Anda di halaman 1dari 16

NAMA :MUHAMMAD ERWIN WARDANI

NPM : 51421120116
Kelas : B (Magister Management)

1. Soal : Perubahan organisasi merupakan proses perpindahan organisasi dari


kondisi saat ini ke kondisi masa yang akan datang yang diinginkan untuk
meningkatkan efektivitasnya.

a) Jelaskan mengapa dinyatakan demikian

Jelaskan mengapa dinya Perubahan organisasi merupakan proses perpindahan


organisasi dari kondisi saat ini ke kondisi masa yang akan datang yang diinginkan
untuk meningkatkan efektivitasnya, suatu organisasi atau perusaahaan harus tetap
mengikuti bagaimana perkembangan zaman supaya mampu bersaing dengan
perusahaan atau organisasi-organisasi lainnya.
Perubahan atau perpindahan sendiri merupakan hal atau suatu proses secara
sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang
diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada suatu organisasi atau perusahaan
yang akan terkena dampak dari proses tersebut, Perubahan bertujuan agar
organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi
perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan, ekonomi dan
jasa untuk peningkatan kualitas.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi,
pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah
disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan
mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak
perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan
perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen
perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang
ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Tidak banyak orang
yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan.
Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu
manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah
pada titik positif.
Organisasi merupakan sistem yang terbuka sehingga arus perkembangan
tersebut akan secara bebas masuk kedalam suatu organisasi. Penerapan teknologi
yang ada dalam organisasi harus disesuaikan dengan karakteristik dari organisasi
itu sendiri supaya tidak terjadi adanya pertentangan. Dengan adanya teknologi
informasi dapat memberikan peran yang cukup penting dalam menjamin
tercapainya tujuan organisasi antara lain adalah:
(1) Implementasi atau pemanfaatan teknologi informasi memiliki dampak
positif yang secara umum adalah terjadi efisiensi waktu dan biaya yang
secara jangka panjang akan memberikan keuntungan ekonomis yang
sangat tinggi.
(2) Pemanfaatan teknologi informasi akan melibatkan semua karyawan
dalam organisasi yang dioperasikan secara rutin oleh staf administrasi
dan bagian teknologi informasi.
(3) Perubahan yang tejadi dalam organisasi bukan hanya dari segi effisiensi
kerja tetapi juga mempengaruhi budaya kerja baik secara personal, antar
unit, maupun keseluruhan organisasi.
b) Untuk apa perubahan dilakukan?
Perubahan pada organisasi yang diakibatkan globalisasi tidak terlepas
dengan perkembangan teknologi informasi, karena perusahaan atau organisasi
dituntut untuk mengikuti pola perubahan yang terjadi. Teknologi dalam organisasi
memiliki peran penting dalam mempelajari sifat-sifat dari teknologi suatu
organisasi dan hubungan teknologi terhadap struktur organisasi, tetapi dalam
penerapannya harus didasarkan karakteristik dari organisasi tersebut. Dengan
adanya teknologi informasi dalam sebuah organisasi, akan mampu mengimbangi
perubahan-perubahan baik dalam struktur organisasi maupun dalam kegiatan
berorganisasi, serta mampu mengubah pola komunikasi atau interaksi yang
berlangsung baik itu secara vertikal maupun horizontal.

c) Apa masalah umum yang dihadapi dalam perubahan dan bagaimana


cara mengatasi masalah termaksud?
Dari masa ke masa berbagai jenis organisasi di dunia baik organisasi
publik mau pun nonpublik selalu menghadapi dinamika perkembangan di dalam
maupun di luar organisasi, seperti pertumbuhkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sosial, ekonomi, lingkungan, dan kependudukan. Perubahan tersebut
menuntut berbagai pihak yang berkepentingan di dalam organisasi untuk selalu
siap dan mampu mengendalikan perubahan.
Perubahan akan menghasilkan kinerja yang optimal bila dilakukan atau
dapat dikendalikan secara terencana. Kemampuan mengendalikan perubahan
secara terencana memerlukan pengetahuan dan strategi. Di mana pengetahuan
dan strategi tersebut diperlukan agar organisasi tidak mengalami keguncangan
saat menghadapi perubahan.
Perubahan-perubahan yang dihadapi organisasi timbul dari dalam
organisasi sendiri atau pun dari lingkungan organisasi. Tuntutan perubahan dari
dalam maupun lingkungan organisasi akan berdampak positif bila organisasi
bersikap terbuka dalam menerima masukan. Oleh sebab itu, setiap organisasi

harus membuka diri, peka terhadap aspirasi, keinginan, tuntutan dan


kebutuhan dari berbagai kelompok dengan siapa organisasi berinteraksi.
Sebagaimana telah dikatakan, di dalam melakukan perubahan organisasi
diperlukan teori-teori. Salah satu pendekatan untuk melakukan perubahan
organisasi adalah pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi (PO)
pada hakikatnya adalah perubahan organisasi, sebab di dalam pengembangan
selalu terindikasi adanya perubahan, baik itu perubahan dalam kapasitas
pemekaran (penambahan unit-unit baru) atau pun dalam kapasitas penciutan
(merger, penghapusan unit tertentu, dan sebagainya). Pengembangan organisasi
banyak berkaitan dengan ilmu perilaku organisasi. Disiplin ini dalam
perkembangannya memiliki manfaat besar bagi organisasi untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi. Artinya, teknik-teknik pengembangan
organisasi memungkinkan organisasi meningkatkan.

