Anda di halaman 1dari 25

LABA (INCOME)

Dosen Pengampu: Dr. Mustakim Muchlis., SE., M.Si.,

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
AKUNTANSI A

 Mutmainnah (90400120016)
 Rizaldi (90400120024)
 Andi Wardana (90400120028)
 Reski (90400120029)
 Nurhalimah (90400120030)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

PERIODE 2023
A. Tujuan Pelaporan Laba
Dalam kenyataannya, para pemakai mempunyai konsep laba dan model
peng- ambilan keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara
pengukuran- nya, laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan
dapat digunakan antara lain sebagai:
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested
capital).
b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen.
c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan public
f. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
i. Dasar pembagian dividen.

B. Konsep Laba Konvensional dan Konsep Laba dalam Tataran Semantik


1. Konsep Laba Konvensional
Teori tentang laba masih harus dikembangkan dan dimantapkan agar dicapai
interpretasi yang tepat secara intuitif maupun ekonomik sehingga angka laba
akuntansi mempunyai manfaat yang tinggi khususnya bagai investor dan kreditor.
Hendriksen dan van Breda (1992) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang
sekarang berjalan (konvensional) masih problematik secara teoretis. Laba akuntansi
mempunyai beberapa kelemahan berikut (hlm309):
a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba tesebut
secara intuitif dan ekonomik bermakna.
b. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa
atau residual.
c. Prinsip akuntansi berterima umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba
masih memberi peluang untuk terjadinya ketaktaatasasan (inkonsistensi)
antarperusahaan
d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum
memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga."
e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditor
memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih
bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang
mendesak
2. Konsep Laba dalam Tataran Semantik
Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa yang
harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga
laba bermanfaat (useful) dan bermakna (meaningful) sebagai informasi. Pada tataran
ini, teori berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah yang harus direpresentasi
oleh laba. Seperti teori tentang aset, realitas atau kegiatan entitas apa yang harus
direpresentasi oleh angka laba. Makna yang dikandung dalam laba akhirnya harus
diinterpretasi oleh pemakai. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya akan
menentukan pemaknaan laba secara sintaktik yaitu pengukuran dan penyajiannya.
Ada 3 pemaknaan konsep laba dalam tataran semantic yaitu pengukuran kinerja,
konfirmasi harapan investor dan estimator laba ekonomik.
1. Pengukuran Kinerja
Kinerja perusahaan merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga
laba dapat pula diinterpretasi sebagai pengukur keefektifan dan keefisienan
manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Dalam akuntansi, laba dimaknai dan diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi
oleh investor dalam bentuk kembalian atas investasi (return on investment atau
ROI). Bagi manajemen, efisiensi dapat diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi
penggunaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas aset (return on assets
atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga
(return on loan atau ROL). Jadi, angka laba itu sendiri tidak bermakna kalau
tidak di hubungkan dengan tingkat investasi atau tolok ukur atau patok duga
(benchmark) tertentu misalnya pendapatan/penjualan. Efisiensi perusahaan akan
bermakna kalau dihubungkan dengan tolok ukur di luar perusahaan misalnya
efisiensi perusahaan lain yang sejenis atau standar industri. Jadi, laba dapat
merepresentasi kinerja efisiensi karena laba menentukan ROI, ROA, dan ROL
sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan usaha sangat kompleks, laba
dipandang cukup kaya (komprehensif) untuk merepresentasi pengukur efisiensi.
Namun, validitas pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaimana laba
dan tingkat investasi diukur serta dari sudut pandang siapa informasi efisiensi
ditujukan
2. Konfirmasi Harapan Investor
Perekayasa pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk meyakinkan
bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di masa lalu tentang
kinerja perusahaan memang terrealisasi. Dengan demikian, laba dapat
diinterpreta- si sebagai sarana untuk mengkonfirmasi harapan-harapan tersebut.
Asumsinya adalah para investor telah menggunakan segala informasi yang
tersedia secara publik sebagai basis keputusan investasinya melalui prediksi
laba. Bila diasumsi bahwa pasar cukup efisien, laba yang diprediksi investor
harus mendekati atau sama dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini terjadi,
laba merupakan sarana untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor
diharapkan tidak berreaksi terhadap pengumuman laba. Bila pasar tidak cukup
efisien, angka laba justru ditunggu-tunggu oleh para investor sebagai basis untuk
mengambil atau mengubah keputusan. Dengan kata lain, laba diinterpretasi
sebagai sarana untuk menyampaikan informasi privat pe- rusahaan sehingga laba
harus mempunyai kandungan informasi (information con- tent) baru lebih dari
apa yang telah ditangkap oleh pasar. Dengan demikian, pasar diteorikan akan
bereaksi terhadap pengumuman laba.
3. Estimator Laba Ekonomik
Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang lebih ber-
makna secara ekonomik daripada sekadar kenaikan atau penurunan kas dalam
suatu perioda. Angka laba akan bermain kalio te merepresentasi perubahan ke-
makmuran (wealth) atau penciptaan nilai fiaretion) sebagai hasil kinerja
ekonomik suatu kesatuan usaha. Secara tenis, perlahan kemakmuran atau nilai
diwujudkan dalam kegiatan produktif (menghasilkan barang dan jasa).

Dengan asas akrual, pengakuan (accruing) dan penanggihan (deferring) atas


dasar konsep upaya dan hasil serta konsep kos historis merupakan proses yang
sangat lekat dengan penentuan laha akuntansi Prayas akuntansi mengharap- kan
bahwa laba akuntansi akan mendekati labs dimmi atau paling tidak merupakan
estimator yang baik untuk laba ekonomik. Aline, perubahan laba akuntansi
diharapkan merefleksi pula perubatan ekonomik perusahaan. Dengan demikian,
laba akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih
berkepentingan dengan laba ekonomik.

