluang. Pendekatan manajemen krisis
telah dikembangkan untuk memastikan bahwa perusahaan dan para eksekutif tidak
mengalami kehancuran yang lebih buruk atas prospek dan reputasi yang mereka inginkan.
Pada kenyataannya apabila aspek etis dan krisis telah dikelola dengan baik, maka reputasi
dapat ditingkatkan. Kombinasi antara etika dengan manajemen krisis dapat mengubah risiko
menjadi peluang .

II.5 Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron dan Worldcom
II.5.1 Kasus Enron dan KAP Arthur Andersen
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam
melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun
1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan
diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada
kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future
transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron
mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun
2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan
menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari
Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh
dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan
energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $
31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal
perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan
perusahaan agar saham tetap diminati investor. Kronologis, fakta, data dan informasi dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle):
1. Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu mengandung unsur konflik
kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi
yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk
praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada
publik.
2. Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out
sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah
partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3. Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap
kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan,
mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan
bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron
sebagai klien KAP Andersen.
4. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek
akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran
berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada
pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan
penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi
akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
5. Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan
ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat
menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron,
Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan
prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang
pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar
$1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut
menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh
mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
6. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke
pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat
hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar.
Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning)
berkurang dalam jumlah yang sama.
7. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk
penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan
Enron (penghambatan terhadap proses peradilan).
8. Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron.
Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada
nilainya.
9. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002,
sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah
berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember
2001.
10. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan
tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal
4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11. Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US
dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP
Andersen.
12. Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang
Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga
pemerintahan di Amerika.
13. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP
Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan
karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
14. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa
kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan
pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen
dalam kasus Enron.
15. Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut
untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra
KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada
diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk
menyusun manajemen baru.
16. Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari
jabatannya.
17. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang
bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan
melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci di
pengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron .
18. Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai
presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
19. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah
telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.

Kaitan Kasus Enron dengan Etika Bisnis:


