Disusun oleh:
Kelompok 4
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari keuntungan ?
2. Apa itu maksimalkan keuntungan sebagai cita-cita kapitalisme liberal ?
3. Apa itu masalah pekerja anak ?
4. Apa itu relativasi keuntungan ?
5. Apa saja manfaat bagi stakeholder ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang keuntungan.
2. Untuk mengetahui maksimalkan keuntungan.
3. Untuk mengetahui apa itu masalah pekerja anak.
4. Untuk mengetahui apa itu relativasi keuntungan
5. Untuk mengetahui manfaat bagi stakeholder.
BAB II
PEMBAHASAN
Keuntungan termasuk definisi bisnis. Sebab, apa itu bisnis? Dengan cara
sederhana tapi cukup jelas, bisnis sering dilukiskan sebagai “to provide products or
services for a profit”. Menyediakan suatu produk atau jasa secara percuma tidak
merupakan bisnis. Itulah sebabnya bisnis selalu berbeda dengan karya amal. Menawarkan
sesuatu dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi dalam rangka
promosi, untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming-iming
publik. Tetapi, kalau begitu, tetaplah tujuannya mencari calon pembeli dan karena itu
tidak terlepas dari pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis, pemberian dengan gratis
hanya dilakukan untuk kemudian menjual barang itu dengan cara besar-besaran.
Tidak bisa dikatakan juga bahwa setiap kegiatan ekonomi menghasilkan
keuntungan. Keuntungan atau profit baru muncul dengan kegiatan ekonomi yang
memakai sistem keuangan. Dalam penukaran barang dengan barang (barter), tidak
diperoleh profit, walaupun kegiatan itu,bisa menguntungkan untuk kedua belah pihak.
Barangkali bisa dikatakan, disinilah letaknya perbedaan antara perdagangan (trade) dan
bisnis. Perdagangan mempunyai arti lebih luas, hingga meliputi juga kegiatan ekonomi
seperti barter. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus memperoleh
keuntungan finansial. Bekerja untuk majikan merupakan kegiatan ekonomi (berbeda
dengan bekerja sebagai sukarelawan), tetapi gaji yang diperoleh tidak dianggap sebagai
profit. Robert Solomon benar, bila ia menekankan bahwa keuntungan atau profit
merupakan buah hasil suiatu transaksi moneter. Profit selalu berkaitan dengan kegiatan
ekonomis, dimana kedua belah pihak menggunakan uang.
Bisa ditambah lagi, profit diperoleh tidak kebetulan tapi berkat upaya khusus dari
orang yang mempergunakan uang. Uang yang diperoleh berdasarkan kupon undian atau
karena main judi tidak disebut profit, berbeda dengan uang yang dihasilkan dengan
perdagangan saham (walaupun disini beberapa perkembangan baru
seperti derivatives oleh banyak orang dinilai sudah mendekati perjudian). Profit
berkonotasi ganjaran bagi upaya yang berhasil. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa profit
seluruhnya tergantung pada kepiawaian si pebisnis. Untuk sebagian perolehan profit
tergantung juga pada faktor mujur atau sial. Sebagaimana pelaut tidak pernah dapat
meramalkan perkembangan cuaca dengan sempurna, demikian juga pebisnis tidak bisa
menguasai semua seluk beluk keadaan ekonomi. Karena itu diadakannya transaksi
keuangan yang bisa menghasilkan keuntungan, selalu mengandung juga risiko untuk
mengalami kerugian. Jika disini kita berefleksi tentang profit dalam bisnis, tidak boleh
dilupakan bahwa selalu juga ada kemungkinan kerugian. Faktor risiko dalam bisnis tidak
boleh diabaikan.
Karena hubungan dengan transaksi uang itu, perolehan profit secara khusus
berlangsung dalam konteks kapitalisme. Menurut pandangan yang tersebar agak luas,
kapitalisme meliputi tiga unsur pokok: lembaga milik pribadi, praktek pencarian
keuntungan, dan kompetisi dalam sistem ekonomi pasar bebas. Pandangan ini sudah bisa
ditemukan pada ekonom Austria-Amerika yang terkenal, Joseph Schumpeter, dan masih
berkumandang pada pengarang modern tentang etika bisnis sekarang ini. Tiga unsur ini
tentu saja berkaitan erat satu sama lain. Keuntungan hanya bias diperoleh dengan
menggunakan modal yang menjadi milik pribadi dan perolehan keuntungan khususnya
pada skala besar-besaran hanya dimungkinkan dalam rangka pasar bebas. Kalau
akumulasi modal merupakan inti kapitalisme, maka perolehan keuntungan dalam hal ini
memegang peranan besar, karena justru dengan meningkatkan laba atau keuntungan
bobot modal bertambah besar, yang lalu dapat diinvestasikan dalam usaha produktif,
sehingga menghasilkan kekayaan lebih besar lagi, dan seterusnya.
Keterikatan dengan keuntungan itu merupakan suatu alasan khusus mengapa
bisnis selalu ekstra rawan dari sudut pandang etika. Tentu saja, organisasi yang not for
profit pun pasti sewaktu-waktu berurusan dengan etika. Perspektif baik atau buruk secara
moral selalu muncul, jika manusia bertemu dengan sesama dalam konteks apa saja.
