Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan sering kali melakukan


berbagai hal agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi
beberapa hal yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan seringkali  dapat
merugikan pihak lain. Oleh karena itu dibuatlah suatu etika bisnis dalam
menjalankan usaha mereka.
Dalam pelaksanaan etika bisnis sering timbul beberapa masalah
pelanggaran etika antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha,
memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk,
pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga,
pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa
pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak
benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya.
Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku
tidak etis dalam berbisnis.
Seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis
menyebabkan dunia perdagangan menuntut etika dalam berbisnis segera dibenahi
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial sesuai dengan fungsinya baik secara
mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan kriminalpun
ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia
bisnis tampaknya tidak menampakkan kecendrungan tetapi sebaliknya, semakin
hari semakin meningkat. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas lebih
lanjut mengenai pelanggaran etika bisnis

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pelanggaran etika bisnis ?
2. Apa saja macam  pelanggaran etika bisnis ?
3. Dampak negative  dari  pelanggaran etika bisnis ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas  Etika dan Komunikasi Bisnis, selain itu bertujuan untuk :
1. Mengetahui definisi dari pelanggaran etika bisnis
2. Mengetahui macam-macam  pelanggaran etika bisnis 
3. Mengetahui dampak negative dari pelanggaran etika bisnis

2
BAB II
ISI
A. Pelanggaran Etika Bisnis

Etika bisnis (business ethic) dapat diartikan sebagai pengetahuan


tentang  tata caraa ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan
norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/social, dan
pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan
bisnis (Muslich dalam Hardjanto, 2005). Karena etika tdak hanya menyangkut
masalah pemahaman terhadap aturan penyelenggaraan perusahaan, maka
Hardjanto, 2005  mengartikan etika bisnis sebagai batasan-batasan social,
ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarkat yang harus
dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya.
Meningkatnya persaingan antara kelompok bisnis menjadikan masing-
masing pelaku bisnis meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan
keunggulan bersaing (competitive advantage) agar tetap bertahan (survive) dan
meningkatkan kinerja perusahaan (performance corporate) secara keseluruhan
(Hardjanto,2005). Dalam menghadapi persaingan yang terjadi tak jarang ada
perusahaan atau kelompok bisnis tertentu yang melakukan pelanggaran etika
bisnis.
Pelanggaran etika bisnis adalah penyimpangan standar – standar nilai
(moral) yang menjadi pedoman atau acuan sebuah perusahaan (manajer dan
segenap karyawannya) dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis
yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia berbeda yang sudah saatnya
dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara
etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang
baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive
advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting untuk mencapai
sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.

3
Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Praktek bisnis yang terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika,
rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktek-praktek tidak terpuji atau moral
hazard.
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan kedalam lima kategori
yaitu : suap(bribery), paksaan (coercion), penipuan (deception), pencurian (theft),
diskriminasi tidak jelas (unfair discrimination), yang masing-masing dijelaskan
sebagai berikut :
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan , member,
menerima,atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban
public. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan dengan baik dengan
membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’
setelah transaksi terlaksana. Supan kadangkala tidak mudah dikenali.
Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah
dimasukkan sebagai caa suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu
dapat  disebut dengan suap, tergantung dari maksud dan respons yang
diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dangan paksa atau
dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa
ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan
insustri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang
sengaja dengan mengucapakn atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang
buakn hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau
konseptual.

4
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak
adi atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh
ras, jenis kelamin, kewarganegaraan , atau agama. Suatu kegagalan untuk
memperlakukan semua orang deangan setara tanpa adanya perbedaan yang
beralasan antara mereka yang ‘disukai’ dan tidak.

a. Contoh Pelanggaran Etika Bisnis

1. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum


Sebuah perusahanan X karena kondisi perusahaan yang pailit
akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya.
Namun dalam melkaukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak
memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat
dikatakan  melangggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah yayasan x menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA.
Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp
500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali
tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga
setelah diterimamau tidak mau mereka harus membayar. Disamping
itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan
uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak,
yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan
untuk pembelian seraga guru. Dalam kasus ini, pihak yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.

3. Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas


Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus kepada seluruh
karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomatis dinyatakan
mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta

5
itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut
pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur,
sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola
bukan pengurus. Pihak Pengelola sendriri tidak memberikan surat
edaran resmi mengenai kebijan tersebut. Karena sikapnya itu, A
akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu
dapat dikatkan melanggar prinsip akuntabilitas karena taidak ada
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara
Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap perinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaab PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk
tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan
bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2
bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke Negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya
yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi
berangkat kenegara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut
langsung mendaftr dan mengeluarkan biaya senbanyak Rp 7 juta untuk
ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2
bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hinggga satu
tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu
selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut sudah melanggar
prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke Negara tujuan untuk
bekerja.
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak
memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua
orang konsuennya dikawasan kavling perumahan milik perusahaan
tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya

6
membayar harga tanah sesuai kespakatan dan biaya administrasi
lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban
membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak
developer selalu menolak dengan alas an belum ada ijin dari pusat
perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah kwasan kavling itu
hanya dua ornag ini yang belum mengantongi izin membangun rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka
sudah dibangun semuanya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu
adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena
dua orang itu telah memprovokasi konsumen lainya untuk melakukan
penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini
perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran
(fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen)
dengan alas an yang tidak masuk akal
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan di Sleman membuat kesepakatan dengan
sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan.
Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanannya,
perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bnagunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang
beberapa bulan kondisi bangunan mengalami kerusakan serius. Dalam
kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar
prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi banguanan yang
telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah, sebut saja x, dari perusahaan pembiayaan
terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak
perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun
tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah

7
jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi x untuk menagih
angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur
itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita
dapat mengategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran
prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan
dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang
bijak dan tepat.

b. Berikut adalah beberapa kasus pelanggaran etika bisnis yang telah


terjadi di beberapa perusahan besar
1. Kasus PT Dirgantara
Terungkapnya penyelewengan anggaran negara oleh BPK pada 20
April 1995. Sebagai akuntan negara, BPK telah berperan dengan baik
dan memenuhi tanggung jawab dasar auditor yaitu memeriksa dan
mengkomunikasikan temuan pada publik.
Auditor telah bekerja dengan integritas dan moral motive yang
tepat. Di sisi lain, pada kasus ini perusahaan melanggar norma dasar
etika (bribery, deception, coercion, dan theft), karena perusahaan telah
melakukan manipulasi tender dan pelelangan. Dalam proses
manipulasi tersebut akan melibatkan “Transaksi dibalik layar”.
Pelanggaran etika juga dilakukan akuntan perusahaan. Hal tersebut
dapat dilihat dari manipulasi catatan yang mencoba untuk
menyembunyikan fakta. Manipulasi juga melanggar
konsep utilitarianism mengingat perusahaan merupakan perusahaan
pemerintah yang bertanggungjawab pada rakyat. Kasus pelanggaran
etika kedua terjadi ketika perusahaan memecat dengan tidak hormat
Salah satu karyawan pada 15 April 1996, setahun setelah
pengungkapan penyimpangan oleh BPK. Karyawan tersebut
merupakan karyawan yang mengungkapkan manipulasi tender kepada
BPK.

