DOSEN PEMBIMBING :
FEBRIYAN PRATAMA DEFAZ, SE., MM
Oleh : KELOMPOK 8
Ahmad Darwin 3319006
Sisri Putri 3319034
Silvi Anatul Fauziah 3319038
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas diketahui rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Jelaskan Dampak Baik dan Buruk Dari Suatu Konflik?
2. Jelaskan Model Proses Konflik?
3. Jelaskan Konflik Komunikasi?
4. Jelaskan Perbedaan Individu Dalam Resolusi Konflik?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah dapat diketahui tujuan penulisan sebagai
berikut:
1. Mengetahui Tentang Dampak Baik dan Buruk Dari Suatu Konflik
2. Mengetahui Tentang Model Proses Konflik
3. Mengetahui Tentang Konflik Komunikasi
4. Mengetahui Tentang Keunggulan Perbedaan Individu Dalam
Resolusi Konflik
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Model Proses Konflik.
Para pakar menawarkan model konflik untuk dipahami. Salah satunya
adalah model seperti di bawah (Thomas, 1992):
4
kepribadian. Pada umumnya relationship conflict berdampak buruk
dibandingkan dengan task- conflicts. Namun begitu, kadang keduanya bisa
terjadi bersamaan dan sulit untuk dipisahkan.
Dalam banyak situasi task conflict malah mendorong kinerja. Bila
situasi pekerjaan tidak menentu dan tidak pasti. Umumnya konflik
intensitasnya cenderung meningkat, seperti masalah pengambilan
keputusan.
Namun demikian, yang paling penting sebenarnya bagaimana kita
menangani konflik, bukan soal besar atau kecilnya. Ada yang bisa menjadi
rebut meskipun dengan urusan yang sederhana, tapi ada yang dapat saling
konstruktif, meskipun masalahnya kompleks.
Para ahli organisasi melihat setidaknya orang bisa melihat atau
membingkai konflik dengan tiga cara, seperti berikut: interest atau minat,
hak atau right, dan yang ketika berkaitan dengan kekuasaan atau power
(Tinsley & Brett, 2001). Mari kita telaah satu per satu tiga bentuk cara
melihat koflik ini:
1) Interest-Based Frame
Cara melihat konflik ini terkait dengan prinsip “hard on problem,
soft on the person.” Pendekatann ini focus pada
pengidentifikasian apa yang menyebabkan konflik dan apa yang
dapat menghasilkan solusi yang dapat memenuhi interest masing-
masing pihak. Pihak yang terlibat kini lebih berorientasi pada
pemecahan masalah sehingga orang bisa saling menghargai atas
pandangannya. Pandangan yang berbeda bisa menyulitkan dan
meningkatkan ketegangan dan memperpanjang diskusi sampai
orang memperoleh solusi yang optimal. Pendekatan pertama ini
menggiring orang pada menilai ulang asumsi-asumsi dan
keyakinan-keyakinan yang digunakan, tanpa memicu untuk
bertahan sekalian dengan emosi negatif serta menggunakan
mekanisme perilaku pembelaan diri` orang yang tingkat
konstruktif konfliknya rendah kurang efektif biasanya kurang
5
efektif dengan pendekatan ini, namun level konstruktif disini tetap
ada batas atasnya. Kalau konflik memuncak, dan orang sudah
kehabisan cara, biasanya akan beralih menggunakan
pembingkaian right based atau power based.
2) Right-based frame focus pada kewajiban kontraktual, legal rights
atau preseden yang ada sebelumnya. Para pihak yang
mengguanakan perspektif focus pada apa yang “fair” atau yang
sepantasnya. Sering mereka memiliki opini legal yang berbeda
tentang interpretasi kontrak dengan hasilnya, sehingga sering kali
pihak pengadilan diminta untuk menyelesaikan.
3) Power-based frame berfokus pada siapa yang memiliki lebih
banyak power. Individu menunjukkan statusnya dan menggunakan
ancaman dalam rangka mengintimidasi orang lain dan memaksa
solusi yang mereka suka. Karena kekuasaan bersifat subjektif,
konflik akan meningkat dan individu berusaha mendemostrasikan
kekuasaan mereka sementara disisi lain berusaha mengerus
kekuasaan orang lain.
