Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BUDAYA DALAM BINIS


BUDAYA ORGANISASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL

KELOMPOK 6 :
CICI ANJELA (18059219)
NURHAYATI ZAINAL (18059234)

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
LATAR BELAKANG

Era globalisasi merupakan era yang sedang kita hadapi saat ini. Globalisasi

sering dikatakan sebagai suatu proses atau keadaan dimana batas antar negara

dianggap menjadi lebih tidak kentara. Hal ini dikarenakan interaksi yang terjalin antar

negara semakin mudah, baik itu kemudahan dalam bertukar informasi, perdagangan,

teknologi, gaya hidup dan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Selain itu, dengan

terjadinya globalisasi maka pengalaman kehidupan sehari-hari, ide-ide, dan informasi

di seluruh dunia menjadi bernilai standar. Keadaan demikian dipengaruhi oleh

teknologi komunikasi dan komunikasi yang semakin canggih serta kegiatan

perekonomian yang semakin luas dan merambah pasar dunia.

Dengan adanya globalisasi, perusahaan multinasional (multinational

corporation/ MNC) dapat lebih bebas melakukan ekspansi negara-negara lain. Alasan

untuk mendapatkan sumber daya baru, mengurangi resiko politik, perluasan pangsa

pasar, dan lain sebagainya – merupakan hal-hal yang melandasi perusahaan

multinasional untuk memperluas operasinya. Hadirnya perusahaan multinasional

tersebut, tentu saja berkaitan dengan aspek SDM (sumber daya manusia) yang

dikelola sebagai penggerak bisnisnya tersebut. IHRM atau International Human

Resource Management menurut Lado & Wilson (1994) merupakan sejumlah aktivitas,

fungsi dan proses tertentu yang mengatur proses untuk menarik (attracting),

mengembangkan (developing) dan mempertahankan (maintaining) sumber daya

manusia di perusahaan multinasional. Dengan begitu IHRM merupakan agregat dari

sejumlah sistem pengelolaan SDM yang digunakan untuk mengelola sumber daya

manusia di lingkungan perusahaan multinasional, baik di bagian local maupun di

bagian internasional. Pengelolaan SDM pada perusahaan multinasional melibatkan

pengaturan yang lebih kompleks, seperti masalah peraturan tenaga kerja yang berlaku,
konversi upah & transfer pricing, ekspatriat, hingga masalah budaya, yang pada

akhirnya mempengaruhi budaya perusahaan.

Budaya perusahaan merupakan satu set nilai, penuntun kepercayaan akan

suatu hal, pengertian dan cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota

orgaanisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya. Tujuan budaya adalah untuk

melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan

komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Di setiap negara memiliki

tipe-tipe budaya organisasi perusahaan yang berbeda-beda yang dijalankan oleh

seluruh pihak yang terkait dengan perusahaan.


PEMBAHASAN

1. Budaya Keluarga (Family Culture)

Dikarakteristikkan dengan penekanan yang kuat pada hierarki dan orientasi

kepada orang. Sebagai hasilnya adalah lingkungan dengan tipe keluarga yang

berorientasi pada kekuatan dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang dianggap

sebagai orangtua yang peduli serta orang yang tahu apa terbaik bagi personelnya.

Trompenaars menemukan bahwa budaya organisasi ini umumnya di negara-negara

seperti Turki, Pakistan, Venezuela, Cina, Hong Kong, dan Singapura.

Dalam budaya ini, personel tidak hanya hormat kepada seseorang yang

bertanggungjawab, tetapi melihat kepada mereka yang membimbing dan memberi

persetujuan. Selanjutnya, manajemen mengasumsikan hubungan pemimpin dengan

personel, menjaga karyawan, serta mencoba meyakinkan bahwa mereka diperlakukan

dengan baik dan terus diperkerjakan. Budaya keluarga juga dikarakteristikkan dengan

tradisi-tradisi, kebiasaan-kebiasaan, dan asosiasi yang mengikat para personel dan

membuat sulit bagi orang luar untuk menjadi anggota. Pada saat hal itu berjalan

dengan baik, budaya keluarga dapat mengkatalisasi dan melipatgandakan energi pada

para personel dan menarik perasaan terdalam mereka serta memberi aspirasi. Pada

saat hal itu berjalan buruk, para anggota berhenti mendukung pemimpin yang tidak

efektif dan membuang energi mereka serta mengurangi kesetiaan mereka.

Tipe budaya ini asing bagi sebagian besar manajer di Amerika Serikat, yang

percaya dalam menilai orang berdasarkan kemampuan dan pencapaiannya, dan tidak

pada atau posisi mereka dalam hierarki. Sebagai hasilnya, banyak manajer MNC di

AS yang gagal untuk memahami mengapa manajer level senior anak perusahaan

diluar negeri mengangkat seseorang untuk posisi tinggi yang relatif sensitif meskipun

orang tersebut bukan yang terbaik memenuhi syarat untuk pekerjaan. Mereka gagal
untuk menyadari bahwa ikatan keluarga begitu kuat yang tidak mempertimbangkan

bahwa penunjukkan relatif tidak akan melakukan apa pun yang dapat memalukan atau

mengecewakan.