8
Pada kasus ini perusahaan telah jelas-jelas melakukan diskriminasi
dan melanggar konsep deontology yang menganut kebenaran mutlak.
Indikasi lain dari terjadinya diskriminasi adalah timbulnya demo
karyawan pada 29 Oktober 1997 yang menuntut keadilan jenjang karir.
Pada kasus pemecatan karyawan yang mengungkapkan penyimpangan
di IPTN juga terjadi pembalikan dan manipulasi konsep kebenaran.
Pada kasus tersebut tampak bahwa orang menjadi salah karena
mengungkapkan suatu kebenaran. Kasus yang melibatkan pelanggaran
konsep etika paling banyak adalah kasusPemutusan Hubungan Kerja
(PHK) karyawan secara besar besaran(Nugroho,2012).
2. Kasus Enron
Enron mengumumkan kebangkrutan pada akhir tahun 2001. Tentu
saja kebangkrutan ini menimbulkan kehebohan yang luar biasa.
Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata-mata sebagai sebuah
kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang multidimensional,
yang melibatkan politisi dan pemimpin terkeuka Amerika Serikat
(Hartman,2002). Hal ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang cukup
mencengangkan seperti :
Dalam waktu sangat singkat perusahaan yang pada tahun 2001
sebelum kebangkrutannya masih membukukan pendapatan US$ 100
miliar, ternyata tiba-tiba melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas
pasar modal. Sebagai entitas bisnis, nilai kerugian Enron diperkirakan
mencapai US$ 50 miliar. Sementara itu, pelaku pasar modal
kehilangan US$ 32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus menangisi
amblasnya dana pensiun mereka tak kurang dari US$ 1 miliar.
Saham Enron terjun bebas hingga berharga US$ 38. Padahal
sebelumnya pada Agustus 2000 masih berharga US$ 80 per lembar.
Oleh karenanya banyak pihak yang mengatakan kebangkrutan Enron
ini sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis di Amerika
Serikat dan menjadi bahan pembicaraan dan ulasan di berbagai media

9
bisnis dan ekonomi terkemuka seperti Majalah Time, Fortune, dan
Business Week.

 Sebab-sebab Bangkrutnya Enron


Dalam proses pengusutan sebab-sebab kebangkrutan itu Enron
dicurigai telah melakukan praktek window dressing. Manajemen
Enron telah menggelembungkan (mark up) pendapatannya US$ 600
juta, dan menyembunyikan utangnya sejumlah US$ 1,2 miliar . Hal ini
tentunya hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
keahlian dengan trik-trik manipulasi yang tinggi dan tentu saja orang-
orang ini merupakan orang bayaran dari mulai analis keuangan, para
penasihat hukum, dan auditornya.
Dari beberapa kasus diatas terlihat bahwa pelanggaran terhadap
etika bisnis berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup suatu
perusahaan. Dan juga dapat melahirkan persepsi yang buruk di mata
masyarakat, dampak negatif lainnya adalah menurunnya moral
karyawan akibat beban psikologis karena bekerja pada perusahaan
yang memiliki citra buruk, terpaksa dikeluarkannya biaya untuk
mengatasi citra buruk yang ada, dan ketidakpercayaan publik terhadap
segala tindakan yang dilakukan perusahaan di masa depan.

10
B. Kepailitan Perusahaan Dan Pesangon

  Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum


Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya
memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon
sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan
terhadap hukum.
Pemerintah menegaskan ketentuanPasal 95 ayat (4) UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan terkait kondisi perusahaan pailit telah
memberikan kepastian hukum, tidak multitafsir. Ketentuan itu telah
menguatkan kedudukan pekerja/buruh dengan mendahulukan pembayaran
upah dan hak-hak lainnya jika perusahaan mengalami pailit atau dilikuidasi.
“Jika pengujian pasal itu dikabulkan, justru sebaliknya dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum dan multitafsir,” tutur Dirjen Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jamsostek, Irianto Simbolon saat memberikan keterangan
dalam sidang pengujian UU  Ketenagakerjaan di Gedung MK, Rabu (28/8).
Permohonan tercatat dengan No. 67/PUU-XI/2013 itu diajukan sembilan
pegawai PT Pertamina yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina
Seluruh Indonesia (SPPSI). Mereka adalah Otto Geo Diwara Purba, Syamsul
Bahri Hasibuan, Eiman, Robby Prijatmodjo, Macky Ricky Avianto, Yuli
Santoso, Joni Nazarudin, Piere J Wauran, dan Maison Des Arnoldi.
Lewat kuasa hukumnya, Otto Geo dkk menilai akibat tidak adanya
penafsiran jelas dalam Pasal 95 ayat (4) itu, khususnya frasa “didahulukan
pembayarannya” menimbulkan pelanggaran atas hak-hak para pekerja di
perusahaaan tempat mereka bekerja yang potensial mengalami pailit
berdasarkan putusan pengadilan.
Menurut dia sepanjang frasa “didahulukan pembayarannya” telah nyata-
nyata menimbulkan multi tafsir. Akibatnya, pekerja ditempatkan dalam posisi
lemah dan tidak disejajarkan oleh para kreditor separatis yang praktiknya