Investor, melalui analis sekuritas, pada umumnya lebih mendasarkan diri pada
laba ekonomik untuk memprediksi aliran kas atau return saham perusahaan di
masa datang. Analis memandang bahwa laba akuntansi mengandung gangguan
(noise) akibat penerapan PABU yang dalam banyak hal tidak merefleksi realitas
ekonomik (misalnya penggunaan kos historis) atau akibat manajemen laba
(earn- ings management). Oleh karena itu, kalau laba akuntansi bebas dari
ganggunan dan mendekati laba ekonomik, laba akuntansi akan menjadi prediktor
yang andal juga. Dengan demikian, kedekatan atau korelasi antara laba
akuntansi dan laba ekonomik akan menentukan kualitas laba akuntansi (earnings
quality).
C. Makna Laba
Laba dapat didefenisikan secara umum: “laba adalah tambahan kemampuan
ekonomi yang ditandai dengan kenaikan capital dalam satu periode yang berasal
dalam kegiatan produktif dalam arti yang luas yang dapat dikonsumsi atau ditolak
oleh entitas tanpa mengurangi kemampuan ekonomik mula mula.”
Pemaknaan laba sebagai pengukur efisiensi, konfirmasi harapan investor, dan
estimator laba ekonomik merupakan gagasan-gagasan untuk menemukan definisi
(konsep atau makna) laba yang tepat untuk tujuan akuntansi. Secara semantik,
belum terdapat kesepakatan tentang makna laba yang mantap yang menjadi basis
akuntansi dalam jangka panjang. Hendriksen dan van Breda (1992) mengemukakan
kritik terhadap laba akuntansi sebagai berikut:
There is no long-run theoretical basis for the computation and presentatian
of accounting incorne.
Kritik di atas didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat banyak definisi atau
makna yang dilekatkan pada simbol laba oleh berbagai sumber. Akan tetapi, masih
belum dapat diidentifikasi secara mantap makna manakah yang sebenarnya dianut
atau harus dianut akuntansi. Sebagai basis pembahasan dan pencarian konsep laba,
beberapa gagasan atau sumber dibahas berikut ini. FASB menetapkan laba (disebut
laba komprehensif sebagai elemen statemen keuangan dan mendefinisinya sebagai
berikut:
Comprehensif income is the change in equity of a business enterprised
using a  period. from transaction ond other events and circumstances from non
owner sources. It intitudes all changes in equity during a period except those
resulting   from investment by owners and distributions to owners.
Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan
jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (kos total yang
melekat kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa). Pengertian ini sejalan
dengan konsep kesatuan usaha yang dikemukakan Paton dan Littleton (1967) yang
memandang laba sebagai kenaikan aset perusahaan seperti berikut:
“Laba adalah kenaikan aset dalam suatu perioda akibat kegiatan produktif yang
dapat dibagi atau didistribusi kepada kreditor, pemerintah, pemegang saham (dalam
bentuk bunga, pajak, dan dividen) tanpa mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang
saham semula” (suwardjono, 2005).
Sejalan dengan pengertian yang diberikan Barton, ini berarti bahwa pengaruh
perubahan ekuitas akibat transaksi modal (the effects of any additional capital
contributions or withdrawals by owners) harus dikeluarkan dari perhitungan laba.
Dari berbagai pengertian laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba secara
konseptual mempunyai karakteristik umum sebagai berikut:
a. Kenaikan kemakmuran (wealth atau well-offness) yang dimiliki atau dikuasai
suatu entitas. Entitas dapat berupa perorangan/individual, kelompok individual,
institusi, badan, lembaga, atau perusahaan.
b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu (perioda) sehingga harus
diidentifikasi kemakmuran awal dan kemakmuranakhir.
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang
menguasai kemakmuran asalkan kemakmuran awal dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih, aset, modal pemegang. saham kekayaan,
investasi, sumber daya ekonomik, uang, atau apapun yang bernilai uang atau yang
dapat dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut secara umum disebut (kapital).
Kapital di sini    berbeda dengan modal karena modal mempunyai pengertian khusus
dalam akuntansi yaitu ekuitas pemegang saham. Bila istilah capital digunakan, harus
selalu dibayangkan siapa yang menguasai atau memiliki.
D. Konsep Laba dalam Tataran Sintaktik
Pada tataran sintaktik atau lebih jelasnya adalah secara struktur, konsep laba
digambarkan dalam prosedur akuntansi sebagai hasil penandingan (matching) antara
penghasilan dan beban. Konsep ini dirasionalkan dalam bentuk standar dan prosedur
akuntansi yang objektif sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan dalam
laporan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep laba pada tataran
sintaktik ini secara umum telah dipahami oleh para informan. Seperti yang
disampaikan para informan berikut ini: Para informan memahami laba akuntansi
sebagai selisih antara penghasilan dan beban. Hal ini merupakan hasil dari realitas
yang diacu oleh para informan. Ketika membaca atau mendengar kata ”laba”, ide-
ide dalam kognisi informan yang terkait dengan ”laba” teraktivasi secara otomatis
melekatkan penghasilan dan beban sebagai aspek dalam perhitungan laba.
Menurut pendekatan sintaktik, laba didefinisikan sebagai selisih antara
pendapatan dan beban. Laba dianggap telah timbul bila terjadi kenaikan nilai dari
kekayaan bersih sebagai akibat adanya transaksi. Terdapat dua pendekatan
pengukuran laba.
1. Pendekatan Transaksi (Transactions Approach)
Menurut pendekatan transaksi, laba telah timbul pada saat terjadinya
transaksi. Khususnya transaksi eksternal, yaitu transaksi yang terjadi dan
melibatkan pihak luar. Laba dapat timbul pada saat terjadinya transaksi
pertukaran/penjualan dan terjadinya pengakuan beban. Pendekatan ini memiliki
beberapa keutamaan yaitu:
a. Komponen laba dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Misalnya:
atas dasar produk/konsumen
b. Laba operasi dapat dipisahkan dari laba non operasi
c. Dapat dijadikan dasar dalam penentuan tipe dan kuantitas aktiva dan
hutang yang ada pada akhir periode.
d. Efisiensi usaha memerlukan pencatatan transaksi eksternal untuk
berbagai tujuan.
e. Berbagai laporan dapat dibuat dan dikaitkan antara laporan yang satu
dengan yang lainnya.
2. Pendekatan Kegiatan
Laba dianggap timbul bila kegiatan tertentu telah dilaksanakan. Jadi laba
bisa timbul pada tahap perencanaan, pembelian, produksi, penjualan dan
pengumpulan kas. Dalam penerapannya, pendekatan ini merupakan dari
pendekatan transaksi. Hal ini disebabkan pendekatan kegiatan dimulai dengan
transaksi sebagai dasar pengukuran. Kebaikan pendekatan kegiatan adalah:
a. Laba yang berasal dari produksi dan penjualan barang memerlukan jenis
evaluasi dan prediksi yang berbeda dibandingkan laba yang berasal dari
pembelian dan penjualan surat berharga yang ditujukan pada usaha
memperoleh capital gain.
b. Efisiensi manajemen dapat diukur dengan lebih baik bila diklasifikasikan
menurut jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawab manajemen.
c. Memungkinkan prediksi yang lebih baik karena adanya perbedaan pola
perilaku dari jenis kegiatan yang berbeda.

E. Pengukuran Laba dengan Mempertahankan Kapital


Adanya tiga faktor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian)
yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau basis pe-
nilaian kapital. Tiap pendekatan sebenarnya merefleksi kombinasi antara ketiga
faktor yang dipertimbangkan. Pengukuran laba yang dibahas di sini masih bersi- fat
konseptual karena belum menunjukkan prosedur akuntansi dan cara menyaji.
kannya. Tujuan. pembahasan di sini adalah untuk menggambarkan atau merasakan
makna laba secara umum sebagai perubahan kapital atas dasar konsep pemertahanan
kapital. Berbagai pendekatan penilaian kapital dibahas dan disarankan oleh banyak
penulis. Oleh karena itu, terdapat juga berbagai pengukuran laba sebagai hasil pe-
nilaian kapital pada dua waktu yang berbeda. Pendekatan yang dimaksud di sini
adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba.
Berbagai pendekatan penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba
antara lain adalah:
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash flows).
2. Penilaian pasar atas aset bersih perusahaan (market valuation of the firm).
3. Setara kas sekarang (current cash equivalent).
4. Harga masukan historis (historical input prices).
5. Harga masukan sekarang (current input prices)
6. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant purchasing power).