2. Budaya Menara Eiffel ( Eiffel Tower Culture)

Dikarakteristikkan dengan penekanan yang kuat pada hierarki dan orientasi

pada tugas. Di bawah budaya organisasional ini, pekerjaan-pekerjaan ditentukan

dengan baik, para karyawan tahu apa yang seharusnya dikerjakan, dan segala sesuatu

dikoordinasikan dari atas. Sebagai hasilnya, budaya ini seperti halnya Menara Eiffel

adalah curam, sempit di puncak, dan luas didasarnya. Tidak seperti budaya keluarga,

di mana pemimpin dihormati dan dipertimbangkan menjadi sumber kekuatan.

Seseorang yang memegang posisi puncak dalam budaya. Menara Eiffel dapat

ditempatkan kapan saja, dan hal ini tidak akan berpengaruh pada perkerjaan yang

dikerjakan oleh anggota-anggota organisasi ataupun eksistensi organisasi. Dalam

budaya ini, hubungan spesifik, dan status tetap dengan pekerjaan. Karenanya, jika

pemimpin anak perusahaan Menara Eiffel bermain golf dengan bawahan, bawahan

tidak akan merasa adanya tekanan jika membiarkan bosnya memenangkan permainan.

Lagi pula, para manajer ini jarang membuat hubungan di luar pekerjaan dengan

orang-orang mereka, karena mereka yakin hal ini akan memengaruhi penilaian

rasional mereka. Pada kenyataannya, budaya ini beroperasi sangat mirip dengan

hierarki formal bersifat umum dan efisien.

Tiap peran di tiap tingkat hieraki digambarkan, menunjukkan pula tingkat

kesulitan, kompleksitas, dan tanggung jawab, serta gaji yang akan melekat padanya.

Lalu diikuti dengan pencarian orang yang akan menempatinya. Dalam

mempertimbangkan calon untuk peran tertentu personel departemen akan


memperlakukan setiap orang secara sama dan alami, menyesuaikan keterampilan dan

kecakapan yang dimiliki seseorang dengan kebutuhan pekerjaan, serta memberikan

pekerjaan kepada yang paling sesuai antara peran dan orang. Prosedurnya yang sama

diikuti pula dalam evaluasi dan promosi.

Budaya Menara Eiffel pada umumnya ditemui di negara-negara Eropa Barat

Laut. Contoh-contohnya meliputi Denmark, Jerman, dan Belanda. Cara belajar dan

berubah orang-orang pada budaya ini sangatlah berbeda dari budaya keluarga.

Pembelajaran melibatka akumulasi keterampilan penting untuk menyesuaikan dengan

peran, dan organisasi akan menggunakan kualifikasi-kualifikasi dalam memutuskan

bagaimana untuk menjadwalkan, menyebarkan, dan merombak personel untuk

memenuhi kebutuhan. Organisasi juga akan menggunakan prosedur-prosedur yang

rasional sebagai pusat penilaian, sistem penghargaan, program-program pelatihan dan

pengembangan, serta rotasi pekerjaan dalam mengelola sumber daya manusianya.

Semua prosedur-prosedur ini membantu menyakinkan bahwa hierarki formal atau

pendekatan seperti birorkrasi bekerja dengan baik. Namun, pada saat perubahaan

perlu untuk dilakukan, budaya Menara Eiffel sering kali kurang dapat mengatasinya.

Buku petunjuk harus ditulis ulang, dan kualifikasi-kualifikasi dinilai ulang.

Karena budaya Menara Eiffel tidak bergantung pada nilai-nilai yang mirip

dengan sebagian besar MNC AS, para manajer asing AS sering kali memiliki

kesulitan untuk memulai perubahaan dalam budaya ini.

3. Budaya Peluru Kendali (Guided Missile Culture)

Dikarakteristikkan dengan penekanan yang kuat pada persamaan di tempat

kerja dan berorientasi di tempat kerja dan berorientasi pada tugas. Budaya

organisasional ini diorientasikan pada pekerjaan, yang biasanya dilakukan oleh tim
atau kelompok proyek. Tidak seperti budaya Menara Eiffel, di mana tugas-tugas

pekerjaan sudah pasti dan terbatas, personel dalam budaya peluru kendali melakukan

apapun untuk menyelesaikan pekerjaan. Budaya ini mendapat namanya dari

organisasi berteknologi tinggi seperti National Aeronautics and Space Administration

(NASA), yang mempelopori penggunaan kelompok proyek yang bekerja pada

pesawat antariksa yang mirip rudal. Dalam kelompok proyek yang besar ini, lebih dari

seratus insiyur yang berbeda sering kali bertanggung jawab untuk pembangunan,

katakanlah, modul pendaratan bulan. Anggota tim yang kontribusinya penting pada

berbagai waktu tertentu di dalam proyek tidak dapat diketahui sebelumnya.

