Anda di halaman 1dari 13

SUMMARY PERILAKU KEORGANISASIAN

CHAPTER 18
CONFLICT AND NEGOTIATION

Nama Kelompok:
Nurul Amalia (201880159)
Athaya Wiratri H. (201880167)
Hafizh Alwini (201880170)
Afdhal Renaldi (201880185)
Farhan Putra G. (201880193)
Raisya Nuansa M. (201880199)
Vivi Riyani (201880221)

JURUSAN MANAJEMEN
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
BEKASI
2020
18.1. A DEFINITION OF CONFLICT
Tidak ada definisi tingkat tentang konflik. Tetapi pada dasarnya konflik berdasarkan
sudut pandang suatu pihak. Jika sesorang sadar ada yang salah, maka disitu ada konflik.
Konflik sendiri jika dijelaskan dengan sekilas adalah suatu tahap dimana suatu pihak
merasa menerima efek negatif dari pihak lain, yang dimana itu penting bagi pihak
tersebut.
Konflik dapat dibedakan berdasarkan dampak yang ditimbulkanya. Functional Conflict
adalah sesuai namanya, yaitu konflik yang yang justru berguna bagi suatu pihak dan
meningkatkan kinerja pihak itu Contohnya adalah debat. Di dalam debat terdapat konflik
dimana dengan itu dapat bertukar pikiran antara satu dengan yang lain dan akan
meningkatkan kinerja dari kelompok itu secara langsung maupun tidak langsung. Disisi
lain, Dysfunctional Fact adalah keballikan dari functional fact, yaitu konflik yang justru
menurunkan kinerja.
18.1.1. Types of Conflict
Konflik oleh para ahli dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Task Conflict, Konflik tugas terkait dengan isi dan tujuan dari sebuah pekerjaan.
2. Relationship Conflict, Konflik yang berkenan tentang hubungan satu sama lain.
3. Process Conflict, Konflik yang berkenaan dengan berlangsungnya kerja.
Penelitian mengatakan bahwa konflik yang paling berpengaruh negatif adalah
konflik hubungan, dimana dengan adanya konflik hubungan seseorang bisa menjadi
sensitif dan justru bersifat destruktif, dan juga manurunkan kepecayaan antar
individu sehingga membuat turunnya kineja secara signifikan. Tetapi pricess dan
Task conflict tidak terlalu berpengaruh negatif sepenuhnya karena justru bisa
menambah kinerja di satu sisi.

18.1.2. Loci of Conflict


Cara lain dalam memahami konflik adalah dengan mengidentifikasi locus atau
kerangka dari konflik itu. Ada tiga jenis, yaitu:
a. Dyadic Conflict, merupakan konflik antara dua orang.
b. Intragroup Conflict, merupakan konflik yang terjadi di dalam suatu kelompok.
c. Intergroup Conflict, yaitu konflik antar kelompok.

