Arizal Muchlisin (141170293) Yusuf Waskitho Setyawan (141170302) Kata resonansi (resonance) berasal dari bahasa latin resonare yang artinya “menggemakan”, sedangkan menurut Oxford English Dictionary arti resonance adalah “penguatan atau pemanjangan suara melalui pemantulan” atau “melalui getaran yang selaras”. Resonansi yang dimaksud disini adalah bagaimana pemimpin mampu merasakan juga apa yang dirasakan oleh pengikutnya/bawahnnya. Pemimpin resonansi mampu memahami dan berempati terhadap apa yang dirasakan oleh bawahannya. Menurut David Coleman, ketika berbicara tentang manajer puncak, kecerdasan emosional (EQ) dua kali lebih penting daripada keterampilan + IQ. Resonant leadership mempengaruhi diri dan berhubungan dengan orang lain melalui kesadaran, harapan, dan kepedulian. Pemimpin resonan menggunakan keterampilan kecerdasan emosional dan sosial untuk memperbarui diri, menciptakan hubungan yang positif, dan menumbuhkan, lingkungan hidup yang sehat untuk melibatkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Mereka melakukan hal ini melalui kesadaran, harapan dan kasih sayang, yaitu: ◦ Kesadaran: Kesadaran tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh, pikiran, hati, dan jiwa, dengan memperhatikan apa yang terjadi di sekitar Anda. ◦ Harapan: Memetakan suatu tindakan pada tujuan yang diartikulasikan secara jelas, percaya tujuan dapat dipenuhi dan akhirnya mencapai mereka dengan rasa kesejahteraan . ◦ Compassion: Belas kasihan adalah empati dalam tindakan, bukan hanya peduli, tetapi membantu orang lain untuk menemukan mimpi mereka dan membantu untuk mencapainya. Pemimpin yang resonan adalah seseorang yang mampu membujuk karyawan bahwa tujuan organisasi juga merupakan tujuan mereka dan bahwa kesuksesan perusahaan adalah cerminan dari perasaan mereka terhadap sesuatu yang lebih besar dan lebih ekspansif daripada apa pun yang dapat mereka capai pada mereka sendiri. Memiliki visi yang jelas, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pemimpin mengkomunikasikannya kepada karyawan dan klien. Maka perlu bertanya pada diri sendiri pertanyaan- pertanyaan ini: ◦ Apa yang mengilhami saya tentang apa yang saya lakukan? Bagaimana cara berbagi inspirasi dengan karyawan dan klien saya? ◦ Seberapa jujur dan terbuka saya tentang kelemahan dan kekuatan saya saat berbicara dengan klien dan karyawan saya? ◦ Apakah saya mendengarkan? Jika jawaban untuk ketiganya adalah "Saya tidak tahu" maka Anda memiliki kesempatan bagus untuk menjadi pemimpin yang lebih resonan dan berpengaruh. Analisis kepemimpinan resonan bekerja dalam jangka panjang, dan mengapa gaya kepemimpinan ini lebih efisien: Pemimpin resonan mencegah kelelahan ◦ Pemimpin yang resonan akan mencegah kelelahan dengan membangun lingkungan kerja yang positif. ◦ Konsep-konsep ini mempengaruhi gaya kepemimpinan: Perhatian Weelas asih Harapan Tim lebih termotivasi ◦ Motivasi nomor satu, yang bertahan sepanjang tahun, adalah berbagi visi organisasi. ◦ Pemimpin yang efektif menggunakan konteks ini untuk meningkatkan motivasi dan membuat karyawan berkembang di dalamnya. Tim lebih berkomitmen Tim lebih berkomitmen ◦ Pemimpin resonan bersifat empati, pengertian, dan mereka sangat peduli terhadap orang lain. Pemimpin yang resonan mendapat respon yang lebih baik selama masa-masa sulit ◦ Berlawanan dengan apa yang mungkin diyakini beberapa orang, ketika ada PHK dan perubahan dalam sebuah organisasi, tim dengan pemimpin resonan merespons dengan lebih baik dan kurang