Anda di halaman 1dari 27

KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

DAN IMPLEMENTASI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

MELIYANI
55521120048

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat, anugrah dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat sebagai “Tugas Besar
II” mata kuliah “Kewirausahaan dan Etika Bisnis ” dari Bapak Dr Sudjono M.
Acc selaku Dosen mata kuliah Kewirausahaan dan Etika Bisnis.
Makalah ini akanmemberikan informasi penjelasan mengenai GCG (GOOD
CORPORATE GOVERNANCE) beserta dengan tujuan, prinsip-prinsip dan
contohatau studi kasus. Isi dari makalah ini diharapkan dapat berguna dan dapat
memberikan informasi bagi para pembaca. Namun, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan danmasih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik untuk penyempurnaan makalah
ini.

Jakarta, 4 November 2022

MELIYANI

55521120048

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ...........................................................................................2
1.4 Tujuan .............................................................................................................2
1.5 Manfaat ...........................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 4
2.1. Grand Theory, Middle Theory, dan Operational Theory ...................................... 4
2.1.1 Grand Theory .................................................................................................... 4
2.1.2 Middle Theory ................................................................................................... 5
2.1.3 Operational Theory ........................................................................................... 6
2.2. Studi dan Penelitian Terdahulu .......................................................................... 11
2.3. Hipotesis ................................................................................................................ 13
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... 14
3.1. Penerapan ............................................................................................................. 14
3.2 Perbandingan antara teori/penelitian terdahulu dan praktek ......................... 16
3.3 Studi Kasus dan Pembahasan .............................................................................. 18
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 21
4.2 Saran ...................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 23

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penerapan dan pengelolaan good corporate governance (GCG) merupakan
sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Oleh karena itu,
baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang GCG bukan
sebagai aksesoris belaka, tetapi sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai
perusahaan. Kajian mengenai GCG meningkat dengan pesat seiring dengan
terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti skandal beberapa
perusahaan yang ada (Anwar Sharif & Ahmed dhiaa aldeen, 2021).
Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relevan bila ditarik
suatu pertanyaan tentang pengaruh penerapan GCG terhadap perusahaan. Bukti
menunjukkan lemahnya praktik GCG di Indonesia mengarah pada defisiensi
pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan. GCG
merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin
akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada
kerangka peraturan. Konsep GCG diajukan demi tercapainya pengelolaan
perusahaan yang lebih baik untuk peningkatan kinerja karyawannya (Suryanto,
2019).
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparansi dan konsistensi dengan peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling
berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha. Penerapan dan pengelolaan GCG juga menunjukkan kewajiban
perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi kinerja keuangan
perusahaan secara akurat, tepat waktu dan transparan. Oleh karena itu, baik

1
perusahaan publik maupun tertutup harus memandang (GCG) bukan sebagai
aksesoris belaka, tetapi sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai perusahaan
dan salah satunya adalah peningkatan kualitas pelayanan (corporate value)
(Abdul Kadir, 2018).
Secara sederhana GCG dapat digambarkan sebagai bentuk pelaksanaan
tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum, direksi, dan
komisaris sebagai pengurus dengan para pemegang saham. Dengan
kompleksnya penerapan GCG ini membuat penulis tertarik untuk membahas
topik tersebut. Hal tersebut yang menjadi alasan dalam pembuatan makalah ini.
1.2 Batasan Masalah
Terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini.
Beberapa Batasan masalah tersebut diantaranya seperti konsep good corporate
governance, asas terbentuknya good corporate governance, permasalahan
good corporate governance di Indonesia terutama pada studi kasus perusahaan.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep dari good corporate governance ?
2. Apa yang menjadi asas pembentukan atau dasar hukum dari good
corporate governance ?
3. Bagaimana penerapan good corporate governance di Indonesia sejak
dahulu hingga saat ini ?
1.4 Tujuan
Dengan rumusan masalah tersebut maka didapat beberapa tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep dari good corporate governance
2. Asas pembentukan atau dasar hukum dari good corporate governance
3. Penerapan good corporate governance di Indonesia sejak dahulu hingga
saat ini

2
1.5 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini dapat dirasakan dan ditujukan untuk
beberapa pihak, yaitu :
1. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa khususnya di bidang bisnis dan
kewirausahaan terkait pentingnya good corporate governance
2. Bagi Pemerintah / Pihak yang Berwenang
Dapat menjadi bahan evaluasi terhadap berjalannya good corporate
governance di Indonesia. Dengan begitu pemerintah atau pihak yang
berwenang dapat bertindak lebih baik dan lebih sigap dalam mengatasi
permasalahn yang ada.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Grand Theory, Middle Theory, dan Operational Theory