Kapitalisasi Aliran Kas Harapan


Pendekatan ini berpaut dengan pengukuran laba dari kaca mata pemegang
saham atau investor sebagai entitas. Oleh karena itu, kapital di sini adalah kapital
finansial berupa nilai investasi yang tertanam di perusahaan yang menjadi klaim
pemegang saham. Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan
konsep ini, akan ditentukan nilai kapitalisasian (capitalized value) investasi
pemegang saham pada awal dan akhir perioda. Nilai kapitalisasian adalah nilai
diskunan (discounted value) atau nilai sekarang (present value) semua aliran kas
masa datang dari investasi selama perioda yang diharapkan investor. Aliran kas ini
dapat berupa dividen kas periodik dan kas hasil penjualan atau likuidasi seluruh
investasi di akhir perioda yang diharapkan. Bila tidak ada pembagian dividen,
aliran kas adalah kas yang akan diterima seandainya sebagian investasi dijual
secara perio- dik sebanyak kenaikan nilai investasi.
Dalam hal ini, laba merupakan selisih nilai kapitalisasian awal dan akhir peri-
oda. Tentu saja untuk dapat menghitung nilai kapitalisasian harus diketahui ali- ran
kas harapan tiap perioda, faktor kapitalisasi, dan jangka investasi. Faktor
kapitalisasi didasarkan pada tingkat kembalian harapan (expected rate of return)
yang biasanya merupakan kos kesempatan investasi. Sebagai ilustrasi, berikut ini
adalah aliran kas yang diharapkan diterima oleh pemegang saham dari investasinya
pada tiap akhir tahun selama empat tahun. Pada akhir tahun ke empat, investor
mengharapkan untuk menjual/melepas selu- ruh investasinya. Pada akhir tahun ke
empat, investasi dijual seluruhnya atau pe- rusahaan dilikuidasi dan investor
mendapat pengembalian investasi.
Walaupun konsep kapitalisasi mempunyai keunggulan dalam pengukuran
laba yang mendekati laba ekonomik, sistem pembukuan perusahaan mungkin tidak
mendukung pengoperasian konsep ini. Dengan kata lain konsep ini tidak praktis
dan operasional. Beberapa keberatan yang diajukan terhadap konsep ini antara lain:
1. Tarif kapitalisasi yang digunakan di mata perusahaan tidak selalu sama
dengan tarif menurut persepsi investor. Hal ini disebabkan persepsi dan
preferensi risiko pemakai laporan tidak dapat diketahui dengan pasti sehingga
tarif kapitalisasi yang digunakan perusahaan sering tidak mere-fleksi risiko
yang melekat pada investasi. Dengan demikian informasi laba yang disajikan
mungkin tidak relevan bagi pemakai atau bahkan menyesatkan.
2. Angka laba yang dihasilkan tidak intuitif karena komponen-komponen
pembentuknya tidak tampak.
3. Konsep ini terlalu menekankan pada nilai waktu uang dan aliran kas dan
mengabaikan faktor-faktor ekonomik yang lain.
4. Informasi tentang operasi dan efisiensi manajemen perusahaan tidakdapat
terungkap melalui laporan rugi-laba.
5. Karena laba dihubungkan dengan harapan harapan masa mendatang,
informasi yang disajikan kurang mempunyai daya konfirmasi terhadap
harapan-harapan masa yang lalu. Dengan kata lain nilai balikan (feedback
value) sebagai kualitas informasi tidak diperoleh.
6. Karena semua informasi yang digunakan dalam menghitung laba didasar- kan
pada prediksi yang sering tidak konsisten dari perioda ke perioda, informasi
laba tidak dapat diverifikasi sehingga kurang dapat diandalkan.
Penilaian Pasar atas Perusahaan
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini
merupa kan alternatif kapitalisasi aliran kas. Kapital diukur atas dasar berapa
jumlah ru- piah yang investor bersedia membayar untuk seluruh kekayaan
perusahaan dikurangi seluruh kewajiban. Penilaian ini dimaksudkan untuk
menghilangkan subjektifitas penyaji laporan. Penilaian diserahkan ke pihak lain
dengan harapan penilaian tersebut objektif. Walaupun demikian, subjektivitas
investor tetap ber- peran sehingga hasil penilaian dapat berbias.
Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan alternatif pe-
nilaian yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara voluma saham yang ber-
edar dengan harga pasar saham pada awal dan akhir perioda. Cara ini sering
dianggap lebih unggul dari kapitalisasi dalam hal keterujiannya. Di samping itu,
harga saham di pasar dianggap telah merefleksi risiko yang melekat pada investasi
dan kondisi ekonomi yang melingkupi.
Setara Kas Sekarang
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran
adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi
jumlah rupiah setara tunai semua utang. Jumlah rupiah setara tunai ini didasarkan
atas harga pasar penjualan pos aset secara individual yang dimiliki/dikuasai perusa-
haan. Untuk dapat mengukur laba, tentu saja perubahan aset atau utang akibat
transaksi pendanaan harus dikeluarkan.
Berbeda dengan penilaian pasar atas perusahaan yang dibahas sebelumnya,
penilaian ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual.
Ini berarti bahwa harga pasar dianggap sebagai nilai kesempatan (opportunity
value). Jumlah rupiah penilaian atas dasar ke dua pendekatan tersebut dapat ber-
beda khususnya kalau ada goodwill yang melekat pada perusahaan secara keselu
ruhan sehingga nilai perusahaan secara keseluruhan kemungkinan lebih tinggi
daripada gunggungan harga pasar tiap-tiap jenis aset.
Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk tiap jenis aset tidak selalu
ada sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekadar taksiran (bahkan
mungkin merupakan nilai likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar
sebagai pembanding. Kalau akhirnya semua harga pasar sekarang merupakan nilai
likuidasi, laba yang diperoleh adalah laba seandainya perusahaan dilikuidasi tiap
akhir perioda. Secara teknis, hal ini akan sukar untuk dilaksanakan dalam sistem
akuntansi perusahaan dan bertentangan dengan konsep kontinuitas usaha. Oleh
karena itu, keterandalan nilai kapital dengan pendekatan ini boleh jadi tidak
setinggi kos historis.

Harga Masukan Historis


Penilaian ini merupakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai
masukan (pendekatan lain dibahas sesudah ini). Penilaian atas dasar harga masukan
dilan- dasi oleh gagasan bahwa kapital dapat dikatakan telah dipertahankan apabila
aset pada akhir perioda (dinilai dengan harga masukan) sama dengan aset pada awal
perioda (juga dinilai dengan harga masukan). Laba merupakan kenaikan aset (ten-
tu saja setelah pengaruh transaksi ekuitas dikeluarkan). Walaupun berbasis har- ga
masukan, beberapa komponen aset (yang bersifat moneter) pada akhir perioda
mungkin merefleksi harga keluaran.
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur berdasar-
kan selisih aset bersih awal dan akhir perioda yang masing-masing dinyatakan
dalam kos historisnya. Hasilnya akan sama dengan laba yang dihitung sebagai
selisih pendapatan dan biaya. Hal inilah yang dianut oleh akuntansi konvensional.
Jadi, akuntansi konvensional sebenarnya juga menganut konsep pemertahanan
kapital. Hanya dalam hal ini, kos historis digunakan untuk mengukur kapital yang
harus dipertahankan.
Karena perubahan daya beli dan perubahan harga tidak diperhitungkan, de-
ngan sendirinya untung atau rugi daya beli dan untung atau rugi penahanan yang
tidak teridentifikasi dan melekat pada angka laba sehingga tidak dapat dilaporkan
secara terpisah. Konsep laba dengan pendekatan ini akan sama dengan laba kom-
prehensif (all-inclusive) karena laba didefinisi sebagai kenaikan aset bersih selain
yang berasal dari transaksi dengan pemilik.

