Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS KINERJA KEUANGAN, BALANCED SCORECARD,

DAN KOMPENSASI MANAJEMEN


PADA PT. PERTAMINA

Nama: Glenn Martin Mihewu


Nomor Mahsiswa: 3203018122
Mata Ujian: Sistem Pengendalian Manajemen
Hari, Tanggal Ujian: Sabtu, 29 Mei 2021
Kelas: A
Dosen: Adriana Marini Purwanto, SE., M.Si., Ak
Tanda Tangan: Glenn Martin Mihewu

JURUSAN AKUNTANSI S-1


FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Profil Perusahaan


PT. Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
beroperasi pada sektor migas. Perusahaan ini tidak hanya memiliki dan
mengoperasikan bisnis pada sektor migas saja, akan tetapi juga memiliki dan
mengoperasikan berbagai sektor bisnis seperti penerbangan carter, konsultasi,
perdagangan, rumah sakit dan medis, dermaga, pelayaran, dan lain-lain. Aktivitas
Pertamina dibagi menjadi dua sektor yaitu kegiatan hulu dan hilir, ditambah dengan
aktivitas anak usaha dan perusahaan patungan. Kegiatan hulu perusahaan terdiri
dari eksplorasi dan produksi migas dan panas bumi. Kegiatan eksplorasi dan
produksi migas dilakukan di beberapa wilayah di dalam dan luar Indonesia.
Sedangkan kegiatan Pertamina Hilir meliputi pengolahan, pemasaran dan
perdagangan, distribusi dan pengiriman produk hilir yang diperoleh dari kilang
minyak Pertamina atau impor, dengan dukungan transportasi darat dan laut.
Kegiatan hilir merupakan penggabungan kegiatan pengolahan, pemasaran,
perdagangan, dan pengiriman. Kegiatan hilir meliputi penyulingan migas dan
pengendalian pemasaran dan distribusi produk olahan.

1.2. Visi dan Misi PT. Pertamina


a) Visi :
Menjadi Perusahaan Energi Kelas Nasional Kelas Dunia serta perusahaan
yang unggul, maju dan terpandang (To be a respected leading company).
b) Misi :
a. Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi,berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
b.Melakukan Usaha dalam bidang Energi dan Petrokimia.
c.Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif dan
berdasarkan tata nilai unggulan.
d. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja, dan
masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

1.3. Strategi Bisnis PT. Pertamina


Strategi PT. Pertamina dalam mengelola perusahaan sebagai berikut.
a. Fokus: menggunakan secara optimum berbagai kompetensi perusahaan untuk
meningkatkan nilai tambah perusahaan.
b. Integritas: Mampu mewujudkan komitmen kedalam tindakan nyata.
c.Visionary (Berwawasan Jauh Kedepan): Mengantisipasi lingkungan usaha yang
berkembang saat ini maupun yang akan datang untuk dapat tumbuh dan
berkembang.
d.Excellence (Unggul): Menampilkan yang terbaik dalam semua aspek pengelolaan
usaha.
e.Mutual Respect (Keselarasan dan Kesetaraan): Menempatkan seluruh pihak yang
terkait setara dan sederajat dalam kegiatan usaha.

1.4. Rencana Strategi PT. Pertamina Tahun 2019 - 2020


a. Strategi Energi Hijau
PT Pertamina memastikan kesiapannya dalam menghadapi transisi energi
global dengan menjalankan inisiatif strategis untuk pengembangan green energy
sekaligus mendukung target pemerintah dalam pengembangan energi baru
terbarukan. Mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Pertamina
dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) menetapkan program green
transition pada 2035. Pada masa kini, penurunan permintaan minyak dunia telah
mencapai 35%, dan diperkirakan pada tahun 2035 akan menjadi 24%. Sebaliknya,
kebutuhan energi bergeser ke renewable energy yang meningkat hingga
30%. Direktur Utama Pertamina menjelaskan langkah dan inisiatif strategis yang
dilakukan Pertamina saat ini sejalan dengan agenda perusahaan minyak dan gas
dunia. Seluruh perusahaan energi global bergerak untuk mengantisipasi tren
penurunan permintaan minyak yang cukup tajam dan akan terjadi di masa depan.
Permintaan dan konsumsi minyak dunia diperkirakan akan turun dari 110 juta barel
per hari menjadi sekitar 65 - 73 juta barel per hari. Dengan dasar ini, Pertamina
ingin melakukan transisi secara besar-besaran yang dimana langkah awalnya adalah
mengembangkan energi listrik dengan monetisasi aset panas bumi melalui
Independent Power Producer (IPP) untuk mengembangkan 1,3 GW proyek panas
bumi serta IPP berbasis surya di area dengan iradiasi matahari tinggi dan menjalin
kemitraan strategis untuk pembuatan sel surya. Namun, dalam jangka pendek akan
fokus dalam penerapan Solar PV di lingkungan Pertamina Group melalui sinergi
antara subholding dan captive market di BUMN. Selanjutnya, PT. Pertamina akan
mengoptimalkan penggunaan energi ramah lingkungan untuk mobilitas di sektor
transportasi dengan mendukung pemerintah melaksanakan mandatori Biodiesel 30
persen (B30), Green Refiniery, dan Co Processing CPO. Pertamina juga
menyiapkan produksi baterai melalui kemitraan dengan penyedia teknologi baterai
dan BUMN serta menyediakan infrastruktur pengisian daya untuk mobil listrik
(E2W dan E4W). Inisiatif yang dilakukan oleh Pertamina dengan melakukan
transisi dari fossil fuel ke bio energy ini untuk menurunkan gas rumah kaca.
Terakhir, PT. Pertamina mengupayakan bahan bakar dengan optimalisasi sumber
energi lain yang tersedia di dalam negeri, salah satunya dengan melakukan
gasifikasi batubara kadar rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk substitusi
LPG dalam rangka mengurangi impor dan menghasilkan energi yang lebih bersih.
Dalam masa transisi, Pertamina mengembangkan sejumlah proyek gas sebagai
energi transisi antara fuel dan new renewable energy. Untuk gas, Pertamina
mengembangkan gas untuk transportasi, yakni household dimana target yang
ditetapkan pemerintah membangun 30 juta jaringan gas (city gas) di tahun 2050.
b. Optimasi Hilir
Optimasi hilir merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terintegrasi dalam upaya pencapaian target perusahaan. Kegiatan optimasi hilir
meliputi namun tidak terbatas pada perencanaan suplai dan kebutuhan minyak
mentah dan produk kilang, distribusi produk kilang, penyediaan dana, strategi
penjualan, usulan rekomendasi penyempurnaan pola suplai dan sarana fasilitas
seperti aspek kilang, jetty, infrastruktur, inventory, transportasi, pola suplai, serta
evaluasi biaya dan losses baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang. Kegiatan optimasi hilir menggunakan tools linier programming (LP)
dalam 2 tahap (iterasi hingga optimum dengan LP global dan LP individu RU’s)
untuk menghasilkan optimasi pengolahan dan produksi Kilang. Hasil optimasi ini
kemudian diolah menggunakan tools LP Supply & Distribution untuk
menghasilkan optimasi pola suplai dan distribusi produk kilang.
c. Penjadwalan Suplai
Hasil Optimasi Produksi Kilang yang dilakukan pada saat perencanaan
Optimasi Hilir, kemudian akan dijadikan acuan untuk Perencanaan Penjadwalan
Supply Crude pada rapat Master Program Crude bulanan. Pada saat Rapat Master
Program Crude Bulanan ini, semua pihak yang terlibat dari Direktorat Pengolahan,
Fungsi Perkapalan serta ISC akan melakukan penjadwalan supply Crude dari
KKKS dan Impor agar kondisi stok Crude di tiap-tiap Refinery sesuai dengan
alokasi produksi pada perencanaan Optimasi Hilir. Rapat Master Program Crude
ini menggunakan tools Web Stock Simulation Crude sehingga kondisi stok dan
penjadwalan supply dapat dimonitor oleh semua pihak terkait. Simulasi Master
Program Crude pada bulan berjalan diupdate setiap 7 harian.
d. Pengembangan Ekosistem Kendaraan Berbasis Electric Vehicle (EV)
Inisiatif strategis yang PT. Pertamina lakukan untuk mendorong pertumbuhan
kinerja adalah menginisiasi pengembangan ekosistem kendaraan berbasis Electric
Vehicle (EV) yang antara lain diwujudkan dengan melakukan market study dan EV
bike testing di Bali sebagai persiapan pengembangan pilot project EV untuk
kendaraan roda dua di provinsi Bali. Selain itu, PT. Pertamina juga menginisiasi
ride sharing concept berbasis EV untuk kendaraan roda dua di 2 kota besar di
Indonesia dan bekerjasama dengan partner yaitu PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa
(GOJEK) dan Astra Internasional. Secara internal inisiasi tersebut merupakan hasil
koordinasi dengan tim RTC dan pemasaran termasuk anak perusahaan PT.
Pertamina (Persero) lainnya seperti PT. Pertamina Lubricant, PT. Pertamina Retail,
dan PT. Pertamina Geothermal Energy. Selain itu, PT. Pertamina juga menjalin
kemitraan strategis dengan PT. Indonesia Power (IP), anak perusahaan PT. PLN
(Persero) untuk membentuk joint venture di bisnis kelistrikan dan terkait lainnya,
baik dalam bidang Operation & Maintenance (O&M) maupun sebagai pengembang
Independent Power Producer (IPP) berbasis gas/LNG dan energi baru terbarukan,
baik untuk di dalam maupun luar negeri. Kerjasama ini tidak hanya akan
memberikan keuntungan dalam pengembangan human capital dan technology
expertise, namun juga keuntungan ekonomis yang pada akhirnya akan
menghasilkan economic multiplier effect. Kemitraan strategis lainnya yang kami
lakukan adalah dengan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III untuk pengembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) di Kawasan Ekonomi Khusus Sei
Mangkei, Sumatera Utara, ditandai dengan telah dilakukannya engine test atau
Factory Acceptance Test (FAT) atas komponen utama PLTBg berupa 2 unit gas
engine yang akan digunakan. Kerjasama ini merupakan upaya untuk mewujudkan
konsep Green Economic Zone di KEK Sei Mangkei dan dapat menjadi rujukan
pengembangan kawasan ekonomi yang mendukung pemanfaatan energi baru dan
terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Langkah-langkah strategis tersebut
merupakan bagian dari komitmen yang kuat dari kami untuk mendukung program
Pemerintah dalam hal pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di tanah air.
Ditambah dengan beroperasinya PLTS di Badak LNG Bontang, hal ini sekaligus
membuktikan Perseroan sebagai salah satu penyedia energi bersih berbasis energi
baru dan terbarukan, selain berbasis gas dan LNG yang terdepan dan inovatif.
Dengan demikian, Perseroan berhasil mengalirkan listrik kepada konsumennya
dengan total aliran listrik sebesar 2.223.657 kWh sampai dengan akhir Desember
2019.
BAB 2
PERMASALAHAN