18.2. THE CONFLICT PROCESS


18.2.1. Stage I: Potential Opposition or Incompatibility
Tahap pertama dari konflik adalah munculnya kondisi — penyebab atau sumber —
yang menciptakan peluang untuk muncul. Kondisi ini mungkin tidak langsung
mengarah pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika ingin muncul ke
permukaan. Kami mengelompokkan kondisi menjadi tiga kategori umum:
komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
 Communication
Komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Faktor-faktor seperti kekuatan
berlawanan yang muncul dari kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan
"kebisingan" di saluran komunikasi ini, bersama dengan jargon dan informasi
yang tidak mencukupi, dapat menjadi penghalang komunikasi dan mungkin
kondisi anteseden potensial untuk konflik. Potensi konflik juga ditemukan
meningkat dengan terlalu sedikit atau terlalu banyaknya komunikasi. Komunikasi
berfungsi hingga mencapai pada suatu titik, setelah itu dimungkinkan untuk
berkomunikasi secara berlebihan, meningkatkan potensi konflik.
 Structure
Struktur dalam konteks ini mencakup variabel seperti ukuran kelompok, tingkat
spesialisasi dalam tugas yang ditugaskan kepada anggota kelompok, kejelasan
yurisdiksi, kompatibilitas anggota-tujuan, gaya kepemimpinan, sistem
penghargaan, dan tingkat ketergantungan antar kelompok. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan
terjadinya konflik. Kepemilikan dan konflik berhubungan berbanding terbalik,
yang berarti bahwa semakin lama seseorang tinggal dengan suatu organisasi,
semakin kecil kemungkinan konfliknya. Oleh karena itu, potensi konflik paling
besar terjadi ketika anggota kelompok lebih muda dan pergantian karyawan
tinggi.
 Personal Variables
Kategori terakhir sumber potensi konflik adalah variabel pribadi, yang meliputi
kepribadian, emosi, dan nilai. Orang yang memiliki ciri kepribadian tinggi yaitu
ketidaksetujuan, neurotisme, atau pengawasan diri cenderung lebih sering
berselisih dengan orang lain — dan bereaksi buruk ketika konflik terjadi. Emosi
dapat menyebabkan konflik meskipun tidak ditujukan kepada orang lain. Seorang
karyawan yang muncul untuk bekerja dengan marah karena kesibukannya di pagi
hari mungkin membawa kemarahan itu ke dalam hari kerjanya, yang dapat
mengakibatkan rapat yang penuh ketegangan. Perbedaan dalam preferensi dan
nilai dapat menghasilkan tingkat konflik yang lebih tinggi. Misalnya, sebuah
penelitian di Korea menemukan bahwa ketika anggota grup tidak setuju tentang
tingkat pencapaian yang mereka inginkan, ada lebih banyak konflik tugas; ketika
anggota kelompok tidak setuju tentang kedekatan antarpribadi yang mereka
inginkan, ada lebih banyak konflik hubungan; dan ketika anggota kelompok tidak
memiliki keinginan yang sama untuk kekuasaan, ada lebih banyak konflik
mengenai status.

18.2.2. Stage II: Cognition and Personalization


Seperti yang kami catat dalam definisi konflik, satu atau lebih pihak harus menyadari
bahwa kondisi sebelumnya ada. Namun, hanya karena perselisihan dianggap sebagai
konflik tidak berarti perselisihan itu dipersonalisasi. Pada tingkat konflik yang
dirasakan, ketika individu menjadi terlibat secara emosional, mereka mengalami
kecemasan, ketegangan, frustrasi, atau permusuhan.
Tahap II penting karena di situlah masalah konflik cenderung didefinisikan, dimana
para pihak memutuskan tentang apa konflik tersebut. Definisi konflik penting karena
ini menggambarkan set permukiman yang mungkin. Sebagian besar bukti
menunjukkan bahwa orang cenderung default pada strategi kooperatif dalam
interaksi antarpribadi kecuali ada sinyal yang jelas bahwa mereka dihadapkan pada
orang yang kompetitif. Namun, jika ketidaksepakatan gaji kita adalah situasi zero-
sum (kenaikan gaji yang Anda inginkan berarti akan ada yang lebih sedikit di
kumpulan kenaikan untuk saya), saya akan jauh lebih tidak bersedia untuk
berkompromi daripada jika saya dapat membingkai konflik sebagai situasi win-win
potensial (dolar dalam kumpulan gaji mungkin meningkat sehingga kami berdua bisa
mendapatkan gaji tambahan yang kami inginkan).
Kedua, emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi. Emosi negatif
memungkinkan kita untuk menyederhanakan masalah, kehilangan kepercayaan, dan
menempatkan interpretasi negatif pada perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan
positif meningkatkan kecenderungan kita untuk melihat potensi hubungan di antara
elemen-elemen masalah, melihat situasi yang lebih luas, dan mengembangkan solusi
inovatif.