2. Berkaitan dengan telah masuknya kita dalam Industri 4.0 dan Masyarakat
5.0 telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, berkomunikasi,
memimpin, berorganisasi dan sebagainya. Hal tersebut juga membentuk
ulang sistem antara lain sistem : organisasi pemerintah, pendidikan,
pelayanan dan lainnya, hampir di seluruh aspek kehidupan. Salah satu
dampak positif menimbulkan kemudahan karena serba digital. Dampak
negatif : pergantian SDM dengan mesin sehingga terjadi pengangguran
dan sebagainya.

a) Jelaskan pendapat Saudara atas kondisi tersebut.

Revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 tentu akan mengubah hampir
semua bidang linni kehidupan manusia, tidak terkecuali pada bidang bisnis,
industri manufaktur. Revolusi industri telah memberikan perubahan yang
signifikan seperti komputer yang sangat canggih, robot pintar, hingga
kendaraan tanpa pengemudi, hingga sistem otomatis yang dapat dipantau
24 jam dalam bidang industri.
Hampir semua industri saat ini sudah terhubung dengan internet yang
tentu akan memudahkan pekerjaan manusia. Perubahan dalam berbagai
aspek ini tentu perlu penyesuaian yang matang agar dapat berjalan dengan
lancar. Baik secara individu, organisasi dan Perusahaan harus menyiapkan
diri agar dapat menghadapi revolusi industri 4.0 dengan tepat.
Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 perusahaan
mau tidak mau harus meningkatkan kualitas SDM agar dapat memenuhi
standar global. Pada era digital, robot mulai menggantikan peran dan
pekerjaan manusia. Namun, Anda tidak perlu khawatir karena robot tidak
akan bekerja dalam semua sektor.
Robot belum bisa menggantikan pekerjaan yang berhubungan dengan
interaksi manusia dan pengetahuan. Robot juga memerlukan teknisi yang
dapat mengatur sistem dan pengaturannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat mengaplikasikan dan
mengontrol teknologi secara maksimal.

Selain itu juga manusia secara tidak langsung harus mulai belajar
beraptasi sehingga tidak tergerus dan tidak hanya jadi penikmat melainkan
jadi pemain dalam perkembangan revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.

