Anda di halaman 1dari 4

Nama: Meriam Marcella Ismawanti

NIM: A1B019189

Kelas: Manajemen I

Matkul: P.P SDM

Jawaban:

1. BUAT INTISARI KASUS TRANSFORMASI SDM PERTAMINA YANG AKAN


DILAKUKAN SEBAGAI UPAYA PERUBAHAN ORGANISASI

Jawab: Sony Sumarsono, Direktur SDM dan Umum Pertamina, menyatakan bahwa sejak
diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2001, telah terjadi perubahan pada peran Pertamina dari
pengelola tunggal menjadi pemain biasa dalam industry migas. Kini Pertamina memang sedang
melakukan restrukturisasi bisnis. Terdapat 35 anak perusahaan belum termasuk cucu perusahaan
yang berada dalam grup Pertamina. Dalam proses ini, Pertamina akan mempertahankan anak
perusahaan sepanjang memiliki kaitan dengan bisnis inti, memberi profit, dan memiliki prospek
ke depan.

Sekarang Pertamina menjadi unit usaha atau perseroan terbatas seperti pada umumnya
perusahaan lain di Indonesia. Pertamina harus mencari laba. Sementara itu tugas pengaturan
telah ditangani oleh badan lain, Badan Pelaksana Migas (BP Migas) mengurusi kontrak
kerjasama antara pemerintah dengan perusahaan perusahaan minyak asing, BUMN maupun
swasta, yang melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak di Indonesia. Pertamina
upstream sekarang diperlakukan seperti halnya KPS (Kontraktor Production Sharing) yang lain.
Peramina harus minta izin ke BP Migas. Untuk kegiatan downstream, seperti distribusi,
pengaturan dilakukan oleh BP Hilir Migas.

Dengan dibukanya keran persaingan, mau tidak mau Pertamina harus mengubah visinya. Dalam
lima tahun ke depan, Pertamina berharap menjadi perusahaan energy terkemuka di dunia. Ke
depannya pertamina juga akan menggarap geothermal dan energy alternative.

Dua tema besar transformasi di Pertamina adalah menyangkut tema fundamental dan tema
bisnis. Tema fundamental yang ingin diraih mencakup tiga hal. Pertamana, pola pikir dan
perilaku yang bebas korupsi dan fokus pada pelanggan. Kedua, kepemimpinan dalam lingkungan
yang baru. Ketiga, manajemen stakeholder, serta hubungan dengan public dan regulasi.
Perubahan ini menjadi tugas berat. Bayangkan saja, pertamina yang dulunya sebagai pengatur
kini menjadi pihak yang diatur.

Sementara tema bisnis mencakup upaya mempertahankan posisi pertama di sector hilir di antara
pemain papan atas. Kedua, membangun perusahaan energy dan pertambangan terkemuka.
Ketiga, memiliki pengolahan BBM yang canggih. Keempat, mengamankan posisi LNG. Kelima,
mengembangkan pilihan untuk memenuhi energy alternative di masa depan. Keenam,
profesionalisasi.

Untuk mendukup pencapaian visi baru tersebut, tentu pertamina membutuhkan SDM yang
sesuai. Hanya saja Pertamina memiliki dua masalah berkaitan dengan SDM, yaitu isu aging
population dan budaya kerja. Untuk mengatasi masalah aging population, Pertamina telah
menurunkan jumlah karyawannnya.

Untuk melakukan transformasi secara menyeluruh dalam waktu singkat tentu tidak mungkin.
Tapi perubahan itu memang harus dicoba. Selama kepemimpinan baru telah dilakukan 22BTP
(Breaktrhough Project). Ini adalah semacam proyek percontohan dalam skala lebih kecil. Disini
dimasukkan nilai nilai dari budaya baru seperti customer focus, clean, confident, dan
competitive.

Perubahan yang dilakukakan Pertamina juga tampak nyata di Pertamina Downstream, SPBU.
Bukan hanya perubahan secara fisik yang terjadi, tapi juga ada Pertamina Way. Pertamina Way
memperkenalkan budaya baru yang coba mengikis penyelewangan yang terjadi pada mobil
mobil tangki pengangkut BBM dari depot ke SPBU. Kemudian juga ada program Pertamina
Pasti Pas. Dalam program ini Pertamina meminta pihak ketiga yang secara rutin melakukan
pengecekan terhadap ukuran, kualitas, dan servis yang dilakukan di SPBU.

Untuk menghadapi tantangan dalam jangka panjang, visi ke depan adalah SDM Pertamina harus
professional, setara dengan perusahaan minyak asing. Langkah langkah untuk mengubah budaya
antara lain adalah dengan cara memilih calon calon pemimpin yang disesuaikan dengan
kebutuhan Pertamina di masa depan.

Konsekuen perubahan dair cost plus fee menjadi perushaan yang mencari laba juga menyentuh
ke soal asset asset tidak produktif milik Pertamina. Manajemen telah membuat kebijakan untuk
membuat asset asset ini lebih produktif sehingga pada gilirannya akan meningkatkan ROA
(return on asset).

2. URAIKAN DAMPAK KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI YANG DILAKUKAN


PERTAMINA TERHADAP KEBUTUHAN SDMNYA.

Jawab: Untuk mendukung pencapaian visi baru tersebut, tentu Pertamina membutuhkan SDM
yang sesuai. Dampak kebijakan restrukturisasi yang dilakukan pertamina terhadap kebutuhan
SDMnya yaitu Pertamina jadi menurunkan jumlah karyawannya. Sejak adanya UU Migas yang
baru, Pertamina mengurangi jumlah karyawan dari 27 ribu pada tahun 2001 menjadi sekitar 22
ribu pada tahun 2005. Diharapkan, jumlah karyawan Pertamina akan terus berkurang seiring
dengan perubahan. Pertamina juga merekrut orang orang baru dengan kompetensi yang sesuai
dengan tuntutan bisnis.

3. APA ARTI STRATEGIS PROGRAM BTP TERHADAP TERCAPAINYA VISI DAN


MISI BARU PERTAMINA

Jawab: BTP dimasukkan nilai nilai budaya baru seperti customer focus, clean, confident, dan
competitive. BTP ini diharapkan dapat menjadi pusat transformasi dan tempat untuk berbagi
cerita tentang sukses awal transformasi. Sebagai bagian dari BTP adalah travel management,
dengan mencontoh praktek perusahaan perusahaan minyak asing. Tujuan dari travel management
adalah untuk menekan biaya perjalanan dinas. Selain itu juga melakukan perubahan pada aspek
remunerasi dengan menciptakan system. Untuk itulah setiap orang dinilai berdasarkan KPI (key
Performances Indicator). Caranya dengan membuat kontrak kerja antara bawahan dengan
atasannya. System ini dirancang Pertamina bersama konsultan dari luar negeri dengan
melakukan benchmark terhadap perusahaan minyak asing. Dengan menerapkan cara ini,
diharapkan semua karyawan akan terbawa secara langsung dengan system itu. Apabila kontrak
kontrak ini sudah diturunkan ke masing masing karyawan (cascade), maka diharapkan akan
terjadi equal pay for equal job.
4. KENAPA PERTAMINA MENGEMBANGKAN PROGRAM SPESIALIS VS
GENERALIS DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN SDMNYA.
Jawab: Karena merupakan langkah antisipasi perusahaan agar karyawan tidak berbondong
bonding ingin menjadi generalis, karena terbatasnya posisi jabatan structural. Selain itu, menjadi
pemimpin juga tidak mudah. Sumarsono mengambil contoh ada seorang GM, begitu menempati
posisinya dia di kantor saja. Orang seperti ini tidak cocok, karena seorang GM harus berkeliling.
Kalau setiap hari di kantor, begitu ada kasus dia tidak tahu.

Anda mungkin juga menyukai