BISNIS INTERNASIONAL
OLEH
KELOMPOK 9
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolongan-
Nya sehingga makalh ini dapat terselesaikan dengan baik, Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membimbing dalam pembuatan makalah
ini, baik secara langsungbmaupun tidak langsung,yang tidak dapat diebutkan satu persatu.
Makalah yang berjudul “Kepemimpinan dan Perilaku Kerja dalam Bisnis Internasional” ini disusun
guna memenuhi tugas matakuliah Bisnis Internasional.Makalah ini disusun berdasarkan hasil
referensi melalui internet. Penuli berharap semoga makalah ini dapat membantu para mahasisswa
untuk dapat lebih memahami tentang kepemimpinan dan perilaku kerja.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat berguna demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis
I. PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Ruang lingkup dari makalah ini adalah perlakau individu dalam bisnis
internasional, peran budaya dalam bisnis internasional, motivasi karyawan
dalam bekerja/berorganisasi dan kepemimpinan dalam bisnis internasional.
INTERNASIONAL
2) Komitmen Terhadap
Organisasi
Komitmen merupakan sikap yang mencerminkan identifikasi dan loyalitas
seseorang terhadap organisasi. Komitmen merupakan kepribadian yang sangat
penting dalam organisasi. Suatu studi komparatif terhadap karyawan dari negara
Barat, Asia dan karyawan lokal yang bekerja di Arab Saudi menunjukkan bahwa
ekspatriat dari Asia memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekspatriat dari Barat dan Arab Saudi. Studi lain
menunjukan bahwa karyawan dari AS lebih komitmen terhadap organisasi
sibandingka karyawan dari Jepang.
1) Stereotip
Di banyak negara Timur Tengah dan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia dan
Brunai Darussalam), orang percaya bahwa hidup ini adalah karunia Tuhan
sehingga apapun yang terjadi mereka menganggap sebagai kehendak Tuhan.
Sebaliknya, orang Amerika dan Kanada percaya dan merasa dapat mengontrol
alam ini. Umpamanya, mereka tidak ragu-ragu untuk menghabiskan bermilyar
dolar setiap tahunnya untuk penelitian-penelitian mencari hal-hal baru.
b. Orientasi Waktu
c. Orientasi Aktivitas
Sifat alamiah manusia bisa memberikan ciri dari kultur suatu bangsa, apakah
kultur baik, jelek atau diantara keduanya . Di banyak negara dunia ketiga, orang
menganggap bahwa sifat alamiah manusia itu pada dasarnya jujur dan dapat
dipercaya. Di pihak lain, Uni Sovyet (Rusia) malah menganggap bahwa sifat
alamiah manusia pada dasamya kurang baik. Negara-negara Amerika Utara
menganggap manusia berada di antara keduanya. Mereka memandang manusia
sebagai makhluk yang baik, tetapi harus terus diawasi agar tidak mengambil
keuntungan dari kelengahan orang lain.
Kultur dapat juga diklasifikasikan sesuai dengan fokus rasa tanggung jawab
seseorang untuk kesejahteraan orang-orang lain. Orang-orang Amerika,
umpamanya, dikenal bersifat individualistik. Mereka percaya bahwa tanggung
jawab seseorang itu terletak pada kemampuan mengurus diri sendiri. Negara-
negara seperti Malaysia, Indonesia dan Israel lebih fokus pada
tanggung jawab bersama/kelompok, yaitu mengutamakan keharmonisan,
kesatuan dan kesetiaan. Orang-orang Inggris dan Perancis lain lagi, mereka
mempercayai hubungan- hubungan yang hierarkis. Kelompok-kelompok tertentu
di negara-negara ini dibuat ranking, yang relatif stabil, sehingga masyarakat-
masyarakat yang hierarkis ini cenderung aristokratis.
Dimensi kultur akan dapat memiliki implikasi pada waktu mendesain
pekerjaan, melakukan pendekatan dalam pembuatan keputusan, corak-corak
komunikasi, sistem penghargaan, dan praktik-praktik seleksi dalam organisasi
umpamanya, seleksi pada masyarakat yang individualistis mengutamakan
keberhasilan pribadi. Di dalam masyarakat kelompok, kemampuan kerja sarma
yang baik dengan orang lain mungkin dianggap lebih penting. Dalam
masyarakat yang hierarkis, keputusan seleksi dibuat berdasarkan status calon.
Dimensi kultur ini dapat menjelaskan mengapa pembuatan resume pelamar
kerja, yang menyebutkan daftar keberhasilan atau pengalamannya sangat
populer di Amerika Serikat.
Setiap gerakan manusia dari satu negara ke negara lain akan menimbulkan
kebingungan, disorientasi, dan ketegangan emosional yang disebut sebagai
cultural shock. Orang Amerika Serikat ke Kanada mungkin tidak begitu
memerlukan banyak penyesuaian karena kedua negara itu hampir sama dalam
kultur nasionalnya. Penyesuaian dalam program transfer eksekutif baru akan
menjadi berat bila transfer dilakukan ke negara-negara yang kultur nasionalnya
sangat berbeda dengan lingkungan yang lama.
Banyak studi tentang perilaku organisasi yang menghubungkan pengalaman-
pengalaman organisasi di Amerika atau negara-negara Barat lainnya.