Pada dasarnya Grand Theory merupakan dasar lahirnya teori-teori lain
dalam berbagai level. Disebut makro karena teori-teori ini berada pada level
makro. Teori kedua yaitu Middle Theory merupakan teori yang berada pada
level mezo/menengah dimana fokus kajiannya makro dan mikro. Teori terakhir
yaitu Operatinal Theory adalah merupakan teori yang berada di level mikro
dan siap diaplikasikan dalam konseptualisasi. Penulis mengidentifikasi Grand
Theory, Middle Theory, dan Operational Theory untuk diterapkan pada
penulisan karya tulis ini yaitu sebagai berikut :
2.1.1 Grand Theory
2.1.1.1 Teori Stakeholder
Pengertian teori stakeholder adalah sekelompok orang atau individu yang
diidentifikasikan dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan ataupun dapat
dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan. Para pemegang saham, para pekerja,
para supplier, bank, para customer, pemerintah, dan komunitas memegang
peranan penting dalam organisasi (berperan sebagai stakeholder), untuk itu
korporasi harus memperhitungkan semua kepentingan dan nilai-nilai dari
para stakeholder-rnya. Bisnis seharusnya seperti usaha patungan diantara
para pelakunya. Oleh karena itu, manajer diharapkan dapat melakukan
aktivitas-aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka, dan
melaporkan aktivitas-aktivitas tersebut. Artinya perusahaan perlu
menerapkan tanggung jawabnya terhadap para stakeholder-nya dan juga
menerapkan good corporate governance. Teori ini juga menyatakan
perusahaan akan memilih secara sukarela dalam pengungkapan informasi
kinerja lingkungan, sosial, dan intelektual mereka, melebihi dan diatas
permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang
diakui oleh stakeholder (Rahayu & Kartika, 2021).

4
Tujuan utamanya adalah membantu manajer korporasi untuk mengerti
lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih
efektif diantara keberadaan hubungan-hubungan dilingkungan perusahaan
mereka serta menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari
dampak aktivitas-aktivitas mereka dan meminimalkan kerugian bagi
stakeholder-nya. Lebih lanjut lagi masyarakat merupakan stakeholder
terpenting bagi perusahaan dan media memegang peranan penting dalam
mengkomunikasikan aktivitas-aktivitas perusahaan kepada para stakeholder.
Media juga memiliki kekuatan untuk memebeberkan informasi perusahaan,
apabila perusahaan melakukan tindakan yang tidak pantas, maka media akan
membeberkan keburukan perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan perlu
menerapkan prinsip good corporate governance dan corporate social
responsibility untuk menjaga reputasi dihadapan stakeholder-nya (Anwar
Sharif & Ahmed dhiaa aldeen, 2021).
2.1.2 Middle Theory
2.1.2.1 Teori Stewardship
Teori Stewardship dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia, yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran
terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia (hubungan
berlandaskan kepercayaan) yang dikehendaki para stakeholder. Dengan kata
lain, teori stewardship memandang manajemen sebagai dapat dipercayai untuk
bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder
(Kusumayani et al., 2019).
Konsep inti dari teori stewardship adalah kepercayaan. Dalam teori
stewardsip, para manajer digambarkan sebagai “good steward”, dimana
mereka setia menjalani tugas dan tanggungjawab yang diberikan tuannya
(dalam hal ini para stakeholder), tidak termotivasi pada materi dan uang akan
tetapi pada keinginan untuk mengaktualisasi diri, dan mendapatkan kepuasan
dari pekerjaan yang digeluti, serta menghindari konflik kepentingan dengan
stakeholder-nya.

5
Lebih lanjut lagi, didalam teori stewardship, manajer akan melakukan upaya
demi mendapatkan kepercayaan publik. Hal ini didasari pada prinsip bahwa
manajer memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola sumber daya
yang ada dengan cara yang bijak untuk kepentingan masyarakat luas. Para
manajer tidak akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, akan tetapi
bertindak untuk kepentingan semua pihak, dan mereka (para manajer) percaya,
apabila mereka telah bertindak untuk kepentingan yang lebih luas, maka secara
pribadi kebutuhan mereka pun telah terpenuhi (Mahrani & Soewarno, 2018).
Dari kedua teori diatas, maka dapat setiap aktivitas bisnis para manajer
seharusnya memmperhatikan dampaknya bagi pihak lain. Hal ini dikarenakan
perusahaan adalah suatu organisasi sosial, artinya dalam melaksanakan
kegiatan bisnisnya selalu melibatkan berbagai pihak, yaitu para stakeholder.
Untuk itu manajer perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap mereka,
karena jika diabaikan perusahaan akan kehilangan kepercayaan mereka,
didalam bisnis kepercayaan penting dalam menentukan keberhasilan suatu
perusahaan, yang pada akhirnya berdampak pada nilai jangka panjang (Rahayu
& Kartika, 2021).
2.1.3 Operational Theory
2.1.3.1 Pengertian Good Corporate Governance
Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua pemangku kepentingan. Governance merupakan
suatu sistem, di mana yang mengoperasikannya adalah manusia, adapun
kesuksesan penerapannya sangat bergantung pada integritas dan komitmen.
Good Governance merupakan prinsip sangat universal, sehingga menjadi
rujukan bagi semua umat beragama, serta dapat ditemukan pada kultur
budaya di manapun. Hal yang membedakan praktik Good Governance di
suatu negara adalah Good Governance sebagai sistem, karena harus selalu
menyesuaikan dengan sistem hukum, keadaan dan perkembangan kemajuan,
serta kultur bangsa itu sendiri. Didalam menerapkan governance yang baik,