11
lebih didahulukan pembayarannya jika perusahaan dipailitkan. Karena itu,
para pemohon meminta tafsir agar pelunasannya mendahului semua jenis
kreditor.
Irianto menjelaskan terkait penerapan Pasal 95 ayat (4) UU
Ketenagakerjaan, peraturan perundang-undangan lain telah memberikan
perlindungan maksimal terhadap pekerja. Jika praktiknya belum sempurna,
dirasa merugikan buruh, itu lebih merupakan persoalan implementasi norma.
Seperti, Pasal 39 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dimana upah terutang
dianggap sebagai utang harta pailit. Artinya, upah buruh tidak hanya sekedar
kreditor preferen (istimewa) yang punya hak didahulukan dari kreditor lain
yang konkuren (bersaing). Akan tetapi, pelunasan upah buruh diambil dari
boedel pailit (utang harta pailit) mendahului kreditor separatis (kreditor
pemegang hak kebendaan), hak terpisah yang dapat mengeksekusi haknya
seolah tidak terjadi pailit.           
Jadi, lanjut Irianto, khusus hak upah buruh mendapatkan posisi yang lebih
tinggi daripada kreditor konkuren dan separatis, kecuali atas hak kebendaan
berupa hak gadai dan hipotik, kreditor separatis didahulukan pelunasannya
daripada kreditor preferen. Hal itu dijamin Pasal 1134 ayat (2) KUHP.
“Tetapi dalam praktik, jika perusahaan pailit, perhitungan hak-hak buruh
sesuai UU Ketenagakerjaan, setelah itu Ketua Pengadilan Niaga akan
menentukan urutan pembayaran utang para kreditor,” katanya.

 Permohonan lain
Sementara perkara No. 69/PUU-XI/2013 yang dimohonkan
pengurus FSPMI Pasuruan, Jazuli atas uji materi Pasal 160 ayat (3) dan (7)
serta Pasal 162 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, pemerintah menilai
ketentuan itu sudah cukup seimbang dan adil. Menurut pemerintah ada
wajar jika buruh yang ditahan karena melakukan tindak pidana melebihi 6
bulan, pengusaha berhak mem-PHK-nya seperti diatur Pasal 160 ayat (3),
(7) UU Ketenagakerjaan.

12
Soalnya, penahanan yang relatif lama (6 bulan), pengusaha telah
dibebani kewajiban memberikan bantuan kepada keluarganya dan tidak
berhak memberi pesangon kepada buruh jika di-PHK. Sementara buruh
yang ditahan tak dapat bekerja sebagai kontra prestasi. Hal ini
pengecualian dari prinsip no work no pay, walau nilai bantuannya terbatas
dan hanya 6 bulan.
“Pasal itu telah memberikan perlindungan dan keseimbangan
terhadap buruh yang tersangkut perkara pidana,” lanjut Irianto.
Sedangkan Pasal 162 ayat (1), (2) UU Ketenagakerjaan sudah
pernah dimohonkan pengujian dengan No. 61/PUU-XI/2010. Putusannya,
menolak permohonan pemohon, sehingga tuntutan pemohon agar buruh
yang mengundurkan diri diberikan hak pesangon tidak dikabulkan.
”Karenanya, sepanjang pengujian Pasal 162 ayat (1), (2) nebis in
idem. Pasal 160 ayat (3), (7), Pasal 162 ayat (1), (2) UU Ketenagakerjaan
tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.
Dalam permohonan, Jazuli meminta MK agar Pasal 160 ayat (7)
dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai mewajibkan
pengusaha untuk membayar  satu kali uang pesangon, penghargaan masa
kerja, dan penggantian hak kepada pekerja yang di-PHK dengan alasan
kesalahan berat (pidana).
Sedangkan dalam Pasal 162 ayat (1) dinyatakan inkonstitusional
bersyarat sepanjang dimaknai mewajibkan pengusaha untuk membayar
uang pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 dan uang penghargaan masa
kerja dan penggantian hak kepada buruh yang mengundurkan diri.

13
C. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak

Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan


Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali
menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak? 
Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan
masa depan para pekerja yang mengalaminya.  Bagaimana aturan Pemutusan
Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?

1. Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi
karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis
kontrak.

2. Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?


Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai
tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Jangka waktu kontak kerja telah berakhir
c. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu
yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar

14
upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.

3. Apa yang dimaksud dengan PHK sepihak oleh perusahaan/majikan?


Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum mem-PHK,
perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-
turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung
jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa
mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal
ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing.
Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda-beda.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan
karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan
efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit.
PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.
Bagi pekerja yang diPHK,  alasan PHK berperan besar dalam
menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang
pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.  Peraturan
mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak
diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.

4. Atas dasar apa, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan


Kerja (PHK)?
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak
perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di
bawah ini:

15
a. Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak
berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2.
Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak
mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan
pasal 156 ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak
tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30
hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya
mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur
maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya
berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang
dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.

b. Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena


berakhirnya hubungan kerja

Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak


berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon
sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas
penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.

c. Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.


Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha
dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau
peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah
penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah
tahun masa kerja.

16
Contoh :
Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia
55. Apabila seorang pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka
secara otomatis dikategorikan pensiun walaupun masa kerjanya belum
mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya belum
mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun
berturut-turut di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut
dikategorikan pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut
berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan
uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi
tidak berhak mendapat uang pisah

d. Pekerja melakukan kesalahan berat


Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?
1) Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan
barang dan atau uang milik perusahan.
2) Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahan.
3) Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya,
dilingkungan kerja.
4) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan
kerja.
5) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi,
teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
6) Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
7) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.

17
8) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
9) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
10) Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang
diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat


hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan
fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh
uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

e. Pekerja ditahan pihak yang berwajib.


Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap
pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang
disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa
perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti
hak.
Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan
dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila
Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan
pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan
kembali.

f. Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian


Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami
kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.

18
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan
laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1
(satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

g. Pekerja mangkir terus menerus


Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja
tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang
dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara
patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja
dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah
yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan
paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk
panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu
paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang
bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang
pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya
diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian
Kerja Bersama.

h. Pekerja meninggal dunia


Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal
dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang
besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja,
dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau
kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus
keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan
Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

19
i. Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan
perusahaan yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan
Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara
bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang
isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-
syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-
masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar
oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang
berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa
surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat
surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya
surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi
peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap
pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali
ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban
memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa
kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya
ditentukan dalam peraturan yang ada.

j. Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan


kepemilikan
Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan
tersebut di atas maka :
1) Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya,
pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai
ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1
kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai

20
ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang
pisah.
2) Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya
maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali
ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.
  
k. Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi
maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan
pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156
ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156
ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.

5. Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan


Hubungan Kerja?
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
d. Pekerja menikah
e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya
f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

21
g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja,
atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama
h. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
 

6. Apa yang dimaksud dengan pekerja yang mengundurkan diri?


Pekerja mengundurkan diri karena berbagai hal diantaranya pindah
kerja ke tempat lain, berhenti karena alasan pribadi, dll. Pekerja dapat
mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan tanpa
paksaan/intimidasi tapi pada prakteknya, pengunduran diri kadang
diminta paksa oleh pihak perusahaan meskipun Undang-Undang
melarangnya.
Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat :
a. Pekerja wajib mengajukan permohonan selambatnya 30 hari
sebelumnya

b. Pekerja tidak memiliki ikatan dinas

c. Pekerja tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan


diri.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas


kompensasi uang pisah, uang penggantian hak cuti dan kesehatan dan
biaya pengembalian ke kota asal penerimaan. Akan tetapi Undang –
Undang tidak mengatur hak apa saja yg diterima pekerja yang

22
mengundurkan diri, semua itu diatur sendiri oleh perusahaan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pekerja yang berhenti karena kemauan sendiri tidak mendapat uang
pesangon ataupun uang penghargaan, beda halnya dengan pekerja yang
diPHK. Pekerja mungkin mendapatkan uang kompensasi lebih bila diatur
lain lewat perjanjian kerja.