Harga Masukan Sekarang


Penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis kecuali
bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir
de- ngan kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Kos pengganti
suatu aset adalah jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya suatu enti- tas
tidak menguasai/memiliki aset bersangkutan. Kapital dapat dipertahankan apabila
kos pengganti akhir perioda sama dengan kos pengganti awal perioda. Hal ini dapat
diinterpretasi bahwa perusahaan mampu mempertahankan kemampuan produktif
seperti sedia kala (awal perioda) sebelum kenaikan kapital dapat didis- tribusi
dalam bentuk dividen.
Dengan cara ini, untung atau rugi penahanan aset (baik yang terrealisasi atau
belum) akan teridentifikasi dan masuk dalam perhitungan laba. Pendekatan ini
sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal yang menunjukkan
kinerja manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga. Bila aset di-
pandang sebagai kapital fisis, untung atau rugi perubahan harga akan merupakan
jumlah penyesuaian kapital (capital adjustment) agar kapital awal tetap dapat
dipertahankan.

Pemertahanan Daya Beli Konstan


Pengukuran dengan unit daya beli konstan ini basisnya adalah kos historis.
Kapi- tal awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan pada indeks dasar
ter- tentu (dapat indeks awal tahun, rata-rata, atau akhir tahun). Laba yang diukur
berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan tambahan daya
beli kapital yang dimiliki/ dikuasai perusahaan tanpa harus mengurangi daya beli
kapital yang mula-mula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penentuan laba atas dasar konsep
pemer- tahanan kapital memerlukan penilaian atas kapital baik fisis maupun
finansial pada awal dan akhir suatu perioda. Sekali lagi, pembahasan pengukuran
laba ber- dasarkan konsep pemertahanan kapital di atas masih bersifat konseptual
karena belum dapat ditunjukkan bagaimana prosedur akuntansi untuk menentukan
laba dan bagaimana komponen laba disajikan dalam statemen keuangan.
F. Konsep Laba dalam Tataran Pragmatic
Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentuka
apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana
diarah. Pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap
perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Informasi diharapkan mempunyai
pengaruh kalau informasi tersebut benar-benar digunakan oleh para pemakai karena
menurut persepsi pemakai (atau model pengambilan keputusannya) informasi
tersebut mempunyai manfaat, kualitas, atau nilai informasi.
Bila dikaitkan dengan laba, tataran pragmatik membahas apakah informasi
laba bermanfaat atau apakah informasi laba nyata digunakan (Rochayatun &
Andriyani, 2018). Kalau memang digunakan, untuk kepentingan apa informasi laba
digunakan sehingga angka laba benar-benar harus disediakan. Menanyakan
langsung kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Karena banyak
pemakai dengan berbagai perspektif dan kepentingan, cara ini kurang terandalkan
sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba. Cara lain adalah dengan mengenali
bagaimana informasi laba nyatanya digunakan. Adanya reaksi para informan
tentang kebermanfaatan informasi laba akuntansi. Persepsi informan tentang
kebermanfaatan informasi laba pada tataran pragmatik dilandasi oleh penafsiran
informan atas laba akuntansi pada tataran sintatik maupun semantik. Misalnya
suatu kejadian pengumuman laba oleh perusahaan, dikatakan mengandung
informasi jika pesan tersebut menyebabkan perubahan keyakinan para pengguna
laporan dan menyebabkan adanya suatu tindakan tertentu. Apabila tindakan tersebut
dapat diyakini sebagai reaksi atas kejadian pengumuman laba tersebut maka
informasi laba dapat dikatakan memiliki manfaat.
Prediktor Aliran Kas ke Investor
Telah disebutkan bahwa perekayasa akuntansi (misalnya FASB) yakin
bahwa angka laba dan komponennya yang diukur atas dasar asas akrual merupakan
indika- tor kinerja yang lebih baik daripada sekadar perubahan jumlah kas. Karena
investor dan kreditor menjadi pihak utama yang dituju dalam pelaporan keuangan,
perekayasa berteori bahwa investor dan kreditor berkepentingan dengan aliran kas
yang masuk ke mereka atas investasinya.
Dalam hal ini harus ada hubungan logis antara laba (earnings) dan aliran
kas ke investor dan kreditor. Hubungan ini akan membantu investor dan kreditor
dalam mengembangkan model untuk memprediksi aliran kas ke mereka guna
menilai investasi atau kapitalnya. Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor
akan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk menciptakan kas yang cukup
untuk (a) membayar semua kewajiban pada saatnya, (b) mendanai keperluan
operasi, (c) reinvestasi, dan (d) membayar bunga, dan (e) membayar dividen.
Kemampuan menciptakan kas tersebut akan ditentukan oleh kemampuan
perusahaan mendatangkan laba (earnings) jangka panjang yang memadai. Oleh
karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi kemampuan melaba (earning
power) jangka panjang. Untuk itu, investor dan kreditor memerlukan informasi laba
masa lalu untuk memprediksi laba masa datang. Laba masa datang menjadi basis
bagi investor untuk memprediksi aliran kas masa datang dari investasinya.
Aliran kas di mata investor (pemegang saham) dapat ditentukan atas dasar
harapan harga saham di masa datang. Bila perusahaan memperoleh laba yang
memadai, dengan sendirinya nilai buku aset bersih juga naik sehingga nilai buku
per saham juga naik. Dengan demikian, secara teoretis laba (berupa laba per saham
atau earnings per share) akan berasosiasi dengan kenaikan harga saham. Secara
teoretis, harga saham masa datang dapat menjadi proksi (estimator) aliran kas masa
datang. Kalau investor mampu memprediksi laba masa datang, maka investor akan
mampu memprediksi aliran kas dari investasinya. Argumen semacam ini
menjelaskan timbulnya berbagai teknik pemrakiraan laba (earnings forecasting)
yang digunakan para analis sekuritas. Teknik-teknik tersebut pada umumnya
menggunakan laba (laba per saham) sebagai data masukan.
Secara pragmatik laba memang bermanfaat karena diperlukan oleh para
analis keuangan atau sekuritas untuk menyediakan angka perkiraan laba yang pada
akhirnya membantu pemakai dalam memprediksi aliran kas masa datang. Arti
penting perkiraan laba telah memicu munculnya beberapa institusi yang bergerak
dalam usaha penyediaan jasa prakiraan laba (earnings forecast) seperti Institutional
Broker Estimates System (IBES) oleh Lynch, Jones, and Ryan, The Earnings
Forecaster oleh Standard and Poor, The Icarus Service oleh Zacks Investmen
Research, dan The Value Line Investment Survey.
G. Laba dan Harga Saham serta Laba Sebagai Signal
Laba dan Harga Saham
Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga
saham. Laba merupakan prediktor aliran kas ke investor yang dibahas di atas
sebenarnya menunjukkan bahwa laba menentukan harga saham. Aliran kas masa
datang ke investor digunakan untuk menentukan apa yang disebut nilai intrinsik
(intrinsic value) sekuritas atau saham. Nilai intrinsik ini pada akhirnya akan
menentukan harga pasar saham yang terjadi di pasar modal pada saat tertentu.
Investor atau analis akan membandingkan nilai intrinsik saham dan harga pasar
sekarang (current market price) untuk menengarai apakah terjadi salah-harga
(misprice). Salah harga akan mengaktifkan perdagangan sekuritas melalui berbagai
strategi investasi. Hubungan antara nilai intrinsik (NI), harga pasar sekarang (NPS),
dan strategi investasi digambarkan sebagai berikut:
Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus
dibeli atau ditahan bila telah dimiliki.
Bila NI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus
dihindari, dijual bila telah dimiliki, atau lakukan short sale.
Bila NI-NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium harga.
Analisis di atas terjadi pada level investor secara individual. Karena
ketidakpastian masa datang dan investor berbeda dalam persepsi, sikap terhadap
risiko, dan tarif diskun yang diharapkan, maka akan dihasilkan nilai intrinsik yang
berbeda-beda untuk sekuritas yang sama. Hal ini menjelaskan mengapa untuk
sekuritas tertentu sebagian investor bersedia menjual dan sebagian lainnya bersedia
membeli. Sebagian investor berpikir telah terjadi harga-lebih (overprice) dan se
bagian lainnya berpikir telah terjadi harga-kurang (underprice). Harga pasar
sekuritas pada saat tertentu akhirnya merupakan nilai intrinsik konsensus. Hal
penting yang ditunjukkan dalam uraian ini adalah bahwa laba akuntansi akan me-
nentukan harga saham sehingga bermanfaat bagi investor.
Perkontrakan Efisien
Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian
atau turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai
aspek dan implikasi hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah hubungan
antara prinsipal (principal) dan agen (agent) yang di dalamnya agen bertindak atas
nama dan untuk kepentingan prinsipal dan atas tindakannya (actions) tersebut agen
mendapatkan imbalan tertentu. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalam
bentuk kontrak. Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang
ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak.
Kontrak dikatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan
apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pi- hak mendapatkan hasil
(outcome) yang paling optimal dari berbagai kemungkinan alternatif tindakan yang
dapat dilakukan agen. Kontrak efisien adalah kontrak yang tidak banyak
menimbulkan persengketaan dan yang mendorong pihak yang berkontrak
melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan
bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria dalam kontrak
tanpa memandang aspek semantik (makna) laba tersebut. Gagasan ini didasari oleh
kenyataan empiris bahwa masyarakat umumnya bersedia memenuhi aturan main
apapun yang dipilihnya tanpa memperhatikan apakah aturan tersebut ma suk akal.
Secara pragmatik, banyak kontrak yang memasukkan laba akuntansi sebagai hal
yang harus dipenuhi tanpa memperhatikan apa makna dan bagaimana laba
akuntansi dihitung. Jadi, laba akuntansi mempunyai manfaat karena secara
pragmatik dia dijadikan alat untuk mencapai kontrak yang efisien (optimal).
Pengendalian Manajemen
Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan
investor atau pihak luar lainnya tetapi juga antara para pihak internal perusahaan.
Kontrak bonus merupakan salah satu contoh kontrak internal. Dalam hal ini, laba
mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan untuk mengendalikan perilaku
para partisipan di dalam perusahaan. Dalam tataran pragmatik, laba digunakan
sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting
dalam suatu sistem pengendalian manajemen (management control system), Sistem
ini dirancang untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka
memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya (self-interest) tetapi pada saat
yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini
tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (goal congruence). Perilaku
manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan kompensasi dengan
laba sebagai pengukur kinerja. Pengendalian akan efektif apabila manajer
mempunyai persepsi bahwa laba sebagai pengukur kinerja benar-benar laba yang
diakibatkan oleh tindakan atau upayanya (actions and efforts). Oleh karena itu,
dalam pengendalian manajemen terdapat berbagai tingkat laba dengan berbagai
sebutan sebagai pengukur kinerja manajer.
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal
yangmemerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai kesepakatan unsur.
Jadi,Secara pragmatik, akuntansi laba memang digunakan oleh manajemen. Hal
inimemberi indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan
ataukontrak internal.
Laba Sebagai Signal
Laba akuntansi yang diumumkan via statemen keuangan merupakan salah
satu signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Walaupun
hipotesis pasar efisien mengisyaratkan bahwa tidak seorangpun akan memperoleh
return lebih hanya atas pengetahuannya terhadap data laba, penelitian empiris
menunjukkan bahwa laba (per saham) yang diumumkan via statemen keuangan
mempunyai dampak terhadap harga saham. Oleh karena itu, sebagaimana telah
dibahas sebelum ini, data laba juga sangat diperlukan oleh investor untuk
memprediksi laba dan harga masa datang.
Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen, rencana
manajemen, pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan, dan sebagainya
yang tidak tersedia secara publik akhirnya akan terrefleksi dalam angka laba (laba
per saham) yang dipublikasi via statemen keuangan. Dengan kata lain, laba
merupakan sarana untuk menyampaikan signal-signal dari manajemen yang tidak
disampaikan secara publik. Jadi, laba mempunyai kandungan informasi
(information content) yang penting bagi pasar modal. Sementara itu, investor
berusaha untuk mencari informasi untuk memprediksi laba yang akan diumumkan
atas dasar data yang tersedia secara publik. Oleh karena itu, informasi laba sangat
diharapkan para analis untuk menangkap informasi privat atau dalam yang
dikandungnya dan untuk mengkonfirmasi laba harapan investor
H. Pengujian kandungan informasi laba; pengujian asosiasi dan peristiwa
Pengujian kandungan informasi laba
Informasi arus kas dan laba memiliki kandungan informasi jika pada saat
diumumkan ada reaksi pasar. Reaksi pasar ditunjukkan adanya perubahan harga
sekuritas yang diukur dengan return saham. Manajemen laba diproksikan dengan
discretionary accruals disebut juga dengan abnormal accruals. Manajer mungkin
mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accruals yaitu untuk
memberikan sinyal mengenai kinerja perusahaan saat ini dan masa yang akan datang.
(Kencana, 2021). Laba akuntansi dan arus kas investasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap return saham, karena kandungan informasi akuntansi dan arus
kas investasi pada perusahaan sampel tidak mengandung informasi yang relevan dan
masih terjadi anomali pasar di akibatkan kegagalan investor memahami informasi
akrual, arus kas, risiko pasar dan konservatisma. pengungkapan laba akuntansi
berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini menandakan bahwa investor
mempertimbangkan informasi laba akuntansi yang diungkapkan dalam laporan
tahunannya untuk membuat keputusan (Hadi et al., 2019).
Pengujian informasi laba (earnings management) adalah sebuah aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengelola laporan keuangannya dengan tujuan
untuk mempengaruhi persepsi pihak-pihak luar terhadap kinerja perusahaan.
Pengujian informasi laba terkadang dilakukan untuk menunjukkan kinerja
perusahaan yang lebih baik daripada yang sebenarnya atau menyembunyikan kinerja
yang buruk.
Dalam melakukan pengujian informasi laba, perusahaan dapat melakukan
manipulasi laporan keuangan dengan cara yang berbeda. Beberapa cara populer
untuk melakukan pengujian informasi laba antara lain:
1. Akuisisi: Perusahaan melakukan akuisisi pada perusahaan lain dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan dapat melakukan tindakan yang
berlebihan dan merusak nilai perusahaan lain untuk memaksimalkan keuntungan
mereka sendiri.
2. Penyusutan: Perusahaan dapat menggunakan metode penetapan sisa usia akuisisi
(depreciation) yang salah atau memberikan estimasi terlalu tinggi pada nilai aset
perusahaan untuk menaikkan laba yang dilaporkan.
3. Cadangan kerugian: Perusahaan dapat menggunakan cadangan kerugian yang
tidak terpakai untuk membantu menambah pendapatan pada periode akhir.
4. Penjualan aset: Sebuah perusahaan dapat melebih-lebihkan harga penjualan asset
yang dimiliki untuk meningkatkan pendapatan yang dilaporkan.
Upaya pengelolaan informasi laba yang dilakukan oleh perusahaan sering kali
dilakukan untuk kepentingan jangka pendek, namun akan mendatangkan dampak
negatif pada stabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, setiap
pelaporan keuangan haruslah akurat dan transparan sehingga memungkinkan para
pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang cerdas dan akurat
berdasarkan informasi finansial yang baik.
Pengujian Asosiasi dan Peristiwa
Hubungan antara laba dan harga, selain diuji melalui studi peristiwa, juga bisa
diuji dengan menggunakan studi asosiasi (association studies) antara laba dan harga.
Hubungan antara laba dan harga pada umumnya ditentukan dengan menggunakan
regresi laba terhadap harga di mana laba sebagai variabel independen, dan harga
sebagai variabel dependen (Adhani & Subroto, 2014).
Pengujian asosiasi dan peristiwa adalah salah satu konsep dalam teori akuntansi
yang digunakan untuk menentukan hubungan antara peristiwa dan nilai-nilai yang
tercatat dalam laporan keuangan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk
mengevaluasi validitas laporan keuangan dan kinerja keuangan perusahaan.
Pengujian asosiasi mengacu pada korelasi atau hubungan antara berbagai item dalam
laporan keuangan. Contohnya, pengujian asosiasi dapat dilakukan untuk menentukan
hubungan antara penjualan dan laba bersih, atau antara harga saham dan pendapatan
perusahaan. Peristiwa pada dasarnya merujuk pada perubahan dalam kondisi
perusahaan atau lingkungan bisnis yang dapat mempengaruhi nilai-nilai yang tercatat
dalam laporan keuangan. Contohnya, perubahan dalam kondisi pasar global,
perubahan dalam manajemen perusahaan atau perubahan regulasi pemerintah, dapat
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Pengujian peristiwa dilakukan untuk
mengevaluasi pengaruh peristiwa tertentu terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Sebagai contoh, pengujian peristiwa dapat dilakukan untuk menentukan dampak dari
keputusan manajemen dalam mengambil keputusan investasi, merger atau akuisisi
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dengan melakukan pengujian asosiasi dan
peristiwa ini, perusahaan dapat mengevaluasi kesesuaian laporan keuangan dan
menyediakan informasi yang akurat untuk para pengambil keputusan. Hal ini dapat
membantu meningkatkan kepercayaan di antara para pemangku kepentingan dan
menjamin kelangsungan bisnis perusahaan di masa depan.
I. Laba dan Teori entitas
Telah diuraikan dalam pembahasan makna laba bahwa laba adalah kenaikan
kemakmuran suatu entitas yang dapat dikonsumsi tanpa mempengaruhi kapital
semula. Dari aspek pengukuran dan prosedur akuntansi, laba adalah selisih
pendapatan dan biaya (Siallangan, 2020). Persoalannya adalah kapan penandingan
pos-pos biaya dengan pendapatan harus berhenti sehingga selisihnya dapat disebut
laba. Ini sama saja dengan masalah apakah suatu pos merupakan biaya atau
merupakan pembagian laba. Untuk menjawab hal ini, pengertian laba harus
dikaitkan dengan entitas yang berkepentingan. Untuk siapa suatu jumlah rupiah
dapat disebut laba bergantung pada sudut pandang atau teori entitas yang dianut.
Teori entitas berkaitan dengan penentuan siapa yang dianggap paling
berkepentingan dengan suatu kegiatan ekonomik sehingga pihak tersebut berhak
untuk menikmati laba. Karena berkaitan dengan siapa yang berhak atas laba, teori
entitas (kesatuan) sering disebut pula dengan teori ekuitas (equity theory).
Konsep kesatuan (entitas) mempunyai implikasi terhadap pengertian
pendapatan, biaya, dan laba. Teori entitas atau ekuitas yang banyak dibahas dalam
literatur teori akuntansi adalah:"
1. Entitas usaha bersama (enterprise theory)
2. Entitas usaha atau bisnis (business entity theory)
3. Entitas investor (investor theory)
4. Entitas pemilik (proprietary/stockholder theory)
5. Entitas pemilik residual (residual proprietary/stockholder theory)
6. Entitas pengendali (commander theory)
7. Entitas dana (fund theory)
Teori entitas selalu dikaitkan dengan partisipan dalam kegiatan ekonomik
yaifu manajer, karyawan, investor, kreditor, pemerintah, dan entitas lain yang
terlibat. Mereka merupakan pihak yang akhirnya menerima manfaat dari nilai-tam-
bahan yang timbul akibat kegiatan ekonomik. Teori kesatuan juga mempunyai
implikasi tentang tujuan pelaporan keuangan dan bentuk atau susunan statemen
laba-rugi (income statement).
Entitas Usaha Bersama
Dengan sudut pandang ini, kesatuan yang menjadi pusat perhatian akuntansi
adalah kegiatan usaha bersama yang melibatkan berbagai pihak sebagai bagian dari
kegiatan ekonomik. Semua partisipan menanggung segala aspek kegiatan bersama
sehingga mereka disebut secara bersama sebagai pemegang pancang (stakeholders)
yang terdiri atas manager, karyawan, pemegang saham, kreditor, pelanggan,
pemerintah, dan masyarakat. Perusahaan berfungsi sebagai alat, pengikat, pancang,
atau pusat (nexus) kegiatan. Secara skematis, sudut pandang ini dilukiskan dalam
Gambar 10.10 di bawah ini.