2. Sumber konflik.
Setidaknya ada 6 kondisi utama yang menyebabkan konflik di
organisasi ( McShane et al., 2013). Tujuan yang tidak sejalan, perbedaan
nilai, ketergantungan, sumber daya yang minim, aturan yang ambigu, dan
masalah komunikasi. Bagian berikut akan merinci lebih lanjut sumber-
sumber ini.
3. Tujuan yang tidak sejalan.
Karyawan dalam satu department bisa saja tidak setuju dengan tujuan
yang telah ditetapkan oleh department. Bisa jadi tujuan department
menghalangi atau tidak sejalan dengan rencana pribadi seseorang.
Perbedaan tujuan juga bisa terjadi antar department. Department keuangan
yang sedang menjalankan program penghematan, bisa tidak sejalan dengan
rencana pemasaran yang ekspansif untuk pengembangan pasar.
4. Differensiasi.
6
Perbedaan antar organisasi, department, dan berbagai pihak seperti
dalam hal pelatihan, nilai-nilai kekayaan dan pengalaman jadi sumber
konflik. Ketika semua sepakat tentang sebuah tujuan, mungkin orang
berbeda dalam penggunaan cara mencapai tujuan itu.
Sebuah perusahaan yang memiliki 2 kelompok generasi yang berbeda
juga memungkinkan terjadinya konflik karena beda ekspetasi, praktik dan
preferensi. Sebuah penelitian tentang generasi yang berbeda dalam
penerapan teknologi (McMullin, Duerden & Jovic,2007) menunjukkan
adanya perbedaan aspirasi karyawan atas teknologi akibat beda generasi,
yang mengakibatkan terjadinya masalah. Sebagian orang lebih suka
berkoordinasi dan berkomunikasi dengan teknologi, seperti email atau
online meeting, sebagian lagi suka secara tradisional dengan bertemu
langsung.
5. Interdependence.
Saling ketergantungan, seperti misalnya satu tim mangandalkan hasil
kerja tim lainnya untuk memulai sebuah pekerjaan, dapat jadi sumber
konflik. Semakin tinggi ketergantungan itu, semakin tinggi resiko
terjadinya konflik, karna bila terjadi kesalahan akan berdampak pada pihak
lain. Pola proses yang lain, seperti pooled interdependence, dimana semua
orang tergantung sumber daya yang sama risiko konfliknya lebih kecil.
6. Kurangnya sumber daya.
Ketika sumber daya terbatas (yang sebenarnya terjadi disetiap
organisasi), maka orang atau unit department bisa saja memperebutkannya.
Contoh yang sederhana adalah ketika ruang rapat terbatas, dan kebutuhan
untuk mengguanakan ruang rapat tinggi dari berbagai pihak bisa memicu
konflik bila tidak ada koordinasi yang baik. Semua pihak menjustifikasi
tugas atau tujuannya lah yang lebih penting dibandingkan yang lain
sehingga mereka merasa lebih berhak menggunakan sumber daya itu
dibandingkan yang lain. Soal terbatasnya anggaran, kendaraan bahkan
SDM sendiri serta berbagai sumber daya lainnya selalu berpotensi menjadi
konflik bila tidak dikelola dengan baik.
7
7. Ambiguous role.
Setiap posisi di dalam perusahaan mungkin sudah memiliki uraian
pekerjaan yang merefleksikan peran posisi itu, namun dalam praktiknya
peran itu bisa mengambang atau tidak jelas. Misalnya karena sering kali
perubahan situasi, sehingga diskresi diteapkan oleh pemegang posisi atau
atasannya. Ketidak jelasan ini menyebabkan ketidakpastian yang membuat
satu pihak bisa mengintervensi tujuan atau sasaran pihak lain. Dalam
situasi seperti merger dan akusisi, ini kerap terasa. Ada perbedaan nilai-
nilai, praktik dan aturan yang sudah terbiasa dijalankan oleh satu pihak
namun tidak bagi pihak lain.