7. Apa yang dimaksud dengan pekerja yang habis masa kontraknya?


Pekerja yang habis masa kontraknya adalah pekerja yang hubungan
kerjanya telah berakhir seperti yang tertera dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT). Apabila pekerja tidak melanggar peraturan perusahaan
dalam pelaksanaan PKWT ini, maka PHK yang terjadi termasuk kategori
putus demi hukum. PHK semacam ini tidak mewajibkan perusahaan
untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan maupun uang
penggantian hak.

8. Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?


Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156
ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
a. masa kerja kurang dari 1 tahun  = 1 bulan upah
b. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
c. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
d. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
e. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
f. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
g. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun  = 7 bulan
upah
h. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun  = 8 bulan
upah

23
i. masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah
 

9. Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?


Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3
Undang – Undang no. 13 tahun 2003 sebagai berikut :
a. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
b. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
c. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan
upah
d. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan
upah
e. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan
upah
f. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan
upah
g. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan
upah
h. masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.
 

10. Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh
pekerja apabila terjadi PHK?
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal
156 UU No.13/2003 :
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke
tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi
yang memenuhi syarat

24
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusanaan atau perjanjian kerja bersama

11. Apa saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang


pesangon dan uang penghargaan?
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang
seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
a. upah pokok
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan
kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu
yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila
catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah
dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus
dibayar oleh pekerja.

25
12. Berapa banyak uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian
hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK?
Untuk memudahkan, berikut adalah tabel banyaknya uang
pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah yang
diterima untuk berbagai jenis alasan PHK :

Jenis PHK Uang Uang Uang Uang Pisah (X


Pesangon (XPenghargaan (XPenggantian Gaji per
Gaji perGaji per bulan) Hak (X Gaji perbulan)
bulan) bulan)

Pengunduran  - -  1X - 
diri secara
baik-baik

Pengunduran  - -  1X 1X
diri
mengikuti
prosedur 30
hari sebelum
tanggal
pengunduran
diri

Berakhirnya -  -  1X - 
kontrak kerja
waktu
tertentu untuk
pertama kali

Pekerja 2X 1X 1X -
Mencapai
Usia Pensiun

26
Normal

Pekerja 2X 1X 1X - 
Meninggal
Dunia

Pekerja -  -  1X 1X
Melakukan
Kesalahan
Berat

Pekerja 1X 1X 1X - 
Melakukan
Pelanggaran
Ringan

Perubahan 1X 1X 1X - 
Status,
Penggabunga
n, Peleburan
& Pekerja
Tidak
Bersedia

Perubahan 2X 1X 1X - 
Status,
Penggabunga
n, Peleburan
& Pengusaha
Tidak
Bersedia

Perusahaan 1X 1X 1X - 

27
Tutup Karena
Merugi

Perusahaan 2X 1X 1X - 
melakukan
efisiensi

Perusahaan 1X 1X 1X - 
Pailit

Pekerja -  -  1X 1X
Mangkir
Terus-
Menerus

Pekerja Sakit 2X 2X 1X - 
Berkepanjang
an dan cacat
akibat
kecelakaan
kerja

Pekerja -  1X 1X - 
ditahan oleh
pihak
berwajib

13. Adakah contoh kasus untuk memperjelas bagaimana perhitungan


uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang
pisah?
Ada. Contoh kasus : Bp. Sarwono adalah karyawan PT. Makmur
Jaya yang bergerak dalam bidang peralatan kesehatan dengan masa kerja
14 tahun. Dua tahun terakhir pemesanan terus menurun sehingga
perusahaan harus melakukan pengurangan beberapa karyawannya

28
termasuk Bp. Sarwono.  Gaji terakhir yang diterima Bp. Sarwono adalah
Rp. 4.300.000,- dengan perincian sbb
a. Gaji pokok                       : Rp. 2.400.000
b. Tunjangan Tetap               :
1) Tunjangan masa kerja      : Rp. 400.000
2) Tunjangan jabatan            : Rp. 400.000
c. Tunjangan Tidak Tetap      :
1) Tunjangan makan             : Rp. 550.000
2) Tunjangan kehadiran        : Rp. 550.000
Bp. Sarwono juga masih memiliki sisa cuti tahunan berbayar yang
belum diambil yaitu sebanyak 7 hari. Menurut informasi tersebut, berapa
uang pesangon, penghargaan, dan penggantian hak yang harus diterima
Bp. Sarwono?
Alasan PHK Bp. Sarwono adalah dikarenakan perusahaan
melakukan efisiensi. Seperti yang  dijelaskan pada bagan tabel
sebelumnya, maka Bp. Sarwono berhak atas uang pesangon sebanyak 2
kali upah/bulan, uang penghargaan masa kerja 1 kali upah/bulan dan uang
penggantian hak.
Total uang pesangon yang diterima Bp. Sarwono untuk masa kerja
14 tahun adalah :