b) Kepemimpinan dan perilaku organisasi seperti apa yang sebaiknya


diimplementasikan pada masa mendatang? Jelaskan

Konsep ‘Leadership di masa mendatang berfokus pada keterlibatan tim,


kemampuan individu, keterampilan memotivasi dan pabrikasi ide-ide super
kreatif. Hal ini akan menghasilkan budaya kerja yang terbuka, transparan
dan inovatif. Yang pasti, para pemimpin millennial saat ini mayoritas sudah
menggunakan teknologi dalam menjalankan aktivitas pekerjaannya.
Seakan, teknologi sudah tidak terpisahkan lagi dalam perusahaan,
organisasi, komunitas atau ‘project’ yang mereka pimpin. ‘Millennial leader’
yang agile berhasil mengajak organisasinya dengan cepat mengakomodasi
perubahan. Dalam Global Leadership Forecast 2018, mengatakan bahwa
respons yang dimiliki oleh tipe kepemimpinan digital jauh lebih cepat
dibandingkan pemimpin yang gagap teknologi atau tidak mengikuti tren
teknologi terkini. Apalagi, kalau melihat tren penggunaan internet di
Indonesia yang diproyeksikan mencapai 175 juta pada tahun ini
menunjukkan pentingnya dan semakin menguatnya tren digital leadership.
Kepemimpinan 4.0 memungkinkan organisasi saat ini untuk meningkatkan
kapasitasnya dalam mengimbangi berbagai percepatan dalam dunia industri
dengan penuh percepatan karena hadirnya teknologi di semua lini. Dari
pengamatan berbagai macam sumber, terdapat lima dimensi dari
kepemimpinan 4.0 saat ini.
Yang pertama adalah kompetisi, bagaimana pemimpin muda membaca
dan merespons terhadap iklim kompetisi yang ketat dan semakin kompleks.
Sikap pemimpin dalam merespons dan bereaksi dalam kompetisi sangat
menentukan keberhasilan dari bisnis.
Kedua, hirarki. Pemimpin 4.0 mengedepankan pengambilan keputusan
secara partisipatif dengan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam
menentukan langkah yang dipilih. Hasil keputusan yang diambil secara
egaliter akan memaksimalkan berbagai peluang dan kesempatan, hal ini
karena seluruh anggota kunci dalam organisasi dilibatkan secara maksimal.
Ketiga adalah pengembangan talenta di bidang teknologi, pemimpin
memanfaatkan talenta individu agar dapat terus mengeksplorasi dan
memaksimalkan penggunaan potensi guna memaksimalkan kemajuan
teknologi di setiap bidang yang relevan. Pemimpin 4.0 menganut paham
multiperspektif. Mereka juga bersifat inklusif yang menghindari membeda-
bedakan pasar, keterampilan dan keahlian. Mudahnya akses teknologi
informasi yang bisa diakses dimanapun, siapapun dan kapanpun
menjadikan inklusifitas menjadi sikap dan standar baru pemimpin milenial.
Pemimpin 4.0 perlu lebih banyak mengedepankan dialog berupa
internalisasi visi, nilai dan budaya kerja kepada seluruh karyawan yang
merupakan stakeholder internal organisasi. Generasi millennial cenderung
berperilaku antusias jika tindakannya memiliki arti (meaning) pada
pekerjaannya. Supaya berhasil menjadi pemimpin yang inklusif, pemimpin
4.0 perlu mahir menempatkan diri sebagai coach, mentor, leader, dan kawan
baik bagi anggota organisasinya. Sebagian besar milenial saat ini menyukai
perusahaan yang memberikan frekuensi lebih banyak untuk pembelajaran
dengan mendapatkan mentoring dan training dari pemimpin atau sosok
inspiratif lainnya
Keempat, hiper-konektivitas. Kondisi ini memungkinkan kepemimpinan
yang berjejaring dari level mikro hingga makro, dimana keberadaan dan
pemanfaatan teknologi merupakan hal utama bagi organisasi untuk dapat
mengembangkan secara masif ekonomi digitalnya. Salah satu tugas utama
menjadi pemimpin 4.0 adalah menguasai fungsi media sosial sebagai
platform jitu untuk memperkuat koneksi dan menjalin hubungan dengan
orang lain. Hyper-konektivitas dalam konteks kepemimpinan 4.0 berarti
terhubungnya manusia, organisasi dan mesin melalui seperangkat teknologi
digital. Hal ini dekat dengan salah satu pendekatan literature kepemimpinan
yaitu kepemimpinan berjejaring (network leadership).
Dalam konsep kepemimpinan ini, membangun relasi dengan masyarakat
atau multistakeholder adalah hal yang utama dan prioritas. Ketika masa
kepemimpinan lalu kolaborasi tertunda karena ego dan harus dipaksakan,
maka pemimpin milenial melakukan dengan sukarela dan spontan.
Berjejaring dan berkolaborasi menjadi bahan bakar organisasi untuk terus
hidup, dinamis dan berkembang. Mereka adalah ‘millennial network leaders’
yang mampu mengalokasi dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki
untuk berkarya atau bekerja di luar batas administrasi, berinteraksi dengan
orang dari berbagai latar belakang organisasi, karakter dan kompetensi.
Sehingga, yang ingin saya tegaskan di sini, pemimpin 4.0 wajib berperan
sebagai pemimpin jejaring yang mau dan mampu membangun jaringan
sebanyak, seluas dan sedalam mungkin.
Kelima adalah transparansi. Pemimpin 4.0 mengedepankan komunikasi
terbuka (open) dan kejujuran (honest). Kepemimpinan yang baik selalu
dimulai dengan komunikasi yang baik, hal ini dibangun dengan kebiasaan
berkata jujur dalam berpikir dan berpendapat. Konteks kepemimpinan 4.0
menjadikan transparansi menjadi budaya utama organisasi atau
perusahaan. Pemimpin Millennial sudah terbiasa dengan ketidakpastian dan
perubahan, hal ini karena sejak lahir mereka sudah dibesarkan dalam situasi
dan kondisi dunia yang tidak mapan. Saat berbagai informasi mengalir deras
secara global hanya dengan hitungan detik, maka transparansi tidak hanya
diharapkan tetapi juga tidak bisa dihindari.
3. Jelaskan bagaimana kalau Saudara diberi tugas untuk memimpin
organisasi/perusahaan agar dapat menciptakan kreativitas dan inovasi
supaya organisasi/perusahaan dapat survive atau dapat menjalankan
usahanya
Sebagai seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan, tentu harus memiliki
kemampuan untuk memimpin karyawan agar mampu mencapai produktivitas yang
tinggi, agar dapat menciptakan kreativitas dan inovasi supaya organisasi/perusahaan
dapat survive atau dapat menjalankan usahanya
Namun, tantangan yang dihadapi seorang pemimpin kian hari akan bertambah
dan diperlukan pengembangan kemampuan lebih dalam. Hal ini tidak lain karena
perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendorong terjadinya digitalisasi di
semua aspek kehidupan, termasuk dunia kerja.
Teknologi bisa memberikan banyak kemudahan terhadap aktivitas orang
dalam bekerja, terutama untuk generasi milenial yang lebih terbuka akan pemanfaatan
teknologi di dalam kesehariannya.
Lalu, apa hubungannya tekonologi dengan kepemimpinan? Hal ini karena ada
perubahan dari sisi langkah pengelolaan dan integrasi pada generasi milenial dengan
Baby Boomer dan Generasi X.
Tujuannya tidak lain untuk menghindari konflik antar generasi yang ada di
tempat kerja.
Bagaimana solusinya? Tentunya Anda sebagai seorang pemimpin haruslah
memiliki kriteria-kriteria tertentu.
Di era yang serba digital ini, seorang pemimpin harus memiliki kriteria-kriteria
berikut untuk menunjang kemajuan sebuah perusahaan atau organisasi, antara lain:
1. Mampu berkomunikasi
Dalam era digital ini, pemimpin dituntut mampu berkomunikasi tidak hanya
secara fisik dengan tatap muka, tapi juga piawai dalam berkomunikasi melalui
berbagai saluran berbasis teknologi yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi,
seperti melalui email, aplikasi, atau bahkan chat messenger seperti WhatsApp.
2. Punya pikiran terbuka
Karena digitalisasi turut mendorong pemanfaatan teknologi dalam bekerja,
saat ini tenaga kerja terutama generasi milenial, punya metode dan caranya sendiri
dalam bekerja. Dalam hal, ini sebagai seorang pemimpin haruslah memiliki pemikiran
yang terbuka untuk memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk melakukan
pekerjaannya dengan metode sesuai dengan budaya dan cara kerjanya masing-masing.
Tapi yang perlu diingat, hasil yang disampaikan harus tetap sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan perusahaan tersebut.
3. Tanggap terhadap perubahan
Pemimpin dalam era digital harus memiliki kepekaan dan kecepatan untuk
melihat dan menilai suatu perubahan serta mengintegrasikan informasi tersebut
menjadi keputusan dalam menjalankan perusahaannya.
Sebab, perkembangan teknologi yang pesat ini telah juga ikut mengubah
kebiasaan serta perilaku pasar.
4. Berani ambil resiko
Saat ini, perubahan terjadi sangat cepat. Itulah kenapa, perusahaan harus turut
bertransformasi dalam rangka beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Maka dari itu, saat ini seorang pemimpin perusahaan harus berani mengambil
resiko dengan bereksperimen mencoba cara baru serta menilai dengan komprehensif
mana cara yang paling efektif untuk diterapkan perusahaan.
Kepemimpinan yang baik dan ideal tumbuh tidak hanya berdasar dari lama
pengalaman kerja yang dimiliki seorang pemimpin. Tapi juga bagaimana seorang
pemimpin bisa memanfaatkan setiap potensi yang adad di dalam dirinya, memiliki
perilaku serta sikap dan gaya kerja yang kompeten dalam menghadapi era digital.

4. Jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang


a) Creating and Managing Organization Culture
Organizational culture adalah suatu kumpulan nilai dan praktik aktivitas
kinerja yang berkolaborasi antar satu divisi dengan yang lainnya demi
memenuhi harapan perusahaan. Semakin baik organizational culture yang
dimiliki oleh perusahaan, maka kian mudah pula meraih kesuksesan.
Selain itu, organizational culture juga dapat diartikan sebagai bentuk
asumsi dasar yang diciptakan dan dikembangkan oleh perusahaan.
Umumnya, hal ini terbentuk ketika perusahaan menemui masalah dan
mulai belajar untuk mengatasinya.
Nilai pelajaran tersebut akan menjadi suatu cara untuk membantu
adaptasi para karyawan baru agar dapat menyelesaikan masalah serupa.
Mulai dari cara mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan pengambilan
keputusan.
Walau zaman terus berubah dari waktu ke waktu, setiap perusahaan
pasti masih menjaga prinsip budaya organisasi berupa kejujuran dalam
bekerja. Dengan demikian, perusahaan beroperasi tidak hanya untuk
mencari keuntungan. Namun, memenuhi aspek fundamental positif
lainnya.
b) Types and Forms of Organizational Change
1. Perubahan Luas Organisasi
Perubahan luas organisasi adalah transformasi skala besar yang
mempengaruhi keseluruhan struktur perusahaan. Ini biasanya
cenderung memerlukan pengubahan ukuran dalam bentuk apa pun,
restrukturisasi, atau kolaborasi — pada dasarnya, sebuah langkah
menuju perubahan sifat perusahaan.
Misalnya, berubah dari organisasi wirausaha yang sangat reaktif
menjadi organisasi yang lebih memiliki pengembangan perusahaan
yang lebih stabil.
Perlu dicatat bahwa terlepas dari jenis perubahan yang
dilakukan, perubahan ini mempengaruhi budaya organisasi dan
sebagai hasil akhirnya, mempengaruhi pola perilaku karyawan dan
individu.
Perubahan dalam kategori ini bersifat jangka panjang dan jika
tidak direncanakan dengan baik dapat sangat mengganggu.
2. Perubahan Transformasional
Penting bagi perusahaan untuk terus-menerus memeriksa
strategi yang mendasari organisasi. Sebuah perusahaan harus
bersentuhan dengan lingkungan di sekitarnya. Ini termasuk mengetahui
tren budaya, memahami iklim sosial dan secara umum mengetahui
kemajuan teknologi.
Menurut sebuah studi MIT baru-baru ini, bisnis digital yang
matang berfokus pada pengintegrasian teknologi digital, seperti sosial,
seluler, analitik, dan cloud, untuk mengubah cara kerja bisnis mereka.
Bisnis digital yang kurang matang berfokus pada pemecahan
masalah bisnis terpisah dengan teknologi digital individu.
Di dunia yang semakin termotivasi secara digital, semakin
banyak perusahaan berbasis teknologi yang mengambil risiko hingga
menjadi norma budaya.
3. Perubahan Personil
Pergantian personel adalah ketika sebuah perusahaan
mengalami perekrutan atau pemutusan hubungan kerja secara
massal. Hal ini membutuhkan perubahan dalam budaya dan proses
perusahaan.
Ketika sebuah perusahaan berkembang pesat dengan
mempekerjakan secara massal, organisasi harus menyerap kejutan
awal dari penerimaan karyawan baru karena juga menyesuaikan setiap
karyawan ke dalam peran baru mereka, di mana setiap peran baru
mungkin belum ditentukan. Transisi ini, jika tidak dikelola dengan baik,
dapat menyebabkan kekacauan dan inefisiensi.
PHK dapat berasal dari beberapa alasan (peraturan pemerintah,
kendala keuangan) masih sangat mempengaruhi karyawan yang tersisa
dari organisasi. Perubahan ini cenderung berdampak negatif pada moral
karyawan.
Ini adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan. Penting untuk
mengelola secara efisien dan adil cara membagi beban kerja. Karyawan
yang mengambil lebih banyak tugas daripada yang diberikan pada
awalnya dapat menjadi tidak efisien dan bahkan jika itu adalah solusi
sementara untuk mengisi kesenjangan, juga dapat mengakibatkan
periode transisi yang goyah.
4. Perubahan yang Tidak Direncanakan
Di tengah analisis data yang tak ada habisnya dan strategi yang
direncanakan, sebuah organisasi dapat mengalami sejumlah perubahan
yang tidak direncanakan, terkadang bahkan lebih drastis dari yang
direncanakan. Perubahan seperti ini mungkin diperkenalkan secara
tidak terencana sebagai tanggapan terhadap perubahan komposisi
demografis suatu organisasi- yaitu: Kurangnya keragaman atau
kesetaraan sosial. Perubahan ini biasanya merupakan perubahan
internal yang tidak direncanakan.
Faktor eksternal yang meliputi ketidakpastian ekonomi dan
perubahan peraturan pemerintah, memainkan peran penting dalam
mendorong organisasi untuk berubah. Kejadian mengejutkan lainnya
bisa berupa bencana alam apa pun. Dengan kejadian seperti ini yang
benar-benar liar dan tak terduga, respons perusahaan terhadap
peristiwa semacam itu adalah bukti nyata ketahanannya.
Meskipun demikian, perubahan ini sering kali membuat kacau
dan mahal serta mendorong perusahaan untuk bertindak dalam waktu
yang terbatas. Karena itu, solusi cenderung merupakan perbaikan
jangka pendek untuk masalah saat ini.
5. Perubahan Perbaikan
Perubahan perbaikan dilakukan ketika menanggapi perasaan
umum kekurangan atau kinerja perusahaan yang buruk . Tingkat kinerja
cenderung turun ketika menderita kesulitan keuangan.
Perubahan perbaikan atau tindakan korektif ini dibuat dengan
tujuan untuk meningkatkan fungsionalitas dan meninjau strategi tertentu
yang sebelumnya mungkin dianggap menguntungkan, tetapi sekarang,
tampaknya hanya merugikan struktur organisasi.

I. Setelah Saudara mempelajari mata kuliah ini, mengerjakan tugas dan


presentasi serta melihat presentasi teman lain. Maka jelaskan jawab Saudara
tentang :
a) Masalah yang banyak dialami perusahaan dan upaya mengatasi masalah
(minimal 3 masalah)
1. Konflik antara Atasan dan Bawahan
Sangatlah wajar terjadi masalah dalam hubungan kerja. Alasannya beragam,
mulai dari bawahan yang tidak memberikan hasil yang memuaskan, atasan salah
dalam cara memberikan feedback terhadap pekerjaan bawahan, atau sekedar miss
communication. Biasanya inilah hal yang bisa membuat bawahan menjadi tidak
betah di suatu perusahaan. Maka dari itu, penting untuk mengatasi konflik antar
atasan dan bawahan dengan bijaksana.
Solusi: Tim HR adalah bagian penting untuk menanggulangi permasalahan
yang ada di lingkungan kantor. Tim HR dapat menjadi penengah saat terjadi
konflik antara atasan dan juga bawahan. Dengan menjadi penengah, tim HR dapat
membantu memilah antara permasalah profesional atau pribadi dan dapat
membantu mereka menyikapi masalah dengan lebih tepat.
2. Konflik antar Karyawan
Terkadang konflik pun terjadi antar karyawan, entah antar karyawan yang
kurang akur atau salah satu seorang karyawan yang merasa direndahkan. Lama-
kelamaan masalah internal ini akan mengakibatkan rusaknya lingkungan kerja
dalam perusahaan. Lingkungan kerja akan menjadi tidak kondusif dan menganggu
karyawan lainnya
Solusi: Antar karyawan dapat melakukan mediasi untuk mengatasi konflik ini
sebelum konfliknya menjadi terus-menerus dan lebih besar. Melalui mediasi,
dapat dibentuk suatu kesepakatan bersama yang memberikan win-win
solution bagi kedua belah pihak karyawan yang bertikai. Biasanya tim HR atau
SDM akan menjadi mediator untuk konflik seperti ini. Yang tak kalah penting,
jangan lupa untuk menghilangkan ego masing-masing. Bagaimanapun juga, antar
karyawan tetap harus dapat bekerjasama demi terlaksananya pekerjaan.
3. Pekerjaan Di luar Job Description
Masalah yang kerap terjadi selain dalam relasi antar karyawan adalah masalah
yang muncul ketika pekerjaan yang diberikan kepada karyawan tidak sesuai
dengan ekspektasi saat melamar pekerjaan. Ternyata karyawan merasa keberatan
lantaran ada ketidaksesuaian antara ekspektasi dan realita. Hal ini dapat
menghampat pekerjaan yang dilakukan karena tidak sesuai dengan keinginan hati.
Solusi: Karyawan dapat membicarakan hal ini dengan atasannya. Sebutkan dan
jelaskan alasan Anda keberatan dengan pekerjaan yang diberikan. Pastikan juga
karyawan membicarakannya dengan nada tenang dan kolaboratif, bukan dengan
nada yang frustasi atau marah. Hal ini akan membuat reputasi Anda menjadi lebih
positif dan dipandang sebagai seorang problem solver alih-alih complainer.
4. Kewalahan Menangani Pekerjaan
Pada suatu titik ketika beban pekerjaan terasa meningkat,
semua deadline pekerjaan akan ditumpahkan kepada karyawan. Kemudian
karyawan akan kewalahan membagi-bagi waktu untuk menyelesaikan seluruh
pekerjaan tersebut. Ya, memang itulah resiko menjadi karyawan.
Solusi: Sebaiknya karyawan membicarakan hal ini dengan manajernya.
Bicarakanlah jika beban pekerjaan dirasa terlalu berat. Jelaskan baik-baik bahwa
karyawan merasa kewalahan, dan diskusikan bersama jalan kelaur terbaik.
Pastikan bahwa Anda juga memilih waktu yang tepat untuk berbicara ke manajer,
atau kalau bisa, buatlah janji sebelumnya supaya pembicaraan lebih produktif dan
tidak mengganggu jadwal bekerja atasan Anda juga.
5. Pelecehan di Tempat Kerja
Masalah ini bukan tidak mungkin terjadi, dan sebenarnya menjadi masalah
karyawan yang paling berbahaya di perusahaan, baik perusahaan besar maupun
kecil. Sebagai contoh, Start-up transportasi Uber pernah mengadakan
penyelidikan terhadap 215 klaim pelecehan dan mengakibatkan 20 karyawan
dipecat. Terlepas dari kenyataan bahwa kasus pelecehan ini merupakan salah satu
persoalan yang cukup mengganggu dalam dunia kerja, sayangnya masih banyak
pula perusahaan yang tidak mau ambil pusing atau apatis. Sikap yang demikian
tentunya tidak baik karena akan membuat pelaku semakin bebas berkeliaran dan
tidak takut mengulangi apa yang dilakukannya.
Solusi: Stop mengabaikan kasus seperti ini. Karyawan yang menjadi korban
juga harus berani untuk bersuara. Di lain sisi, apabila Anda menemukan keluhan
seperti ini di tempat kerja, jangan pula menertawakan atau menyepelekannya.
Berikan dukungan terhadap korban, dan jelaskan bahwa antar karyawan harus
melindungi satu sama lain. Dan yang terutama, perusahaan harus lakukan
investigasi dan berikan tindakan disiplin sesuai dengan peraturan dan/atau
undang-undang yang berlak

b) Presentasi laporan review buku yang Saudara telah kerjakan

JUDUL : BAB I Organisasi 4.0

Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan
dampaknya pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang
serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat, sebagai konsekuensi dari
fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga
inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).
Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri
4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi
transisi revolusi teknologi yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja,
dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain.
Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi
Revolusi Industri 4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu
keniscayaan dalam berbagai skala ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi
organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus terus diupayakan sebagai
instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap perubahan.
Transformasi organisasi pemerintah ini semakin relevan untuk dipacu
percepatannya bila kita merujuk pendapat Klaus Schwab, Executive Chairman World
Economic Forum, yang memberikan hipotesa saat ini miliaran orang telah terhubung
dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan pemrosesan byte demi byte data internet,
yang telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia melebihi sistem konvensional.
Hal ini menjadikan akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata,
tidak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnya. Semua ini bukan lagi mimpi, melalui
terobosan teknologi baru di bidang robotika, Internet of Things, kendaraan otonom,
percetakan berbasis 3-D, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi,
dan komputasi kuantum.
Seperti kita ketahui bersama, dampak dari revolusi industri keempat salah satunya
adalah otomatisasi dan berkurangnya jumlah tenaga kerja manusia dalam produksi.
Seperti dicatat oleh Klaus Schwab, Industri IT di Lembah Silicon tahun 2014 menghasilkan
pendapatan sebesar AS$1,09 triliun hanya mempekerjakan 137,000 orang. Sementara
tahun 1990an, Detroit yang menjadi pusat tiga perusahaan otomotif besar dunia
mempekerjakan sepuluh kali lebih banyak untuk menghasilkan pendapatan yang
sama (Scwab 2017).
Dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya tersebut di
atas, menjadi nyatalah urgensi transformasi organisasi pemerintah untuk menjawab
tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi yang semakin tinggi dewasa ini akibat
perkembangan era Revolusi Industri 4.0.
Perkembangan era Revolusi Industri 4.0 yang membawa konsekuensi
meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparansi dari organisasi pemerintah serta
responsif yang tinggi dan cepat, hal ini membawa perubahan paradigma desain
organisasi.
Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang
besar, tidaklah menjamin efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi, yang
lebih berperan adalah seberapa sukses transformasi organisasi dilakukan agar adaptif
terhadap perubahan yang sedemikian cepat guna menjawab fenomena tomorrow is today.
Pada era Revolusi Industri 4.0 daya adaktif lah yang menjadi kunci keberhasilan
meraih prestasi dan mencapai visi dan misi organisasi. Pada organisasi bisnis, fenomena
ini dapat kita cermati dari fenomena Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada
industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama
di industri jasa pariwisata.
Dari sisi retail, disrupsi yang dilakukan Tokopedia, Buka Lapak, telah memberikan
sumbangsih turunnya omset mall dan ditutupnya banyak lapak lapak kecil dipusat
pusat perbelajaan, hal ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat
dan bukan yang besar memangsa yang kecil.
Bercermin dari survival organisasi bisnis sudah sepatutnya organisasi pemerintah
peka dan melakukan instrospeksi diri, sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah
perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0 guna tetap survive dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya dengan lebih efesien dan efektif sebagai responsit terhadap
meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparasi publik.