2.3 Konflik Komunikasi.
Seperti yang telah kita diskusikan pada sesi sebelumnya, salah mengirim
atau menerima pesan dalam komunikasi kerap menjadi masalah yang tidak
jarang memicu konflik. Ketika peluang untuk komunikasi terbatas, orang
mungkin mengandalkan streotip yang belum tentu benar. Kemudian ada yang
kurang terampil berdiplomasi, sehingga pesan yang ingin disampaikan
diartikan lain. Selanjutnya, anggapan bahwa ada konflik membuat orang
enggan untuk berkomunikasi. Anggapan yang seharusnya butuh klarifikasi
jadi urung diakukan, dan akibatnya intensitas konflik malah semakin
meningkat.
2.4 Perbedaan Individu Dalam Resolusi Konflik.
Perbedaan individu memiliki berbagai potensi menciptakan konflik. Dalam
merespons suatu kejadian, orang bisa berbeda tergantung banyak hal.
Misalnya kapasitas emosional seseorang, yang bisa mentoleransi keadaan
sehingga tidak memicu konflik. Tapi untuk orang yang lain, barangkali
situasinya berbeda.
8
Gambar: Model Interpersonal Conflict-Handing Style (sumber gambar
McShane et al., 2013)
9
orientation. Orientasi menang kalah. Orang yang memaksa menggunakan
cara kekerasan, ketegasan, agar dapat mencapai keinginan. Mereka
mengandalkan setidaknya 2 cara: memastikan bahwa alternatif cara dibuat,
yang kemudian meningkatkan kekuasaan atau power orang tersebut, atau
menggunakan sejumlah argument yang kuat dan kemudian mengulang-
ualngnya.
3. Avoiding.
Mereka yang mengguanakan cara mencoba menghindari konflik.
Berharap proses akan berjalan lancer dan baik-baik saja. Yang dipikirkan
adalah bagaimana konflik yang lebih buruk tidak terjadi. Sudah barang
tentu mereka menghindari perilaku dan sikap marah, mencoba sebaik
mungkin menghormati pihak lain.
4. Yielding.
Terkait dengan memberikan sepenuhnya pada keinginan orang lain,
atau setidaknya bekerja sama dengan sedikit atau kecil perhatian pada
kepentingan kita. Ini terkaid dengan konsensi bersama dan janji tidak
bersyarat, juga menawarkan bantuan dengan tanpa harapan dapat imbal
balik. Negosiator yang menerapkan ini juga memperlakukan pihak lain
dengan respek dan mencegah memicu peningkatan rasa marah.
5. Compromising.
Ini melibatkan posisi dimana kita bersedia mengalah tapi dengan
mengambil keputusan tertentu. Menyesuaikan konsensi pihak lain, tapi
membuat persyaratan janji atau ancaman dan berupaya mencari titik temu
dari kedua belah pihak.1
1
M. Taufik Amir, Perikau Organsasi, ( Jakarta: Kencana Divisi Dari Prenadamedia
Group, 2017), hal. 124-131.
10
BAB III
STUDI KASUS
11
3.2 Analisis Studi Kasus.
Setiap konflik memiliki karakteristik dan cara penyelesaiannya sendiri.
Dalam menyelesaikan sebuah konflik, baiknya kita mengetahui dulu konflik
yang sedang terjadi. Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian konflik dapat
menggunakan cara yang tepat dan sesuai dengan jenis konflik yang sedang
terjadi. Dalam hal ini diperlukannya problem solving (penyelesaian masalah)
dengan cara mencari titik temu antar pihak yang bertikai. Diperlukannya
forcing yang dimana cara pemecahan konflik dengan cara mengorbanin orang
lain seperti halnya pihak perusahaan tidak mau membayar gaji dan pesangon
karyawannya yang telah resign bekerja dengan alasan kedua karyawannya
telah mengkir dari kerjaannya. Diperlukannya juga Avoiding yang dimana
disini cara penyelesaian masalah dengan cara menghindari konflik seperti
pada kasus kedua belah pihak meneruskan permasalahannya ke tingkat pusat
atau ranah hukum demi menghindari suatu konflik yang berkepanjangan.
Diperlukannya juga yielding karena pada kasus ini tidak ada pihak yang mau
mengalah pada pihak lain keduanya saling menyerang demi tercapai
keinginan masing-masing. Dan hal yang terakhir compromising disini
melibatkan kompromi atau berbagi ide di dalamnya yang mana pada kasus ini
yang pada akhirnya dapat terselesaikan yang pada akhirnya diselesaikan
dengan musyawarah.