Sudut pandang ini menjadi relevan manakala perusahaan menjadi sangat


besar (large corporation). Pandangan ini dilandasi oleh gagasan bahwa perusahaan
yang besar berfungsi sebagai institusi sosial yang mempunyai pengaruh ekonomik
yang luas dan kompleks sehingga darinya dituntut pertanggungjawaban sosial.
Perusahaan besar tidak dapat lagi dijalankan untuk kepentingan pemegang saham
semata-mata. Walaupun para pemegang saham mempunyai hak yuridis sebagai
pemilik, kepentingan para pemegang pancang secara bersama demi berlangsung-
nya dan kemakmuran perusahaan harus didahulukan. Sebagai institusi sosial,
perusahaan harus menunjukkan kontribusi ekonomik terhadap masyarakat luas.
Semua partisipan merupakan kontributor dalam men- ciptakan nilai-tambahan
(value-added atau added value) akibat kegiatan usaha bersama tersebut. Nilai-
tambahan merupakan ukuran kinerja ekonomik usaha bersama sehingga para
pemegang pancang berhak untuk mendapatkan bagian dari nilai-tambahan tersebut.
Entitas Usaha atau Bisnis
Perusahaan dipandang sebagai orang atau badan yang berdiri sendiri,
bertindak atas namanya sendiri, serta terpisah dari investor, kreditor, dan pihak
eksternal lainnya. Jadi, perusahaan dipersonifikasi sehingga tia seakan-akan dapat
melaku kan transaksi dan kegiatan (tentu saja melalui manajemen dan karyawan).
Perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan menjadi subjek pelaporan. Teori
ini dapat dilukiskan secara diagramatis dalam Gambar 10.12 berikut.