Tetapi perusahaan sebagai organisasi for profit menampilan lebih banyak masalah etis
dan bobot moralnya seingkali lebih berat. Kalau keuntungan menjadi tujuan bisnis,
pebisnis mudah tergoda untuk menempuh jalan pintas saja, guna mancapai tujuannya
dengan lebih cepat dan lebih mudah. Daripada menjalankan bisnis dengan sabar serta
jujur, sambil memperhatikan semua rambu etika yang perlu, keuntungan segera dan
mungkin malah lebih besar dapat diperoleh dengan mencuri atau menipu. Tetapi hal
seperti itu tidak boleh dilakukan dan dengan itu kita menjumpai kenyataan yang disebut
etika. Keterkaitan dengan keuntungan itu agaknya menjadi juga alasan utama mengapa
bisnis dimasa lampau seringkali dilihat dengan cara negative. Dan sekarang pun
pencarian keuntungan menjadi factor terpenting yang mengakibatkan banyak orang
memandang dengan syak wasangka permainan big money oleh korporasi-korporasi
internasional yang raksasa pada taraf global. Jika meraup keuntungan sebesar-besarnya
tanpa batas menjadi upaya pertama dari bisnis, tidak dapat dielakan keberatan dari pihak
etika.
Relativasi Keuntungan
Bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakan dan segi moral
dikesampingkan. Manajemen modern sering disifatkan sebagai manajement by
objectives. Dan dalam manajemen ekonomi salah satu unsur penting adalah cost-benefit
analysis. Semua itu bisa diterima asalkan disertai pertimbangan etis.
Bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Seluruh sistem ekonomi pasar bebas
akan ambruk, kalau keuntungan dicopot dari setiap kegiatan bisnis. Kegagalan total
sistem ekonomi komunistis di Uni Soviet dan satelit-satelitnya antara lain disebabkan
karena sistem ini sebagai ekonomi berencana tidak mengenal motif keuntungan.
Beberapa cara lain lagi untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis,
sambil tidak mengabaikan perlunya:
STUDI KASUS
Secara terpisah, Pelaksana Harian Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (PNK3), Amarudin mengatakan, dari 30 korban meninggal, hanya satu pekerja yang
telah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan yakni atas nama Gusliana. Ahli waris akan
mendapatkan santunan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp150,4 juta.
Untuk santunan ahli waris pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, Dinas
Tenaga Kerja Sumatra Utara akan membuat penetapan yang menyatakan para korban sebagai
korban kecelakaan kerja, agar ahli waris korban mendapatkan santunan kecelakaan kerja
sesuai ketentuan yang berlaku. Kebakaran pabrik mengakibatkan 30 orang meninggal dunia.
Mereka terdiri dari 24 pekerja borongan termasuk di dalamnya seorang pekerja anak atas
nama Rina (15 tahun), lima anak sebagai pekerja borongan serta seorang adik pekerja yang
sedang berkunjung ke pabrik tersebut. Terdapat empat pekerja yang selamat dari insiden
tersebut.
Pembahasan Kasus:
Salah satu contoh kasus ini berkaitan dengan materi dalam makalah ini, yaitu
memperkerjakan anak dianggap melanggar etika karena disebabkan berbagai alasan. Alasan
yang pertama bahwa pekerjaan yang diterima anak di bawah usia minimum akan melanggar
hak anak untuk bermain dan mengenyam pendidikan. Mereka berhak untuk dilindungi
terhadap segala upaya eksploitasi karena mereka tidak dapat melindungi diri. Alasan kedua
adalah karena memperkerjakan anak adalah cara bisnis yang tidak fair. Hal ini karena
perusahaan menekan biaya seminimal mungkin dengan memperkerjakan anak dengan upah
yang rendah guna mencapai keuntungan yang maksimal. Selain itu hal ini juga dengan
mempekerjakan anak akan menimbulkan pengangguran bagi pekerja dewasa.
Dalam kasus ini perusahaan memperkerjakan anak diusia 15 tahun yang sebenarnya
diperbolehkan bekerja, tetapi hanya melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Seperti yang kita ketahui
bahwa pekerja pabrik itu pekerjaannya tidak ringan. Tapi dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja no. 1 Tahun 1987 yang mengizinkan anak dibawah usia 14 tahun bekerja
sebagai buruh di sektor formal, kalau keadaan ekonomi keluarga mendesak. Peraturan itu
disertai dengan syarat-syarat. Pertama, anak-anak itu hanya boleh bekerja 4 jam sehari. Dari
yang kita tahu pekerja pabrik itu bekerja lebih dari 4 jam bekerja. Kedua, tidak boleh
diperkerjakan di tempat yang berisiko khusus seperti pertambangan/ bekerja dengan alat-alat
yang berbahaya. Ketiga, tidak boleh dipekerjakan malam hari atau pukul 18.00-06.00. Intinya
adalah bahwa kebaikan dan kesejahteraan anak tidak pernah boleh dikorbankan kepada
keuntungan ekonomis.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Jika memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan,
dengan sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Karena, dalam
keadaan semacam itu karyawan diperalat begitu saja. Memperalat karyawan
karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia.
Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar: kita selalu harus
menghormati martabat manusia.
2. Tidak bisa diragukan, pekerjaan yang dilakukan oleh anak (child labor)
merupakan topik dengan banyak implikasi etis, tetapi masalah ini sekaligus
juga sangat kompleks, karena faktor-faktor ekonomis di sini dengan aneka
macam cara bercampur baur dengan faktor-faktor budaya dan sosial.
3. Keuntungan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan sukses dalam
bisnis, perdagangan heroin, kokain,atau obat terlarang lainnya harus dianggap
sebagai good bussiness, karena senpat membawa untung amat banyak.
4. Suatu cara lain untuk mendekati tujuan perusahaan adalah melukiskan tujuan
itu sebagai the stekeholders ‘benefit, “manfaat bagi stekeholders “.