6
diperlukan pendekatan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan keadaan dan
waktu (Mahrani & Soewarno, 2018).
Penerapan good corporate governance harus menjadi standar tinggi dari
perilaku perusahaan dan menjadikannya sebagai budaya di dalam bisnis inti
operasinya dan juga didalam interaksinya dengan lingkungan eksternal
perusahaan, dimana dia menjelaskan standar perilaku didalam bisnis inti
operasi sebagai corporate responsibility (CR) dan standar perilaku
dilingkungan eksternal sebagai corporate social responsibility (CSR). Jadi,
esensi dari good corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya,
berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.
2.1.3.2 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Tujuan Penerapan dari Good Corporate Governance menurut KNKG
adalah (Majuri et al., 2020) :
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, serta kewajaran dan kesetaraan
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum
Pemegang Saham
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya

7
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2.1.3.2 Asas Penerapan Good Corporate Governance
Empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu
fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen
tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1996 dalam
Sulistyanto, 2003). Keempat komponen tersebut menjadi acuan dalam
menentukan setiap langkah yang akan diambil oleh segenap jajaran manajemen
dan karyawan Perseroan, yaitu:
1. Keadilan, yang menjamin bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang
diambil adalah demi kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan,
termasuk para pelanggan, pemasok, pemegang saham, investor serta
masyarakat luas.
2. Transparansi, berupa komitmen untuk memastikan ketersediaan dan
keterbukaan informasi penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders) mengenai keadaan keuangan, pengelolaan dan kepemilikan
Perseroan secara akurat, jelas dan tepat waktu.
3. Akuntabilitas, yang menjamin tersedianya mekanisme, peran tanggung
jawab jajaran manajemen yang profesional atas semua keputusan dan
kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional
Perseroan.
4. Tanggung Jawab, yang mencakup adanya deskripsi yang jelas tentang
peranan dari semua pihak dalam mencapai tujuan bersama, termasuk
memastikan dipatuhinya peraturan serta nilai-nilai sosial.
2.1.3.3 Tahap Penerapan Good Corporate Governance
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Mansoor, 2021) :
1. Tahap Persiapan

8
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama :
a. Awareness building
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan
tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat
dilakukan melalui seminar, loka-karya, dan diskusi kelompok.
b. GCG assessment
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih
tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat
ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG
dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif
bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment
dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa yang perlu
mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang
dapat diambil untuk mewujudkannya.
c. GCG manual building
GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment
dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan
dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau
pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat
dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ
perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan,
mencakup berbagai aspek seperti:
1. Kebijakan GCG perusahaan
2. Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
3. Pedoman perilaku
4. Audit commitee charter
5. Kebijakan disclosure dan transparansi

9
6. Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
7. Roadmap implementasi.
2. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah
memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama
yakni:
a. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh
perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG
khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu
dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung
berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur
yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
b. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman
GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi
harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan
direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya
manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses
perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
c. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi.
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di
dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan
perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas
perusahaan.
3.Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu
ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah
dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit
implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak
perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan

10
di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi
dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara
mandatory misalnya seperti yang diterapkan dilingkungan BUMN. Evaluasi
dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta
capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi
yang diberikan.
2.2. Studi dan Penelitian Terdahulu
Aktivitas bisnis tidak akan terlepas dari kondisi lingkungan yang
melandasinya. Begitu pula halnya dengan penerapan good corporate
governance yang sudah tentu akan dipengaruhi oleh berbagai komponen yang
ada di sekelilingnya. Komponenkomponen dimaksud, seperti hukum, budaya
dan sebagainya ada yang bersifat mendukung, namun ada juga yang akhirnya
menjadi kendala dalam aplikasinya. Terdapat berbagai kendala yang dihadapi
dalam penerapan good corporate governance di Indonesia yaitu (Wibowo,
2010) :
1. Kendala Hukum
Corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang sama dan
perlindungan atas hak-hak semua pemegang saham dari berbagai
kemungkinan penyalahgunaan (abuses) oleh pihak-pihak tertentu. Di
Indonesia, pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya hanya
mempunyai sedikit celah untuk melindungi diri mereka terhadap
tindakan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemegang saham
mayoritas. Dalam sistem hukum kita mekanisme terhadap tindakan
seperti itu memang ada diatur, tetapi karena masih lemahnya penegakan
hukum dan praktik pengadilan (judiciary) maka efektivitasnya menjadi
terbatas. Begitu juga halnya dengan sistem kepailitan dan pengadilan
yang memiliki kelemahan telah membuat para kreditur hanya memiliki
pengaruh yang kecil terhadap para debitur mereka.
2. Kendala Budaya