Dengan teori ini, laba dipandang sebagai kenaikan aset karena pendapatan di-
anggap sebagai aliran masuk (kenaikan aset) dan biaya sebagai aliran keluar aset
(penurunan aset) akibat kegiatan operasi perusahaan. Pemilik, kreditor, pemerin-
tah, serta pihak lainnya diperlakukan sebagai pihak luar. Oleh karena itu, jumlah
rupiah yang didistribusi ke mereka diperlakukan sebagai biaya. Transaksi modal
(transaksi dengan pemilik) tidak dibedakan dengan transaksi operasi.Karena teori
kesatuan usaha memandang penyedia dana sebagai pihak luar, pemegang saham
dan kreditor tidak dibedakan dan keduanya dipandang sebagai pemegang ekuitas
(equityholders) sehingga persamaan akun- tansi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Aset = Ekuitas
Karena pemegang saham sama kedudukannya dengan kreditor, utang atau
kewajiban merupakan keharusan (obligation) kesatuan usaha kepada kreditor bu-
kan keharusan pemegang saham. Sementara itu, apa yang biasa diperlakukan
sebagai klaim dari pemegang saham dipandang sebagai keharusan kesatuan usaha
kepada pemegang saham sehingga bunga dan dividen keduanya merupakan biaya.
Statemen keuangan merupakan pertanggungjelasan kesatuan usaha kepada
pemegang ekuitas untuk memenuhi persyaratan hukum dan menjaga hubungan baik
bukan untuk memenuhi pertanggungjelasan keuangan dan kepengurusan (fi-nancial
and stewardship accountability). Interpretasi semacam ini dilandasi oleh gagasan
bahwa kesatuan usaha bertindak atas namanya sendiri bukan atas nama pemegang
saham atau kreditor. Teori entitas semacam ini sering disebut sudut. pandang entitas
baru alau kontemporer (new or contemporary view of entity).
Entitas Investor
Investor di sini adalah investor dalam arti luas yaitu kreditor (jangka panjang)
dan pemegang saham (preferensi dan biasa). Jadi, investor adalah penyedia dana
utama perusahaan. Dengan teori ini, pusat perhatian akuntansi adalah kedua kelom-
pok tersebut dan keduanya dipandang sebagai mitra manajemen (management
associates) bukan sebagai pihak luar sebagaimana dalam sudut pandang kesatuan
usaha. Dengan kata lain, perusahaan melalui manajemen bertindak atas nama
investor. Oleh karena itu, pelaporan keuangan harus dilaksanakan untuk
kepentingan kedua kelompok tersebut. Teori ini dapat dinyatakan dalam diagram
pada Gambar 10.14 di halaman berikut. Persamaan akuntansinya dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Aset = Utang jangka pendek = Ekuitas investor
Dengan sudut pandang ini, laba kemudian didefinisi sebagai jumlah rupiah
yang menjadi hak investor. Sebagai konsekuensi, bunga kepada kreditor jangka
panjang dan dividen kepada pemegang saham bukan merupakan biaya tetapi lebih
merupakan distribusi laba.
Entitas Pemilik
Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa) sebagai
pemi- lik (proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Kreditor dianggap
sebagai pihak luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi
milik pribadi pemegang saham sehingga utang merupakan keharusan pemegang
saham. Artinya, pemegang saham menanggung segala risiko yang berkaitan dengan
utang. Dengan sudut pandang ini, aset bersih menjadi perhatian utama bagi pe-
megang saham. Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut:
Aset Kewajiban = Ekuitas
Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen) diang-
gap sebagai pihak luar pemilik sehingga semua kos yang dikorbankan yang ber-
sangkutan dengan pihak tersebut (misalnya gaji, bunga, dan pajak) akan dianggap
sebagai biaya bukannya distribusi laba. Laba dalam teori entitas ini adalah selisih
pendapatan dan biaya yang menjadi hak akhir pemilik. Dengan kata lain, laba
merupakan kenaikan aset bersih.
Aset dipandang sebagai kapital finansial bagi pemegang saham sebagai
pemilik sehingga aset bersih menjadi pusat perhatiannya. Pemilik dianggap
berkepen- tingan dengan nilai kapital finansialnya sehingga nilai sekarang (current
value) bukannya kos historis sering dipakai sebagai basis penilaian untuk
menentukan nilai aset bersih. Teori ini popular dan berpaut dengan perusahaan
perseorangan yang pemiliknya merangkap sebagai manajer. Untuk perusahaan
besar yang berbentuk perseroan, sudut pandang ini sebenarnya tidak tepat karena
manajemen dan pemegang saham merupakan pihak yang terpisah tidak hanya
secara konseptual tetapi secara fisis dan operasi. Untuk perseroan, sudut pandang
kesatuan usaha lebih konsisten dengan praktik bisnis yang memisahkan pemilikan
dan pengelolaan. Untuk perusahaan perseorangan sekalipun sudut pandang
kesatuan usaha lebih cocok karena secara administratif (akuntansi) pemisahan
pemilikan dan pengelolaan perusahaan merupakan praktik yang sehat.
Entitas Pemilik Residual
Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa (residual equity)
sebagai pusat perhatian akuntansi. Pendekatan ini sebenarnya tidak berbeda dengan
sudut pandang pemilik (proprietary concept) yang telah dijelaskan di atas. Hanya
dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang saham biasa. Pemegang saham is-
timewa dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen untuk mereka dipandang se-
bagai biaya. Kalau disimbolkan, persamaan akuntansi untuk merefleksi konsep ini
adalah sebagai berikut:
Aset - Ekuitas spesifik = Ekuitas residual
Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas saham
istimewa. Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah
pihak yang akhirnya menanggung risiko ketidakpastian masa datang tetapi juga
menikmati segala kembalian setelah pihak lain terpenuhi haknya. Hak pemegang
saham istimewa sudah cukup pasti sehingga mereka tidak berkepentingan dengan
laba akuntansi. Oleh karena itu, penyajian laba harus dipusatkan pada pemegang
saham biasa (residual stockholders) untuk membantu mereka memprediksi aliran
kas masa datang. Laba dan laba per saham untuk pemegang saham biasa menjadi
informasi penting yang harus disajikan dalam statemen laba-rugi.
Entitas Pengendali
Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi lebih ber-
kaitan dengan penyajian data akuntansi secara keseluruhan. Teori ini
menitikberatkan pandangannya kepada pihak yang mengendalikan (to control)
sumber ekonomik perusahaan tanpa memperhatikan pemilikan (ownership) seperti
kon- sep kesatuan yang lain. Pengendalian hanya dapat dilakukan oleh manusia dan
karenanya siapa yang mengendalikan sumber ekonomik perusahaan harus diiden-
tifikasi dan kemudian akuntansi memusatkan perhatiannya pada para pengendali
tersebut. Dengan demikian tujuan dan fungsi akuntansi (pelaporan keuangan) da-
pat lebih mudah ditafsirkan tanpa harus mengadakan abstraksi semu seperti ke-
satuan usaha atau kesatuan dana. Konsep ini sebenarnya sejalan dengan konsep
kesatuan usaha, tetapi konsep ini lebih menekankan pada orang yang mengelola
dana (manajemen) daripada menekankan pada wadah (kesatuan) operasinya.
Implikasi konsep ini tidak berbeda dengan implikasi konsep kesatuan usaha
karena kemampuan mengendalikan qumber ekonomik lebih penting daripada pe-
milikan. Karena manajemen mempunyai tingkatan (hierarki), pengendalian juga
bertingkat dan tingkat manajemen tertentu mengendalikan tingkat manajemen di
bawahnya. Dengan teori ini, sudut pandang akuntansi adalah manajemen puncak
sebagai pengendali bukan pemilik sehingga neraca dipandang sebagai statemen
tentang sumber dan penggunaan dana yang menunjukkan pertanggungjelasan
(accountability) manajemen. Statemen laba-rugi dipandang sebagai penjelasan atas
kegiatan manajemen dari sudut pandang manajemen sehingga statemen laba-rugi
harus menunjukkan hasil (laba) untuk tiap kegiatan yang dapat berupa projek,
produk, atau segmen bisnis lainnya. Meskipun demikian, manajemen juga
menyiapkan statemen laba- rugi untuk menunjukkan kinerja kesatuan usaha secara
keseluruhan.
Entitas Dana
Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling dirancukan. Dana dapat
diar- tikan sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan (financial
resources) yang dapat digunakan untuk mendanai suatu kegiatan, program, atau
projek dalam rangka mencapai tujuan tertentu (spesifik). Dana juga dapat berarti
kesatu. an, wadah, atau pusat yang dapat berupa kegiatan, program, atau projek
yang didanai dengan aset likuid tersebut. Berikut ini adalah pengertian dana sebagai
kesatuan menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA):40
A fund is defined as an independent fiscal and accounting entity with a
self-bal- ancing set of accounts recording cash and other financial resources,
together with all related liabilities and residual equities or balances, and
changes there- in, which are segregated for the purpose of carrying on
specific activities or attaining certain objectives in accordance with special
regulations, restrictions, or limitations.
Jadi, dana dapat berarti sebagai kesatuan akuntansi (accounting entity). Kon-
sep ini memandang bahwa kegiatan, program, projek, atau unit kegiatan lainnya
sebagai kesatuan atau entitas yang berdiri sendiri dan menjadi pusat pelaporan yang
disebut dana. Sumber keuangan yang dianggarkan dan diserahkan untuk
pelaksanaan kegiatan dipertanggungjelaskan melalui kegiatan tersebut sebagai dana
yang berdiri sendiri terpisah dengan dana yang lain. Untuk itu, diperlukan
seperangkat sistem akuntansi yang dapat menghasilkan data akuntansi dan state-
men keuangan untuk pertanggungjelasan kesatuan dana tersebut. Teori ekuitas dana
dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut:
Aset = Pembatasan penggunaan aset
Konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi kepe-
merintahan. Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi terhadap persa-
maan di atas bergantung apakah unit tersebut mengelola aset (keuangan negara)
yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggar-
an Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau tidak. Dalam pembahasan akun.
tansi kepemerintahan, dikenal dua kelompok kesatuan dana yaitu dana nonbelanja
atau usaha (nonexpendable atau business-type fund) dan dana be- lanja (expendable
atau governmental-type fund)." Yang pertama berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara yang dipisahkan sedangkan yang terakhir berkaitan dengan
pengelolaan keuangan melalui anggaran negara.Bila dipisahkan, keuangan negara
dikelola misalnya melalui badan usaha mi- lik negara/daerah (BUMN/D).
Pembatasan penggunaan aset adalah pembatasan dalam hal lingkup operasi
BUMN/D. Artinya aset yang dikelola BUMN/D hanya dapat digunakan dalam
rangka melaksanakan misi yang diemban oleh badan usa- ha tersebut dan aset
dalam persamaan di atas pengertiannya sama dengan aset dalam konsep kesatuan
usaha (yaitu terdiri atas aset lancar dan tetap). Bentuk, isi, dan susunan statemen
keuangan juga akan sama dengan statemen keuangan organisasi bisnis.
Bila suatu unit pemerintah mengelola keuangan negara yang dilaksanakan
melalui APBN/D, special regulations, restrictions, or limitations dalam definisi di
atas biasanya diwujudkan terutama dalam bentuk anggaran (APBN atau APBD
sesuai dengan tingkat unit kepemerintahan)." Persamaan akuntansi dana pada awal
dan akhir perioda kemudian dapat dinyatakan sebagai berikut:
Aset likuid (financial resources) = Saldo dana (fund balance)
Aset dalam persamaan di atas adalah kas atau sumber keuangan likuid (lan-
car) yang dikuasai atau dikelola oleh kesatuan dana pada suatu saat. Setiap kali
suatu dana likuid masuk ke dalam unit kegiatan (program atau projek) maka unit
kegiatan harus menggunakan dana tersebut untuk tujuan yang telah ditetapkan.
Sebelum unit kegiatan menggunakan sumber keuangan likuid tersebut maka ke-
satuan tersebut mempunyai "utang" sebesar saldo dana. Utang di sini bermakna
sebagai utang pertanggungjelasan keuangan kepada pemberi dana. Utang ini akan
berkurang kalau unit kegiatan telah membelanjakan sumber likuid sesuai dengan
tujuan (objek anggaran belanja) dan dinyatakan sah atau wajar oleh pihak ber-
wenang (auditor). Kalau aset likuid telah dibelanjakan semua sesuai dengan tu. juan
dan telah dinyatakan sah maka dengan sendirinya saldo dana akan sama dengan nol
yang berarti bahwa unit kegiatan telah mempertanggungjelaskan se- mua dana
untuk membiayai kegiatan bersangkutan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
penerimaan sumber likuid dari anggaran (misalnya untuk belanja pegawai) atau
pendapatan sendiri (misalnya PAD dalam hal pemda) akan menaikkan saldo dana
sedangkan penggunaannya se- cara sah sesuai dengan anggaran akan mengurangi
saldo dana. Gambar 10.17 di bawah ini melukiskan secara diagramatis operasi
akuntansi dana belanja.
Untuk suatu program/projek, sumber pendapatan atau penerimaan adalah
anggaran belanja atau hibah (block grant) untuk program tersebut. Untuk suatu
pemda, sumber penerimaan dapat berupa dana pusat (anggaran untuk dibelanja-
kan), pendapatan asli daerah, pembiayaan dari utang jangka panjang, dan sumber
lainnya. Objek belanja atau pengeluaran dapat berupa gaji/honorarium, bahan habis
pakai, barang (inventaris), dan barang modal (aset tetap)." Piutang dan utang dalam
gambar di atas adalah piutang dan utang jangka pendek.