Karenanya, semua jenis insiyur harus bekerja secara harmonis dan bekerja sama

dengan semua orang di dalam tim.

Untuk sukses, bentuk terbaik dari perpaduan harus digunakan dalam proses

bekerja pada proyek. Sebagai contoh, dalam proyek peluru kendali, pertimbangan

hierarki formal mendapat prioritas yang rendah, dan keahlian individu adalah hal yang

paling penting. Selain itu, semua anggota tim adalah sama (atau setidaknya berpotensi

sama), karena kontribusi relatif mereka terhadap proyek belum dapat diketahui.

Semua tim saling memperlakukan dengan hormat, karena mungkin membutuhkan

bantuan yang lain. Egaliter ini dan budaya organisasional yang berorientasi tugas

sangat sesuai dengan budaya negara AS dan Inggris Raya, yang membantu

menjelaskan mengapa MNC berteknologi tinggi pada umumnya menempatkan

operasinya di negara-negara ini.

Tidak seperti budaya keluarga dan Menara Eiffel, perubahan pada budaya

peluru kendali datang secara cepat. Tujuan dicapai, serta tim dikonfigurasi ulang dan

ditugaskan tujuan yang baru. Orang-orang bergerak dari grup ke grup, dan kesetiaan
terhadap profesi seseorang dan proyek sering kali lebih besar daripada kesetiaan

terhadap organisasi itu sendiri.

Trompenaars menemukan bahwa motivasi atas hal tersebut dalam budaya

peluru kendali cenderung lebih intrinsik daripada hanya memperhatikan uang dan

manfaat. Anggota-anggota tim menjadi bersemangat, mengendali, dan berjuang untuk

mencapi tujuan. Sebagai contoh, tim proyek yang mendesain dan membangun

komputer baru bagi pasar Asia mungkin termotivasi untuk menciptakan sebuah mesin

yang terdepan dalam teknologi, mudah digunakan, dan ada kemungkinan untuk

“menyapu pasar”. Hal-hal yang lain adalah yang kedua dari tujuan utamanya.

Sehingga, baik konflik intrakelompok maupun antarkelompok diminimalkan dan

masalah kecil di antara anggota tim dikesampingkan setiap orang sangat berkomitmen

pada tujuan utama proyek di mana tidak ada seorangpun yang memiliki waktu untuk

tidak setuju.

4. Budaya Inkubator (Incubator Culture)

Budaya organisasioanl yang diidentifikasi oleh Trompernaars, dan budaya ini

di karakteristikkan dengan penekanan yang kuat pada persamaan dan orientasi

personal. Budaya ini sangat didasarkan pada keberadaan gagasan bahwa hakikat

organisasi adalah urutan kedua (sekunder) untuk pemenuhan individu. Budaya ini

didasarkan pada pemikiran bahwa peran organisasi adalah sebagai inkubator bagi

pengekspresian diri dan pemenuhan diri atas anggota-anggotanya hasilnya, budaya ini

sering kali memiliki sedikit struktur formal. Para partisipan dalam budaya inkubator

ada terutama untuk melakukan peran-peran seperti mengonfirmasi, mengkritik,

mengembangkan, menemukan sumber daya untuk, atau membantu menyelesaikan

pengembangan produk-produk atau jasa-jasa yang inovatif. Budaya ini sering kali
ditemukan diantara perusahaan-perusahaan yang memulai bisnisnya di Silicon Valley,

California, atau Silicon Glen, Skotlandia Organisasi tipe inkubator ini biasanya adalah

kewirausahaan serta sering kali didirikan dan dibuat oleh tim kreatif yang banyak

meninggalkan organisasi sering kali didirikan dan dibuat oleh tim kreatif yang banyak

meninggalkan organisasi dengan budaya tipe Menara Eiffel. Mereka adalah orang-

orang yang ingin menjadi bagian dari organisasi di mana bakat kreatif mereka tidak

dihambat.

Budaya inkubator sering menciptakan lingkungan di mana partisipan

berkembang secara intens dan berkomitmen secar emosional dengan sifat pekerajaan.

Sebagai contoh, suatu kelompok yang mungkin dalam proses penyambungan gen

yang bisa mengarah pada terobosan medis radikal yang dapat memperpanjang hidup.