11
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa terdapat suatu pandangan
bahwa praktik corporate governance itu hanyalah merupakan suatu
bentuk kepatuhan (conformance) terhadap peraturan atau ketentuan dan
bukannya sebagai suatu sistem diperlukan oleh perusahaan untuk
meningkatkan kinerja. Hal ini mengakibatkan aplikasi good corporate
governance tidak sepenuh hati dilaksanakan, sehingga efektivitasnya
menjadi berkurang. Begitu juga halnya dengan adanya dan telah
membudayanya anggapan bahwa tindakan penyelewengan (fraud)
maupun transaksi dengan orang dalam (insider transactions) hanyalah
merupakan hal yang biasa. dan lumrah dilakukan dan bahkan tindakan
korupsi pun dipandang sebagai sesuatu tindakan yang tidak salah.
Anggapan yang seperti ini jelas bertentangan dengan jiwa corporate
governance, sehingga akan mengganggu dan bahkan menghambat
berjalannya aplikasi tersebut. Kondisi ini ditambah lagi dengan masih
lemahnya praktik pengungkapan dan keterbukaan serta tidak efektifnya
mekanisme pengungkapan dan kedisiplinan di pasar modal. Dalam
beberapa kasus juga dijumpai fenomena bahwa para manajer dan
direktur sangat kebal (immune) terhadap pertanggungjawaban kepada
para stakeholder.
3. Kendala Politik
Kendala ini terutama terkait dengan perusahaan-perusahaan BUMN,
yaitu perusahaan yang dimiliki negara. Sebagaimana dikatakan di atas
bahwa pengertian negara selalu menjadi kabur, terkadang diartikan
sebagai pemerintah, tetapi juga ada yang mengartikannya sebagai
lembaga negara yang lain. Hal ini ditambah lagi dengan dikaburkannya
pemisahan antara kepentingan bisnis dan kepentingan pemerintah
maupun lembaga negara yang lain. Akibatnya berbagai keputusan bisnis
di BUMN sangat diintervensi oleh pemerintah dan dalam kasus yang
lain BUMN justru dieksploitasi oleh para politisi (Prasetiantono dalam
Nugroho dan Siahaan 2005). Dalam beberapa kasus, hal ini juga terjadi
pada perusahaan-perusahaan swasta. Kondisi lain yang mungkin dapat

12
menjadi perhatian adalah bahwa peranan lembaga pasar modal
(Bapepam begitu juga JSX) sebagai lembaga pengatur masih belum
cukup kuat dalam menutupi kelemahan yang ada di pengadilan.
4. Kendala Lingkungan Bisnis
Sebagaimana kondisi yang umum berlaku di berbagai negara Asia
lainnya, bahwa perusahaan-perusahaan (meskipun berbentuk perseroan)
Indonesia terutama dimiliki oleh keluarga (family-owned). Dengan
kondisi ini, maka praktik corporate governance dapat saja melenceng
dari praktik yang seharusnya karena pertimbangan dan kepentingan
keluarga, misalnya dalam penunjukan anggota komisaris independen.
Keadaan ini dalam berbagai kasus juga tetap berlaku meskipun
perusahaan-perusahaan tersebut sudah masuk dan memperdagangkan
sahamnya di pasar modal (publicly listed).
2.3. Hipotesis
Indonesia masih menganut menggunakan pendekatan yang lembut, meski
ditengah kenyataan perilaku koruptif yang berlebihan. Beberapa kajian rating
tentang penerapan good corporate governance di Indonesia memberikan
indikasi bahwa memang diperlukan dorongan hukum untuk dapat
merealisasikan perubahan kultur ke arah yang lebih baik. Namun tentu saja hal
ini bukan satu-satunya jawaban dari semua persoalan. Pendekatan
komprehensif mencakup penerapan regulasi, implementasi yang konsisten,
termasuk dalam pemberian sanksi yang sangat diperlukan untuk menciptakan
efek jera, juga didukung dengan sistem penilaian kinerja yang adil, secara
jangka panjang dapat mengubah perilaku. Dalam rangka membangun kultur
yang etis dan berbasis governance yang baik, peran pemimpin sangat
diperlukan guna menjadi panutan dan membangun integritas.

