Anda di halaman 1dari 7

TRANSFORMASI SDM PERTAMINA

Sony Sumarsono, Direktur SDM dan Umum Pertamina, menyatakan bahwa sejak
diberlakukannya UU no. 22 tahun 2001, telah terjadi perubahan pada peran Pertamina dari
pengelola tunggal menjadi pemain biasa dalam industry migas. Dulu, ia berperan sebagai
regulator sekalgus pemain. Sebelum diberlakukan UU tersebut, Pertamina bertugas melakukan
eksplorasi dan eksploitasi. Besarnya biaya yang dikeluarkan Pertamina ditanggung oleh
pemerintah. Untuk itu, Pertamina mendapat fee dari pemerintah. Sekarang Pertamina menjadi
unit usaha atau perseroan terbatas seperti umumnya perusahaan lain di Indonesia Pertamina
harus mencari laba.
Sementara itu tugas pengaturan telah ditangani oleh badan lain Badan Pelaksan Migas (BP
Migas) mengurusi kontrak kerja sama antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan minyak
asing, BUMN maupun swasta, yang melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak di
Indonesia. Pertamina Upstream sekarang diperlakukan seperti halnya KPS ( Kontraktor
Production Sharing) yang lain. Pertamina harus minta izin ke BP Migas. Untuk kegiatan
downstresm , seperti ditribusi, pengaturan dilakukan BP Migas.
FOKUS BISNS ENERGI
Dengan dibukanya keran persaingan, mau tidak mau ertamina harus mengubah visinya. Dalam
lima tahun kedepan, Pertamina berharap menjadi perusahaan energy terkemuka di dunia. Jika
selama ini Pertamina mengukuhkan dirinya di bidang energy dan pertambangan , khususnya
seputar minyak, gas dan turunannya, Petrokimia. Kedepan perusahaan juga akan menggarap
geothermal dan energy alternative.
Lantas dikemanakan bisnis-bisnis anak perusahaan yang tidak bergerak di bisnis inti, seperti
rumah sakit, perhotelan, perkapalan, angkutan udara, pelabuhan dan sebagainya?. Kini pertamina
memang sedang melakukan restrukrisasi bisnis . Terdapat 35 anak perusahaan, belum termasuk
cucu perusahaan yang berada dalam group Pertamina. Dalam proses ini, Pertamina akan
mempertahankan anak perusahaan sepanjang memiliki kaitan dengan bisnis inti, memberi profit
dan memiliki prospek kedepan. Meskipun tidak memiliki korelasi, ttetapi bila menguntunkan
mengapa mesti diajak. Menurut Sumarsono Petronas juga memiliki bisnis diluar……
……..Petronas , hanya satu gedung yang dipakai sendiri, ……. ………, bahkan petrona juga
memiliki sirkuit.
DUA TEMA FUNDAMENTAL DAN BISNIS
Dua tema besar transformasi di Pertamiana adalah menyamgkut tema fundamental dan tema
bisnis. Tema Fundamental yang ingi diraih mencakup tiga hal :
1. Pola pikir dan perilaku yang bebas korupsi dan fukus pada pelanggan
2. Kepemimpinan dalam lingkungan yang lurus
3. Manajemen, steakholder, serta hubungan dengan politik dan regulasi perusahaan ini
menjadi tugas berat, bayangkan sja Pertamina yang dulu nya sebagai pengatur , kini
menjadi pihak yang diatur.
Sementara tema bisnis mencakup :
1. Uapaya mempertahankan posisi pertama disektor hilir diantara pemain papan atas.
2. Membangun perusahaan energy dan pertambangan terkemuka
3. Memiliki pengeolahan BBM ysng canggih
4. Mengamankan posisi LNG
5. Mengembangkan pilihan untuk menumbuhkan energy alternative daimasa depan
6. Profesionalitas

MASALAH SDM
Untuk memdukung pencapaian visi baru terebut, tenti Pertamina membutuhkan SDM yang
sesuai. Hanya saja Pertamina memiliki dua masalah besar berkaitan dengan SDM yaitu isu aging
population dan budaya kerja.
Soal aging population ini tercermin dari fakta bahwa 41 persen karyawan Pertamina berusia
diatas 50 tahun, sementara itu, 45 persen lagi berusia 41 hingga 50 tahun. Menurut Sumarsono
dengan profil seperti ini, maka diperlukan peremajaan untuk menggantikan mereka yang akan
memasuki masa pension, selain itu, perusahaan juga perlu meningkatkan kualitas SDM yang
ada, mengingat 59 persen karyawan adalah pemegang ijazah SLA, sementara lulusan S1 baru 21
persen dan D3 9 persen.
Dengan usia Pertamina yang sudah 50 ttahun, SDMnya sudah tterbiasa dengan budaya kerja
lama, yaitu “bekerja giat maupun bekerja biasa-biasa saja, penghasilan sama.” Karyawan
Pertamina juga masih bersikap sebgai birokrat, mereka belum melayani pelanggan, tapi justru
minta dilayani. Mereka belum focus pada kinerja, masih cost minded dan belum business
oriented. Mereka lebih menghargai senioritas dan bukan kompetensi.

DARAG SEGAR
Untuk mengatasi masalah aging population Pertamina telah menurunkan jumlah karyawannya,
sejak adanya UU Migas baru, Pertamina mengurangi jumlah karyawan dari 27 ribu tahun 2001
mennjadi sekitar 22 ribu tahun 2005. Diharapkan , jumlah karyawan Pertamina akan terus
berkurang. Seiring dengan perubahan, Pertamina juga merekrut orang-orang baru dengan
kkompetensi yang sesuai dengan tuntutan bisnis.
“kita akan memakai pola yang diterapkan di perusahaan lain, dengan memasukkan fresh blood
.tetapi untuk memperhalus, mereka direkrut secara tidak langsung, awalnya menjadi staf ahli”
jelas Sumarsono.

BREAKTHROUGH PROJECT
Untuk melakukan transformasi secara menyeluruh dalam waktu singkat tentu tidak mungkin.
Tapi perubahan itu memang harus dicoba. Selama kepemimpinan baru telah dilakukan 22 BTP
(Breaktrough Project). Ini adalah semacam proyek dari budaya baru seperti custumer focus,
clean,confidence dan competitive. Mengubah suatu budaya yang sudah lama dengan budaya
baru memang tidak mudah. Tantangan utamanya adalah dari diri sendiri dari setiap karyawan.
Menurut sumarsono, BTP inidiharapkan dapat menjadi pusat transformasi dan tempat untuk
berbagi cerita tentang sukses awal transformasi.
Sebagai bagian dari BTP adalah travel management, dengan mencontoh praktek perusahaan-
perusahaan minyak asing. Tujuan dari travel management adalah untuk menekan biaya
perjalanan dinas. Misalnya dulu orang pergi kedaerah mendapat fasilitas tinggal di hotel, tapi
kemudian menginap ditempat saudaranya. Dia memperoleh pendapatan sampingan dari
allowance yang diberikan. Sekarang dalam perjalanan dinas, karyawan harus tinggal di hotel
dengan harapan mereka lebih konsentrasi terhadap pekerjaannya. Ini juga salah satu cara untuk
mengubah budaya.