Konflik dalam individu adalah konflik yang terjadi karena adanya
perbedaan harapan dan hasil yang dicapai. Konflik ini berada dalam diri
individu itu sendiri. Konflik antar-individu dalam organisasi biasanya terjadi
antara karyawan dengan karyawan lainnya ataupun atasannya. Konflik ini
bisanya dipicu oleh adanya perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan,
bakat, minat, kepribadian maupun latar belakang lingkungan. Konflik antara
individu dengan kelompok biasanya terjadi apabila individu tersebut gagal
untuk menjalankan fungsinya di dalam kelompok atau organisasi. Konflik
antar kelompok terjadi akibat dari persaingan dan pertentangan dari masing-
masing kelompok. Konflik antar organisasi terjadi diakibatkan adanya
pertentangan antar organisasi.
12
Jika dilihat contoh kasus diatas, maka konflik tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai konflik individu dengan kelompok atau organisasi.
Hal ini dapat kita lihat dari status kedua pihak yang sedang bertikai tersebut,
yakni karyawan dan perusahaan. Sehingga dari sini dapat kita katakana
bahwa konflik diatas termasuk jenis konflik individu dengan kelompok.
3.3 Solusi Studi Kasus.
Konflik di atas pada akhirnya dapat diselesaikan melalui dua tahap, yaitu:
• Proses hukum
Proses hukum dilakukan ketika baik karyawan maupun perusahaan
saling melaporkan kejadian kepada Komisi I DPRD Kutai Kartanegara.
Tidak ada pihak yang mau mengalah pada pihak lain. Keduanya saling
menyarangi demi tercapainya keinginannya. Pada akhirnya, masalah tidak
kunjung menemukan jalan terang hingga memakan waktu yang cukup
lama.
4 Proses Negosiasi
Ketidaksepahaman anatar keduanya yang terus berlarut-larut.
Akhirnya Komisi I DPRD bersama manajemen perusahaan, Pengadilan
Negeri, kepolisian dan Dinas Tenaga Kerja Kutai Kartanegara
memfasilitasi pertemuan antar karyawan dan perusahan untuk dapat
diselesaikan secara kekeluaragaan. Keduanya memiliki itikat baik untuk
dapat menyelesaikan dengan musyawarah, kata Martin Apuy. Maka
mengambil jalan tenagh yang terbaik bagi keduanya masih terbuka lebar.
Akhirnya penantian panjang Minarsih dan Hengky Syam telah berakhir.
Setelah lebih dari delapan bulan berjuang untuk mendapatkan haknya,
kesepakatan perdamaian antar keduanya telah disepakati. Tuntutan berupa
ganti rugi pesangon, kekuarangan perdamaian antar keduanya telah
disepakati. Tuntutan berupa ganti rugi pesangon, kekurangan gaji dan upah
lembur yang diminta dapat dipenuhi perusahaan. Walaupun tidak sebesar
tuntutan semula, namun dengan dipenuhinya hak mereka sebesar Rp 14
juta untuk masing-masing karyawan. Kesempatan ini membuat lega kedua
belah pihak, PT Kayan Putra dengan karyawannnya Minarsih dan Hengky.
13
‘ kami menerima kesepakatan ini, pada dasarnya kami ingin menempuh
upaya damai’, papar Minarsih.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
Konflik dalam organisasi sering kali tidak terhindarkan, namun tidak
selamanya konflik berarti buruk. Konflik yang disadari dan dikelola dengan
baik dapat memberikan alternatif solusi yang optimal dari pihak terkait.
Salah satu cara menyelesaikan konflik dengan baim adalah dengan
mempelajari proses konflik itu sendiri. Dengan memiliki wawasan atas awal
konflik, sumber konflik, pihak terkaid dapat mengantisipasi dan merespon
dengan tepat. Komunikasi merupakan salah satu aspek yang kerap menjadi
sumber konflik. Memastikan cara dan isi komunikasi yang baik dapat
meminimalkan potensi konflik. Begitu pula dengan megetahui pola orang
menangani konflik akan membuat kita dapat merespons degan baik sehingga
mencapai solusi yang optimal.
4.2 Saran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan dan sumber yang didapat, untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan sarandari pembaca agar kedepanya jauh lebih baik lagi.
15
DAFTAR PUSTAKA