13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Penerapan
Pada masa reformasi, badan eksekutif dan legislatif telah berhasil
menciptakan 3 perundang-undangan yang kemudian mengubah sistem dalam
pemerintahan di Indonesia, yaitu (Purniawati et al., 2020) :
1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang membahas mengenai
pemberian kewenangan yang lebih besar untuk daerah (Kabupaten dan
Kota) untuk dapat mengatur dan mengelola bidang pemerintahan dan juga
bidang pembangunan. Undang undang ini berimplikasi terhadap kebijakan
dan perencanaan sebagai dampak dari bergesernya kewenangan pada hal
tersebut dengan adanya kebijakan yang terdesentralisasi, maka daerahpun
mempunyai kewenangan. Dengan adanya sistem yang terdesentralisasi ini,
daerah mempunyai kewenangan untuk dapat menetapkan kebijaksanaan
dalam hal perencanaan dan pembangunan daerah.
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 yang membahas mengenai
pemberian wewenang yang lebih besar dalam pengelolaan dan
pengalokasian dana kepada pemerintah daerah (Kabupaten atau kota).
Lebih umumnya undang-undang ini mengatur tata pelaksanaan ini
mengatur pelaksanaan perimbangan dalam bidang keuangan antara pusat
dan daerah.
3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 mengenai pelaksanaan pada bidang
pembangunan dan pelaksanaan pemerintahan ditingkat pusat dan daerah
sebagai bentuk pengimplementasian pemerintahan yang baik. Undang-
undang tersebut merupakan landasan utama diterapkannya konsep Good
Governance sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan yang
memiliki orientasi membangun citra pemerintahan sebagai pemberi
layanan yang adil kepada masyarakat.
Ketiga undang-undang tersebut merupakan pondasi utama diterapkannya
konsep Good Governance dalam menyelenggarakan pemerintahan yang

14
berorientasi kepada pembangunan citra pemerintahan sebagai pemberi layanan
yang adil.
Good Governance di Indonesia dikenal sejak era reformasi. Perkembangan
good governance di Indonesia pun juga dipengaruhi oleh krisis monetar dan
kondisi sejarah negara lainnya. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
disebabkan oleh banyak hal, diantaranya tata kelola pemerintahan yang buruk,
maraknya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Praktik KKN menjadi
perhatian serius dan menjangkiti hampir semua elemen pemerintahan. Dampak
dari permasalahan ini adalah kualitas pelayanan masyarakat yang buruk.
Masyarakat seperti dipandang sebelah mata. Para penyelenggara pemerintahan
hanya sibuk untuk mengisi perut dan memenuhi kepentingannya. Hal ini
tentunya menghabat proses pembangunan, merabaknya kriminalitas,
meningkatnya jumlah pengangguran, bertambah jumlah penduduk miskin,
tingkat kesehatan menurun, kualitas pendidikan yang buruk, dan munculnya
konflik didaerah yang mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Penerapan
good governance di Indonesia pada waktu itu bisa dikatakan sebagai angin
segar yang dapat memperbaiki sistem yang korup dan kualitas pelayanan
masayarakat yang buruk. Berikut beberapa permasalahan good governance di
Indonesia hingga saat ini (Handayani & Nur, 2019) :
1. Belum adanya kesesuaian antara tuntutan kebutuhan masyarakat dengan
reformasi birokrasi yang berjalan.
2. Tingginya tingkat keberagaman masalah dalam mencari keputusan akhir
atau pernyelesaianya.
3. Tren penyalahgunaan dan pelanggaran wewenang dan perilaku dan
tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang masih tinggi, serta
pengadaan kontrol dan pengendalian kinerja aparatur pemerintah yang
masih lemah.
4. Partisipasi masyarakat yang semakin tinggi tuntutannya dalam pembuatan
dan pengimplementasian kebijakan publik.

15
5. Tuntutan publik terhadap pelaksanaan prinsip prinsip Good Governance
yang semakin meningkat, dalam rangka untuk memperbaiki dan
meningkatkan tata kelola kepemerintahan.
6. Era desentralisasi, yang berakibat pada meningkatnya tuntutan dalam
pelimpahan kewenangan, tanggung jawab dan pengambilan keputusan.
7. Belum memadainya sistem kelembagaan dan tata kelola pemerintahan di
daerah sehingga menyababkan rendahnya kinerja sumber daya aparatur
pemerintahan terkait.
3.2 Perbandingan antara teori/penelitian terdahulu dan praktek
Berbagai upaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
telah dilakukan, namun apabila dilihat dalam perkembangan Good Governance
di Indonesia, pada pengimplementasiannya masih terdapat kebocoran akibat
kurangnya transparansi sebagai salah satu syarat pokok dari Good Governance,
sehingga pengimplementasiannya ini belum dapat dikatakan baik dan berhasil
sepenuhnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam data-data sebagai berikut
(Handayani & Nur, 2019) :
1. Indeks Persepsi Korupsi
Pemerintahan yang bersih merupakan syarat dalam tata kelola
pemerintahan yang baik, salah satu indikatornya adalah angka korupsi, jika
dilihat angka Indeks Persepsi Korupsi dari tahun ke tahun Indonesia
memang mengalami perbaikan, namun tingkat korupsi di Indonesia masih
relatif tinggi apabila dibandingkan dengan Negara Negara Asia Tenggara
lainnya.
2. Kemudahan Dalam Berbisnis (Ease of doing business)
Pada tahun 2015, World Bank mengeluarkan sebuah data tahunan terkait
dengan kemudahan dalam melakukan bisnis di seluruh dunia. Laporan data
tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia hanya menempati rangking 114
di tingkat dunia dalam kemudahan berbisnis, tertinggal jauh dari negara-
negara di sekitarnya. Singapura berada di peringkat 1, Malaysia 18,
Thailand 26, Vietnam 78, Filipina 95 dan Brunei 101.
3. Indeks Daya Saing Global (Global competitiveness index)