Menyesuaikan konsep konsep perilaku organisasi dengan kultur setempat
perlu namun tidak semua konsep dapat diaplikasikan di seluruh dunia.
Bahkan, dalam satu negara yang terdiri dari bermacam macam suku seperti
Indonesia, perbedaan perbedaan kultur lokal pun sering mewarnai para
karyawan di perusahaan perusahaan besar, yang memerlukan pengertian dan
pendekatan khusus dalam mengatasi problem perilaku mereka yang
berhubungan dengan pekerjaan. Oleh karena itu, keberhasilan seorang top
manajer sangat tergantung pada kejeliannya dan kemampuannya mengatasi
masalah-masalah ini dengan seni manajemen yang didasarkan pada perilaku
organisasi ini.
Menurut Jusi dalam Muljono (2006), budaya yang kuat didukung oleh faktor-
faktor : ledearship, sense of direction, climate, positive teamwork, value add
systems, enabling structure, appropriate competences, and developed individual.
Diantara faktor pendukung tersebut, menurut pengalaman ternyata faktor
leadership sangat menonjol, dalam arti bahwa komitmen, kesungguhan tekad
dari pimpinan terutama pimpinan puncak suatu organisasi, merupakan faktor
utama dan sangat mendukung terlasananya suatu budaya di perusahaan.Bisnis
internasional memberikan tantangan bagi para manajer yang semula hanya
beroperasi secara nasional saja. Mereka menghadapi system - sistem hukum dan
politik, situasi ekonomi dan kebijaksanaan perpajakan yang berbeda antar
negara. Tetapi, mereka juga harus bisa mengerti dan mengikuti berbagai kultur
nasional, yaitu nilai-nilai penting yang dipraktekkan yang memberikan
kekhususan kepada negara-negara yang bersangkutan, yang di negaranya sendiri
mungkin tidak pernah dialami sepanjang hidup. Hal seperti inilah yang sering
menimbulkan kesulitan bagi para manajer multinasional.Faktor budaya termasuk
faktor yang paling sulit dan kompleks untuk dipahami, faktor ini termasuk
menjadi faktor terpenting dalam menentukan efektivitas pimpinan. Sangat
penting bagi pemimpin untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan konteks
orang yang mereka pimpin dan organisasi mereka tempat bekerja. Seorang
menejer harus mampu melihat perbedaan-perbedaan itu dengan bijak dan tidak
gegabah dalam bertindak dan mengambil keputusan. Manejer harus
menghormati norma dan yang berlaku untk kelansungan perusahaan dan tidak
egois dan berpandangan sempit (Parochialism).
Para pemodal asing sekarang ini sudah mengontrol lebih dari 12% dari semua
aset perusahaan- perusahaan Amerika Serikat dan mempekerjakan lebih dari tiga
juta tenaga kerja Amerika (Mc Whirter, 1989). Tetapi, mereka juga membuat
kekeliruan yang sama seperti yang dilakukan para eksekutif Amerika di luar
negeri. Sebelumnya para tenaga kerja Amerika ini merasa lebih stabil dan aman.
Tetapi ketika para pemilik baru ini mengambil alih perusahaan Amerika Serikat
dengan cara manajemen yang berbeda, mereka merasa terancam dengan ketidak
pastian, yang sering tidak diperhatikan oleh para manajer asing. Para manajer
asing dari Eropa maupun Asia masih diskriminatif, meskipun tidak resmi
ataupun terselubung, terhadap tenaga kerja wanita. Banyak tenaga kerja
Amerika mengeluh dengan kebiasaan-kebiasaan tradisional perusahaan-
perusahaan Eropa dan Asia, yang mengambil alih perusahaan-perusahaan
Amerika.
Umpamanya, para manajer Jepang biasa bekerja 10-12 jam sehari yang
dilanjutkan dengan sosialisasi hingga tengah malam. Padahal, banyak
pembicaraan bisnis yang dilakukan justru pada saat sosialisasi semacam itu
sehingga para manajer Amerika merasa ditinggalkan dan hal ini betul-betul
menyakitkan karena merasa tidak dipercaya. Cara-cara Jepang dalam
berkomunikasi dengan karyawan Amerika juga menimbulkan kesulitan. Orang-
orang Amerika lebih langsung dan berterus terang, mengatakan tepat seperti
yang dimaksudkan. Di pihak lain, orang-orang Jepang mengutamakan
konsensus kelompok, yang merupakan praktik yang tidak begitu sesuai di
Amerika Serikat. Orang-orang Amerika yang biasanya ingin cepat mengambil
keputusan merasa prustasi bila terjadi penundaan-penundaan demi konsensus.
3. Tim bersifat kohesif, artinya anggota tim semakin lama semakin loyak
terhadap tim, dan setiap anggota menhargai, menghormati dan dapat
bekerjasama yang baik dengan anggta laiinya.
3.1. Kesimpulan
1. Proses perilaku dan proses interpersonal sangat penting dalam setiap organisasi.
Perbedaan individu memberikan dasar bagi pola perilaku dalam budaya yang
berbeda. Ciri sikap , persepsi, kepribadian dan stres merupakan perbedan-perbedaan
individu yang harus dipaham oleh manenejer internasional
3.2. Saran