Sumarsono juga melakukan perubahan pada aspek remunerasi dengan menciptakan system.”
Kami mencoba membuat remunerasi berdasarkan performance” katanya. Untuk itulah setiap
orang dinilai berdasarkan KPI(key performance indicator). Caranya dengan membuat kontrak
kerja antara bawahan dengan atasannya. System ini dirancang Pertamina bersama konsultan dari
luar negeri dan dengan melakukan benchmark terhadap perusahaan minyak asing.
Misalnya sorang general manajer membuat kntrak dengan deputy direktur. Apabila kinerja GM
tidak sesuai dengan kontrak kerja yang ditandatangani, maka remunerasinya tentu tidak sbesar
dibandingkan dengan apabila ia dapat memenuhi kontrak. Kontrak ini dibuat mulai dari atas
hingga ke karyawan paling bawah. Seperti saya juga punya kontrak dengan atasan saya. Dengan
menerapkan cara ini Sumarsono berharap bahwa semua karyawan akan terbawa secara langsung
dengan system itu. Apabila kontrak-kontrak ini sudah diturunkan ke masing-masing karyawan
(cascade), maka diharapkan akan terjadi equal pay for equal job. Gaji yang dibayarkan
perusahaan kepada karyawan sesuai dengan kontribusi yang diberikan oleh karyawan yang
bersangkutan.
Di bagian pemasaran pelumas , dulu mereka yang menjual spuluh atau seratus, gajinya sama,
sekarang beda paling tidak dalam hal insentif. Begitupun di bagian produki. Apabila produksi
turun maka insentif juga turun, seperti yang pernah terjadi mereka hanya mendapatkan insentif
lima bulan gaji saja. Dulu ketika masih menangani kontrak production sharing dengan
perusahaan minyak asing, total produksi minyak Pertamina dan kontraknya adalah 1 juta barel
per hari. Setelah Pertamina tidak lagi menangani kontrak ini , maka baru kelihatan betapa
kecilnya produksi sendiri oleh PErtamina dibandingkan dengan Petronas.
Beberapa BUMN, termasuk anak perusahaan PErtamina ada yag laba operasinya negative, tapi
akhirnya untung karena ada pendapatan lain-lain yang diperoleh dari penjualan asset, sementara
laba usahanya sendiri negative. Karena itu Pertamina melakukan penilaian SDM berbasis
kinerja. Sesuai dengan KPI masing-masing. Missal pada bagian penjulanan mereka ada target-
target tertentu. Jika dapat menjual seratus kilo liter misalnya dapat bonus, juka tidak tercapai
bonus dipotong. System reward & recognition ini adalah hal baru yang diterapkan di Pertamina.
PERTAMMINA AWAY
Peruahan yang dilakukan Pertamina juga tampak nyata di Pertamina downstream, SPBU, bukan
hanya perubahan seara fisik yang terjadi, tapi ada juga Pertamina Way yang memperkenalkan
budaya baru yang mencoba mengikis peyelewengan yang terjadi pada mobil tangki pengangkut
BBM dari depot ke SPBU. Dulu ada mobil tangki yang “kencing” ditengah jalan sehingga
sampai di SPBU volume BBM berkurang, tapi pengusaha SPBU tidak berani protes. Sebagai
akibatnya mereka memainkan meteran ke konsumen. Dengan adanya Pertamina way, pegusaha
SPBU hanya membayar sebesar BBM yang diterima.
Kemudian juga ada program Pertamina Pasti Pas . dalam program ini Pertamina meminta pihak
ketiga yang secara rutin melakukan pengecekan terhadap ukuran, kualitas dan service yang
dilakukan di SPBU. Dengan adanya program ini SPBU yang memainkan meteran akan
ditinggalkan sendiri oleh konsumen. Mereka akan beralih ke SPBU yang Pasti Pas. Ini juga
merangsang persaingan antar SPBU dan juga menantisipasi persaingan dengan perusahaan
minyak asing yang masuk ke sector hilir.
Masuknya perusahaan minyak asing seperti Petronas , shell ke ditribusi BBM membuat
Pertamina berubah. Jika tidak berubah akan tenggelam oleh perubahan, kata sumarsono. Shell
besar dan kuat sekali. Petronas juga” ujarnya. Sumarsono memperkirakan mungkin mereka
masuk ke distribusi BBM dengan untung tipis dengan tujuan untuk menarik pelanggan.
MEMBANGKITKAN PERTAMINA LEARNING CENTER
Untuk menghadapi tantangan jangka panjang , visi kedepan adalah SDM Pertamina harus
professional , setara dengan perusahaan minyak asing. Itulah sebabnya Pertamina Learning
center yang sempat mengalami penurunan aktivitas dibangkitkan kembali oleh Sumarsono. Dulu
penanggung jawabnya adalah level manajer, sekarang ditingkatkan menjadi VP (Vice President).
“selama empat atau lima tahun kosong, kemudian training kembali saya besarkan,” katanya.
Pelatihan ini ditujukan untuk mengatasi gap kompetensi yang dituntut pekerjaan dengan
kompetensi individu.
Benchmark dari training center ini adalah perusahaan minyak asing, seperti shell dan
petronas. Sebagai perbandingan, di perusahaan shell, khusus untuk menangani training center
saja jumlah karyawan mencapai seribu orang. Bahkan disitu juga ada universitasnya. Mereka
kaget ketika tahu bahwa pertamina baru mulai mengembangkan training center. “Pelatihan ini
juga salah satu cara untuk mengubah behavior, individu maupun perusahaan, “ katanya.
Langkah-langkah untuk mengubah budaya antara lain adalah dengan cara memilih calon-calon
pemimpin yang disesuaikan dengan kebutuhan Pertamina di masa depan. Para kader di didik di
Pertamina learning center. Pemilihan calon pemimpin ini antara lain dengan cara melihat hasil
psikotes dan track records, kemudian disaring di Board of directors. Para high flier ini yang
diharapkan dapat melanjutkan kepemimpinan Pertamina di masa depan.
Dengan adanya PErtamina Learning Center ini maka pelatiha yang selama ini tersebar kemana-
mana dan bersifat ad hoc dapat lebih difokuskan. Pelatihan ad hoc kadang-kadang tidak sesuai
dengan kebutuhan karyawan yang bersangkutan. Sekarang sebelum diadakan pelatihan harus
dilakukan learning need analisys terlebih dahulu. Dengan demikian perusahaan dapat
menyelnggarakan pelatihan sesuai kebutuhan.
GENERAL VS SPESIALIS
Pertamina Learning Center, selain bertujuan mencari bibit pemimpin masa depan juga menjadi
wahana penggodokan bagi mereka yang ingin memilih menjadi spesialis. Bagi yang tidak
memiliki talenta sebagai pemimpin mereka diarahkan untuk menjadi spesialis. Dalam perjalanan
karir , seseorang dapat melewati jalur structural maupun professional . contohnya menurut
Sumarsono, adalah rumah sakit, ada dokter tapi tidak memiliki bakat memimpin, maka dia
sebaiknya menjadi spesialis. Tapi mereka ini diberi reward yang sepadan. Seseorang spesialis
bisa saja berada dibawah GM (General manajer) atau manajer tapi gajinya lebih tinggi dari
atasannya. Penghargaan yang sepadan ini penting, karena kalau seseorang ingin menjadi
spesialis tapi tidak dihargai, besar kemungkinan dia akan meningglakan perusahaan.
Penghargaan bagi para spesialis ini juga langkah antisipasi perusahaan agar karyawan tidak
berbondong-bondong ingin menjadi generalis, karena terbatasnya posisi jabatan structural. Selain
itu, menjadi pimpinan juga tidak mudah. Sumarsono mengambil contoh ada seorang GM, begitu
menempati posisinya dia dikantor saja. Orang seperti ini tidak cocok, karena seorang GM harus
berkeliling ke Gubernur, Pangdam, Kapolda, Kajati, kesemua instrument masyarakat. Kalau
setiap hari di kantor, begitu ada kasus dia tidak tahu. “ menjadi seorang pemimpin itu memang
tidak bisa dipaksakan” katanya.

MENGHAPUS COMPORT ZONE


Penerpan budaya clean, membuat transformasi yang berlangsung di Pertamina juga menyenggol
pihak-pihak yang sellama ini berada di comport zone. Mereka orang-orang yang menikmati hasil
dari kebocoran-kebocoran. Perubahan ini membuat mereka harus gigit jari. Menurut Sumarsono,
kebocoran dapat terjadi mulai dari crude oil di pertambangan, dalam perjalanan, masuk ke
dalam kilang, dan dalam pengolahan di kilang. Kemudian perjalanan BBM dari kilang ke depot,
oil kemudian masuk ke SPBU. Kini semua jalur tersebut dicermati. Oleh karena itu mobil-mobil
tangki diubah sehingga keocoran dapat ditekan serendah-rendahnya. Penghematan melalui cara
ini mencapai triliunan rupiah.
Penerapan travel management, pertamina way juga tidak langsung berjalan mulus, sosialisasi
seringkali dianggap angina lalu. Di Pertamina kini ada lebih dari dua puluh organisasi serikat
pekerja dan para karyawan itu merasa berada di comfort zone.” Duduk pun sudah enak, mengapa
sekarang harus begini, harus begitu”kata Sumarsono memberi gambaran. Karna itu dalam
Pertamina Dialogue yang diadakan secara rutin. Sumarsono seringmenceritakan tentang
fenomena katak rebus. Katak yang berada dalam air, yang sedang direbus, ia tidak sadar bahwa
air tempatnya berendam suhunya meningkat pelan-pelan. Apabila ia terlena dan tidak melompat,
maka iakan akan mati kepanasan, beitupun yang akan terjadi di Pertamina.
Dalam forum dialog ersebut dibicarakan barbagai hal menyangkut masalah perusahaan dan
karyawan, termasuk perubahan budaya yang sedang diperkenalkan. Perubahan budaya ini
memang sangat menantang, karena pada dasarnya setiap manusia tidak menginginkan
perubahan. Bahkan untuk perubahan yang akan menghasilkan nilai tambah sekalipun, Kata
Sumarsono yang telah menjalani pendidikan doctor di bidang Adaption of Inovation.Memang
setiap perubahan tidak memberikan hasil yang lebih “nyaman, apalagi di SDM kita” kata Deputi
SDM.
Resistensi karyawan lama juga tampak terhadap masuknya tenaga muda dan professional deri
luar. Meskipun jumlahnya belum banyak masuknya tenaga muda dari luar, langsung mendapat
reaksi dari karyawan lama maupun serikat pekerja.”oh, kok enak sekali orang ini”tiba-tiba sudah
golongan sekian” kata Sumarsono mengutip kata yang menentang. Belum lagi surat kaleng
dikirim kemana-mana, padahal kalau dihitung, hasil kerja satu orang baru bisa mengalahkan
kinerja lima orang lainnya, meskipun tantangannya tidak kecil, Pertamina tetap akan mengambil
professional terbaik dari luar.
Perhal resisteni dari dalam ini dapat ditelusuri sebagai berikut; dulu system rekrutmen karyawan
Pertamina melalui bimbingan profesi Sarjana (BPS), semacam Management traner yang diambil
dari 51 jurusan Kimia dan teknik dan berbagai jurusan, saat ini kata mereka angkatan-angkatan
pertama sudah diatas lima puluh tahun.
Namun tiba-tiba masuk karyawan baru usia 30 atau 35 tahun dan posisinya langsung diatas
mereka, sudah pasti timbul gejolak, meskipun sebetulnya BPS ini dulunya juga orang-orang
pilihan. “ Tetapi masalahnya bukan pada dia dulunya orang pilihan atau tidak, tetapi pada budaya
kerja” ungkap Sumarsono.
Karena itu perekrutan karyawan Pertamina mulai tahun 2007 menurut Sumarsono, tidak lagi
mengikuti pola BPS, perekrutan langsung difokuskan pada kebutuhankaryawan untuk bagian
tertentu, misalnya dibutuhkan karyawan untuk bagian pompa, pengisian mobil tangki, supervisor
depot, akuntan, salaesman, tidak lagi lewat management traner. Seleksi masuk Pertamina
memang ketat, sebagai gambaran belumlama ini Pertamina menerima 300 an karyawan baru,
pelamarnya berjumlah 60 ribu orang.
PENGELOLAAN ASET
Konsekuensi perubahan dari cost plus fee menjadi perusahaan yang mencari laba jjuga
menyentuh ke soal tidak produktif milik Pertamina. Manajemen telah membuat kebijakan untuk
membuat asset asset ini lebih produktif sehingga. pada gilirannya akan meningkatkan ROA(
Return On Aset). Sumarsono yang juga membawahi pengelolaan asset-aset di Pertamina
mangatakan ada 4 pilihan yang dapat diambil:
1. Swakelola asset-aset tersebut dikelola sendiri
2. Dikelola secara kerjasama operasi dengan pihak lain
3. Disewakan
4. Dijual apa adanya, kalau memang asset tersebut tidak memberikan nilai tambah
Namun demikian ada juga asset yang belum ttermasuk kategori free and clean. Free artinya
surat-surat ada dan Clean artinya bebas dari pemilikan pihak luar. Tentang tanah-tanah yang
tidak produktif ini diantaranya ada yang diduduki oleh sekolah internasional. Setelah itu lalu
proses pendekatan, akhirnya pihak sekolah yang notabene adlah pihak asing, akhirnya bersedia
memberikan sewa atas tanah Pertamina yang dipakainya.

Anda mungkin juga menyukai