Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

FATMA MAULIYA (02320180269)


POPY ALFISYAHR RIDHA (02320180271)
NURFADILLAH SAID (02320180274)
DWI APRIANINGSIH (02320180304)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T., karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Good Corporate Governance” tanpa suatu halangan
apapun.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengauditan


internal. Bagi penyusunan makalah ini, kami tim penulis atau kelompok yang
membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) , berharap dalam makalah
ini bisa bermanfaat untuk jangka panjang maupun jangka pendeknya sebagai
informasi yang sangat berharga.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak selaku dosen pengampu
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah ini.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...

Makassar, 1 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………….……………….…………..i

Kata Pengantar……..……………………………………………………………ii

Daftar Isi…………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN………..…………………………………………..…...1

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………….......................2

C. Tujuan penulisan……………………………………………………….….2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………...…….3

A. Pengertian dan gambaran umum…………………………………………..3

B. Organisasi dan mekanisme kerja…………………………………………..7

C. Berbagai stakeholder yang terkait………………………………………..10

D. Berbagai Asas dan Prinsip dari Good Corporate Governance…………..13

E. Penerapan Good Corporate Governance yang Efektif…………………..16

BAB III PENUTUP…………………………………………………………..…18

A. Kesimpulan………………………………………………………………18

B. Saran……………………………………………………………………...18

DAFTAR PUSTAKA……………...……………………………………………20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada praktiknya, dalam mencapai tujuannya suatu perusahaan tentu tak


luput dari banyak permasalahan. Salah satu masalah yang bisa terjadi adalah
masalah keagenan (agency problem). Masalah keagenan ini bisa terjadi akibat
pemisahan tugas manajemen perusahaan dengan para pemegang saham.
Sebuah perusahaan bisa saja dijalankan oleh para manajer professional yang
memiliki hanya sedikit atau sama sekali tidak memiliki saham dalam
perusahaan tersebut. Karena itu, para manajer bisa saja membuat keputusan
yang sama sekali tidak sesuai dengan tujuan memaksimalkan kekayaan para
pemegang saham. Menurut Arijanto (2010:127) dinyatakan: “Suatu kegiatan
perusahaan yang terencana baik dan dan terprogram tentu dapat tercapai
dengan sistem tata kelola yang baik pula.” Karena itu perusahaan perlu untuk
menerapkan Good corporate governance (GCG).

Good corporate governance adalah seperangkat aturan atau mekanisme


adminsistrasi untuk memuluskan hubungan antarmanajemen, pemegang
saham dan kelompok kepentingan (stakeholders). Persoalan penting yang
menjadi penunjang keberhasilan penerapan prinsip ini, terletak pada tuntutan
menjalankan fungsi-fungsi akuntabilitas, disclosure, fairness, transparency
dan tanggung jawab.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh McKinsey & Co dalam Tjager


et.al (2002:5) menyatakan bahwa “corporate governance menjadi perhatian
utama para investor menyamai kinerja finansial dan potensi pertumbuhan
khususnya bagi pasar-pasar yang sedang berkembang (emerging markets)”
yang artinya investor cenderung menghindari perusahaan-perusahaan yang
buruk dalam penerapan corporate governance (tidak ingin berinvestasi pada
perusahaan-perusahaan tersebut). Karena itu dengan adanya keuntungan
perusahaan juga tidak mengalami kesulitan dalam menarik modal dari luar.
Dengan menerapkan tata kelola yang baik akan mengarahkan perusahaan
pada kegiatan yang efektif dan efisien sehingga menghasilkan profit,

1
ditambah dengan kemudahan dalam memperoleh dana atau modal, secara
logis perolehan laba akan lebih meningkat lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan gambaran umum Good Corporate Governance?
2. Bagaimana organisasi dan mekanisme kerja Good Corporate Governance?
3. Apa sajakah berbagai steakholder yang terkait dalam Good Corporate
Governance?
4. Apa sajakah asas dan prinsip dari good corporate governance?
5. Bagaimana penerapan good corporate governance yang efektif?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengetian serta gambaran umum Good Corporate
Governance
2. Mengidentifikasi organisasi dan mekanisme kerja Good Corporate
Governance
3. Mengetahui berbagai steakholder yang terkait dalam Good Corporate
Governance
4. Mengetahui lebih detail asas dan prinsip dari good corporate governance
5. Mengidentifikasi penerapan good corporate governance yang efektif

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Dan Gambaran Umum

Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan


mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya.

Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai


“pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut
“tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih
terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun
tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola
perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih
diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia
yang benar.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance


merupakan:

a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran


dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

1. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)

GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,


transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan
GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara
dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan

3
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:

a. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan


yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement) .
b. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif
dan bertanggung jawab.

Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek


yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan
adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat,
khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku
yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah
efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus
ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada
kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek
dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang
menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain
pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang
berperan dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan
peran sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi
pemegang saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena
melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur

4
RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja,
pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara
intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi
kepentingan shareholders dan stakeholders.

2. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi


semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan
berikut:

a. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi


yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang
saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan
dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
b. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan
dapat dipertanggungjawabkan
c. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan
stakeholders.

Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan


menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari
penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan yang
kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai
standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola Perusahaan
diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan
menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain
acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan
dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran
manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan
yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.

5
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ?
Hal ini tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan
pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.

3. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah


semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi.
Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan
karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan
terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of
investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin
menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal
jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan
mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada
sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat
meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.

Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:

a. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung


pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita
perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing),
ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya
hal tersebut.
b. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas
dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil
seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
c. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

6
d. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan)
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya
mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat
maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan.

B. Organisasi dan mekanisme kerja

 Struktur Organisasi GCG secara garis besar adalah terdiri dari:

1. Rapat Umum Pemegang Saham

2. Dewan Komisaris

3. Direksi

4. Komite-Komite dibawah Dewan Komisaris

5. Satuan Kerja Kepatuhan

6. Satuan Kerja Audit Intern

7. Audit Ekstern

8.Satuan Kerja Manajemen Risiko

9. Stakeholders

Berdasarkan hal tersebut, secara umum struktur organisasi GCG


pada bank dapat digambarkan dalam struktur sebagai berikut :

1. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ yang


memegang kekuasaan tertinggi dalam Bank dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas
dan Anggaran Dasar Bank yang berlaku. Rapat Umum Pemegang Saham

7
(RUPS) merupakan forum dimana Direksi dan Komisaris melaporkan dan
bertanggungjawab atas kinerja mereka terhadap Pemegang Saham.

2. Dewan Komisaris

Jumlah anggota dewan Komisaris paling banyak sama dengan


jumlah anggota Direksi. Paling kurang 1 (satu) orang anggota dewan
Komisaris wajib berdomisili di Indonesia. Dewan Komisaris terdiri dari
Komisaris dan Komisaris Independen dan paling kurang 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah anggota dewan Komisaris adalah Komisaris
Independen.

3. Direksi

Direksi dipimpin oleh Direktur Utama dan wajib berasal dari pihak
yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Penilaian
independensi didasarkan pada keterkaitan yang bersangkutan pada
kepengurusan, kepemilikan dan/atau hubungan keuangan, serta hubungan
keluarga dengan pemegang saham pengendali. Setiap usulan penggantian
dan/atau pengangkatan anggota Direksi oleh Dewan Komisaris kepada
Rapat Umum Pemegang Saham, harus memperhatikan rekomendasi Komite
Remunerasi dan Nominasi.

Mayoritas anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5


(lima) tahun di bidang operasional sebagai Pejabat Eksekutif bank (tidak
termasuk Bank Perkreditan Rakyat). Setiap anggota Direksi harus
memenuhi persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit
and Proper Test) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

 Mekanisme corporate governance


Mekanisme corporate governace merupakan suatu aturan main, prosedur
dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan
pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut.
Mekanisme governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi

8
berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan
Seward, 1990).
Walsh dan Seward (1990) menyatakan bahwa terdapat 2 mekanisme untuk
membantu menyamakan perbedaan kepentingan antara pemegang saham
dan manajer dalam rangka penerapan GCG, yaitu:
1) mekanisme pengendalian internal perusahaan,
Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan
yang dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur
tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return
maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Salah
satu pilihan mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan
kepentingan pemegang saham dan manajer adalah kontrak insentif
jangka panjang (Walsh dan Seward, 1990; Jensen, 1993). Kontrak
jangka panjang ini dilakukan dengan memberikan insentif pada
menajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran pemegang saham
meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan saham
kepada manajer (Jensen dan Meckling, 1976; Fama, 1980). Dengan
demikian, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan nilai
peruahaan atau meningkatkan kemakmuran pemegang saham karena
hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan manajer sendiri.
2) mekanisme pengendalian eksternal berdasarkan pasar.
Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan
yang dilakukan oleh pasar. Menurut teori pasar untuk pengendalian
perusahaan (market for corporate control), pada saat diketahui bahwa
manajemen berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja
perusahaan akan menurun yang direfleksikan oleh nilai saham
perusahaan. Pada kondisi tersebut, kelompok menajer lain akan
menggantikan manajer yang sedang memegang jabatan. Dengan
demikian bekerjanya market for corporate control bisa menghambat
tindakan menguntungkan diri manajer sendiri (Jensen dan Meckling,
1976).

9
C. Berbagai Stakeholder yang terkait

Perusahaan merupakan unit bisnis yang keberadaannya tak dapat dilepas


dari lingkungan masyarakat sekitar. Untuk itu, ekesistensi perusahaan harus
sesuai (congrience) dengan harapan masyarakat sekitar. Secara teoretis,
cakupan stakeholder (pemangku kepentingan) dijelaskan dalam teori
Stakeholder. Menurut Hummels (1998) dalam Hadi (2011:103), Stakeholder
are individuals and groups who have legitimate claim on the organization to
participate in the decission making process simply because they are affected
by the organization’s practices, policies and actions Clarkson membagi
stakeholder menjadi dua: stakeholder primer dan stakeholder sekunder.

Stakeholder primer adalah ‘pihak di mana tanpa partisipasinya yang


berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya adalah pemegang
saham, investor, pekerja, pelanggan, dan pemasok. Menurut Clarkson, suatu
perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
stakeholder primer – yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara
kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan
tanggung jawab yang berbeda.

Stakeholder sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang mempengaruhi


atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi
dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup
perusahaan.’ Contohnya adalah media dan berbagai kelompok kepentingan
tertentu. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan
hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.

Clarkson (dalam artikel tahun 1994) juga telah memberikan definisi yang
bahkan lebih sempit lagi di mana stakeholder didefinisikan sebagai suatu
kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis risiko baik karena
mereka telah melakukan investasi (material ataupun manusia) di perusahaan
tersebut (‘stakeholder sukarela’), ataupun karena mereka menghadapi risiko
akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘stakeholder non-sukarela’). Karena itu,

10
stakeholder adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh
keputusan dan strategi perusahaan.

Rhenald Kasali (2005) dalam Hadi (2011:104) membagi stakeholder


menjadi lima bagian, yaitu :

1. Stakeholder Internal adalah stakeholder yang berada di dalam lingkungan


organisasi/perusahaan/instansi, misalnya karyawan, manajer dan
pemegang saham (shareholder). Stakeholder Eksternal adalah stakeholder
yang berada di luar lingkungan orgnisasi/perusahaan/instansi, seperti
penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat,
pemerintah, pers, kelompok investor, licening partner dan lain
sebagainya.

2. Stakeholder Primer merupakan stakeholder yang harus diperhatikan oleh


organisasi/perusahaan/instansi dan Stakeholder Sekunder merupakan
stakeholder yang kurang penting sedangkan Stakeholder Marjinal
merupakan stakeholder yang sering diabaikan oleh
organisasi/perushaan/instansi.

3. Stakeholder Tradisional adalah karyawan dan konsumen karena saat ini


sudah berhubungan dengan organisasi/perusahaan/instansi. Sedangkan
Stakeholder Masa Depan adalah stakeholder pada masa yang akan datang
diperkirakan akan memberikan pengaruh pada
organisasi/perusahaan/instansi, seperti peneliti, konsumen potensial,
calon investor (investor potensial) dan lain-lain.

4. Stakeholder Prononents merupakan stakeholder yang berpihak kepada


perusahaan, stakeholder opponents merupakan stakeholder yang tak
memihak perusahaan, sedang stakeholder uncommited adalah stakeholder
yang tak peduli lagi terhadap perusahaan.

5. Silent majority dan vocal minority. Dilihat aktivitas stakeholder dalam


melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang

11
menyatakan penentangan atau dukungannya secara vokal (aktif), namun
ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).

 Teori Stakeholder

Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para


pemilik atau pemegang saham (shareholder) sebagaimana yang terjadi
selama ini, tetapi bergeser menjadi lebih luas, yaitu sampai pada ranah
sosial kemasyarakatan (stakeholder), selanjutnya disebut tanggung jawab
sosial (social responsibility). Fenomena seperti itu terjadi karena adanya
tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang timbul serta
ketimpangan sosial yang terjadi. Untuk itu, tanggung jawab perusahaan
yang semula hanya diukur sebatas pada indikator ekonomi (economic
focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan
memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions) terhadap
stakeholder, baik internal maupun eksterna Berdasar pada asumsi dasar
stakeholder theory tersebut, perusahaan tidak dapat melepaskan diri
dengan lingkungan sosial (social setting) sekitarnya. Perusahaan perlu
menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukkannya dalam kerangka
kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam
pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going
concern.

Esensi teori stakeholder tersebut di atas jika ditarik interkoneksi


dengan teori legitimasi yang mengisyaratkan bahwa perusahaan
hendaknya mengurangi expectation gap dengan masyarakat (publik)
sekitar guna meningkatkan legitimasi (pengakuan) masyarakat, ternyata
terdapat benang merah. Oleh karena itu, perusahaan hendak menjaga
reputasinya, yaitu dengan menggeser pola orientasi (tujuan) yang semula
semata-mata diukur dengan economic measurement yang cenderung
shareholder orientation, ke arah memperhitungkan faktor sosial (social
factors) sebagai wujud kepedulian dan keberpihakan terhadap masalah
sosial kemasyarakatan (stakeholder orientation).

12
Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku
kepentingan), mencakup 3 domain good governance, yaitu:
1. Pemerintah yang berperan menciptakan iklim politik dan hukum yang
kondusif.
2. Sektor swasta yang berperan menciptakan lapangan pekerjaan dan
pendapatan.
3. Masyarakat yang berperan mendorong interaksi sosial, konomi, politik dan
mengajak seluruh anggota masyarakat berpartisipasi (Efendi, 2005).
Proses dan struktur dalam mengelola perusahaan kearah peningkatan
kemakmuran dan pertanggungjawaban perusahaan dengan tujuan akhir
mewujudkan nilai jangka panjang pemegang saham dengan tetap
memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang terkait (stakeholders).

D. Berbagai Asas dan Prinsip dari Good Corporate Governance.


 Asas Good Corporate Governance
1. Asas Kepastian Hukum

Asas dalam suatu negara hukum yang mengutamakan landasan


peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan negara.

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara

Menjadi salah satu landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan


dalam pengabdian penyelenggaraan negara.

3. Asas Kepentingan Umum

Asas yang bisa mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang


aspiratif, akomodatif, dan selektif. Maksudnya asas ini menghendaki
pemerintah harus mengutamakan kepentingan umum terlebih dahulu.

4. Asas Keterbukaan

Asas yang dapat membuka diri terhadap hak masyarakat untuk


memperolah informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif tentang

13
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas
hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas Proporsoionalitas

Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban


Penyelenggara Negara.

6. Asas Profesionalitas

Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas Akuntabilitas

Asas yang dapat menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

8. Asas Efisiensi

Penggunaan pada sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil


yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar
telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

9. Asas Efektivitas

Dalam pencapaian suatu tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan


yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan
pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan
sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan.

14
 Prinsip good corporate governance

• Transparency

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan


dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan kepada semua stakeholders

• Accountability

Kejelasan peran dan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban


organ perusahaan, meliputi Pemilik Saham, Dewan Komisaris, Direksi,
Manajer, dan auditor sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efisien dan efektif

• Responsibility

Pengejawantahan tanggung jawab perusahaan sebagai anggota


masyarakat, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat, mematuhi hukum dan bertindak
sesuai nilai-nilai yang ada di masyarakat

• Independency

perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-


masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat di
intervensi oleh pihak lain.

• Fairness

Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholders,


khususnya menghindari fraud, self-dealing, dan penyimpangan oleh orang
dalam perusahaan.

15
E. Penerapan Good Corporate Governance yang Efektif

Penerapan good corporate governance yang efektif dapat dilakukan


dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial,
lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan
publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien,
serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk
penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di
setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).

Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest
adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai
atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi
bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki
kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan
masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap
kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam
merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan
selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu
dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu


kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan
memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan
yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada
publik. Merujuk pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam
pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good

16
governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara
negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan
masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling
berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik.
Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar.
Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi
(Efendi, 2005).

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur


dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal
yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban
perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.

Terdapat lima komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good


Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability,
independency dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting
karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten
terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat
menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan
laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan


bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat
rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-
perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture
sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka
wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan
kata lain, korporat kita belum menjalankan governansi.

B. Saran

Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu
memahami lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana
dapat membantu kita membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan
tujuan yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya. Oleh sebab itu,

18
pembahasan ini dapat membantu para pembaca untuk dapat dijadikan
referensi yang mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arafat, Wilson, Mohamad Fajri MP, Smart Strategy for 360 degree GCG (Good
Corporate Governance) (October 2009). Skyrocketing Publisher. ISBN
978-979-18098-1-8
Arafat, Wilson, How To Implement GCG Effectively (July 2008). Skyrocketing
Publisher.
Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Röell, Corporate Governance and
Control (October 2002; updated August 2004). ECGI - Finance Working
Paper No. 02/2002.
Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi
GCG, www.alf.com,2008
http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/sejarah-lahir-gcg-dan-
perkembangannya.html

http://onvalue.wordpress.com/2007/10/09/sejarah-timbulnya-corporat-
governance/

20

Anda mungkin juga menyukai