ditekankan oleh perubahan tersebut. Seorang pemimpin berempati, tulus, asli, dan bertindak dengan integritas, anggota tim akan menyadari transparansi dan nilai itu. Pemimpin resonan membangun tim yang berkelanjutan ◦ Pemimpin resonan cenderung menginspirasi orang lain dengan menciptakan dan mempertahankan resonansi. Ada unsur genetik pada kecerdasan emosi, tetapi pembelajaran dan penumbuhan juga mempunyai peran besar. Kemampuan menjadi pemimpin resonan bukanlah sesuatu yang dilahirkan. Ini adalah sesuatu yang harus kita pelajari dan praktikkan selama bertahun- tahun; Ini adalah gaya kepemimpinan yang bisa dilatih dan diperoleh melalui kesadaran EQ diukur dengan berbagai faktor termasuk kesadaran diri, kemampuan untuk mengelola emosi, inovasi, empati, dan keterampilan sosial Anda, dan sejauh ini, penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita berada dalam rentang EQ yang sangat mirip. Kepemimpinan yang resonan tidak hanya mempromosikan hubungan positif, tapi juga mendorong produktivitas dan meningkatkan keterlibatan karyawan. 5 sifat : ◦ Kesadaran diri ◦ Keaslian ◦ Empati empati kognitif' empati emosional Perhatian empati ◦ Manajemen hubungan ◦ Kesadaran sosial Seberapa baik pemimpin ◦ Pengendalian Diri mengelola dan Transparansi mengarahkan perasaan- Kemampuan Menyesuaikan Diri perasaan bawahannya, Prestasi tergantung kepada Inisiatif tingkat kecerdasan Optimisme emosinya. Bagi pemimpin ◦ Kesadaran Sosial yang cerdas secara Empati emosi, resonansi akan Kesadaran Berorganisasi terjadi secara alamiah. 4 Pelayanan indikator ◦ Pengelolaan Relasi ◦ Kesadaran Diri Inspirasi Kecerdasan diri emosi Pengaruh Penilaian Diri Yang Akurat Mengembangkan Orang Lain Kepercayaan Diri Katalisator Perubahan Pengelolaan Diri Pengelolaan Konflik Kerja Tim Dan Kolaborasi Kebijakan/ langkah unik yang sudah dilakukan Jokowi: ◦ Tidak Memakai Vorijder ◦ Walikota di Kampung Kumuh ◦ Menaikkan UMP Jakarta Menjadi 2,2 Juta Rupiah ◦ Keluar Masuk Pasar, Berkeliling Kampung, Sidak Kantor Kecamatan Dan Kelurahan Jokowi merupakan sebuah simbol harapan dan perjuangan kaum yang selama ini merindukan sosok pemimpin yang merakyat, mengayomi dan melindungi rakyatnya. Kepemimpinan Jokowi adalah kepemimpinan dari “bawah ke atas”. Artinya kepemimpinan Jokowi lebih banyak mendengarkan aspirasi dari bawah ketimbang “memaksakan gagasan dari atas ke bawah”. Kecerdasan emosional dua kali lebih penting dari pada kecerdasan intelektual. Hal ini juga berlaku bagi kepemimpinan dalam manajemen. Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, mempunyai perencanaan yang bagus, visioner, namun tidak cakap dalam mengelola emosi, tidak ada artinya. Seorang pemimpin yang mampu mengembangkan perasaan positif maka pemimpin tersebut akan menjadi resonansi (resonance), yaitu pemimpin yang mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang-orang yang dipimpinnya dan menggerakkan perasaan mereka ke arah emosi positif. Kepemimpinan yang resonan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kepemimpinan yang mampu memantulkan bunyi untuk menggerakkan nada emosi positif orang yang dipimpinnya Instansi Kepolisian selalu melakukan pergantian pemimpin yang berlangsung setiap periode kepemimpinan. Salah satu tipe gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan resonan dimana pemimpin mampu menggerakan orang- orang dikelompoknya dengan penuh gairah, kekuatan, ketegasan, dan empati Persepsi negatif anggota akan gaya kepemimpinan resonan menjadikan stresor di lingkungan kerja yang menjurus terjadinya burnout Kepala Divisi Humas Mabes Polri menyampaikan bahwa ada penelitian menunjukan bahwa institusi Kepolisian menunjukan kecenderungan burnout sebesar 80% karena beban tugas. Burnout adalah jenis stres kerja di mana seseorang mengalami kelelahan fisik, mental, dan emosional. Penelitian mengenai burnout pada polisi menyatakan bahwa enam dari delapan orang anggota polisi pengendali massa (Dalmas) mengalami burnout ketika melaksanakan tugas mengendalikan situasi yang tidak kondusif Indikasi burnout anggota tidak lepas dari peran serta pemimpin organisasi Pada institusi kepolisian peran pemimpin sangat penting dalam memberikan arahan, instruksi, serta motivasi pada anggota Gaya kepemimpinan otoriter sulit terlepas dari intitusi kepolisian karena sudah puluhan tahun menjadi budaya Kepemimpinan pada Detasemen A Pelopor Subden 2 mendekati ciri-ciri dari gaya kepemimpinan resonan, dimana pemimpin memimpin dengan penuh inspirasi demi perkembangan institusi, pemimpin memimpin dengan penuh semangat demi meningkatkan gairah anggotanya agar bekerja semaksimal mungkin sehingga visi dan misi institusi tercapai serta pemimpin menunjukan empati yang tinggi baik kepada anggota maupun orang yang berada disekitarnya. Anggota yang mempersepsikan penerapan gaya kepemimpinan resonan dengan positif akan mendukung pimpinan dalam hal meningkatkan produktivitas kerja serta keterlibatan aktif dalam organisasi, serta tidak menjadikan pekerjaan menjadi sumber stressor. Anggota yang kurang bisa mengikuti perubahan yang diterapkan pemimpin akan mempersepsikan negatif gaya kepemimpinan tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan Kepada Detasemen (Kaden) Detasemen A Pelopor Subden 2 Semarang merujuk pada gaya kepemimpinan resonan. Gaya kepemimpinan resonan dapat menjadi stressor kerja yang berdampak munculnya burnout apabila dinilai secara negative oleh anggota. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan resonan dengan burnout pada anggota yang bertugas pada anggota Kepolisian Brimob Detasemen A Pelopor Subden 2 Semarang. Jumlah populasi penelitian sebanyak 136 orang dengan jumlah subjek untuk tryout sebanyak 36 anggota dan subjek untuk penelitian sebanyak 100 anggota. Hasil menunjukan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah negatif, artinya semakin positif penerapan persepsi gaya kepemimpinan resonan di instansi tersebut maka akan semakin rendah burnout anggota kepolisian. Begitu pula sebaliknya semakin negatif persepsi penerapan kepemimpinan resonan di instansi tersebut maka akan semakin tinggi burnout anggota kepolisian. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas Anggota berada pada kategori kecenderungan burnout yang sangat rendah (65%) dan Mayoritas anggota memiliki persepsi penerapan kepemimpinan resonan sangat positif (62%) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi kepemimpinan resonan dengan burnout pada anggota kepolisian Brigadir Mobil (Brimob) Detasemen A Pelopor Subden 2 Semarang. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh dengan koefisien korelasi rxy sebesar -0,715 dengan p = 0,000 (p<0,05). Hubungan ini menunjukan semakin positif persepsi penerapan kepemimpinan resonan di instansi tersebut maka akan semakin rendah burnout pada anggota kepolisian. Begitu pula sebaliknya semakin negatif persepsi penerapan kepemimpinan resonan di instansi tersebut maka akan semakin tinggi burnout pada anggota kepolisian.