PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Investasi yang sangat populer pada saat ini adalah investasi dalam bentuk
fortofolio saham atau indirect investment yaitu seseorang yang memiliki dana berlebih
dan dapat melakukan keputusan investasi dengan tidak terlibat secara langsung atau
pembelian aktiva keuangan cukup hanya dengan memegang dalam bentuk saham yang
diperjual belikan di lantai bursa, yang kemudian investasi tersebut dikelola oleh
perusaahan yang bersangkutan (Fahmi, 2012). Dan pada kenyataannya hal ini akan
menimbulkan adanya dua komunitas pemegang saham yaitu, pemegang saham mayoritas
dan pemegang saham minoritas.
Prinsip GCG pada OECD yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu prinsip ke 3
Perlakuan Yang Setara Terhadap Seluruh Pemegang Saham (The Equitable Treatment of
Shareholder).
Didalam prinsip ke 3 ini ditekankan agar adanya kesetaraan atau perlakuan yang
sama terhadap pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang
saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan unruk menuntut hak
atas pelangaran hak-hak mereka.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shareholder
Kasus
Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT. SLJ
sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT. Sumber Graha Sejahtera
(PT.SGS). PT. SGS merupakan sebuah perseroan telah cukup lama berkecimpung di bidang
Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT. SLJ melakukan Penawaran Umum Terbatas
II dengan menawarkan 155.713.448 saham dan sebanyak 155.713.488 waran seri I.
Tahun 2008, PT. SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber yang
berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar.
Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih
99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri
dengan luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 2009, PT. SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan
memberikan 1(satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk (PT. SLJ) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru
ini berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan
alam PT. SLJ dan anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun
dan areal IUPHHKHA PT. Essam Timber.
Akhirnya pada tahun 2010, PT. SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III
pada 24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311 lembar
saham. Diakhir tahun tersebut, PT. SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak
perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo.
Konflik antar pemegang saham ini juga dipicu ketika Direktur PT. SLJ
mengumumkan bahwa PT. Sumalindo Hutani Jaya (salah satu Pemegang Saham Publik
Minoritas PT. SLJ) telah dijual kepada PT. Tjiwi Kimia Tbk. Berbagai pihak beranggapan
bahwa selain penjualan tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali bagi PT SLJ dan
penjualan tersebut dinilai sangat merugikan. Hal tersebut dianggap merugikan karena pada
tanggal 1 Juli 2009, PT. Sumalindo Hutani Jaya telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat
utang tanpa bunga) atas utangnya kepada PT. SLJ sebesar lebih dari Rp 140 Miliar Rupiah,
untuk jangka waktu satu tahun.
Deddy Hartawan Jamin dalam gugatannya mengklaim bahwa tindakan PT. SLJ dalam
menjual PT. SHJ telah mengabaikan asas good corporate governance, dan banyak
mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku, sehingga merugikan banyak pihak.
Dalam gugatan tersebut PT. SLJ juga dianggap melakukan kesalahan prosedur dalam
mengajukan permohonan persetujuan pengalihan saham kepada Menteri kehutanan tanpa
didahului persetujuan RUPS PT. SLJ dan atas dasar dokumen palsu yang mengakibatkan
kerugian bagi Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat.
Atas gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin melibatkan 11 pihak sebagai tergugat
yang merupakan pemegang saham mayoritas PT. SLJ, antara lain PT. Sumalindo Lestari Jaya
(SLJ), Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro,
Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa
Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan. Dalam gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin
menuntut ganti rugi materiil maupun immateriil, senilai Rp 18,7 triliun rupiah, karena dana
sebesar itu sesungguhnya adalah bersumber dari PT. SLJ. Jika gugatan Deddy Hartawan
Jamin dikabulkan, ganti rugi tersebut selanjutnya akan dikembalikan ke rekening PT. SLJ
untuk memperbaiki kinerja dan manajemen mereka.
Daftar pustaka
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) telah melarang
kejahatan insider trading melalui Pasal 95
Pedoman GCG Indonesia tahun 2006 – Komite Kebijakan Nasional Governance (KNKG)
PSAK 7 tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi
Peraturan Bapepam X. K6. Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik
Berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Peraturan BapepamVIII.G.7 PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN