Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Laporan keuangan berisi informasi penting untuk masyarakat, pemerintah,


pemilik perusahaan/ pemegang saham, dan investor yang diperlukan secara tetap untuk
mengukur kondisi dan efisiensi operasi perusahaan. Dari sebuah laporan keuangan suatu
perusahaan kita dapat menilai kinerja dari perusahaan tersebut dengan cara menganalisis
laporan keuangannya.

Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan


dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi
manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang.

Analisis keuangan ini dapat digunakan untuk mengukur kekuatan serta


kelemahan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan
indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban
finansialnya, besarnya investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga
tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.

Dalam makalah ini kami akan menganalisa laporan keuangan (dalam kurun
waktu 4 tahun kebelakang) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dengan
menggunakan rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas, dan profitabilitas.
A. PENGERTIAN ANALISIS RASIO KEUANGAN

Rasio Keuangan atau Financial Ratio merupakan alat analisis keuangan


perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan
data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan
laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah yang lain.
Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor
untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan
prospek pada masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian
informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk
menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain
dari suatu laporan keuangan.
Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada
sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu,
analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang pada masa
yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam
laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan
kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu
perusahaan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup,
sehingga harus dilakukan pula analisis persaingan-persaingan yang sedang
dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan
dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur,
analisis kualitatif, serta penelitian-penelitian industri.
B. JENIS – JENIS RASIO KEUANGAN

1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu
perusahaan untuk melunasi semua kewajiban yang harus segera dipenuhi
(hutang jangka pendeknya). Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan
untuk membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid sedang
bila tidak disebut ilikuid. Rasio likuiditas yang umum dipergunakan untuk
mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan antara lain:
a) Current Ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar.
Current Ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar
untuk menutup hutang lancar. Rumus current ratio adalah:

Aktiva Lancar
Current Ratio = X 100%
Hutang Lancar

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar,


semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka
pendeknya. Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar
dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya
berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas
jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301)
b) Quick Ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan
antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang
lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio karena
persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat
likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva
lancar yang lebih likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang
dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek (Martono,
2003:56). Jadi rumusnya:

Aktiva Lancar−Persediaan
Quick Ratio = X 100%
Hutang Lancar

Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan
current ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio
menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid
mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik.
Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak
mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat
(Harahap, 2002:302).

c) Cash Ratio
Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa
segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah
uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk
rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar
yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan
bersangkutan. Rumus untuk menghitung cash ratio adalah:
Kas+Setara Kas
Cash Rasio = X 100%
Hutang Lancar
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan
dengan total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama
seperti Quick Ratio, tidak harus mencapai 100% (Harahap, 2002:302).

2. Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat
aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang
rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya
dana kelebihan yang tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan
tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif.
Beberapa rasio aktivitas yang digunakan adalah:
a) Receivable Turnover ( Perputaran Piutang )
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang
dikumpulkan dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan
efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya.
Rasio ini biasanya digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap
modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan
berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang, menggambarkan
lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan). Semakin
lama jangka waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan
tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat
dihitung dengan rumus: 

Penjualan Bersih
Perputaran Piutang =
Rata−rata Piutang

Rasio ini mengukur efektivitas peng elolaan piutang. Semakin tinggi


tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno,
2001:252).
b) Average Collection Period ( Rata-rata waktu yang dibutuhkan )

Rasio ini menggambarkan kemampuan rata-rata perusahaan dalam


menagih piutang yang dihitung dalam hari .  Semakin tinggi rasio ini
berarti semakin lama waktu yang diperlukan untuk menagih piutangnya. 
Dengan kata lain kemampuan penagihannya menjadi semakin kecil. 
Berarti jumlah dana yang terikat pada piutang menjadi semakin besar,
sehingga kebutuhan modal kerja pun meningkat.
Rumus = Penjualan/ Piutang x 360 hari
Misalnya : Average Collection Period : 90 hari.  Artinya waktu rata-rata
yang digunakan untuk menagih piutang adalah 90 hari.

c) Iventory Turnover ( Perputaran Persediaan )


Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan
likuiditas perusahaan, yaitu dengan cara mengukur efisiensi perusahaan
dalam mengelola dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya
persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas
manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah
menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan
Halim, 2000:80). Rumus perhitungannya adalah: 

Harga Pokok Penjualan


Perputaran Persediaan =
Rata−Rata Persediaan

Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi


tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno,
2001:251).
d) Average Age Of Inventory
Ukuran lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menjual dan
mengganti persediaan.

Rata – rata Umur Persediaan =  Jumlah Hari Dalam


Setahun : Kecepatan Perputaran Persediaan

Rasio ini menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menjual dan


mengganti persediaan yang ada di gudang.

e) Fixed Asset Turnover ( Perputaran aset Tetap )


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan
menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin
efektif proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti
industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup
penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti
industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini
barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim,
2000:81). Perputaran aktiva tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut: 

Penjualan
Perputaran Aktiva Tetap =
Aktiva Tetap

Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam


mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin
efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253).
f) Total Asset Turnover ( Perputaran total aset )
Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio
perputaran total aktiva. Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap,
rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi
biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang
rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya,
dan pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81).
Rasio perputaran total aktiva menggunakan rumus: 

Penjualan
Perputaran Total Aktiva =
Total Aktiva
Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam
menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin
efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno, 2001:253).

3. Rasio Solvabilitas / Leverage

Rasio solvabilitas atau leverage adalah rasio untuk menilai kemampuan


perusahaan dalam melunasi semua kewajibannya baik jangka pendek maupun
jangka panjang dengan jaminan aktiva atau kekayaan yang dimiliki perusahaan
hingga perusahaan tutup atau dilikuidasi (Fred Weston yang dikutip oleh
Kasmir). Sebesar apa beban utang yang ditanggung perusahaan akan
dibandingkan dengan aktivanya. Rasio Solvabilitas (Solvency Ratio) memiliki
nama lain yaitu Rasio Leverage (Leverage Ratio) namun berbeda dengan rasio
profitabilitas.
Utang jangka panjang yaitu kewajiban untuk membayar pinjaman yang jatuh
temponya lebih dari satu tahun. Letak perbedaan antara Rasio Solvabilitas
(Rasio Leverage) dengan Rasio Likuiditas adalah jangka waktu pinjaman
(kewajiban). Rasio Solvabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka panjang. Sedangkan rasio likuiditas mengukur
kemampuan perusahaan untuk mpemenuhi kewajiban jangka pendek.
Rasio Solvabilitas membandingkan beban utang perusahaan secara
keseluruhan terhadap aset atau ekuitasnya. Rasio ini  memaparkan jumlah aset
perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham dibandingkan dengan aset yang
dimiliki oleh Kreditor (pemberi utang). Jika asset perusahaan lebih banyak
dimiliki oleh pemegang, maka perusahaan tersebut kurang Leverage. Jika
kreditor atau pemberi utang (biasanya bank) memiliki asset secara dominan,
maka perusahaan tersebut memiliki tingkat leverage yang tinggi. Rasio
Solvabilitas mempermudah manajemen dan investor untuk memahami tingkat
risiko struktur modal pada perusahaan melalui catatan atas laporan keuangan.

Jenis jenis Rasio Solvabilitas

a. Debt to Equity Ratio (Rasio Utang terhadap Ekuitas)


Rasio ini memaparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang
yang dipakai untuk membiayai aset perusahaan. Debt to Equity Ratio
(DER) membandingkan antara total kewajiban (liabilities) dengan ekuitas
(equity). Utang tidak boleh lebih besar dari modal supaya beban
perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi
perusahaan semakin baik karena porsi utang terhadap modal semakin
kecil.

Rasio ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang segera jatuh


tempo akan ditagih dibandingkan modal yang dimiliki. Perhitungan rasio
ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar bagian dari modal
(termasuk pengertian modal dan jenis jenis modal yang menjadi jaminan
utang lancar. Semakin kecil rasio ini berarti kondisi perusahaan semakin
baik karena modal untuk menjamin utang lancar masih cukup (besar).
Batas terendah dari rasio ini adalah 100% atau 1 : 1. Rumus Debt to Equity
Ratio (DER) sebagai berikut.

Debt to Equity Ratio (DER) = Total Utang / Ekuitas (Modal) x 100%


b. Debt Ratio (Rasio Utang)
Debt Ratio atau Rasio Utang menilai seberapa besar perusahaan
berpatokan pada utang untuk membiayai asetnya. Rasio ini
membandingkan total utang (total liabilities) dengan total aset yang
dimiliki. Aset dan ekuitas itu berbeda sehingga harus mengetahui terlebih
dahulu tentang asset dan ekuitas. Aset merupakan sumber daya yang
diperoleh dari transaksi atau kegiatan lain di masa lalu sehingga menjadi
milik perusahaan. Sedangkan ekuitas merupakan hak residual atas asset
perusahaan setelah pengurangan seluruh liabilitas sesuai hakikat akuntansi.

Rasio ini juga memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk


memperoleh pinjaman baru sebagai tambahan modal dengan jaminan
aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Jika tingkat rasio ini  semakin
tinggi maka jaminan berupa asset yang ada dan uang yang diberikan oleh
kreditor dalam jangka panjang semakin terjamin. Besaran presentasi rasio
ini minimu 100% atau 1 : 1 artinya Rp 1 utang jangka  panjang bisa
dijamin oleh Rp 1 aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Utang yang
dihitung dalam hal ini adalah semua utang perusahaan baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Kreditor biasanya lebih memilih debt ratio yang
rendah karena kondisi perusahaan aman (tidak akan bangkrut). Tingkat
rasio yang rendah maka kondisi perusahaan semakin aman (solvable).
Berikut ini rumus rasio utang (debt ratio).

Rasio utang = Total utang / Total Aset x 100%

c. Times Interest Earned Ratio


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi beban
bunga pada masa yang akan datang. Times Interest Earned Ratio disebut
juga Interest Coverage Ratio. Rasio ini membandingkan laba sebelum
pajak dan bunga terhadap Biaya Bunga yang sesuai dengan prinsip prinsip
akuntansi. Berikut ini rumus Times Interest Earned Ratio.

Times Interest Earned Ratio = Laba sebelum Pajak dan bunga / Beban
Bunga x 100%
4. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui


kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan
juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam
melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba
yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut
juga rasio rentabilitas.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam mendapatka laba melalui semua kemampuan dan sumber
yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah
cabang dan sebagainya (Syafri, 2008:304)

a.  Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)


Gross profit margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi
pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan
kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien (Sawir,
2009:18).
Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan
dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan
operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok
penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales, demikian pula
sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik
operasi perusahaan (Syamsuddin, 2009:61).

Gross profit margin dihitung dengan formula:


b. Net Profit Margin  (Margin Laba Bersih)
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Semakin tinggi Net profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan.

Net profit margin dihitung dengan rumus:

c.  Rentabilitas Ekonomi/ daya laba besar/ basic earning power

Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak


terhadap total asset. Jadi rentabilitas ekonomi mengindikasikan seberapa
besar kemampuan asset yang dimiliki untuk menghasilkan tingkat
pengembalian atau pendapatan atau dengan kata lain Rentabilitas Ekonomi
menunjukkan kemampuan total aset dalam menghasilkan laba.

Rentabilitas ekonomi mengukur efektifitas perusahaan dalam


memanfaatkan seluruh sumberdaya yang menunjukkan rentabilitas
ekonomi perusahaan (Sawir, 2009:19).

Rentabilitas Ekonomi dihitung dengan rumus:

Rentabilitas ekonomi dapat ditentukan dengan mengalikan operating profit


margin dengan asset turnover. Rendahnya Rentabilitas Ekonomi
tergantung dari (Sawir, 2009:19):
 Asset Turnover 
 Operating Provit Margin 
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha
dan penjualan. Operating profit margin merupakan rasio yang
menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas
setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan (Syamsuddin, 2009:61).
Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa
jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi
perusahaan dengan mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial berupa
bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak.
Apabila semakin tinggi operatig profit margin maka akan semakin baik
pula operasi suatu perusahaan.

Operating profit margin dihitung sebagai berikut:

d.  Return on Investment
Return on investment merupakan perbandingan antara laba bersih
setelah pajak dengan total aktiva. Return on investment adalah merupakan
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia
didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009:63).
Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return
on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba
bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva (Syafri, 2008:63).

Return on Investment dihitung dengan rumus:

Atau dapat juga dihitung dengan: ROI = Net profit margin x Assets turn
over

e. Return on Equity
Return on equity merupakan perbandingan antara laba bersih
sesudah pajak dengan total ekuitas. Return on equity merupakan suatu
pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik
perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham
preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan
(Syafri, 2008:305).

Return on equity adalah  rasio yang memperlihatkan sejauh manakah


perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur
tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal
sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir 2009:20).  ROE
menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut
rentabilitas usaha.
Return on equity dapat dihitung dengan formula:

f.  Earning per share (EPS)


Earning per share adalah rasio yang menunjukkan berapa besar
kemampuan perlembar saham dalam menghasilkan laba (Syafri,
2008:306).
Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah rupiah
yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66).
Oleh karena itu pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham
biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per
share. Earning per share adalah suatu indikator keberhasilan perusahaan.

Earning per share dihitung dengan rumus:


C. Laporan Keuangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
D. Analisis Rasio Laporan Keuangan PT. Indocement Tunggal

Rasio-Rasio Historis Rasio


Industri
2013 2014 2015 2016
Rasio Likuiditas          
Current Ratio 615% 493% 489% 453% 512%
Quick Ratio 561% 432% 561% 442% 499%
Cash Ratio 460% 345% 322% 303% 358%
Rasio Aktivitas          
6.8 6.5 6.5 5.0
Inventory Turnover 1 4 0 7 6.23
53 55 55 71
Average Days Supplies in Inventory 58.57
7.4 7.4 7.0 5.9
Receivable Turnover 2 9 2 0 6.96
4 4 5 6
Average Collection Period 9 8 1 1 52.23
1.9 1.5 1.2 0.9
Fixed Asset Turnover 1 6 3 8 1.42
0.7 0.6 0.6 0.5
Total Asset Turnover 0 9 4 1 0.64
Rasio Solvabilitas/Leverage          
Time Interest Earned 11897% 27876% 19052% 30826% 22413%
Debt to Equity Ratio 17% 18% 16% 15% 16%
Debt Ratio 14% 15% 14% 13% 14%
Rasio Profitabilitas          
Gross Profit Margin 46% 46% 44% 41% 44%
Operating Margin 32% 30% 28% 24% 29%
Net Profit Margin 27% 26% 24% 25% 26%
Return on Asset 19% 18% 16% 13% 16%
Return on Equity 22.02% 21.54% 18.25% 14.81% 19%
Retrun on Investment 19% 18% 16% 13% 16%
1. Rasio Likuiditas

1. Current Ratio
Kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya dengan aktiva
lancarnya adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013, setiap 100 hutang lancar dapat di jamin oleh 615 aktiva lancar.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2013
adalah kemampuan terbaik perusahaan, karena nilainya di atas rata-rata rasio
selama 4 tahun.
- Di tahun 2014, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 493 aktiva lancar.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2014
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya tidak baik karena di
bawah rata-rata..
- Di tahun 2015, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 489 aktiva lancar.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2015
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya tidak baik karena di
bawah rata-rata.
- Di tahun 2016, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 453 aktiva lancar.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2016
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya tidak baik karena di
bawah rata-rata dan di tahun 2016 adalah kemapuan terburuk perusahaan
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada table di
atas, dapat disimpulkan perusahaan mengalami penurunan kemampuan untuk
membayar hutang lancarnya. Hal tersebut berkaitan dengan kas, piutang, persedian
dll yang masuk ke dalam komponen aktiva lancar, jika di lihat di rasio lain yang
berhubungan terdapat inventory turnover serta receivable turnover yang dari tahun
ketahun kurang baik.
2. Quick Ratio
Kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancar nya dengan
menggunakan aktiva yang lebih liquid adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013, setiap 100 hutang lancar dapat di jamin oleh 561 aktiva yang
liquid (paling cepat dijadikan uang tunai). Apabila dibandingkan dengan rata-
rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2013 adalah kemampuan terbaik
perusahaan, karena nilainya di atas rata-rata rasio selama 4 tahun.
- Di tahun 2014, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 432 aktiva yang
liquid. Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun
2014 kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya tidak baik
karena di bawah rata-rata..
- Di tahun 2015, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 561 aktiva yang
paling liquid. Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada
tahun 2015 kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya baik
karena di atas rata-rata dan sama dengan tahun 2013.
- Di tahun 2016, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 442 aktiva lancar.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata rasio selama 4 tahun pada tahun 2016
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancarnya menurun lagi dari
tahun 2015.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada table di
atas, dapat disimpulkan perusahaan mengalami fluktuasi dalam kemampuan untuk
membayar hutang lancarnya.

Hal tersebut berkaitan dengan aktiva perusahaan yang mudah dijadikan uang seperti
persediaan, kemungkinan perusahaan tidak baik dalam mengelola asset yang liquid
tersebut sehingga tidak dapat mempertahankan di posisi di atas rata rata.
3. Cash Ratio
Kemampuan perusahaan untuk membayar hutang lancar nya dengan
menggunakan kas perusahaan atau rekening Koran di bank serta harta lancar
yang mudah di uang kan adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013, setiap 100 hutang lancar dapat di jamin oleh 460 kas perusahaan
atau rekening Koran di bank serta harta lancar yang mudah di uang kan
- Di tahun 2014, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 345 kas perusahaan
atau rekening Koran di bank serta harta lancar yang mudah di uang kan.
- Di tahun 2015, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 322 kas perusahaan
atau rekening Koran di bank serta harta lancar yang mudah di uang kan.
- Di tahun 2016, setiap 100 hutang lancar dapat dijamin oleh 303 kas perusahaan
atau rekening Koran di bank serta harta lancar yang mudah di uang kan

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan perusahaan mengalami penuruna dalam
kemampuan untuk membayar hutang lancarnya dengan menggunakan kas yang
ada diperusahaan atau rekening Koran di bank serta harta lancar yg mudah di
uangkan.

2. Rasio Aktivitas

1. Inventory Turnover
Kemampuan perusahaan untuk menyediakan barang dagangan dalam 1 tahun
adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013, 6,81 kali sediaan barang dagang diganti dalam 1 tahun.
- Di tahun 2014, 6,54 kali sediaan barang dagang diganti dalam 1 tahun.
- Di tahun 2015, 6,50 kali sediaan barang dagang diganti dalam 1 tahun.
- Ditahun 2016, 5,07 kali sediaan barang dagang diganti dalam 1 tahun.
Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan perusahaan tidak efektif dalam mengelola
persediaan sehingga terjadinya penumpukan persediaan di gudang.

2. Average Age Of Inventory


Kemampuan perusahaan untuk menyediakan barang dagangan dalam 1 tahun
adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013 dibutuhkan 53 hari untuk persediaan barang yang ada di gudang
laku terjual.
- Di tahun 2014 dibutuhkan 55 hari untuk menjual persediaan barang yang ada di
gudang.
- Di tahun 2015 dibutuhkan 55 hari untuk menjual persediaan barang yang ada di
gudang.
- Di tahun 2016 dibutuhkan 71 hari untuk menjual persediaan barang yang ada di
gudang.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan perusahaan tidak efektif dalam mengelola
persediaan sehingga terjadinya penumpukan persediaan di gudang.

3. Receivable Turnover
Kemampuan perusahaan dalam menagih piutang dalam 1 periode adalah sebagai
berikut:
- Di tahun 2013 perputaran piutang sebanyak 7,42 kali dibandingkan penjualan
dalam 1 periode.
- Di tahun 2014 perputaran piutang sebanyak 7,49 kali dibandingkan penjualan
dalam 1 periode.
- Di tahun 2015 perputaran piutang sebanyak 7,02 kali dibandingkan penjualan
dalam 1 periode.
- Di tahun 2016 perputaran piutang sebanyak 5,90 kali dibandingkan penjualan
dalam 1 periode.
Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang perusahaan semakin
lama semakin kecil yang mengakibatkan semakin lamanya piutang dibayarkan.

4. Average Collection Period


Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas, kemampuan rata-rata
perusahaan dalam menagih piutang yang dihitung dalam hari adalah sebagai
berikut:
- Di tahun 2013, customer beli hari ini di bayar 49 hari kemudian. Jika dilihat
dari rata-rata rasio selama 4 tahun, maka di tahun 2013 ini masuk ke dalam
tahun yg baik karena di atas rata rata yaitu 52 hari. Dan dapat makin cepat dapat
uang.
- Di tahun 2014, customer beli hari ini di bayar 48 hari kemudian. Di tahun 2014
juga merupakan tahun yang baik. Karena semakin cepat maka akan semakin
cepat mendapatkan uang.
- Di tahun 2015, customer beli hari ini di bayar 51 hari kemudian. Di tahun 2015
perusahaan mengalami penurunan dan membuat perusahaan menjadi lama
mendapatkan uang.
- Di tahun 2016, customer beli hari ini di bayar 61 hari kemudian. Di tahun 2016
ini perusahaan makin menunjukkan penurunan dari 3 tahun sebelumnya dan
berada cukup jauh dari rata-rata rasio.

Semakin lama umur piutang/ piutang dapat tertagih dan dijadikan uang,
menunjukkan menurunnya kemampuan dalam melakukan penagihan, dan perlu di
tingkatkan kembali.
5. Fixed Asset Turnover
Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas, kemampuan perusahaan
menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan
adalah sbb:’
- Di tahun 2013, 1 aktiva tetap yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 1.91. di tahun 2013 perusahaan menunjukkan kemampuan yang cukup
baik karena berada di atas rata-rata selama 4 tahun, yaitu rata-ratanya 1.42
- Di tahun 2014, 1 aktiva tetap yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 1.56. di tahun 2014 perusahaan menunjukkan penurunan dibandingkan
tahun 2013, tetapi masih di bilang cukup baik karena masih berada di atas rata-
rata.
- Di tahun 2015, 1 aktiva tetap yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 1.23. di tahun 2015 perusahaan menunjukkan penurunan dibandingkan
tahun 2014 dan berada di posisi yang tidak baik karena berada di bawah rata-rata
rasio selama 4 tahun.
- Di tahun 2016, 1 aktiva tetap yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 0,98. di tahun 2016 adalah rasio yang sangat rendah di bandingkan
dengan 3 tahun sebelumnya.

Menurunya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan/penjualan


dengan aktiva tetap menunjukkan bahwa perusahaan dari tahun ke tahun tidak
efektif dalam menggunakan aktiva tetapnya untuk menghasilkan penjualan.