Urgensi Tranformasi Organisasi Pemerintah


Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis dalam tetap survive di tengah
derasnya arus globalisasi dan Revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran
bagi organisasi pemerintah untuk terus bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat
menghadapi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada, meskipun terdapat
perbedaan misi yang diemban, namun transformasi organisasi pemerintah merupakan
salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan organisasi yang
berorientasi layanan publik.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan kedalam perubahan dari
desain lama yang kurang kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus
mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan mengelola risiko serta integrasi
organisasi dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.
Inovasi tingkat organisasi menjadikan pertumbuhan dan berkembangnya
kreativitas yang tidak terkungkung oleh hirarki yang ketat, hal ini memerlukan adanya
perubahan struktur organisasi, proses komunikasi dan koordinasi dan menghilangkan
hambatan-hambatan struktural.
Struktur organisasi pemerintah yang selama ini mekanistis, hierarkis birokratis,
departementalisasi yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus
ditransformasi ke arah organisasi yang organik, yang ditandai dengan informasi yang
mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab ketidakpastian
yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan
kompleksitas yang tinggi.
Transformasi organisasi pemerintah harus ditandai dengan pengembangan
kepemimpinan transformasi dengan visioner yang terukur pada berbagai level
kepemimpinan dalam organisasi pemerintah, hal ini sangat diperlukan guna memastikan
setiap inovasi yang dikembangkan dapat memberikan nilai tambah kualitas pelayanan,
menyelaraskan visi dan lingkungan internal yang diimbangi dengan kemampuan
merespons perubahan lingkungan eksternal yang bergerak cepat dalam era Revolusi
Industri 4.0 ini.
Transformasi organisasi pemerintah tersebut tidak hanya sekedar downsizing
dan prosedural semata, namun lebih fundamental pada pola kerja, budaya organisasi dan
nilai-nilai strategis yang dikembangkan. Transformasi organisasi pemerintah memainkan
peran strategis dalam peningkatan daya saing bangsa, di dalam pendekatan institusional
(kelembagaan), ‘ lalu-lintas’ administrasi negara dari eksekutif ‘ turun’ ke Kebijakan
Administrasi, dimana transformasi organisasi dengan budaya kerja dan tata kelolanya
menjadi faktor determinan yang menentukan keberhasilannya.
Pengembangan kelembagaan organisasi birokrasi melalui transformasi yang
terencana dan terukur, sangat dibutuhkan dalam menjawab problem statement yang
menjadi ciri kelemahan organisasi pemerintah pada umumnya, yang dipandang perlu
meningkatkan responsivitas, transparansi, membangun sistem dan mekanisme
yang accessible sehingga memungkinkan adanya “ checks and balances” .
Transformasi organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan,
budaya kerja, proses kerja kekuatan kerja, dan struktur organisasi yang dikembangkan
sehingga adaktif terhadap perubahan dan dapat meningkatkan kecepatan birokrasi dalam
perizinan, melayani investasi-investasi serta meningkatkan daya saing bangsa.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diikuti dengan
perubahan mindset dalam pengelolaan keuangan negara, pada berbagai K/L organisasi
pemerintah, dengan mengedepankan pengukuran kinerja berbasis value for money, dan
semakin meningkatkan azas Performance Based Bugeting yang fokus pada sasaran,
outcome dan output, dengan pemanfaatan teknologi dalam membangun dashboard
kepemimpinan pada berbagai level kepemimpinan, sehingga dapat mengontrol mulai dari
tahapan perencanaan pelaksanaan pengawasan dan pelaporan.
Revolusi Industri 4.0 sejatinya memberikan peluang besar dalam mengefektifkan
fungsi dan peran organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari,
perkembangan IT yang cepat dapat menjadi peluang dalam percepatan penerapan e-
governance, sebagai digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning,
system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta
apllikasi custom lainnya.
Pilihan strategis pemanfaatan IT dalam berbagai organisasi pemerintah sangat
diperlukan dalam membangun mental self-driving, self-power, kreativitas dan inovasi,
ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup. Perlu
dibangun teamwork yang mengedepankan kolaborasi dan sinergi bukan kompetesi,
disamping itu diperlukan adanya kesepahaman dalam pola pikir dan cara bertindak dalam
menghadapi era digitalisasi teknologi di semua lini.
Spirit sharing economy dengan pemanfaatan fenomena Internet of Things (IoT), big
data, otomasi, robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial ( Artificial Intelligence)
perlu terus dikembangkan sebagai perubahan paradigma dari owning economy.
Perubahan pola pikir bekerja sendiri, memiliki, menguasai sebagai mindset-nya
birokratik, dengan dalih mitigasi risiko atau compliance, perlu ditransformasi
menuju sharing economy pada berbagai unit kerja di lingkup internal organisasi dan K/L
yang berbeda, bekerjasama bukan sama-sama bekerja, efesiensi resources sangat
dibutuhkan tanpa mengurangi KPI dari masing-masing K/L.
Dengan adanya sharing economy, unit kerja, K/L tidak lagi diminta untuk
berkompetisi, melainkan berkolaborasi untuk saling menutupi celah kekurangan dan
mengantisipasi perubahan yang berlangsung cepat. Transformasi organisasi pemerintah
ditandai dengan masing-masing bagian atau biro ditantang untuk menjadi yang paling
banyak bersinergi dan kolaborasi dengan bagian atau biro lainnya, demikian pula
organisasi kerja satu dengan organisasi kerja lainnya, masing-masing staf mesti ditantang
untuk menjadi yang paling banyak bersinergi dan berkolaborasi, bukan berkompetisi.
Secara kongkrit sharing economy dapat diwujudkan dengan membangun Sistem
yang terintegrasi (Sispan Pengendalian, One big data, Situation Room bersama dll) sebagai
single system yang dapat dimanfaatkan sebagai tool atau instrumen kerja, sehingga tiap-
tiap unit kerja dalam internal organisasi pemerintah dan K/L yang berbeda dapat
berkonstribusi dalam updating dan pemanfaatannya, sehingga pengendalian dan output
serta outcome organisasi pemerintah dapat terintegrasi dengan mengedepankan
sinergitas antar K/L dalam satu platform mengedepankan efesiensi dan kecepatan.
Fenomena dilakukannya pemantauan dan pelaporan satu objek program
pembangunan dengan objek dan spasial yang sama oleh berbagai K/L yang berbeda-beda
sangat tidak efesien dan menghabiskan sumber daya, integrasi data melalui sharing
economy ini akan sangat bermanfaat untuk menekan efesiensi dan integrasi output
pelaporan dan membantu pencapaian outcome.
Kita tentunya berharap dengan akselerasi transformasi organisasi
pemerintah diharapkan dapat menjadi jawaban terhadap tuntutan akuntabilitas dan
transparansi publik yang semakin tinggi, sekaligus menjawab berbagai tantangan yang
dihadapi dalam perjalanan pembangunan nasional.
Optimisme perlu terus digelorakan pada berbagai level kepemimpinan di
pemerintahan, agar dapat memberikan sumbangsih konkret dalam akselerasi transformasi
organisasi pemerintah pada organisasi kerjanya masing-masing, sebagai
prasyarat perbaikan tata kelola pemerintahan guna mendukung pencapaian strategi
pembangunan nasional 2015-2019 dan menjadikan transformasi organisasi pemerintah
sebagai salah satu pilar menuju Indonesia World Class Government pada tahun 2025.
Semoga