a) Uang pesangon : 2 x pasal 156 ayat 2 = 2 x 9 bulan = 18 bulan


b) Uang penghargaan masa kerja : 1 x pasal 156 ayat 3 = 1 x 5 bulan = 5
bulan
c) Uang penggantian hak : 15% (a+b) + sisa cuti 7 hari belum diambil.

Sesuai ketentuan, untuk menghitung pesangon adalah upah pokok


ditambah tunjangan tetap : Rp. 2.400.000  + (Rp. 400.000  + Rp. 400.000)
= Rp. 3.200.000

29
Jadi, uang pesangon 18 bulan = 18 x Rp. 3.200.000  =
Rp.57.600.000

Uang penghargaan masa kerja 5 bulan = 5 x Rp. 3.200.000 = Rp.


16.000.000

Uang penggantian hak = 15% (18+5) =15% x 23 x Rp. 3.200.000 =


Rp. 11.040.000

Sisa cuti 7 hari yang belum diambil = Rp. 3.200.000 : 30 hari x 7


hari = Rp. 746.000

Maka total uang yang diterima oleh Bp. Sarwono adalah sebesar :

a + b + c + sisa cuti = Rp. 57.600.000 + Rp.16.000.000  +


Rp.11.040.000 + Rp. 746.600 = Rp. 85.386.600

14. Apakah peraturan mengatur mengenai jangka waktu pengunduran


diri?
Dalam Pasal 162 ayat (3) Undang – Undang No. 13 tahun 2003
mengenai Ketenagakerjaan diatur mengenai syarat bagi pekerja/buruh
yang mengundurkan diri adalah:
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai
pengunduran diri.
 

Syarat pengunduran diri pekerja ini juga dapat dilihat dalam Pasal
26 ayat (2) Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang
Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan
lainnya yang berbunyi:

30
a. pekerja/buruh mengajukan permohonan pengunduran diri secara
tertulis dengan disertai alasannya selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b. pekerja/buruh tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal


mulai pengunduran diri;

c. pekerja/buruh tidak terikat dalam Ikatan dinas.

Dalam waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal mulai


pengunduran diri (tanggal terakhir bekerja), pengusaha harus memberikan
jawaban atas permohonan pengunduran diri tersebut. Dan dalam hal
pengusaha tidak memberi jawaban dalam batas waktu 14 hari, maka
pengusaha dianggap telah menyetujui pengunduran diri secara baik
tersebut (Pasal 26 ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat bahwa


hukum ketenagakerjaan Indonesia menetapkan permohonan pengunduran
diri paling lambat/setidaknya harus sudah diajukan 30 hari atau sering
dikenal dengan “one month notice” sebelum tanggal pengunduran
diri/tanggal terakhir bekerja. Sehingga, UUK maupun Kepmenakertrans
tidak menetapkan batas maksimal permohonan pengunduran diri diajukan
tapi justru menetapkan paling lambat 30 hari sebelum tanggal
pengunduran diri.

15. Apa syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri secara


sukarela?
Pasal 162 ayat [3] UU No.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan,
menyatakan bahwa syarat dan ketentuan untuk melakukan pengunduran
diri adalah :
a. Permohonan disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sebelum off (tidak lagi aktif bekerja). Hal ini dimaksudkan untuk
memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mencari pengganti yang

31
baru dan/atau melakukan transfer of knowledge bagi karyawan baru
(pengganti);
b. Tidak ada sangkutan “ikatan dinas”;
c. Harus tetap bekerja sampai hari yang ditentukan (maksimal 30 hari).

16. Apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak mendapatkan uang


pesangon dan/atau uang penghargaan?
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
diatur mengenai “hak pesangon” bagi pekerja yang mengundurkan diri
secara sukarela. Hak pesangon yang dimaksud disini adalah uang
pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Namun, bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan
sendiri hanya berhak atas Uang Penggantian Hak (Pasal 162 ayat (1) UU
No.13/2003).
Berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No.13/2003, Uang
Penggantian Hak meliputi:
a. Hak cuti tahunan yang belum diambil (belum gugur) saat timbulnya di
masa tahun berjalan, perhitungannya: 1/25 x (upah pokok + tunjangan
tetap) x sisa masa cuti yang belum diambil.
b. Biaya ongkos pulang ke tempat (kota) di mana diterima pada awal
kerja (beserta keluarga).
c. Uang penggantian perumahan/pengobatan 15%* dari UP dan UPMK
(berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada
para Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang
Ketenagakerjaan No. 600/MEN/SJ-HK/VIII/2005 tanggal 31 Agustus
2005).
*Catatan: Uang ini tidak didapatkan bagi yang resign (mengundurkan diri
secara sukarela), karena faktor perkaliannya (yakni Uang pesangon dan
Uang Penghargaan Masa Kerja) nihil. Sehingga: 15% x nihil = nol.

32
D. PJTKI Dengan Calon Tenaga Kerja
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban

Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga


baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan
berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training
dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut
menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan
jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran
tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk

33
ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan
training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada
kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada
penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa
Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan
mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke
negara tujuan untuk bekerja.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Meskipun sudah banyak aturan dan kode etik yang disusun, tetapi masih
banyak juga kasus pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh para perusahaan
terkait dengan kode etik tersebut. Memang saat ini belum ada perusahaan yang
diberikan sangsi berupa pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan

34
akibat melanggar kode etik dan standar profesi perusahaan, tetapi bukan
berarti seorang dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang memegang gelar,
wajib menaati kode etik dan standar perusahaan, utamanya para publik yang
sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Etika yang
dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari
skandal.
Oleh karena itu, setiap perusahaan sewajibnya memegang teguh prinsip
–  prinsip dalam kode etik profesi . Kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak
pada para pelakunya masing - masing, yaitu di dalam hati nuraninya.
Jika setiap pekerja mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan
menjalankan prinsip kode etik dan standar perusahaan dalam setiap tugas dan
pekerjaan yang dilakukannya.
Demikianlah salah satu hal yang membedakan suatu profesi perusahaan adalah
penerimaan tanggungjawab dalam bertindak untuk kepentingan publik. Oleh
karena itu tanggung jawab perusahaan profesional bukan semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan
publik yang harus menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik.
Berbagai kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap
pekerja mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan
nilai – nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan
profesionalnya. Oleh karena itu terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan
di atas, seharusnya memberi kesadaran kepada setiap akuntan untuk lebih
memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi.

B.  SARAN

       Sangat diharapkan kepada  Departemen Keuangan untuk lebih tegas dalam


memberikan tindakan kepada setiap pekerja yang melanggar kode etik profesi
perusahaan  agar prinsip – prinsip dan  kode etik akuntansi  yang telah ada itu
benar – benar dipatuhi dan dijadikan pedoman oleh setiap akuntan dalam

35
menjalankan profesinya, demikian  sanksi – sanksi  yang telah dibuat agar benar –
benar dijalankan tanpa pandang bulu.

Diharapkan juga kepada setiap akuntan pendidik agar dapat mengajar dan
mendidik para mahasiswa agar kelak dapat melahirkan pekerja - ekerja muda yang
berkualitas dan profesional dalam menjalankan profesi sebagai engginer.
Dan sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kekuatan dalam kode etik
profesi itu sendiri terletak pada para pelakunya masing - masing, yaitu di dalam
hati nuraninya.  Jadi, ajaran dan didikan dari dosen sangatlah tidak berarti tanpa
disertai kesadaran dari para mahasiswa sendiri untuk belajar dari setiap kasus
yang ada dan mempersiapkan diri menjadi seorang akuntan yang profesional dan
tentunya taat pada kode etik profesi akuntansi yang telah ditetapkan. 

36

Anda mungkin juga menyukai