6. Total Asset Turnover


Dari analisis rasio laporan keuangan pada table diatas, kemampuan perusahaan
dalam mengelola asset/total aktiva untuk menghasilkan penjualan/pendapatan
adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013, setiap 1 total asset yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 0.70 .
- Di tahun 2014, setiap 1 total asset yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 0.69.
- Di tahun 2015, setiap 1 total asset yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 0.64
- Di tahun 201, setiap 1 total asset yang di investasikan memberikan pendapatan
sebesar 0.51

Menurunnya rasio tersebut, menunjukkan bahwa semakin menurunnya kemampuan


perusahaan dalam mengelola total aktivanya untuk menghasilkan pendapatan. Hal
ini disebebkan kurang efektifnya kemampuan perusahaan untuk menggunakn
aktivanya. Dan menunjukkan manajemen yang kurang baik, sehingga manajeman
harus melakukan evaluasi dari berbagai divisi, seperti pemasaran, dan pengeluaran
investasi atau modalnya.

3. Rasio Solvabilitas/Leverage

1. Time Interest Earned


Times Interest Earned dapat digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan
membayar bunga dan utang. Jika menggunakan perbandingan lebih dari satu
periode, maka nilai times interest earned yang semakin besar akan semakin
bagus, dalam arti, EBIT yang dimiliki perusahaan lebih besar nilainya daripada
beban bunga yang harus dibayar, sehingga perusahaan telah mampu menutupi
beban bunga dengan EBIT yang dimilikinya.
Pada analisis perhitungan diatas bisa dilihat bahwa di PT. Indocement
Tunggal Prakarsa dalam kemampuan membayar bunga dan hutang yaitu
pada tahun 2014 dan 2016 cukup baik karena perusahaan dapat melewati
batas rasio rata-rata dalam pembayaran bunga dan hutang.
2. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio dari penghitungan rasio ini dapat digunakan untuk
mengukur besarnya ekuitas dan hutang perusahaan yang digunakan untuk
membiayai asetnya. Jika menggunakan perbandingan lebih dari satu periode,
maka nilai debt to equity ratio yang semakin kecil akan semakin bagus, dalam
arti, perusahaan telah mengurangi proporsi penggunaan ekuitas dan hutang
untuk membiayai asetnya.
Dalam perhitungan diatas , menunjukan bahwa PT. Indocement Tunggal
Prakarsa :
 Tahun 2013, di tahun ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh
hutang sebesar 17% , berarti kreditor meyediakan Rp. 17 dari setiap Rp.
100 rupiah uang perusahaan.
 Tahun 2014, di tahun ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh
hutang sebesar 18% , berarti kreditor meyediakan Rp. 18 dari setiap Rp.
100 rupiah uang perusahaan.
 Tahun 2015, di tahun ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh
hutang sebesar 18% , berarti kreditor meyediakan Rp. 16 dari setiap Rp.
100 rupiah uang perusahaan.
 Tahun 2016, di tahun ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh
hutang sebesar 15% , berarti kreditor meyediakan Rp. 16 dari setiap Rp.
100 rupiah uang perusahaan.
3. Debt Ratio
Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai
oleh hutang. Jika menggunakan perbandingan lebih dari satu periode, maka nilai
debt ratio yang semakin kecil akan semakin bagus. Maka semakin kecil nilai
rasio berarti semakin kecil juga kewajiban perusahaan yang harus
dipenuhi kepada pihak lain.
Dari perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tahun 2014
adalah tahun paling tidak bagi PT. Indocement Tunggal Prakarsa
dibandingkan dengan tahun 2013-2016 karena 15% asset perusahaan
dibiayai oleh hutang.
Rasio Profitabilitas

1. Gross Profit Margin


Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas kemampuan perusahaan
untuk berproduksi secara efisien adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 46% dari total
penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaan.
- Di tahun 2014 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 46% dari total
penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaan.
- Di tahun 2015 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 44% dari total
penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaan.
- Di tahun 2016 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar 41% dari total
penjualan yang telah dilakukan oleh perusahaan.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami penurunan yang
artinya laba yang diperoleh perusahaan menjadi menurun dan perusahaan tidak
bisa melakukan efisiensi dengan baik.

2. Operating Margin
Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba usaha dari penjualan bersih selama periode tertentu
adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013 32% laba usaha yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
bersih.
- Di tahun 2014 30% laba usaha yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
bersih.
- Di tahun 2015 28% laba usaha yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
bersih.
- Di tahun 2016 24% laba usaha yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan
bersih.
Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami penurunan setiap
tahunnya, yang artinya perusahaan memiliki manajemen yang kurang baik
dalam menekankan biaya-biaya operasional.

3. Net Profit Margin


Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas kemampuan perusahaan
untuk menerima besarnya pendapatan bersih adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013 perusahaan memperoleh 27% laba bersih. Yang artinya dari 100
pendapatan, laba bersih yang diperoleh adalah sebesar 27.
- Di tahun 2014 perusahaan memperoleh 26% laba bersih. Yang artinya dari 100
pendapatan, laba bersih yang diperoleh sebesar 26.
- Di tahun 2015 perusahaan memperoleh 24% laba bersih. Yang artinya dari 100
pendapatan, laba bersih yang diperoleh sebesar 24.
- Di tahun 2016 perusahaan memperoleh 25% laba bersih. Yang artinya dari 100
pendapatan, laba bersih yang diperoleh sebesar 25.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa peeolehan laba bersih perusahaan
menurun, yang artinya perusahaan harus meningkatkan kembali penjualannya
atau melakukan efisiensi terhadap semua biaya.

4. Return on Asset
Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan adalah sebagai berikut:
- Di tahun 2013 perusahaan mempunyai aset 100, dari penggunaan seluruh
asetnya bisa menghasilkan laba bersih sebesar 19%.
- Di tahun 2014 perusahaan mempunyai aset 100, dari penggunaan seluruh
asetnya bisa menghasilkan laba bersih sebesar 18%.
- Di tahun 2015 perusahaan mempunyai aset 100, dari penggunaan seluruh
asetnya bisa menghasilkan laba bersih sebesar 16%.
- Di tahun 2016 perusahaan mempunyai aset 100, dari penggunaan seluruh
asetnya bisa menghasilkan laba bersih sebesar 13%.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami penurunan
perolehan laba bersih yang menunjukkan semakin buruknya kinerja perusahaan.

5. Return on Equity
Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas menunjukkan
kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih dari total ekuitas yang dimiliki,
berikut penjelasannya:
- Di tahun 2013 jika perusahaan investasi dana sebesar 100, maka laba bersih
yang di peroleh perusahaan sebesar 22,02% dari seluruh dana yang di
investasikan.
- Di tahun 2014 jika perusahaan investasi dana sebesar 100, maka laba bersih
yang di peroleh perusahaan sebesar 21,54% dari seluruh dana yang di
investasikan.
- Di tahun 2015 jika perusahaan investasi dana sebesar 100, maka laba bersih
yang di peroleh perusahaan sebesar 18,25% dari seluruh dana yang di
investasikan.
- Di tahun 2016 jika perusahaan investasi dana sebesar 100, maka laba bersih
yang di peroleh perusahaan sebesar 14,81% dari seluruh dana yang di
investasikan.

Dari analisis rasio laporan keuangan PT. Indocement Tunggal Perkasa pada
table di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan kurang efektif dalam
mengelola modal nya.
6. Retrun on Investment
Dari analisis rasio laporan keuangan pada table di atas
E. Analisis Performa Laporan Keuangan PT. Indocement

DAFTAR ISI

http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-profitabilitas.html 21 des 2012


https://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2016/03/macam-macam-rasio-keuangan-dan-
rumusnya.html
https://dosenakuntansi.com/rasio-solvabilitas
http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-solvabilitas.html
https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-
keuangan-perusahaan/analisis-rasio-keuangan-solvabilitas/

Anda mungkin juga menyukai