II. Kita sekarang sudah masuk dalam era digital sehingga diperlukan “Digital
Leadership”.Jelaskan apa yang saudara ketahui dengan “Digital
Leadership”

Saat berbicara tentang digital leadership, mungkin tidak sedikit yang langsung
terbayang pada sosok para pemimpin atau CEO perusahaan teknologi. Kefasihan para CEO
akan teknologi memang tidak perlu diragukan lagi.
Mereka juga memiliki visi yang jelas terhadap pemanfaatan teknologi di
perusahaannya. Namun apakah digital leadership hanya bisa dijumpai pada perusahaan
berbasis teknologi? Digital leadership adalah kepemimpinan strategis dengan memanfaatkan
teknologi, khususnya aset digital untuk mencapai tujuan perusahaan.
Meski demikian, digital leadership bukan hanya sekedar memanfaatkan teknologi,
seperti email dan software untuk menjalankan operasional perusahaan. Lebih penting dari itu,
digital leadership mampu memanfaatkan data untuk menggerakkan perusahaan ke arah yang
lebih baik.
Seorang digital leader memiliki pendekatan yang sangat berbeda dengan pemimpin
tradisional. Dalam mengambil keputusan, seorang digital leader tidak hanya bertumpu pada
masukan dari orang-orang yang dipercaya. Mereka juga menggunakan data untuk menentukan
keputusan terbaik untuk perusahaan.
Konsep Digital Leadership di Era Digital
Produk apa yang paling diminati dan laku keras di pasaran? Siapa yang membeli produk
tersebut? Kenapa mereka membeli produk tersebut? Strategi promosi seperti apa yang
menarik traffic paling tinggi?
Sebelum pemanfaatan teknologi informasi belum semasif sekarang, rasanya sulit untuk
mendapatkan jawaban pasti dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Kalaupun bisa mendapatkan
jawaban, sulit memastikan seberapa akurat jawaban tersebut. Porsi asumsi cenderung lebih
besar. Karena itulah, sulit untuk menentukan keputusan yang tepat.

Pentingnya Digital Leadership di Era Digital


Teknologi hanya sebaik orang yang menggunakannya. Apakah teknologi tersebut
mampu membawa dampak baik bagi perusahaan atau tidak, semua itu sangat bergantung pada
orang-orang yang ada di dalamnya.
Memiliki orang-orang yang fasih dengan teknologi adalah salah satu syarat untuk
mencapai tujuan perusahaan di era digital. Akan tetapi, teknologi dan data yang ada akan
digunakan untuk apa? Ke mana arah pemanfaatannya? Inilah yang sering kali lebih sulit untuk
dimengerti dan gagal ditafsirkan perusahaan.
Digital leadership memiliki peran kunci dan mengambil posisi terdepan dalam hal
kepemimpinan di era digital. Kemampuan digital leadership memungkinkan seorang
pemimpin untuk memanfaatkan teknologi dan data untuk memimpin sebuah perusahaan.
Berdasarkan hasil studi Oxford Economics dan SAP, organisasi yang mengadopsi
digital leadership cenderung mampu mendapatkan hasil bisnis yang jauh lebih baik. Hal
tersebut dapat dilihat dari aspek kinerja finansial, kepuasan karyawan hingga pengambilan
keputusan.

1. Perusahaan dengan Digital Leadership Menunjukkan Kinerja Finansial yang Lebih


Baik
Sebanyak 76% dari 4.000 eksekutif yang mengadopsi digital leadership mampu
mencetak pertumbuhan profit lebih besar. Mereka juga memiliki penerimaan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan eksekutif yang masih menggunakan leadership tradisional.
2. Karyawan Merasa Dilibatkan dan Lebih Puas dengan Pekerjaannya
Salah satu alasan karyawan resign dari perusahaan adalah karena merasa tidak
berkembang. Mereka merasa seakan hanya bekerja dan menjalankan rutinitas saja. Hal ini bisa
terjadi karena perusahaan tidak cukup melibatkan karyawan.
Perusahaan yang menerapkan digital leadership cenderung lebih disukai karyawan. Sebanyak
lebih dari 87% karyawan merasa lebih bahagia dengan pekerjaan mereka. Karyawan juga
merasa lebih dilibatkan dalam perusahaan.
3. Loyalitas Lebih Tinggi
Digital leadership mampu meningkatkan loyalitas karyawan. Persentase karyawan
untuk bertahan di perusahaan bahkan mencapai 21% lebih tinggi. Bahkan meski memiliki
kesempatan untuk berhenti, tidak sedikit karyawan yang memilih untuk bertahan.
4. Kepemimpinan Lebih Kuat
Kepemimpinan digital membantu seorang pemimpin untuk mengambil keputusan yang
objektif. Keputusan para digital leader cenderung lebih tepat. Inilah yang membuat
kepemimpinannya lebih kuat dan lebih disukai karyawan.
5. Lebih Inklusif dan Beragam
Perusahaan yang menerapkan digital leadership cenderung lebih inklusif dan mengakui
dampak positifnya terhadap budaya kerja. Di samping itu, proporsi karyawannya juga lebih
fleksibel. Jika dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengadopsi digital leadership,
proporsi karyawan perempuannya bahkan lebih banyak.
6. Mampu Mengambil Keputusan dengan Lebih Baik
Digital leadership banyak memanfaatkan data dalam pengambilan keputusan. Meski
masukan dari ahli dan orang-orang terpercaya masih digunakan, basisnya tetap pada data.
Itulah yang membuat perusahaan dengan digital leadership mampu mengambil keputusan lebih
baik.
Seorang digital leader memiliki visi yang jelas dan paham bagaimana teknologi dan data dapat
membantu mencapai visi tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga tahu bagaimana cara
menggunakannya untuk meraih tujuan perusahaan

Anda mungkin juga menyukai