16
Indeks daya saing global merupakan ukuran daya saing setiap negara
dilihat dari beberapa aspek, yaitu pendidikan dasar dan kesehatan,
pendidikan tinggi dan pelatihan, kelembagaan, infrastruktur, lingkungan
makro ekonomi, pengembangan pasar keuangan, ukuran pasar, efisiensi
pasar tenaga kerja, efisiensi pasar barang, kecanggihan bisnis, kesiapan
teknologi, dan inovasi. World Economic Forum, sebagai lembaga
internasional yang berwenang untuk membidangi ini, pada tahun 2015
mengeluarkan sebuah data yang memperlihatkan Indonesia berada di posisi
ke 4 diantara negara ASEAN dan urutan ke 34 di dunia. Sedangkan
Singapura berada jauh di depan, bahkan menjadi peringkat 2 di dunia.
Malaysia berada diurutan berikutnya dengan rangking ke 20 sedangkan
Thailand berada di urutan ke 31.
Dengan begitu, permasalahan penerapan GCG sejak dulu hingga saat ini
mengalami kendala yang cukup sama. Perusahaan-perusahaan di Indonesia
belum mampu melaksanakan corporate governance dengan sungguh-sungguh
sehingga perusahaan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good corporate
governance dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah kendala
yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan tersebut pada saat perusahaan
berupaya melaksanakan corporate governance demi terwujudnya prinsip-
prinsip good corporate governance dengan baik. Kendala ini dapat dibagi tiga,
yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan kendala yang berasal dari struktur
kepemilikan.
Kendala internal meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan
karyawan perusahaan, rendahnya tingkat pemahaman dari pimpinan dan
karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip good corporate governance,
kurangnya panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan, belum adanya
budaya perusahaan yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good
corporate governance, serta belum efektifnya sistem pengendalian internal
(Djatmiko, 2004). Kendala eksternal dalam pelaksanaan corporate governance
terkait dengan perangkat hukum, aturan dan penegakan hukum (law-
enforcement). Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara implisit

17
ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam beberapa
peraturan. Baik kendala internal maupun kendala eksternal sama-sama penting
bagi perusahaan, namun demikian, jika kendala internal bisa dipecahkan maka
kendala eksternal akan lebih mudah diatasi.
3.3 Studi Kasus dan Pembahasan
Terdapat suatu penelitian yang dilakukan pada perusahaan keluarga
PT. X. PT. X adalah sebuah perusahaan keluarga yang telah berdiri
selama 42 tahun dan bergerak di bidang konveksi yang memproduksi
tekstil. PT. X berusaha menerapkan prinsip GCG guna mendukung
lingkungan persaingan yang kompetitif. Sebagai perusahaan keluarga, PT X
didirikan setelah itu diserahkan kepada menantunya (Abdul Kadir, 2018).
Dari segi sarana penyampaian informasi penting di lingkungan
perusahaan hanya disampaikan kepada pemegang jabatan tertinggi, supaya
selanjutnya diumumkan kepada seluruh karyawan yang ada dibawahnya.
Bahkan untuk informasi umum, perusahaan menggunakan speaker
untuk menyampikan berita. Penggunaan speaker untuk pengumuman dinilai
lebih bernilai ekonomis dalam menyampaikan berita kepada seluruh karyawan
yang sedang bekerja.
Pada aspek akuntabilitas yang perlu dibahas adalah mengenai
kejelasan fungsi dan struktur, dan audit sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan menjadi efektif dan efisien yang berpengaruh pada
produksi dan pendapatan perusahaan. fungsi manajemen pada perusahaan saat
kepemimpinan komisaris baru berjalan lebih optimal dibandingkan saat
kepemimpinan komisaris lama. Fungsi manajemen pada saat kepemimpinan
komisaris baru memiliki tanggung jawab dan tugas yang lebih berat.
Misalnya, pada fungsi perencanaan adanya strategi-strategi khusus untuk
mengantisipasi adanya kejadian yang tidak terencanakan dan merancang
strategi untuk mencapai target bisnis yang ditetapkan. Sedangkan pada saat
kepemimpinan komisaris lama manajemen tidak menyiapkan strategi khusus
untuk mengantisipasi kejadian yang tidak direncanakan. Pembahasan kedua
adalah mengenai audit. Perusahaan mempunyai banyak auditor yang

18
digunakan untuk mengaudit perusahaan, baik internal audit dan eksternal
audit. Audit internal dilakukan perusahaan untuk mengaudit cash flow,
matetial, laporan keuangan, dan buyer and seller.
Bagian yang terpenting dalam menjalankan suatu perusahaan adalah
pertanggung jawaban perusahaan / Corporate Social Responsibility (CSR).
Bentuk-bentuk pertanggung jawaban yang dimaksud adalah yang
berhubungan dengan lingkungan sekitar dan tanggung jawab kepada para
karyawan, pemerintah, dan pelanggan. PT X sebagai perusahaan besar,
tentu saja memiliki kewajiban untuk menerapkan CSR untuk dapat
bertahan dalam persaingan bisnis. Perusahaan menerapkan CSR tidak semata-
mata hanya untuk mendapatkan simpati dari masyarakat, pemerintah dan
buyer. Bentuk CSR yang dijalankan oleh PT X adalah dengan menyediakan
pelayanan kesehatan, memberikan pelatihan bagi para karyawan, menyediakan
tempat ibadah, memberikan beasiswa, menyediakan bus karyawan, menjual
produk makanan dengan harga murah bagi karyawannya, membayar upah
karyawan sesuai dengan upah minimum dan memberikan jaminan-jaminan
bagi para karyawannya. Bentuk pertanggung jawaban terhadap lingkungan
sekitar adalah dengan mengolah limbah dengan sebaik-baiknya agar tidak
merusak lingkungan disekitar, memberikan fasilitas umum kepada masyarakat
disekitar perusahaan, dan merekrut tenaga kerja dari sekitar perusahaan.
Dalam bidang sosial, perusahaan memberikan bantuan / sumbangan kepada
para korban bencana alam yang melanda di seluruh Indonesia dan
memberikan bantuan mesin jahit serta pelatihan kepada para masyarakat yang
terkena dampak penutupan dolly di Surabaya.
Aspek selanjutnya yang diteliti adalah terkait kemandirian. Yang dimaksud
dengan kemandirian dalam perusahaan adalah suatu keadaan dimana dalam
kesehariannya perusahaan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tidak
memiliki kepentingan dalam operasional perusahaan (keluarga,
pemerintah, serikat buruh dan pemegang saham pasif). Walaupun sudah
memiliki tahapan dalam pengambilan keputusan, namun terkadang ada
pihak yang ingin ikut campur dalam pengambilan keputusan. Pihak

19
tersebut biasanya datang dari pemegang saham pasif, keluarga yang tidak
memiliki kepentingan dalam operasional perusahaan dan juga pegawai
pemerintahan.
Sebagai perusahaan keluarga yang berbasis Family Business Enterprise atau
perusahaan yang sebagian sahamnya dan pengelolaannya dilakukan oleh
anggota keluarga sangat diperlukan penerapan Good Corporate Governance
(GCG) dalam perusahaan keluarga karena menyangkut hubungan dengan
keluarga yang memiliki saham perusahaan. PT X sebagai salah satu
perusahaan konveksi terbesar yang memiliki pangsa pasar internasional
merasa bahwa GCG sangat perlu ditanamkan demi mempertahakan
loyalitas konsumen yang mempercayakan produksinya kepada PT. X.
Dalam menerapkan prinsip Transparansi, perusahaan berusaha
terbuka dalam menyampaikan informasi perusahaan kepada para karyawan.
Baik itu visi dan misi perusahaan dan laporan produksi dan penjualan.
Namun dalam hal pelaporan keuangan, perusahaan kurang transparan
dikarenakan laporan keuangan yang laporkan hanya pada pemegang
jabatan tingkat tertentu dan berupa pemasukan serta pengeluaran masing-
masing divisi bukan keuangan mengenai keseluruhan operasional perusahaan.
Permasalahn yang dialami oleh perusahaan ini sesuai dengan mayoritas
hambatan yang dialami oleh Sebagian besar perusahaan atau instansi yang ada
di Indonesia.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua pemangku kepentingan. Governance merupakan
suatu sistem, di mana yang mengoperasikannya adalah manusia, adapun
kesuksesan penerapannya sangat bergantung pada integritas dan komitmen.
Pada intinya, tujuan dari penerapan GCG adalah sebagai dorongan kepada
perusahaan atau instansi untuk beroperasi dengan baik dan lebih terintegrasi
sehingga dapat mengupayakan hasil yang maksimal. Empat komponen utama
yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy,
accountability, dan responsibility. Dalam penerapan GCG terdapat 3 tahap
yang harus dilakukan yaitu tahap persiapan, tahap implementasi, dan tahap
evaluasi.
Penerapan good corporate governance di Indonesia berlandaskan pada
beberapa ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pada masa reformasi,
badan eksekutif dan legislatif telah berhasil menciptakan 3 perundang-
undangan yang kemudian mengubah sistem dalam pemerintahan di Indonesia
yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Undang-undang Nomor 28
Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999. Ketiga undang-
undang tersebut merupakan pondasi utama diterapkannya konsep Good
Governance dalam menyelenggarakan pemerintahan yang berorientasi kepada
pembangunan citra pemerintahan sebagai pemberi layanan yang adil.
Implementasi good corporate governance sejak dulu hingga saat ini
mengalami beberapa hambatan atau permasalahan yang cukup sama.
Hambatan dan permasalahn tersebut diantaranya adalah kendala hukum,
kendala budaya, kendala politik, dan kendala lingkungan bisnis. Praktik KKN
menjadi perhatian serius dan menjangkiti hampir semua elemen pemerintahan.
Begitu juga permasalahan yang ada perusahaan PT.X sebagai studi kasus