Adapun kaitan kasus Enron dengan Etika Bisnis, jika dilihat dari Ekspektasi Masyarakat
terhadap Bisnis dan Akuntansi yaitu Jika dilihat dari prinsip keuntungan dan etika menurut
teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan,
menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan
rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral,
akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang
bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik
bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak
pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama
karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta
investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor
terhapus seketikadengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika
dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak
stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai
pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent
dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya
(self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang
dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari
praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan
penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Dampak
Akibat Kasus Enron dan KAP Andersen:
a. Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor
dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan
perusahaan publik. Selain itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting
Oversight Board) yang bertugas:
1.Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan publik
2.Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika,
independensi dan standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan publik
3.Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan
mengenakan sanksi jika perlu
4.Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar
professional di KAP
5.Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar
professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan
publik
b. Perubahan-perubahan yang ditentukan dalam Sarbanes-Oxley Act
1. Untuk menjamin independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non
audit kepada perusahaan yang diaudit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non audit
yang dilarang :
1. Pembukuan dan jasa lain yang berkaitan.
2. Desain dan implementasi sistem informasi keuangan.
3. Jasa appraisal dan valuation
4. Opini fairness
5. Fungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen
6. Broker, dealer, dan penasihat investasi
2. Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan
audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya
diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit
committee.
3. Melarang KAP memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan
jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
4. KAP harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan
kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakuan-perlakuan
akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen
perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
5. KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer,
controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut
setahun sebelumnya.
c. SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi
investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini
CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka
laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan
adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin
banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.
d. International Federation Accountants (IFAC), pada akhir tahun 2001 merevisi kode etik
bagi para akuntan yang bekerja agar menjadi whitstleblower sebagai berikut “ para
profesional dituntut bukan hanya bersikap profesional dalam kaidah-kaidah aturan
profesi saja tetapi profesional juga dalam menyatakan kebenaran pada saat masyarakat
akan dirugikan atau ada tindakan-tindakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hukum
yang berlaku”.
e. AICPA dan The Big Five KAP di Amerika mendukung inisiatif Reform yang melarang
KAP untuk menawarkan jasa internal audit dan jasa konsultasi lainnya kepada
perusahaan yang menjadi klien audit KAP yang bersangkutan.
f. Jhon Whitehead dan Ira Millstein, ketua bersama Blue Ribbon Committe
SEC,mengeluarkan rekomendasi tentang perlunya kongres menyusun Undang-Undang
yang mengharuskan perusahaan Go Public melaksanakan dan melaporkan ketaatanyan
terhadap pedoman corporate governance.
II.5.2 Kasus WorldCom
WorldCom gagal dalam melindungi kepentingan para pemegang sahamnya ketika
CEO WorldCom, BernieEbbers, melakukan pelanggaran etika bisnis, dengan cara menekan
CFO ScottSulivan untuk mencatatkan jumlah yang bukan sebenarnya dalam neraca guna
membohongi investor dan wallstreet serta memudahkan merekan dalam menerimapendanaan
dari kreditor. Hal itu terlihat Ketika akhirnya skandal itu mulaitercium, harga saham
WorldCom anjlok sebesar 94 % pada januari 2002 dari harga$ 62 pada tahun 1999 serta
macetnya pembayaran utang WorldCom kepadakreditornya. Manajemen World. Com,akibat
pelanggaran dalam hal etika diatas, menyebabkan WorldCom gagal dalammelindungi
kepentingan stakeholder
a) WorldCom gagal dalam melindungi kepentingan karyawandan masyarakat dalam hal
kesejahteraannya. Dana pensiun Worldcom serta banyakdana pensiun masyarakat
diinvestasikan dalam bentuk saham WorldCom. ketikaakhirnya WorldCom dinyatakan
bangkrut, maka Dana Pensiun karyawan yangditanamkan dalam saham perusahaan
kemudian mengalami penurunan nilai yangsignifikan
b) WorldCom gagal dalam hal kepatuhannya terhadaphukum. Manajemen WorldCom
dianggap tidak mempunyai nilai kejujuran dimatapenegak hukum. WorldCom
membohongipenegak hukum dengan menghancurkan dokumen-dokumen pendukung
skandal tersebutserta memberi keterangan palsu di pengadilan. Tidak adanya nilai
kejujurandiatas menjadi pelengkap pelanggaran etika yang dilakukan oleh
manajemenWorldCom.
Setiap praktisi tidak boleh terlibat dalam setiap bisnis, pekerjaan, atau aktivitas yang
dapat mengurangi integritas, objektivitas,dan reputasi profesi yang dapat mengakibatkan
pertentangan dengan jasa professional yang diberikannya. Pelanggaran dalam hal nilai-nilai
tersebut dianggap mencederai nilai-nilai etika profesiakuntan. Dalam kasus WorldCom,
terjadi bentuk pelanggaran integritas,objektivitas, serta reputasi profesi . Dalam hal ini, CFO
WorlCom, Scott Sullivan mendapatkan tekanan dari CEO WorldCom, Bernard Ebbers, untuk
mencatatkan beban yang semakin tidak terkendali kedalam pos investasi guna meningkatkan
nilai neraca perusahaan. Nilai aset dalam neraca juga digelembungkan dengancara
meningkatkan pos penerimaan dari"corporate unallocated revenue accounts". Hal ini
berakibat padamasyarakat, investor dan kreditor dalam hal pengambilan keputusan.
Kaitan kasus WorldCom dengan Etika Bisnis:
Dalam kasus WorldCom, jelas terlihat bahwa terjadi suatu tindakan yang melanggar
etika bisnis dimana pihak manajemen dan pemilik WorldCom melakukan suatu itikad bisnis
yang tidak baik. Manajemen WorldCom dengan sengaja memalsukan data keuangan mereka
dengan memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke
dalam pos investasi hanya untuk agar kinerja mereka terlihat bagus yang diharapkan akan
dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan mereka. Selain
itu, pemilik WorldCom, Ebbers, juga melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari
prinsip beretika dalam bisnis. Ia menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemilik untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Ini tentunya sangat merugikan pihak lain, seperti investor
dan kreditur karena mereka ditipu atas adanya praktik kecurangan yang dilakukan oleh
WorldCom.
Selain itu, KAP Arthut Andersen yang seharusnya melakukan pengungkapan atas
kecurangan yang dilakukan oleh WorldCom, justru bekerjasama dengan manajemen untuk
menutupi kecurangan yang sebenarnya mudah dideteksi keberadaannya. KAP Arthur
Endersen dalam hal ini telah melanggar kode etiknya sebagai akuntan, yaitu bertanggung
jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan. Dalam hal ini, yang
bertanggungjawab dalam kasus ini adalah:
1. Pihak manajemen perusahaan. Pihak manajemen perusahaan dengan sengaja
memalsukan data keuangan mereka dengan memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS
yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi hanya untuk agar
kinerja mereka terlihat bagus.
2. Pemilik perusahaan, yaitu Ebbers. Ebbers menyalahgunakan wewenangnya sebagai
pemilik untuk memperoleh keuntungan pribadi, dengan melakukan pinjaman sebesar
US$ 400 juta dan menjadikan saham perusahaan sebagai jaminannya.
3. Auditor internal perusahaan. Auditor internal perusahaan tidak menggungkapkan
kesalahan paktek-praktek akuntansi dan kecurangan akuntansi yang dilakukan
manajemen perusahaan. Mengingat nilai kapitalisasi yang begitu besar dan
pengaruhnya terhadap nilai pendapatan bersih dan total aktiva, harusnnya praktik ini
bisa diungkap lebih cepat.
4. Auditor eksternal perusahaan, dalam hal ini KAP Arthur Endersen. KAP Arthur
Anderson tahu mengenai salah saji yang dilakukan pihak Worldcom. Karena
seharusnya KAP Arthur Anderson bertugas untuk mengaudit kesalah semacam itu,
apalagi kesalah ini sangat material. KAP Arthur Anderson seharusnya lebih peka
terhadap kondisi keuangan Worldcom, yang dapat mengakibatkan manajemen
perusahaan melakuakan hal diluar kewajaran praktek akuntansi.
BAB III
KESIMPULAN

Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang saham,


pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah, dan aktivis untuk dapat mencapai tujuan
jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum tergantung pada kredibilitas
penempatan stakeholders dalam komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan
dari keunggulan kompetitif perusahaan. Kini, stakeholder menginginkan kegiatan
perusahaan akan lebih menghargai kepentingan dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka,
dalam arti luas perusahaan diminta untuk menentukan sikap etis dalam mencapai kesuksesan.
Faktor-faktornya terdiri dari urusan lingkungan, sensitivitas moral, penilaian buruk dan
aktivis, ekonomi dan tekanan persaingan, skandal keuangan: kesenjangan ekspektasi dan
kesenjangan kredibilitas, kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko, peningkatan
keinginan transparansi dan sinergi semua faktor dan penguatan institusional.
Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi
pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja
pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat
menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam
kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur
Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron
bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP Arthur Andersen
sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP
tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana
mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini.
a. Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagaimacam pelanggaran praktik bisnis
yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery)
dan keluar dari prinsif good corporate governance.Akhirnya Enron harus menuai
suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.
b. KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan
profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari
tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception,
discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup
disamping harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J. 2007. Business & Professional Ethics for Directors, Executives, &
Accountans. Toronto: Thomson South-Western

Duska, Ronald F. and B.S. Duska. 2005. Accounting Ethics. Blackwell Publishing

http://bambangbima.blogspot.com/2009/11/enron-dan-arthur-cermin-yang-retak.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Enron
http://kdardika.blogspot.com/2012/03/kasus-enron.html
http://triyatmoko.wordpress.com/2009/02/24/lingkungan-etika-dan-akuntansi/
http://tugasprofesiakuntansi.blogspot.com/2011/12/ekspektasi-masyarakat-terhadap-
bisnis.html
http://zetzu.blogspot.com/2012/03/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html

Anda mungkin juga menyukai