Sering kali, para personel dalam suatu budaya bekerja berlebihan dan perusahaan

biasanya didanai. Bersamaan dengan adanya terobosan, perusahaan mencapai

stabilitas dan mulai bergerak ke arah komersialisai dan keuntungan. Pada akhirnya,

hal ini menimbulkan kebutuhan untuk memperkerjakan lebih banyak orang dan

mengembangkan prosedur formal untuk menyakinkan operasi berjalan dengan lancar.

Dalam proses pertumbuhan dan kedewasaan ini, karakteristik unik budaya inkubator

mulai berkurang dan menghilang, serta budaya ini digantikan oleh salah satu tipe

yang lain (keluarga, Menara Eiffel, atau peluru kendali).

Sebagaimana dicatat, perubahan dalam budaya inkubator sering cepat dan

terjadi secara spontan. Semua partisipan bekerja untuk tujuan yang sama. Namun,

karena belum ada pelanggan yang menggunakan ouput akhir, masalah itu sendiri

sering terbuka untuk dilakukan pendifinisian ulang, dan solusinya biasanya bersifat

generik yang ditujukan untuk pengaplikasian secara universal. Sementar itu, motivasi

para personel tetap intrinsik secara tinggi dan intens, umum ditemukan bahwa para
karyawan bekerja 70 jam seminggu dan menikmatinya. Para partisipan lebih perhatian

pada proses kreatif yang sedang berlangsung daripada mereka mengumpulkan

kekuasaan atau keuntungan moneter pribadi. Kondisi yang sangat berlawanan dengan

budaya keluarga, kepemimpinan dalam budaya inkubator ini dicapai dan tidak

diperoleh dengan posisi.

RINGKASAN KARAKTERISTIK EMPAT BUDAYA ORGANISASI

BUDAYA ORGANISASI
KARAKTERISTI KELUARGA MENARA PELURU INKUBATOR
K EIFFEL KENDALI
Hubungan antara Hubungan Peran Tugas Menyebar,
para karyawan menyebar dan spesifik spesifik yang hububnga
terikat menjadi satu dalam sistem memiliki spontan
mekanik atas target tetapi tumbuh dari
interaksi berbagi proses kreatif
yang tujuan bersama
diperlukan
Sikap terhadap Status dianggap Status Status Status dicapai
otoritas berasal dari figur dianggap dicapai oleh oleh orang-
orang tua yang dari peran anggota orang yang
dekat dan berkuasa unggulan kelompok mencontihkan
yang jauh, proyek yang kreativitas dan
tetapi kuat berkontribusi pertumbuhan
pada tujuan
yang
ditargetkan
Sikap terhdap Anggota-anggota Sumber daya Spesialis dan Pencipta
orang keluarga manusia pakar
Cara berubah “Ayah” mengubah Mengubah Pergerseran Berimproviaso
program aturan dan tujuan dan
prosedur sebagai target menyelaraskan
bergerak
Cara memotivasi Kepuasan intrinsik Promosi Kompensasi Partisipasi
dan memberi dalam dicintai dan untuk posisi atau dalam proses
penghargaan dihormati yang lebih penghargaan pencipta realita
besar untuk baru
masalah yang
terselesaikan
Kritik dan Mengubah ekspresi Kritik adalah Hnya terkait Meningkatkan
penyelesaian menyimpan wajah tuduhan dengan ide kreatif,
konflik lain, tidak tidak rasional tugas-tugas tidak
kehilangan kecuali ada konstruktif, meniadakannya
permainan prosedur lalu
kekuasaan menangani mengakui
konflik kesalahan
dan cepat
memperbaiki
KESIMPULAN

Keberagaman budaya organisasi di tiap perusahaan tergantung dati organisasi yang

dijalankan. Ada tiga aspek fungsi organisasionall yang snagat penting penting untuk

menentukan budaya organisasional MNC, yaitu : Hubungan antara para karyawan dan

organisasi mereka, sistem hierarki kekuasaan yang menentukan peran para manajer dan

bawahan, serta pandangan bahwa para karyawan memegang tujuan, target, dan takdir MNC

dalam diri mereka.

Penempatan empat budaya organisasional seperti Budaya Keluarga, Budaya Menara

Eiffel, Budaya Peluru Kendali, dan Budaya Inkubator masing0masing diterapkan oleh

negara-negara yang berbeda. Beberapa negara ada yang tidak bisa menerima sistem budaya

yang lainnya, sehingga jika jika diterapkan akan menjadi sangat asing.
DAFTAR PUSTAKA

John Sea. 2005. Managing Organizational in a Global Economy : An Intercultural


Perspective. Thomson Western Australia

Luthan, Fred dan Doh, Jonathan P. 2008. Manajemen Internasional : Budaya, Strategi, dan
Perilaku. Salemba Empat Jakarta

Trompenaars, Fons dan Charles Hampden-Turner. 1998. Riding The Waves of Culture :
Understanding Diversity in Global Business. New York

Anda mungkin juga menyukai