21
dalam penulisan makalah ini yaitu dalam hal pelaporan keuangan, perusahaan
kurang transparan dikarenakan laporan keuangan yang laporkan hanya pada
pemegang jabatan tingkat tertentu dan berupa pemasukan serta pengeluaran
masing-masing divisi bukan keuangan mengenai keseluruhan operasional
perusahaan. Permasalahn yang dialami oleh perusahaan ini sesuai dengan
mayoritas hambatan yang dialami oleh Sebagian besar perusahaan atau instansi
yang ada di Indonesia.
4.2 Saran
Setiap perusahaan maupun instansi seharusnya dapat menerapkan dan
memberlakukan GCG dengan baik. Hal ini berguna untuk kemajuan dari
perusahaan dan instansi itu sendiri. Selain itu, pemerintah dan pihak yang
berwajib dapat memberlakukan ketetapan yang lebih tegas dan evaluasi serta
monitoring terhadap tiap-tiap perusahaan maupun evaluasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir. (2018). Peranan brainware dalam sistem informasi manajemen jurnal
ekonomi dan manajemen sistem informasi. Sistem Informasi, 1(September),
60–69. https://doi.org/10.31933/JEMSI
Anwar Sharif, A., & Ahmed dhiaa aldeen, S. (2021). The evaluating of good
governance practices in Iraqi local administrations. Materials Today:
Proceedings, xxxx. https://doi.org/10.1016/j.matpr.2021.03.234
Daniri. (2008). ”Saatnya Berubah Dengan GCG”. Bisnis Indonesia. Edisi: 30-
MAR2008.
Handayani, F. A., & Nur, M. I. (2019). Implementasi Good Governance Di
Indonesia. Publica: Jurnal Pemikiran Administrasi Negara, 11(1), 1–11.
https://doi.org/10.15575/jpan.v11i1.7631
Kusumayani, N. L., Widanaputra, A. A. G. ., Wirama, D. G., & Budiasih, I. G. A.
N. (2019). The Ability of Good Corporate Governance in Moderating the
Effects of Financial Distress on the Velocity of Publication of the Financial
Statements. International Journal of Multicultural and Multireligious
Understanding, 6(5), 80. https://doi.org/10.18415/ijmmu.v6i5.1056
Mahrani, M., & Soewarno, N. (2018). The effect of good corporate governance
mechanism and corporate social responsibility on financial performance with
earnings management as mediating variable. Asian Journal of Accounting
Research, 3(1), 41–60. https://doi.org/10.1108/AJAR-06-2018-0008
Majuri, P., Kumpula, A., & Vuorisalo, T. (2020). Geoenergy permit practices in
Finnish municipalities – Challenges with good governance. Energy Strategy
Reviews, 32, 100537. https://doi.org/10.1016/j.esr.2020.100537
Mansoor, M. (2021). Citizens’ trust in government as a function of good
governance and government agency’s provision of quality information on
social media during COVID-19. Government Information Quarterly, 38(4),
101597. https://doi.org/10.1016/j.giq.2021.101597
Nugroho, D. R., dan Siahaan, R. 2005. BUMN Indonesia Isu, Kebijakan, dan
Strategi. PT Elex Media Komputindo.

23
Purniawati, P., Kasana, N., & Rodiyah, R. (2020). Good Environmental
Governance in Indonesia (Perspective of Environmental Protection and
Management). The Indonesian Journal of International Clinical Legal
Education, 2(1), 43–56. https://doi.org/10.15294/ijicle.v2i1.37328
Rahayu, R. S. A., & Kartika, A. (2021). The Effect of Good Corporate Governance
on The Profitability of Manufacturing Companies Listed on the Inodnesia
Stock Exchange 2016-2020. Management Science Letters, 10(9), 2045–2052.
Sulistyanto 2003, “Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan Di
Indonesia?”. Jurnal Widya Warta, No.2 Tahun XXVI.
Suryanto, A. (2019). Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance
Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Bina Manajemen, 8(1), 1–33.
Susanti, Aries. (2008). Hubungan Antara Fungsi Elemen Organisasi dengan
Terwujudnya Prinsip Good corporate governance. Bogor : Institut
Teknologi Bandung
Wibowo, E. (2010). Implementasi Good Corporate Governance. Jurnal Ekonomi
Dan Kewirausahaan, 10(2), 126–138.

24

Anda mungkin juga menyukai