18.2.3. Stage III: Intentions


Intentions adalah campur tangan antara persepsi dan emosi orang, dan perilaku
terbuka mereka untuk mengambil keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Kita juga bisa menganggap niat penanganan konflik terbagi dalam dua dimensi. Dua
dimensi ini — ketegasan (sejauh mana salah satu pihak berusaha untuk memuaskan
kepentingannya sendiri) dan kooperatif (sejauh mana satu pihak berusaha untuk
memuaskan kepentingan pihak lain) —dapat membantu kita mengidentifikasi lima
niat penanganan konflik: bersaing (asertif dan tidak kooperatif), berkolaborasi
(asertif dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), akomodatif
(tidak tegas dan kooperatif), dan kompromi (midrange pada asertif dan kooperatif).
 Competing
Ketika satu orang berusaha untuk memuaskan kepentingannya sendiri terlepas
dari dampaknya terhadap pihak lain dalam konflik, orang tersebut bersaing.
Kami lebih cenderung bersaing ketika sumber daya langka.
 Collaborating
Ketika pihak-pihak yang berkonflik masing-masing ingin memuaskan
kepentingan semua pihak, ada kerja sama dan pencarian hasil yang saling
menguntungkan. Dalam berkolaborasi, para pihak bermaksud untuk
menyelesaikan suatu masalah dengan mengklarifikasi perbedaan daripada
mengakomodasi berbagai sudut pandang. Jika Anda mencoba menemukan solusi
yang sama-sama menguntungkan yang memungkinkan tujuan kedua belah pihak
tercapai sepenuhnya, itu adalah kolaborasi.
 Avoiding
Seseorang mungkin menyadari bahwa ada konflik dan ingin menarik diri atau
menekannya. Contoh menghindari termasuk mencoba mengabaikan konflik dan
menjauhi orang lain yang tidak Anda setujui.
 Accommodating
Sebuah pihak yang berusaha untuk menenangkan lawan mungkin bersedia untuk
menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingannya sendiri, dengan
mengorbankan untuk menjaga hubungan. Kami menyebut niat ini sebagai
akomodatif. Mendukung opini orang lain meskipun Anda ragu-ragu, misalnya,
itu akomodatif.
 Compromising
Dalam kompromi, tidak ada pemenang atau pecundang. Sebaliknya, ada
kemauan untuk merasionalisasi objek konflik dan menerima solusi dengan
kepuasan yang tidak lengkap dari kepentingan kedua belah pihak. Karenanya,
karakteristik yang membedakan dari kompromi adalah bahwa masing-masing
pihak bermaksud untuk menyerahkan sesuatu.

18.2.4. Stage IV: Behavior


Menemukan solusi yang sebanyak mungkin memuaskan semua pihak. Penghindaran
terlihat dalam perilaku seperti penolakan untuk membahas masalah dan pengurangan
dalam upaya menuju tujuan kelompok. Orang yang mengakomodasi menempatkan
hubungan mereka di atas masalah dalam konflik, tunduk pada pendapat orang lain
dan terkadang bertindak sebagai subkelompok dengan mereka. Ketika orang
berkompromi, mereka berdua berharap (dan memang) mengorbankan sebagian dari
kepentingan mereka, berharap jika setiap orang melakukan hal yang sama,
kesepakatan akan muncul.
Sebuah tinjauan yang memeriksa efek dari empat set perilaku di berbagai studi
menemukan bahwa keterbukaan dan kolaborasi keduanya terkait dengan kinerja
kelompok yang unggul, sedangkan strategi menghindari dan bersaing dikaitkan
dengan kinerja kelompok yang jauh lebih buruk. Efek ini hampir sama besarnya
dengan efek konflik hubungan. Kolaborasi mungkin sangat efektif untuk tugas-tugas
yang membutuhkan inovasi, tetapi dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan konflik
ketika kelompok-kelompok terpecah menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil
yang terdiri dari dua atau tiga kelompok berdasarkan tugas. Individu yang diberi
kekuasaan cenderung mengalami kesulitan saat menggunakan strategi kolaboratif.
Hal ini lebih jauh menunjukkan bahwa bukan hanya keberadaan konflik atau bahkan
jenis konflik yang menimbulkan masalah, tetapi cara orang menanggapi konflik dan
mengelola prosesnya begitu konflik muncul.
18.2.5. Stage V: Outcomes
Terdapat dua hasil:
1. Fungsional
Konflik bersifat konstruktif ketika hal itu memperbaiki kualitas keputusan,
merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan
diantara anggota kelompok, meyediakan media atasu sarana untuk
mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan serta mendorong evaluasi
diri dan perubahan. Konflik menutup kemungkinan kelompok menjadi pasif dan
sekedar menjadi “lembaga stempel” terhadap berbagai keputusan yang
didasarkan asumsi yg lembah dan pertimbangan yang kurang memadai terhadap
alternatif yang relevan atau kelemahan kelemahan lain. Konflik dapat
mendorong dikemukakannya ide-ide baru, peninjauan ulang tujuan dan kegiatan
kelompok, serta meningkatan kemampuan kelompok menanggapi perubahan.
2. Disfungsional
Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang
menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada
kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan
tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok,
dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota
bahkan bisa sampaik menghentikan kelompok yang sedang berjalan.

Managing Functional Conflict


Dalam situasi persaingan global dewasa ini organisai yang tidak mendorong dan
tidak mendukung pebedaan bisa terancam kelangsungan hidupnya. Yang menjadi
pertanyaan bagi para manager adalah apa yang harus dilakukan untuk memunculkan
dan memelihara konflik agar funsional. Salah satu cara organisasi menciptakan
konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda
pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik. Selanjutnya yang
menjadi tantangan bagi para manajer adalah apakan mereka mau mendengar sesuatu
tidak ingin mereka dengar. Mereka harus belajar menerima sesuatu tanpa
menciptakan konfrontasi.

18.3. NEGOTIATION
Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran
barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Terdapat 2 pendekatan umum terhadap negosiasi:
18.3.1. Bargaining Strategies
1. Distributive Bargaining
Ciri yang paling jelas ditunjukan bahwa strategi ini berjalan dibawah zero-sum.
Itu artinya, perolehan apapun yang saya dapatkan adalah dengan mengurbankan
Anda, dan sebaliknya. Jadi hakikat tawar-menawar distributif adalah
menegosiasikan siapa mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama
dan tetap (fixed pie). Dengan kue itu, yang kami maksudkan adalah bahwa tiap-
tiap pihak yang saling menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa
untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa
setiap 1 dollar di saku salah satu pihak adalah 1 dollar yang keluar dari saku lawan
tawar mereka. Ketika para pihak meyakini kuenya tetap maka cenderungan
melakukan penawaran distributif. Contoh yang bisa diambil adalah negosiasi
buruh – manajemen mengenai upah.
2. Integrative Bargaining
Integrative Bargaining, berbeda dengan tawar-menawar distributif, tawar-
menawar integratif mengasumsikan bahwa satu atau lebih banyak penyelesaian
yang mungkin dapat menciptakan solusi sama-sama menang. Tentu saja, kedua
pihak harus dilibatkan agar perundingan integratif berhasil.

18.4. THE NEGOTIATION PROCESS


Tampilan 14-8 memberikan model proses negosiasi yang disederhanakan. Ini dilihat
negosiasi yang terdiri dari lima langkah: (1) persiapan dan perencanaan, (2) definisi
aturan dasar, (3) klarifikasi dan justifikasi, (4) tawar-menawar dan pemecahan masalah,
dan (5) penutupan dan implementasi.
1. Preparation and Planning, Sebelum Anda mulai bernegosiasi, kerjakan pekerjaan
rumah Anda. Apa sifat konfliknya? Bagaimana sejarah sebelum negosiasi ini?
Siapa yang terlibat dan apa persepsi mereka tentang konflik? Apa yang dilakukan
yang Anda inginkan dari negosiasi? Apa tujuanmu? Misalnya, jika Anda adalah
manajer pasokan di Dell Computer, dan sasaran Anda adalah mendapatkan biaya
yang signifikan pengurangan dari pemasok keyboard Anda, pastikan tujuan ini tetap
menjadi yang terpenting diskusi dan tidak dibayangi oleh masalah lain. Ini
membantu untuk menempatkan Anda tujuan dalam menulis dan mengembangkan
berbagai hasil — dari "paling penuh harapan" hingga "Diterima secara minimal" —
untuk menjaga perhatian Anda tetap focus.
2. Definition of Ground Rules, Setelah Anda menyelesaikan perencanaan dan
mengembangkan strategi, Anda siap untuk mendefinisikan bersama pihak lain
aturan dan prosedur dasar dari negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan
negosiasi? Dimana itu akan terjadi? Batasan waktu apa, jika ada, yang akan
berlaku? Untuk masalah apa negosiasi akan dibatasi? Apakah Anda akan mengikuti
prosedur tertentu jika kebuntuan tercapai? Selama fase ini, para pihak akan
menukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Clarification and Justification, Ketika Anda telah bertukar posisi awal, Anda dan
pihak lain akan menjelaskan, memperkuat, mengklarifikasi, mendukung, dan
membenarkan tuntutan awal Anda. Langkah ini tidak perlu konfrontatif.
Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk saling mendidik tentang suatu masalah,
mengapa itu penting, dan bagaimana Anda sampai pada tuntutan awal Anda.
Berikan dokumentasi apa pun yang mendukung posisi Anda kepada pihak lain.
4. Bargaining and Problem Solving, Inti dari proses negosiasi adalah sebenarnya
memberi dan menerima dalam mencoba untuk membuat kesepakatan. Di sinilah
kedua belah pihak perlu membuat konsesi.
5. Closure and Implementation, Langkah terakhir dalam proses negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan Anda dan mengembangkan prosedur yang diperlukan
untuk menerapkan dan memantaunya. Untuk negosiasi besar — dari negosiasi
tenaga kerja-manajemen hingga tawar-menawar mengenai persyaratan sewa-
menyewa — hal ini membutuhkan penataan spesifik dalam kontrak formal. Untuk
kasus lain, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal daripada jabat tangan.

18.5. INDIVIDUAL DIFFERENCES IN NEGOTIATION EFFECTIVENESS


Apakah beberapa orang negosiator yang lebih baik daripada yang lain? Jawabannya
rumit. Empat faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa efektif individu bernegosiasi:
kepribadian, suasana hati / emosi, budaya, dan gender.
 Personality Traits in Negotiations, Bisakah Anda memprediksi lawan negosiasi
taktik jika Anda tahu sesuatu tentang kepribadiannya? Karena kepribadian dan hasil
negosiasi terkait tetapi hanya lemah, jawabannya adalah, paling banter, semacam.
Kebanyakan penelitian berfokus pada Lima Besar sifat keramahan, untuk alasan
yang jelas — individu yang setuju adalah kooperatif, patuh, baik hati, dan
menghindari konflik. Kita mungkin mengira karakteristik seperti itu membuat
individu yang menyenangkan mangsa empuk dalam negosiasi, terutama yang
distributif. Bukti menunjukkan, namun, keseluruhan persetujuan itu terkait lemah
dengan hasil negosiasi.
Self-efficacy (Efikasi diri) adalah salah satu variabel perbedaan individu yang
tampaknya berhubungan secara konsisten dengan hasil negosiasi. Ini adalah temuan
yang cukup intuitif — tidak terlalu mengejutkan untuk mendengar bahwa mereka
yang yakin akan lebih berhasil dalam situasi negosiasi cenderung bekerja lebih
efektif. Mungkin individu yang lebih percaya diri mengintai klaim yang lebih kuat,
cenderung mundur dari posisinya, dan menunjukkan kepercayaan diri yang
mengintimidasi orang lain. Meskipun mekanisme pastinya belum jelas, nampaknya
negosiator mungkin mendapat manfaat dari mencoba meningkatkan kepercayaan
diri.
 Moods and Emotions in Negotiations, Apakah suasana hati dan emosi
memengaruhi negosiasi? Mereka melakukannya, tetapi cara mereka bekerja
bergantung pada emosi serta konteksnya. Seorang negosiator yang menunjukkan
kemarahan dapat menimbulkan konsesi, misalnya, karena negosiator lain yakin
tidak ada konsesi lebih lanjut dari pihak yang marah yang mungkin dilakukan.
Namun, satu faktor yang mengatur hasil ini adalah kekuatan — Anda harus
menunjukkan kemarahan dalam negosiasi hanya jika Anda memiliki kekuatan yang
sama besarnya dengan rekan Anda. Jika Anda memiliki lebih sedikit, menunjukkan
kemarahan sebenarnya tampaknya memancing reaksi keras dari pihak lain.
Membangkitkan emosi, seperti simpati, atau mengekspresikan emosi lain seperti
kesedihan juga dapat digunakan untuk membujuk orang lain.
 Culture in Negotiations, Apakah orang dari budaya berbeda bernegosiasi dengan
cara berbeda? Jawaban sederhananya adalah yang jelas: Ya, mereka melakukannya.
Namun, ada banyak nuansa dalam cara kerjanya. Ini tidak sesederhana “negosiator
ini terbaik"; memang, keberhasilan negosiasi bergantung pada konteksnya.
Jadi apa yang bisa kita katakan tentang budaya dan negosiasi? Pertama, tampaknya
itu orang umumnya bernegosiasi lebih efektif dalam budaya daripada di antara
mereka. Misalnya, seorang Kolombia cenderung melakukan negosiasi yang lebih
baik dengan seorang Kolombia dibandingkan dengan seorang Sri Lanka. Kedua,
tampaknya dalam negosiasi lintas budaya, itu sangat penting bahwa negosiator
memiliki keterbukaan yang tinggi. Ini menyarankan Strategi yang baik adalah
memilih negosiator lintas budaya yang memiliki keterbukaan untuk mengalami, dan
untuk menghindari faktor-faktor seperti tekanan waktu yang cenderung
menghambat belajar tentang pihak lain. Ketiga, orang lebih cenderung
menggunakan kata tertentu strategi negosiasi tergantung pada budaya apa mereka
berasal. Sebagai contoh, orang-orang dari Cina dan Qatar lebih cenderung
menggunakan negosiasi kompetitif strategi daripada yang dilakukan orang-orang
dari Amerika Serikat.
 Gender Differences in Negotiations, Ada banyak bidang organisasi perilaku (OB)
di mana pria dan wanita tidak jauh berbeda. Perundingan bukan salah satunya.
Tampak cukup jelas bahwa pria dan wanita bernegosiasi secara berbeda, pria dan
wanita diperlakukan berbeda oleh mitra negosiasi, dan perbedaan ini
mempengaruhi hasil (lihat OB Poll).

Stereotip yang populer adalah bahwa wanita lebih kooperatif dan menyenangkan
negosiasi daripada pria. Meskipun ini kontroversial, ada beberapa manfaatnya. Pria
cenderung menempatkan nilai yang lebih tinggi pada status, kekuasaan, dan
pengakuan wanita cenderung lebih menghargai kasih sayang dan altruisme. Wanita
melakukannya cenderung menghargai hasil hubungan lebih dari pria, dan pria
cenderung menghargai hasil ekonomi lebih dari wanita.
Jadi apa yang dapat dilakukan untuk mengubah keadaan yang merepotkan ini?
Pertama, budaya organisasi berperan. Jika sebuah organisasi, bahkan tanpa disadari,
memperkuat perilaku stereotip gender (laki-laki bernegosiasi secara kompetitif,
perempuan bernegosiasi secara kooperatif), itu akan berdampak negatif pada
negosiasi bila ada bertentangan dengan stereotip. Pria dan wanita perlu tahu bahwa
itu dapat diterima masing-masing untuk menunjukkan berbagai perilaku negosiasi.
Jadi, negosiator perempuan yang berperilaku kompetitif dan negosiator laki-laki
yang berperilaku kooperatif perlu tahu bahwa mereka tidak melanggar ekspektasi.
Memastikan negosiasi dirancang untuk fokus pada istilah yang didefinisikan
dengan baik dan juga memiliki persyaratan terkait pekerjaan berjanji untuk
mengurangi perbedaan gender dengan meminimalkan ruang ambigu agar stereotip
beroperasi. Fokus pada struktur dan relevansi pekerjaan juga jelas membantu
memfokuskan negosiasi pada faktor-faktor yang meningkatkan organisasi kinerja.

18.6. NEGOTIATING IN A SOCIAL CONTEXT


Untuk memahami negosiasi dalam praktiknya, maka, kita harus mempertimbangkan
faktor social reputasi dan hubungan.
18.6.1. Reputation
Reputasi Anda adalah cara orang lain berpikir dan berbicara tentang Anda. Kapan itu
datang ke negosiasi, memiliki reputasi sebagai hal yang dapat dipercaya. Di
Singkatnya, kepercayaan dalam proses negosiasi membuka pintu bagi banyak bentuk
strategi negosiasi integratif yang menguntungkan kedua belah pihak. Cara paling
efektif membangun kepercayaan berarti berperilaku jujur di seluruh interaksi yang
berulang mereka sendiri sambil tetap memperoleh manfaat pihak lain.
Jenis karakteristik apa yang membantu seseorang mengembangkan reputasi yang
dapat dipercaya? Kombinasi kompetensi dan integritas. Negosiator yang lebih
percaya diri dan kemampuan kognitif dipandang lebih kompeten oleh mitra
negosiasi. Mereka juga dianggap mampu mendeskripsikan dengan lebih baik. Situasi
dan sumber daya mereka sendiri secara akurat, dan mereka lebih kredibel ketika
mereka memberikan saran untuk solusi kreatif untuk jalan buntu. Individu yang
memiliki reputasi integritas juga bisa lebih efektif dalam negosiasi. Terakhir,
individu yang memiliki reputasi yang lebih kuat lebih disukai dan memiliki lebih
banyak teman dan sekutu — dengan orang lain. Dengan kata lain, mereka memiliki
lebih banyak sumber daya sosial, yang mungkin memberi mereka lebih implisit
kekuasaan dalam negosiasi.

18.6.2. Relationships
Ada lebih banyak negosiasi berulang daripada hanya reputasi. Komponen sosial,
interpersonal dari hubungan dengan negosiasi berulang berarti bahwa individu
melampaui menilai apa yang baik untuk diri mereka sendiri dan sebaliknya mulai
berpikir tentang apa yang terbaik untuk pihak lain dan hubungan secara keseluruhan.
Negosiasi berulang yang dibangun di atas fondasi kepercayaan juga memperluas
cakupan pilihan karena bantuan atau konsesi saat ini dapat ditawarkan sebagai
imbalan atas pembayaran yang lebih jauh di masa mendatang. Negosiasi berulang
juga memfasilitasi pemecahan masalah integratif. Hal ini terjadi sebagian karena
orang mulai melihat mitra negosiasi mereka dengan cara yang lebih pribadi dari
waktu ke waktu dan ikut berbagi ikatan emosional. Negosiasi berulang juga membuat
pendekatan integratif lebih bisa diterapkan karena rasa kepercayaan dan keandalan
telah dibangun.
Singkatnya, jelas bahwa negosiator yang efektif perlu memikirkan lebih dari sekadar
hasil dari satu interaksi. Negosiator yang secara konsisten bertindak dengan cara
yang menunjukkan kompetensi, kejujuran, dan integritas biasanya memiliki hasil
yang lebih baik dalam jangka panjang.

18.6.3. Third-Party Negotiations


Namun, kadang-kadang, perwakilan individu atau kelompok menemui jalan buntu
dan tidak dapat menyelesaikan perbedaan mereka melalui negosiasi langsung. Dalam
kasus seperti itu, mereka mungkin berpaling ke pihak ketiga untuk membantu mereka
menemukan solusi
 Mediator adalah pihak ketiga netral yang memfasilitasi solusi yang
dinegosiasikan dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyarankan
alternatif, dan sejenisnya.
 Arbitrator adalah pihak ketiga yang memiliki kewenangan untuk
menentukan kesepakatan. Arbitrase dapat bersifat sukarela (diminta oleh para
pihak) atau wajib (dipaksakan oleh para pihak oleh hukum atau kontrak).
 Konsiliator adalah pihak ketiga tepercaya yang menyediakan hubungan
komunikasi informal antara negosiator dan lawan.

CASE INCIDENT 1
Disorderly Conduct
Suara perdebatan Matt dan Peter sudah tidak asing lagi bagi semua orang di kantor
sekarang. Dalam upaya memanfaatkan ruang sebaik-baiknya dan memastikan aliran diskusi dan
ide yang bebas, pendiri Markay Design telah memutuskan untuk mengubah kantor satu lantai
perusahaan menjadi sebuah rencana terbuka tanpa dinding di antara para pekerja. Tujuan dari
tata letak seperti itu adalah untuk menghilangkan batasan dan meningkatkan kreativitas. Namun
bagi Matt dan Peter, pengaturan baru ini menciptakan ketegangan yang semakin besar.
Argumennya bermuara pada pertanyaan tentang tata ruang kerja dan organisasi. Peter
lebih suka membuat mejanya benar-benar bersih dan bersih, dan dia menyimpan tumpukan tisu
pembersih di laci untuk menghilangkan debu atau kotoran. Matt, di sisi lain, suka membuat
semua karyanya terlihat di mejanya, jadi sketsa, rencana, majalah, dan foto tersebar di mana-
mana, di samping kotak biskuit dan cangkir kopi. Peter merasa sulit untuk berkonsentrasi saat
melihat tumpukan bahan Matt di mana-mana, sementara Matt merasa dia bisa lebih kreatif dan
bebas mengalir jika tidak dipaksa untuk membersihkan dan mengatur secara terus-menerus.
Banyak rekan kerja Matt dan Peter berharap mereka membiarkan masalah ini dihentikan. Para
pria menikmati hubungan kerja yang baik di masa lalu, dengan perhatian Peter terhadap detail
dan perencanaan yang matang untuk mengekang beberapa inspirasi liar Matt. Namun akhir-akhir
ini, kolaborasi mereka terhambat dalam perselisihan.
Semua orang tahu bahwa tidak produktif untuk terlibat dalam konflik atas setiap
gangguan kecil di tempat kerja. Namun, menghindari konflik sepenuhnya bisa sama negatifnya.
Sebuah badan penelitian yang muncul telah memeriksa apa yang disebut budaya konflik dalam
organisasi. Penemuan ini menunjukkan bahwa memiliki budaya yang secara aktif menghindari
dan menekan konflik dikaitkan dengan tingkat kreativitas yang lebih rendah. Budaya yang
mendorong konflik ke bawah tanah tetapi tidak berhasil.
Mengurangi ketegangan yang mendasarinya dapat menjadi pasif agresif, yang ditandai
dengan perilaku curang terhadap rekan kerja lainnya.
Pada akhirnya, menemukan cara untuk mengatasi perselisihan yang berantakan mungkin
akan menjadi proses yang berkelanjutan untuk menemukan keseimbangan antara berbagai
perspektif. Baik Matt maupun Peter khawatir jika mereka tidak dapat menemukan solusi,
hubungan kerja mereka yang biasanya positif akan terlalu kontroversial untuk ditanggung. Dan
itu akan sangat berantakan.
Questions:
14-10. Jelaskan beberapa faktor yang menyebabkan situasi ini menjadi konflik terbuka.
Jawab: Perbedaan perspektive dari matt dan Peter yang menyebabkan konflik ini.
Berdasarkan diatas Peter lebih suka membuat mejanya benar-benar bersih dan bersih, dan dia
menyimpan tumpukan tisu pembersih di laci untuk menghilangkan debu atau kotoran. Namun
Matt, di sisi lain, suka membuat semua karyanya terlihat di mejanya, jadi sketsa, rencana,
majalah, dan foto tersebar di mana-mana, di samping kotak biskuit dan cangkir kopi. Peter
merasa sulit untuk berkonsentrasi saat melihat tumpukan bahan Matt di mana-mana, sementara
Matt merasa dia bisa lebih kreatif dan bebas mengalir jika tidak dipaksa untuk membersihkan
dan mengatur secara terus-menerus. Karena ini kolaborasi mereka terhambat dalam perselisihan.
14-11. Apakah menurut Anda ini adalah masalah yang layak untuk menimbulkan konflik?
Apa potensi biaya dan manfaat Matt dan Peter yang melakukan diskusi terbuka tentang
masalah tersebut?
Jawab: Masalah ini masalah tidak layak untuk dijadikan konflik karena setiap orang memiliki
perspective yang berbeda dan mempunyai pendapat yang berbeda juga. Kecuali jika perspektive
satu individu mempengaruhi hal pribadi atau kepribadian orang lain

 Potensi biaya matt dan Peter melakukan diskusi terbuka tentang masalah tersebut ialah
Seluruh pegawai di perusahaan akan tahu tentang permasalahan yang dialami oleh matt dan
Peter sehingga menyebabkan gossip.
Matt dan Peter akan mendapatkan bad image di kantornya karena dicap tidak bisa
menyelesaikan masalah sendiri
Jika melakukan diskusi terbuka tentang masalah ini akan mempengaruhi pengembangan
karir matt dan Peter, karena jika ini dilaksanakan atasan di perusahaan akan tahu tentang
permasalahannya tersebut.

 Potensi manfaat matt dan Peter melakukan diskusi terbuka tentang masalah tersebut.
Open discussion dapat menyelesaikan permasalahan matt dan Peter dengan mudah
Matt dan Peter dapat bekerja secara efisien setelah konflik mereka terselesaikan
14-12. Bagaimana Matt dan Peter mengembangkan diskusi pemecahan masalah yang aktif
untuk menyelesaikan konflik ini? Apa yang secara efektif dapat diubah, dan apa yang
mungkin akan tetap menjadi masalah?
Jawab: Matt dan Peter harus berdiskusi langsung tentang perspective mereka dan
menyimpulkan cara untuk menyelesaikan masalah mereka. Lalu mereka harus mengambil orang
ketiga yang dapat dipercaya dan mendengarkan nasihatnya sehingga dapat menemukan titik
terang. Dan mereka harus mengabaikan sifat dan perspective masing-masing, hanya fokus dan
berkonsentrasi pada pekerjaan mereka.
Setelah melakukan diskusi terbuka, konflik antara matt dan Peter akan diselesaikan. Mereka akan
lebih memahami sudut pandang satu sama lain dan bekerja dengan damai. Mereka tidak akan
mempermasalahkan masalah perbedaan kepribadian satu sama lain dan mulai berkonsentrasi
kepada pekerjaannya sendiri. Setelah selesai melakukan diskusi terbuka tidak ada masalah lagi
yang tersisa.

Anda mungkin juga menyukai