J. Penyajian laba
Walaupun teori entitas yang dibahas di atas berkaitan dengan masalah
penyajian, masalah lebih difokuskan pada masalah konseptual tentang apa yang
disebut laba. Masalah konseptual yang erat kaitannya dengan penyajian adalah
pemisahan pelaporan pos-pos transaksi operasi dan pos-pos transaksi dengan
pemilik (transaksi modal). Pos-pos operasi dalam arti luas (transaksi nonpemilik)
pada umumnya di- laporkan melalui statemen laba-rugi sedangkan pos-pos yang
jelas-jelas merupa- kan transaksi modal dilaporkan melalui statemen laba ditahan
atau statemen perubahan ekuitas.
DAFTAR PUSTAKA

Adhani, Y. S., & Subroto, B. (2014). Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB, 2(2), 1–15.

Hendriksen, E. S., dan M. Breda. . (1992). Accounting Theory. 5th Edition. USA:
Richard D Irwin Inc.

Hadi, S., Djaddang, S., & Suyanto. (2019). Pengujian Kandungan Informasi Arus Kas
Dan Laba Akuntansi Terhadap Return Saham: Studi Pada Perusahaan LQ45.
JRB-Jurnal Riset Bisnis, 1(1), 51–59. https://doi.org/10.35592/jrb.v1i1.12

Kencana, D. T. (2021). Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return Saham Dengan


Variabel Kontrol Return on Equity Pada Perusahaan Manufaktur Dalam Bursa
Efek Indonesia. TECHNOBIZ : International Journal of Business, 4(2), 74.
https://doi.org/10.33365/tb.v4i2.1390

Siallangan, H. (2020). Teori Akuntansi (Pertama). LPPM UHN Press.

Suwardjono. (2005). Teori Akuntansi. Yogyakarta, BPFE Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai