Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Etika Bisnis
“Contoh Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)”

Dosen Pengampu : Charisma Ayu Pramuditha, M.HRM

Disusun Oleh Kelompok :

1. Tejo Afianto 1822200063


2. Wulan Diah Permata Sari 1822200036
3. Sania Eka Febrianti 1822200066
4. Puspa Sefty Anggraini 1822200050
5. Adetya Fitri Rahayu 1822200060
6. Putri Febrianti 1822200065
7. Yuni Mareta 1822200061

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

MULTI DATA PALEMBANG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Kebijaksanaan Bisnis yang
Melanggar dalam Etika Berbisnis,dengan baik meskipun mungkin masih ada kekurangan
didalamnya. Dan saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Titi Ayem Lestari selaku Dosen
mata kuliah Pengantar Bisnis Universitas Gunadarma yang telah memberikan tugas ini kepada
saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai dampak yang ditimbulkan dari kebijaksanaan bisnis yang
melanggar etika berbisnis. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik
dan saran demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan dating.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon
kritik dan saran yang membangun.

Palembang, 21 Desember 2021

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... 2

Daftar Isi .................................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan

1.1.Latar Belakang ..................................................................................................... 4


1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3.Tujuan Penulisan .................................................................................................. 4

BAB II Pembahasan

2.1.Pengertian Etika Bisnis ........................................................................................ 5


2.2.Prinsip Etika Bisnis .............................................................................................. 5
2.3.Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis .............................................................. 6
2.4.Analisis Kasus ...................................................................................................... 8

BAB III Penutup

3.1.Kesimpulan .......................................................................................................... 9
3.2.Saran .................................................................................................................... 9

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 9

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sebuah perusahaan bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik.
Kata “etika” berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu,
tempat yang biasa ditinggali, kebiasaan, adaptasi, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara
berpikir. Kata “moralitas” dari kata lain “moralis” dan merupakan kata abstrak dari “moral”
yang menunjuk kepada baik dan buruknya suatu perbuatan. Sedangkan definisi dari etika bisnis
adalah pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/sosial, dan penerapan
norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Apalagi akhir-akhir ini
makin banyak dibicarakan perlunya tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme
pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberikan kebebasan luas kepada seluruh pelaku
bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Hal
ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata
sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Bahkan, pelanggaran etika bisnis dan
persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pasar terasa semakin memberatkan para
pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing. Oleh karena itu,
perlu adanya sanksi yang tegas mengenai larangan praktik monopoli dan usaha yang tidak sehat
agar dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis dalam dunia usaha.

Palembang, 21 Desember 2020

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian etika bisnis?
b. Apa saja prinsip etika bisnis?
1.3.Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis
b. Untuk mengetahui prinsip etika bisnis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN ETIKA BISNIS


Etika bisnis merupakan landasan tentang moralitas dalam ekonomi atau bisnis dan semua
pihak yang terkait untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan ilmu ekonomi dan
mencapai tujuan atau mendapatkan laba, sehingga kita harus menguasai sudut pandang
ekonomi, hukum dan etika maupun moral agar bisa mencapai target yang diinginkan.
Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh manusia, aspek baik atau buruk
yang dilakukan oleh seseorang. Tetapi sampai sekarang masih belom pernah etika bisnis
mendapat begitu banyak perhatian seperti sekarang. Perilaku tidak etis dalam kegiatan
bisnis sering juga terjadi karena peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan
kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan yang melanggar etika bisnis.

2.2.PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS


Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan
untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang
mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja
atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis
sebagai berikut:
a. Prinsip otonomi, Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara
bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya
dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus
diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada
kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
b. Prinsip kejujuran, Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal
maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh
perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa
bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.

5
Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua,
kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding.
Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
c. Prinsip tidak berniat jahat, Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran.
Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan
itu.
d. Prinsip keadilan, Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait
dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya,
pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang
rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
e. Prinsip hormat pada diri sendiri, Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut
melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
2.3.CONTOH KASUS MELANGGAR ETIKA BISNIS
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di
bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya
perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya
dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara
merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni.
Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk
yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan
harga berapapun yang mereka kehendaki. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber
daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada
pada negara.
Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain
utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang
akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi
pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat
“dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi
utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta
memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas

6
masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Contoh kasus monopoli yang
dilakukan oleh PT. PLN adalah:
a. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah.
Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara
untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric,
Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black &
Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi
dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh
PT. PLN sendiri.

b. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan
sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam
operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di
Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel.
Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik
yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2,
serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk
pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara
Karang. Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik
masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara
merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering
terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.

7
2.4.ANALISIS KASUS ETIKA BISNIS
Jika dilihat dari teori etika deontologi : Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang
baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata.
Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya. Jika dilihat dari
teori etika teleologi : Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak
langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan
hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi. Jika
ditinjau dari teori utilitarianisme : Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika
utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan
masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.

8
BAB III

PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Dari wacana diatas dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah
melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan
PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4.2.Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya
Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang
listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi
investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau
Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi
tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945
Pasal 33.

DAFTAR PUSTAKA

http://triyasapritantina.blogspot.co.id/2011/09/tugas-etika-bisnis.html

https://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/teori-teori-etika/

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis

http://vtastubblefield.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-etika-dalam-berbisnis/
http://dianavia.blogspot.com/2011/10/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html

Anda mungkin juga menyukai