2.1. Analisis Kinerja Keuangan dan Non Keuangan


 Laporan Laba Rugi
a. Penjualan dan Pendapatan Usaha Lainnya
Penjualan dan pendapatan usaha lainnya diperoleh dari penjualan dalam
negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk minyak,
penggantian biaya subsidi dari Pemerintah, penjualan ekspor minyak mentah, gas
bumi dan produk minyak, imbalan jasa pemasaran dan pendapatan usaha dari
aktivitas operasi lainnya. Selama tahun 2019, penjualan dan pendapatan usaha
lainnya Pertamina mencapai USD54.585 juta atau lebih rendah 5,78% dibanding
pencapaian tahun 2018 sebesar USD57.934 juta. Pencapaian tahun 2019 tersebut
merupakan kontribusi dari: - Penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi,
energi panas bumi dan produk minyak sebesar USD43.784 juta atau 80,21% dari
total penjualan dan pendapatan usaha lainnya - Penggantian biaya subsidi dari
Pemerintah sebesar USD4.875 juta atau 8,93% dari total penjualan dan pendapatan
usaha lainnya - Penjualan ekspor minyak mentah, gas bumi dan produk minyak
sebesar USD3.629 juta atau 6,65% dari total penjualan dan pendapatan usaha
lainnya - Pendapatan usaha dari aktivitas operasi lainnya USD2.297 juta atau 4,21%
dari total penjualan dan pendapatan usaha lainnya Penurunan penjualan dan
pendapatan usaha lainnya selama tahun 2019 terutama dipengaruhi oleh penurunan
penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk
minyak. Penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan
produk minyak pada tahun 2019 sebesar USD43.784 juta atau turun 2,14%
dibanding tahun 2018 sebesar USD44.743 juta. Faktor utama penyebab penurunan
tersebut dipengaruhi oleh rata-rata harga jual produk yang lebih rendah karena
dipengaruhi realisasi ICP dan publikasi harga yang lebih rendah di tahun 2019
dibandingkan dengan tahun 2018. Rata-rata ICP tahun 2019 sebesar USD
62,38/barel sedangkan rata-rata ICP tahun 2018 sebesar USD 67,47/barel.
Sedangkan harga rata-rata MOPS tahun 2019 sebesar USD 73,87/barel dan harga
rata-rata MOPS tahun 2018 sebesar USD 81,71/barel. Faktor lain penyebab
penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan volume penjualan Bahan Bakar
Umum khususnya produk Pertamax dan produk Avtur di tahun 2019 dibandingkan
dengan tahun 2018. Adapun penurunan penjualan dalam negeri dari entitas
Pertamina EP sebesar USD111,7 juta yang terdiri dari penurunan pendapatan
minyak sebesar USD73,8 juta akibat penurunan harga minyak PEP tahun 2019
USD62,33/barel dibandingkan tahun 2018 USD66,99/barel sedangkan penurunan
pendapatan gas sebesar USD37,9 juta akibat penurunan lifting gas sebesar
12.593.296 MSCF tahun 2019 dibandingkan tahun 2018. Penurunan pendapatan
dari entitas Nusantara Regas sebesar USD60 juta akibat penurunan Representatif
Export Petroleum (REP) selama 2019 (USD60,48/barel) dibanding 2018
(USD67,94/barel). Selain itu volume penyerahan gas untuk Penjualan Gas tahun
2019 (51.634.211 MMBTU) lebih kecil dibanding volume penyerahan gas untuk
Penjualan Gas tahun 2018 (61.753.209 MMBTU) ikut mempengaruhi penurunan
penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk
minyak. Pada tahun 2019, penggantian biaya subsidi dari pemerintah sebesar
USD4.875 juta atau turun 13,44% dibandingkan tahun 2018 sebesar USD5.632
juta. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan harga rata-rata CP Aramco
selama tahun 2019 sebesar USD439/MMT dibandingkan harga rata-rata CP
Aramco tahun 2018 sebesar USD540/MMT serta adanya penetapan Kepmen
ESDM 61/2019 yang berlaku sejak 2019 sehingga nilai subsidi per kg turun sebesar
Rp500/kg. Adapun volume penjualan LPG refill 3 kg tahun 2019 sebesar 12.190
juta KL atau naik 4,7% dari volume penjualan tahun 2018 sebesar 11.647 juta KL.
Kenaikan volume penjualan Solar/ Biosolar PSO tahun 2019 sebesar 16.169 juta
KL atau naik 5,3% dari tahun 2018 sebesar 15.362 juta KL. Penjualan ekspor
minyak mentah, gas bumi dan produk minyak selama tahun 2019 mencapai
USD3.629 juta atau turun 0,22% dibandingkan dengan pencapaian tahun 2018
sebesar USD3.637 juta. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan penjualan
ekspor dari entitas Pertamina Hulu Mahakam akibat realisasi produksi dan lifting
tahun 2019 yang lebih rendah dari tahun 2018, terutama pada penjualan Gas Spot
2019 (82% lebih rendah daripada tahun 2018). Selain itu terdapat penurunan ekspor
gas dari entitas PHE Tomori Sulawesi terkait penjualannya dialihkan ke pembeli
dalam negeri dari Pertamina RU IV Cilacap. Pendapatan usaha dari aktivitas
operasi lainnya tahun 2019 sebesar USD2.297 juta mengalami penurunan
signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar USD3.906 juta. Penurunan
tersebut disebabkan belum dibukukannya pendapatan selisih kurang penerimaan
Harga Jual Eceran (HJE) JBT Solar dan JBKP Premium (Jamali dan Non-Jamali)
Tahun 2018 sebesar USD3.102 juta termasuk untuk tahun 2016, 2017 dan 2018
sedangkan pembukuan pendapatan selisih kurang penerimaan Harga Jual Eceran
(HJE) JBT Solar dan JBKP Premium (Jamali dan Non-Jamali) Tahun 2019 sebesar
selisih pada tahun berjalan sebesar USD1.522 juta.
b. Beban-Beban
Pada tahun 2019, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya
mencapai USD46.508 juta atau turun 4,53% dari realisasi di tahun 2018 sebesar
USD48.714 juta. Beban-beban tersebut terdiri dari beban pokok penjualan, beban
produksi hulu dan lifting, beban eksplorasi dan beban dari aktivitas operasi, dengan
kontribusi penurunan terbesar dari beban pokok penjualan. Beban pokok penjualan
selama tahun 2019 sebesar USD39.560 juta atau turun 7,54% dari tahun 2018
sebesar USD42.788 juta. Penurunan tersebut terutama disebabkan turunnya harga
pembelian bahan baku dan impor produk yang dipengaruhi penurunan realisasi ICP
dan publikasi harga minyak di tahun 2019 dibandingkan dengan tahun 2018.
Adapun rata-rata ICP tahun 2019 sebesar USD62,38/barel sedangkan rata-rata ICP
tahun 2018 sebesar USD67,47/ barel sedangkan untuk rata-rata MOPS PSA tahun
2019 sebesar USD73,87/barel sedangkan rata-rata MOPS PSA tahun 2018 sebesar
USD81,71/barel. Pada tahun 2019, realisasi beban produksi hulu dan lifting sebesar
USD5.000 juta atau naik 13,97% dari realisasi tahun 2018 sebesar USD4.387 juta.
Kontribusi kenaikan tertinggi pada tahun 2019 terutama disebabkan kenaikan dari
entitas PHI dengan beroperasinya Pertamina Hulu Sanga Sanga dan Pertamina Hulu
Kalimantan Timur serta meningkatnya biaya depresiasi dari Pertamina Hulu
Mahakam. Beban eksplorasi tahun 2019 sebesar USD207 juta atau turun 22,6% dari
tahun 2018 sebesar USD268 juta. Penurunan beban eksplorasi tersebut terutama
disebabkan penurunan biaya dry hole dari entitas PT Pertamina EP sebesar USD75
juta dibandingkan tahun 2018. Kenaikan beban dari aktivitas operasi lainnya
sebesar 36,95% atau sebesar USD1.742 juta dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu sebesar USD1.272 juta terutama disebabkan adanya adanya
kontribusi beban atas kegiatan operasional anak perusahaan Pertamina yaitu PT
Pertamina Patra Niaga sebesar USD93 juta, PT Elnusa Tbk sebesar USD112 juta,
PT Pertamina International Shipping sebesar USD88 juta. Beban usaha terdiri dari
beban penjualan dan pemasaran serta beban umum dan administrasi. Pada tahun
2019, beban usaha mengalami kenaikan 6,92% yaitu dari sebesar USD2.973 juta di
tahun 2018 menjadi sebesar USD3.179 juta. Hal ini terutama disebabkan oleh
kenaikan beban umum dan administrasi sebesar USD1.554 juta atau naik 16,82%
dari tahun 2018 sebesar USD1.330 juta yang disebabkan adanya kenaikan
kontribusi beban atas kegiatan operasional anak perusahaan Pertamina dari PT
Pertamina Internasional Eksplorasi & Produksi atas penambahan tenaga ahli terkait
dengan pelaksanaan proyek Phase IV dan Phase V di entitas Pertamina Algeria EP.
c. Laba Tahun Berjalan
Menurunnya persentase penjualan dan pendapatan usaha lainnya sebesar
5,78% dari tahun sebelumnya, menyebabkan laba usaha tahun 2019 turun 21,59%,
dimana laba usaha tahun 2019 sebesar USD4.898 juta dan laba usaha tahun 2018
sebesar USD6.247 juta. Realisasi penurunan tersebut terutama disebabkan antara
lain dari penurunan pendapatan usaha dari aktivitas operasi lainnya tahun 2019
sebesar USD2.297 juta yang mengalami penurunan 41,19%, penurunan penjualan
dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk minyak
tahun 2019 sebesar USD959 juta atau turun 2,14% dan penurunan penggantian
biaya subsidi dari pemerintah sebesar USD757 juta atau turun 13,45%
dibandingkan tahun 2018. Sedangkan, meningkatnya pendapatan keuangan
khususnya dari pendapatan bunga atas pemulihan penyesuaian nilai wajar
pengakuan selisih harga jual eceran tahun 2018 dan 2017 (unwinding interest) dan
gain atas selisih kurs memberikan kontribusi positif terhadap nilai laba sebelum
pajak penghasilan. Disisi lain, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya
turun sebesar 4,53% dari tahun sebelumnya hal tersebut terutama disebabkan oleh
penurunan beban pokok penjualan 7,54% sebagai dampak penurunan ICP di tahun
2019 dibandingkan tahun 2018. Menurunnya harga minyak di tahun 2019 disertai
dengan adanya penurunan beban pajak penghasilan sehingga penurunan laba tahun
berjalan tahun 2019 hanya sebesar USD18 atau turun 0,67% dari tahun 2018.
d. EBITDA
EBITDA untuk tahun 2019 sebesar USD7.908 juta atau turun 14,08% dari
tahun 2018 sebesar USD9.204 juta, karena terdapat penurunan penjualan dalam
negeri atas minyak mentah, gas, energi panas bumi, dan hasil minyak. Sehubungan
dengan program Pemerintah Indonesia untuk pemulihan ekonomi nasional terkait
dapak pandemi Covid-19, Pertamina akan menerima pelunasan piutang dari
Pemerintah sebesar USD2.793 juta atau Rp45 triliun. Hal tersebut akan berdampak
pada peningkatan pendapatan keuangan sebesar USD1.221 juta, atau 476% dari
tahun 2018 sebesar USD256 juta, khususnya dari pendapatan bunga atas pemulihan
penyesuaian nilai wajar pengakuan selisih harga jual eceran tahun 2018 dan 2017
(unwinding interest). Berdampak terhadap peningkatan pendapatan keuangan
sebesar USD1.221 juta atau 476% dari tahun 2018 sebesar USD256 juta khususnya
dari pendapatan bunga atas pemulihan penyesuaian nilai wajar pengakuan selisih
harga jual eceran tahun 2018 dan 2017 (unwinding interest). Di sisi lain terdapat
penurunan realisasi ICP dan publikasi harga minyak di tahun 2019 dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang mempengaruhi beban pokok penjualan dan beban
langsung lainnya. Adapun penurunan realisasi ICP menyebabkan penurunan beban
pajak tahun 2019 sebesar 24,91%, dengan pajak kini tahun 2019 sebesar USD1.878
juta dan pajak tangguhan sebesar USD385 juta.

2.2. Analisis Kompensasi Manajemen PT. Pertamina


a. Kesetaraan Gender dan Kesempatan Kerja
Perseroan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh pekerja untuk
mengembangkan karier serta kompetensinya tanpa adanya diskriminasi gender,
usia, suku, agama maupun ras.
b. Sarana dan Keselamatan Kerja
Perseroan telah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai guna mendukung
keselamatan kerja setiap pekerja terutama yang bertugas di lapangan dimana risiko
kecelakaan kerja lebih besar. Adapun sarana dan prasarana keselamatan kerja yang
disediakan Perseroan berupa: Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR).
c. Tingkat Perpindahan (Turnover) Pekerja
Pada tahun 2019, Perseroan mencatat tingkat turnover pekerja sebesar 3,85% atau
1 orang, yang mana jumlah tersebut tergolong kecil. Hal ini menunjukkan
keberhasilan Perseroan dalam memelihara suasana kerja tetap kondusif guna
menjaga produktivitas para pekerja.
d. Pendidikan dan Pelatihan
Perseroan senantiasa membekali para pekerja dengan beragam pelatihan yang dapat
meningkatkan pengetahuan serta keahlian mereka sebagaimana telah diuraikan di
bagian Sumber Daya Manusia.
e. Remunerasi
Perseroan senantiasa memberikan paket remunerasi yang kompetitif dan akan
melakukan peninjauan secara berkala terhadap kebijakan gaji, tunjangan (insentif,
asuransi kesehatan, perjalanan dinas dan lain-lain) berdasarkan kinerja Perseroan
dan individu serta standar industri.
f. Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenagakerjaan
Perseroan berupaya menyediakan saluran pengaduan bagi pekerja guna
memberikan perlindungan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
secara efektif dengan mekanisme yang tepat. Selama tahun 2019, tidak ada
pengaduan tentang praktik ketenagakerjaan maupun pelanggaran hak asasi
manusia.
BAB 3
LANDASAN TEORI

3.1. Kinerja Keuangan dan Rasio Keuangan


a. Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan menurut Kasmir (2012:27) pengertian dari
laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan
pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan Keuangan menurut
Munawir (2010:5) pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari neraca dan
perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca
menunjukkan/menggambarkan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu
perusahaan pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan (laporan) laba-rugi
memperlihatkan hasilhasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban yang
terjadi selama peride tertentu, dan laporan perubahan ekuitas menunjukkan sumber
dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan ekuitas
perusahaan. Laporan Keuangan menurut Fahmi (2014:31) laporan keuangan
merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu
perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran
kinerja keuangan perusahaan tersebut.
Tujuan laporan keuangan yaitu untuk menyediakan informasi yang
berkaitan dengan posisi keuangan, prestasi (hasil usaha) perusahaan serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Menurut Harahap (2013:18) tujuan laporan
keuangan adalah : (a) Screening, analisis dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui situasi dan kondisi kerusakan dari laporan keuangan tanpa pergi
langsung ke lapangan, (b) Understanding, memahami perusahaan, kondisi
keuangan, dan hasil usahanya,(c) Forecasting, analisis digunakan untuk
meramalkan kondisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang, (d) Diagnosis,
analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang
terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan, atau masalah lain dalam
perusahaan, (e) Evalution, analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen
dalam mengelola perusahaan. Menurut fahmi tujuan laporan keuangan (2011:5)
adalah memberikan informasi keuangan yang mencakup perubahan dari unsur-
unsur laporan keuangan yang ditunjukan kepada pihak-pihak lain yang
berkepentingan dalam menilai kinerja keuangan terhadap perusahaan di samping
pihak manajemen perusahaan.
Komponen Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
(2012:17) laporan keuangan yang terdiri atas komponen-komponen berikut ini:
1. Neraca: neraca perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan
berbagai unsur posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar.
Neraca minimal mencakup pospos sebagi berikut : aktiva berwujud, aktiva tak
berwujud, aktiva keuangan, investasi yang diperlukan menggunakan metode
ekuitas, persediaan, piutang usaha dan hutang lainnya, kewajiban yang diestimasi,
kewajiban berbunga jangka panjang, hak minoritas, modal saham dan pos ekuitas
lainnya.
2. Laporan laba rugi: laporan laba rugi perusahaan disajikan sedemikian rupa yang
menonjolkan berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan, bagi penyajian
secara wajar. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos berikut : pendapatan,
laba rugi perusahaan, beban pinjaman, bagian dari laba atau rugi perusahaan filitas
dan asosiaso yang diperlukan menggunakan metode ekuitas, beban pajak, laba atau
rugi dari aktivitas normal perusahaan, pos luar biasa, hak mioritas, laba rugi bersih
dan periode berjalan.
3. Laporan perubahan ekuitas: perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau
penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan bedasarkan
prinsip pengukuran yang dianut.
4. Laporan arus kas: laporan arus kas melaporkan arus kas masuk dan arus kas
keluar atau setara kas selama periode tertentu. Arus kas diklasifikasikan menurut
aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
5. Catatan atas laporan keuangan: catatan atas laporan keuangan meliputi
penjelasan negatif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti
kewajiban komitmen.
Analisis laporan keuangan dilakukan dengan menganalisa masing-masing
yang terdapat di dalam laporan keuangan dalam bentuk rasio posisi keuangan
dengan tujuan agar dapat memaksilmalkan kinerja perusahaan masa yang akan
datang. Analisis laporan keuangan dilakukan untuk menambah informasi yang ada
dalam laporan keuangan. Manfaat analisis laporan keuangan menurut Harahap
(2013: 195-197) dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat
dari laporan keuangan biasa.
b. Dapat menggali informasi yang tidak nampak secara kasat mata dari suatu
laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan.
c. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
d. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya
dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan
keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
e. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model
dan teori-teori yang terdapat dilapangan.
f. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan.
g. Dapat menentukan peringkat perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah
dikenal dalam dunia bisnis.
h. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan
periode sebelumnya.
i. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan.
j. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan dimasa
yang akan datang
b. Analisis Rasio Keuangan
Analisis Rasio Keuangan merupakan perhitungan yang dirancang untuk
membantu mengevaluasi laporan keuangan. Teknik dengan menggunakan rasio ini
merupakan cara yang saat ini masih paling efektif dalam mengukur tingkat kinerja
serta prestasi keuangan perusahaan. Menurut Kasmir (2012:104) analisis rasio
keuangan adalah kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan
keuangan dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Sedangkan, menurut
Munawir (2010:37) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan adalah suatu teknik
analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau
laporan laba rugi secara individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Manfaat analisis rasio keuangan yaitu dengan dipergunakannya rasio
keuangan menurut Fahmi (2014: 53) meliputi:
a. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai
kinerja keuangan dan prestasi perusahaan
b. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai
rujukan untuk membuat perencanaan.
c. Analisi rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi
suatu perusahaan dari pespektif keuangan.
d. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan
untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya
kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
e. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagi penilaian bagi pihak stakeholder
organisasi.
c. Jenis Jenis Rasio Keuangan
Jenis-jenis rasio keuangan menurut Martono dan Harjito (2010:53) secara
garis besar ada 4 jenis rasio yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan
perusahaan yaitu :
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukan hubungan antara kas
perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang lancar. Rasio likuiditas
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-
kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek.
Beberapa rasio likuiditas, yaitu :
1) Current Ratio: rasio lancer merupakan perbandingan antara aktiva lancar
(current assets) dengan hutang lancar (current liabilities). Current ratio yang tinggi
memberikan indikasi jaminan yang baik bagi kreditor jangka pendek dalam arti
setiap saat perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban
finansial jangka pendeknya. Akan tetapi current ratio yang tinggi akan berpengaruh
negatif terhadap kemampuan memperoleh laba (rentabilitas), karena akan sebagian
modal kerja tidak berputar atau mengalami pengangguran.
2) Quick Ratio: alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat likuiditas
perusahaan adalah quick ratio. Rasio ini merupakan perimbangan antara jumlah
aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Quick ratio
menfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih likuid yaitu: kas,
surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang
jangka pendek.
b. Rasio leverage finansial
Rasio leverage finansial yaitu rasio yang mengukur seberapa banyak
perusahaan menggunakan dana dari hutang (pinjaman). Beberapa rasio leverage
finansial, yakni :
1) Debt ratio (Rasio Hutang) merupakan rasio antara hutang (total debt) dengan
total aset (total assets) yang dinyatakan dalam presentase. Rasio hutang mengukur
berapa persen aset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang.
2) Total Debt to Equity Ratio (Rasio Total Hutang terhadap Modal Sendiri)
merupakan rasio total hutang dengan modal sendiri merupakan perbandingan total
hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas).
c. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya. Beberapa rasio
profitabilitas, yakni:
1) Net Profit Margin merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh
biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan laba bersih
setelah paja dengan penjualan.
2) Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang mengukur laba setelah pajak
dengan total aktiva.
3) Return on Equity (ROE) atau disebut Rentabilitas Modal Sendiri merupakan
rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal
sendiri.
d. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas manajemen
perusahaan dalam mengelola aset-asetnya. Artinya dalm hal ini adalah mengukur
kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan bahan mentah,
barang dalam proses, dan barang jadi serta kebijakan manajemen dalam mengelola
aktiva lainnya dan kebijakan pemasaran. Rasio aktivitas menganalisis hubungan
antara laporan laba-rugi, khususnya penjualan, dengan unsur-unsur yang ada pada
neraca, khususnya unsur-unsur aktiva. Beberapa rasio aktivitas, yakni:
1) Total Assets Turnover (Perputaran Aktiva) Total assets turnover (TATO)
mengukur perputaran dari semua aset yang dimiliki perusahaan. Total assets
turnover dihitung dari pembagian antara penjualan dengan total asetnya.
2) Fixed Asset Turn Over Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau
dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan
kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum (Kasmir, 2013:172).
d. Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi dibidang keuangan yang
memiliki unsur berkaitan dengan pendapatan, operasional secara menyeluruh,
struktur hutang, dan hasil investasi. Kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu
gambaran mengenai kondisi perubahan yang meliputi posisi keuangan serta hasil-
hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang tercemin dalam laporan keuangan.
Kinerja keuangan perusahaan sangat ditentukan oleh kualitas kebijakan manajemen
yang diambil dalam upaya mencapai tujuan organisasi sehingga untuk mengukur
kinerja keuangan perlu dilaksanakannya analisis laporan keuangan. Maka dari itu,
agar laporan keuangan mampu memberikan informasi sebagaimana yang
diinginkan oleh perusahaan, perlu dilakukan analisis dan interprestasi atas data-data
yang terangkum dalam laporan keuangan tersebut sebagai langkah awal untuk
memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Penilaian kinerja keuangan merupakan
salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi
kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan perusahaan serta potensi perusahan dalam menjalankan usahannya
secara financial ditunjukkan dalam laporan keuangan. Menurut Munawir
(2010:67), selain membandingkan rasio keuangan dengan standar rasio, kinerja
keuangan juga dapat dinilai dengan membandingkan rasio keuangan tahun yang
dinilai dengan rasio keangan pada beberapa tahun-tahun sebelumnya. Menurut
Munawir (2010:31), pengukuran kinerja keuangan perusahaan mempunyai
beberapa tujuan diantaranya :
a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi pada saat ditagih.
b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
c. Untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan rentabilitas, yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu yang dibandingkan
dengan penggunaan aset atau ekuitas secara produktif.
d. Untuk mengetahui tingkat aktivitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan dalam
menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, yang diukur dari
kemampuan perusahaan dalam membayar pokok utang dan beban bunga tepat
waktu, serta pembayaran dividen secara teratur kepada para pemegang saham tanpa
mengalami kesulitan atau krisis keuangan.

3.2. Balanced Scorecard


Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard merupakan alat
pengukur kinerja eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis
internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Sementara itu, Anthony,
Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai: “a
measurement and management system that views a business unit’s performance
from four perspectives: financial, customer, internal business process, and learning
and growth.” Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu alat
pengukur kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara
keseluruhan, baik secara keuangan maupun nonkeuangan dengan menggunakan
empat perspektif yaitu, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis
internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Pendekatan Balance
Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok, yaitu (Kaplan dan
Norton, 1996):
1. Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham? (perspektif
keuangan)
2. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif
pelanggan)
3. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (perspektif bisnis internal)
4. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai
secara berkesinambungan? (perspektif pertumbuhan dan pembelajaran)
Selain itu, Balanced Scorecard juga memberikan kerangka berpikir untuk
menjabarkan strategi perusahaan ke dalam segi operasional. Kaplan dan Norton
(1996) mengatakan bahwa perusahaan menggunakan focus pengukuran scorecard
untuk menghasilkan berbagai proses manajemen, meliputi :
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Dengan Balanced Scorecard, tujuan suatu perusahaan tidak hanya
dinyatakan dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran
dimana perusahaan tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada pada
saat ini dan akan datang, dan bagaimana perusahaan tersebut harus meningkatkan
kemampuan internalnya termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur
yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang.
Melalui Balanced Scorecard diharapkan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan
nonkeuangan dapat menjadi bagian dari sistem informasi bagi seluruh pegawai dan
tingkatan dalam organisasi. Saat ini Balance Scorecard tidak lagi dianggap sebagai
pengukur kinerja, namun telah menjadi sebuah rerangka berpikir dalam
pengembangan strategi.
Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem
manajemen strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen
strategik dalam manajemen tradisional (Mulyadi,2001). Manajemen strategik
tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan
sistem manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen
strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan berbagai sasaran
strategik dalam sistem manajemen strategic kontemporer dirumuskan secara
koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard menjadikan sistem manajemen
strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem
manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan
keseimbangan. Menurut Mulyadi (2001), keunggulan pendekatan Balanced
Scorecard dalam system perencanaan strategic adalah mampu menghasilkan
rencana strategic yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komprehensif Balanced Scorecard menambahkan perspektif yang ada dalam
perencanaan strategic, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan,
meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu : pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategic ke
perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang,
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan
sebab akibat di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif
nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, kekoherenan sasaran
strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel
untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategic yang menghasilkan
sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan
berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik
yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Kekoherenan sasaran strategic yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan
sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang
kompetitif.
3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka
panjang. Jadi perlu diperlihatkan garis keseimbangan yang harus diusahakan dalam
menetapkan sasaran-sasaran strategic di keempat perspektif.
4. Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem
tersebut. Semua sasaran strategik ditentukan oleh ukurannya, baik untuk sasaran
strategik di perspektif keuangan maupun sasaran strategik di perspektif
nonkeuangan. Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit
diukur, seperti sasaransasaran strategik di perspektif nonkeuangan, ditentukan
ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian
keterukuran sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan tersebut
menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja
keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.

3.3. Kompensasi Manajemen


Cahayani (2005:77- -78) mengemukakan, ”Manajemen kompensasi adalah
proses pengembangan dan penerapan strategi, kebijakan, serta sistem kompensasi
yang membantu organisasi untuk mencapai sasarannya dengan mendapatkan dan
mempertahankan orang yang diperlukan dan dengan meningkatkan motivasi serta
komitmen mereka”. Atas dasar pengertian tersebut, maka yang perlu dielaborasi
bahwa pemberian kompensasi diharapkan mencegah pegawai/karyawan atau
pekerja keluar meninggalkan perusahaan/organisasi.
Pemberian kompensasi yang dapat mencegah pegawai keluar dari
perusahaan tentulah kompensasi yang tepat jumlahnya, dalam arti kompensasi
tersebut layak dan seimbang dengan jasa yang dikorbankan oleh para pegawai, dan
mungkin sebanding pula dengan kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan/organisasi luar lainnya untuk jenis pekerjaan yang sama. Oleh karena
itu, kompensasi tersebut tidak dapat diberikan dengan sembarang, tanpa
perhitungan, dan pertimbangan yang matang. Dalam pemberian kompensasi,
diperlukan manajemen kompensasi. Jadi, manajemen kompensasi tersebut haruslah
mendukung strategi usaha secara keseluruhan. Manajemen kompensasi merupakan
hal yang bersifat eksklusif, terpisah dari bagian lain dalam perusahaan/organisasi.
Sistem kompensasi nonfinansial yang dikembangkan oleh manajemen kompensasi
akan memuaskan kebutuhan individu atas tantangan, tanggung jawab,
keberagaman, pengaruh dalam pengambilan keputusan, pengembangan
keterampilan. Sementara itu, sistem kompensasi finansial akan melengkapi
prosedur untuk mengetahui tingkat pasar, penilaian jabatan, pembuatan serta
pemeliharaan struktur upah, serta memberi manfaat kepada karyawan. Sistem
kompensasi mengandung simbol sangat nyata yang mengomunikasikan, di balik
nilai instrumental mereka, filosofi, sikap serta keinginan manajemen. Dari sistem
kompensasi yang ada, karyawan dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang dianut
oleh manajemen. Contoh, bila perusahaan/organisasi memberikan tunjangan
pendidikan bagi anak karyawannya maka dapat dianalisis, setidaknya menduga,
nilai budaya yang dimiliki pimpinan perusahaan/organisasi. Bandingkan dengan
perusahaan/ organisasi yang tidak memberi tunjangan sama sekali, bahkan
kesehatan karyawan maka dapat diprediksi nilai budaya sang pemimpin
perusahaan/ organisasi tersebut (Cahayani (2005)).
Hal sama dikemukakan Ivancevich (1995), ”kompensasi adalah fungsi
Human Resource Management (HRM) yang berhubungan dengan setiap jenis
reward yang diterima individu sebagai balasan atas pelaksanaan tugas-tugas
organisasi. Pegawai menukarkan tenaganya untuk mendapatkan reward finansial
maupun nonfinansial”. Dengan demikian, sebagai penghargaan atas penyerahan
dan pemberian segenap hasil kerja atau performance pegawai kepada organisasi,
maka organisasi memberikan balas jasa, imbalan jasa, penghargaan, penghasilan,
compensation atau reward. Ditinjau dari sisi pandang organisasi, pemberian
imbalan jasa atau penghasilan akan selalu dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan
manfaat jasa yang dipersembahkan oleh pegawai bagi organisasi tempatnya
bekerja.
Hal tersebut akan mempengaruhi seberapa jauh tujuan organisasi dapat
dicapai, bahkan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi tersebut.
Selain itu, harus pula diakui bahwa penghasilan pegawai pada hakikatnya termasuk
dalam komponen biaya. Apabila dihadapkan pada salah satu tujuan organisasi
untuk meraih keuntungan (profit) maka biaya pegawai seperti halnya juga jenis
biaya lainnya, merupakan komponen biaya organisasi yang perlu dikendalikan
dalam konteks minimizing cost sehingga dapat dicapai efisiensi kegiatan yang
optimal tinggi. Sementara itu, dari sisi pandang pegawai menilai bahwa balas jasa
dapat dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
pegawai terus berkembang. Dari sisi pandang lain, para pegawai juga menyadari
bahwa organisasi mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan serta
karya nyata mereka. Dengan demikian, imbalan jasa atau penghasilan itu haruslah
diterima dalam jumlah yang sebanyakbanyaknya dalam konteks maximizing
income. Benturan kepentingan antara organisasi dan individu pegawai dalam
pemberian penghasilan tersebut, sering kali menimbulkan masalah.
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kinerja Komprehensif ditinjau dari Arus Kas, Likuiditas, dan
Struktur Modal, Rasio Keuangan PT Pertamina
4.1.1. Arus Kas
Pada tahun 2019, Pertamina memiliki arus kas positif dari aktivitas
operasional, yaitu sebesar USD4.490 juta. Aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan berkontribusi pada pengurangan arus kas sebesar USD3.897 juta dan
arus kas untuk pendanaan mencapai USD3.062 juta.
RKAP
(%) 2019 2018
Uraian 2019
B/A (B-C)/C A B C
Arus kas bersih aktivitas
operasi 356,63 41,69 1.259 4.490 3.169
-
Arus kas aktivitas investasi 85,12 11,22 -4.578 -3.897 3.504
Arus kas aktivitas pendanaan -108,62 -193,67 2.819 -3.062 3.269
Penambahan (penurunan)
neto kas dan setara kas 493,8 -184,15 -500 -2.469 2.934
Efek perubahan nilai kurs
pada kas dan setara kas 0 -148,71 0 113 -232
Saldo kas dan setara kas
pada awal tahun 151,87 42,15 6.000 9.112 6.410
Saldo kas dan setara kas
pada akhir tahun 122,84 -25,86 5.500 6.756 9.112
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertamina (Persero) Tahun 2019)
 Arus kas dari Aktivitas Operasi
Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi selama tahun 2019 lebih
tinggi USD1.321 juta dibandingkan tahun 2018. Hal ini terutama disebabkan
adanya peningkatan penerimaan kas dari pelanggan sebagai akibat peningkatan
kuantitas penjualan tahun 2019 sebesar 5,47 juta KL.
 Arus kas dari Aktivitas Investasi
Arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi selama tahun 2019
lebih tinggi USD393 juta dibandingkan tahun 2018. Hal ini seiring dengan
peningkatan pembelian aset tetap dan aset minyak, gas dan panas bumi.
 Arus kas dari Aktivitas Pendanaan
Arus kas dari aktivitas pendanaan selama tahun 2019 lebih rendah USD6.331
juta dibandingkan tahun 2018. Hal ini terutama disebabkan adanya peningkatan
pelunasan dari pinjaman jangka pendek (trust receipt) sebagai akibat penurunan
harga rata-rata ICP tahun 2019.
4.1.2. Likuiditas
Tingkat likuiditas yang diperlukan Grup untuk kegiatan operasi tidak pasti dan hal
ini dapat berpengaruh buruk terhadap operasi Grup apabila Grup tidak mempunyai
modal kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kas dan operasi. Hal ini dapat
terjadi antara lain karena keterlambatan pembayaran subsidi dari Pemerintah. Grup
menggunakan kas dalam jumlah yang cukup signifikan operasinya, terutama untuk
pengadaan komoditas dan bahan baku. Salah satu biaya operasi utama adalah
pembelian bahan untuk pengolahan di kilang. Fluktuasi harga minyak mentah, gas
bumi dan produk turunannya dan fluktuasi nilai tukar mata uang asing
menyebabkan ketidakpastian jumlah modal kerja dan biaya untuk kegiatan hulu dan
hilir dari Grup.
Grup mendanai kegiatan operasinya terutama melalui arus kas dari kegiatan
operasi, dimana bagian yang signifikan terdiri dari penjualan, pembayaran subsidi,
fasilitas modal kerja jangka pendek (termasuk cerukan bank, L/C dan revolving
credit) dan pinjaman bank jangka panjang. Berikut adalah perhitungan dan analisis
yang dilakukan terhadap tingkat likuiditas pada PT Pertamina:
A. Perhitungan dan Analisis Pada Bagian Aset
Pada akhir tahun 2019, jumlah aset Pertamina tercatat sebesar USD67.086 juta yang
terdiri dari 34,40% aset lancar dan 65,60% aset tidak lancar. Jumlah aset tersebut
mengalami kenaikan 3,66% dibandingkan tahun 2018 sebesar USD64.718 juta.
RKAP
(%) 2019 2018
Uraian 2019
B/A (B-C)/C A B C

Aset Lancar 90,60 -0,32 25.476 23.081 23.154


Aset Tidak Lancar 105,94 5,88 41.540 44.006 41.564
JUMLAH ASET 100,11 3,66 67.016 67.086 64.718
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertamina (Persero) Tahun 2019)
 Aset Lancar
Aset lancar merupakan aset yang diharapkan dapat memberikan manfaat
ekonominya dalam kurun waktu kurang dari satu tahun atau kurang dari satu siklus
operasi. Aset lancar tahun 2019 mencapai USD23.081 juta atau turun 0,32% dari
jumlah aset lancar tahun 2018 sebesar USD23.154 juta. Hal ini terutama disebabkan
oleh penurunan kas dan setara kas, piutang pemerintah bagian lancar dan
persediaan. Di sisi lain terdapat kenaikan dari piutang usaha , piutang lain-lain dan
pajak dibayar dimuka.
 Aset Tidak Lancar
Aset tidak lancar merupakan aset yang diharapkan dapat memberikan manfaat
ekonominya dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Realisasi jumlah aset tidak
lancar tahun 2019 mencapai USD 44.006 juta atau naik 5,87% dari tahun 2018
sebesar USD41.564 juta. Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan aset minyak
dan gas serta panas bumi, aset tetap dan piutang pemerintah dikurangi bagian
lancar.
B. Perhitungan dan Analisis Pada Bagian Liabilitas
Pada akhir tahun 2019, jumlah liabilitas Pertamina tercatat sebesar USD35.867 juta
yang terdiri dari 33,91% liabilitas jangka pendek dan 66,09% liabilitas jangka
panjang. Jumlah liabilitas tersebut naik 2,16% dibandingkan tahun 2018 sebesar
USD35.108 juta.
RKAP
(%) 2019 2018
Uraian 2019
B/A (B-C)/C A B C
Liabilitas Jangka
Pendek 103,23 -12,95 11.783 12.163 13.973
Liabilitas Jangka
Panjang 88,15 12,15 26.890 23.704 21.136
JUMLAH
LIABILITAS 92,74 2,16 38.673 35.867 35.108
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertaminan (Persero) Tahun 2019)
 Liabilitas Jangka Pendek
Liabilitas jangka pendek merupakan kewajiban yang dapat diharapkan untuk
dilunasi dalam jangka pendek. Liabilitas jangka pendek tahun 2019 mencapai
USD12.163 juta atau turun 12,95% dibandingkan tahun 2018 sebesar USD13.973
juta. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan pinjaman jangka pendek, utang
pemerintah bagian lancar dan utang pajak. Di sisi lain terdapat kenaikan utang
usaha dan beban yang masih harus dibayar
 Liabilitas Jangka Panjang
Liabilitas jangka panjang merupakan kewajiban yang penyelesaiannya melebihi
satu periode akuntansi. Liabilitas jangka panjang tahun 2019 mencapai USD23.704
juta atau naik 12,15% dibandingkan tahun 2018 sebesar USD21.136 juta. Hal ini
terutama disebabkan oleh kenaikan utang obligasi, kewajiban biaya restorasi dan
reklamasi lingkungan hidup, liabilitas pajak tangguhan dan utang jangka panjang
lain-lain. Sedangkan di sisi lain terdapat penurunan dari kewajiban jangka panjang
dikurangi bagian lancar
C. Perhitungan dan Analsisi Pada Bagian Ekuitas
Dengan adanya kegiatan usaha Pertamina dan berbagai kebijakan yang diambil
sepanjang tahun 2019, maka jumlah ekuitas per 31 Desember 2019 tercatat sebesar
US31.219 juta atau naik 5,44% dari USD29.610 juta pada 31 Desember 2018.
% RKAP 2019 2019 2018
Uraian (B-
B/A A B C
C)/C
Modal Saham 113,79 0,00 13.417 15.267 15.267
Proforma penyertaan
modal Pemerintah dalam
rangka pendirian Holding
Migas 0,00 0,00 2 - -
Uang Muka Setoran
Modal 0,00 0,00 1.805 - -
Penyesuaian akun ekuitas 0,00 0,00 - - -
Bantuan Pemerintah yang
belum ditentukan
statusnya 14.657,80 -63,34 1 147 401
Komponen ekuitas
lainnya 13,93 -88,82 488 68 608
Saldo Laba 125,40 17,46 10.606 13.300 11.323
Kepentingan non-
pengendali 120,54 21,24 2.023 2.438 2.011
EKUITAS 110,15 5,43 28.342 31.219 29.610
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertamina (Persero) Tahun 2019)
Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya peningkatan saldo laba yang
telah ditentukan penggunaannya sebagai akibat akumulasi pencapaian laba yang
dapat diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk dan peningkatan bagian
kepentingan non pengendali sehubungan kepemilikan saham di PT Perusahaan Gas
Negara (PGN) dan Tugu Pratama Indonesia

4.1.3. Struktur Modal


Pertamina mempertahankan basis modal yang kuat untuk menjaga
keyakinan investor, kreditur dan pasar serta untuk mempertahankan perkembangan
bisnis di masa yang akan datang. Modal terdiri dari modal saham biasa, laba
ditahan, kepentingan non-pengendali dan komponen ekuitas lainnya. Manajemen
juga memastikan adanya tingkat pengembalian modal dan tingkat dividen yang
dibagikan. Pertamina sebagai entitas yang bergerak dalam bisnis minyak dan gas
bumi memonitor permodalan berdasarkan rasio jumlah utang terhadap modal.
Utang neto dihitung dari jumlah pinjaman termasuk jangka pendek dan jangka
panjang yang mempunyai bunga, sedangkan modal dihitung dari ekuitas pada
laporan posisi keuangan konsolidasian. Per 31 Desember 2019, posisi keuangan
Pertamina ditopang oleh 53% liabilitas dan 47% ekuitas. Sebagai sebuah badan
usaha milik negara, kebijakan manajemen atas struktur modal mengikuti arahan dan
kebijakan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham utama dan pengendali.
Salah satunya yaitu terkait kebijakan penerbitan Global Bond untuk memperkuat
struktur modal PT Pertamina.

4.1.4. Rasio Keuangan


A. Rasio Keuangan Berdasarkan Financial Ratio
2019
Target Realisasi Perhitungan
Aspek Keuangan Satuan
4=
1 2 3 = (2-1)
(3/1)
Tingkat Pengembalian
Ekuitas (ROE) % 6,90 12,84 5,94 86,09%
Tingkat Pengembalian
Investasi (ROI) % 12,23 13,06 0,83 6,79%
Rasio Kas (Cash Ratio) % 49,37 58,77 9,40 19,04%
Rasio Lancar (Current -
Ratio) % 216,20 189,76 -26,44 12,23%
Periode Kolektibilitas
(Collection Periods) Hari 58 68 10 16,30%
Perputaran Persediaan -
(Inventory Turn Over) Hari 54 39 -15 26,46%
Perputaran Total Aset
(TATO) % 90,76 92,81 2,05 2,26%
Total Modal Sendiri
Terhadap Total Aset
(TMS Terhadap TA) % 34,94 40,66 5,72 16,37%
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertaminan (Persero) Tahun 2019)
 Return on Equity (ROE)
ROE Pertamina pada tahun 2019 mencapai 12,84%, di atas RKAP 2019 sebesar
5,94%. Return on equity (ROE) merupakan salah satu profitability ratio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari
investasi pemegang saham di perusahaan.
 Return on Investment (ROI)
ROI Pertamina pada tahun 2019 mencapai 13,06%, di atas RKAP 2018 sebesar
0,83%. Return on investment (ROI) sebagai perbandingan antara EBITDA dengan
capital employed digunakan untuk menganalisa keseimbangan antara laba dengan
dana yang telah diinvestasikan untuk kegiatan operasi perusahaan.
 Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas Pertamina pada tahun 2019 mencapai 58,77%, di atas RKAP 2019
sebesar 9,40%. Rasio kas diperoleh dengan membandingkan kas dan setara kas
ditambah dengan investasi jangka pendek dengan jumlah liabilitas jangka pendek.
 Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar Pertamina pada tahun 2019 mencapai 189,76%, di bawah RKAP 2019
sebesar 26,44%. Rasio lancar (current ratio) merupakan salah satu liquidity ratio
yang digunakan Perusahaan untuk mengukur seberapa jauh aset lancar yang
dimiliki Perusahaan dapat digunakan untuk melunasi liabilitas jangka pendek.
 Periode Penagihan (Collection Period)
Periode penagihan Pertamina di tahun 2018 adalah 68 (enam puluh delapan) hari
atau lebih lama 10 (sepuluh) hari dibandingkan dengan periode penagihan dalam
RKAP 2019 yaitu 58 (lima puluh delapan) hari. Perputaran Persediaan (Inventory
Turnover) Perputaran persediaan Pertamina pada tahun 2019 adalah 39 (tiga puluh
sembilan) hari atau lebih cepat 15 (lima belas) hari dibandingkan dengan RKAP
2019 yaitu 54 (lima puluh empat) hari. Hal ini terutama dipengaruhi adanya
penurunan nilai persediaan sebagai akibat penurunan harga rata-rata ICP dan harga
publikasi minyak tahun 2019.
 Total Aset Turn Over (TATO)
TATO Pertamina pada tahun 2019 sebesar 92,81%, lebih tinggi dibandingkan
RKAP 2019 sebesar 2,05%. TATO merupakan activity ratio untuk menilai
efektivitas penggunaan dana yang tertanam dalam jumlah aset dalam rangka
menghasilkan pendapatan. TATO dihitung dengan membandingkan total
pendapatan dengan capital employed.
 Total Modal Sendiri (TMS) terhadap Total Aset (TA)
TMS terhadap TA Pertamina pada tahun 2019 sebesar 40,66%, lebih tinggi dari
RKAP 2019 sebesar 5,72%. TMS terhadap TA dihitung dengan membandingkan
total modal sendiri dengan total aset. Total modal sendiri merupakan total ekuitas
dikurangi dengan saldo laba belum ditentukan penggunaannya.
B. Rasio Keuangan Berdasarkan Operating Ratio
Secara umum kewajiban Pertamina sepanjang tahun 2019 mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2018. Penurunan kewajiban tersebut
disebabkan menurunnya utang jangka pendek sebagai akibat penurunan harga
ratarata ICP tahun 2019 dibandingkan dengan 2018. Secara keseluruhan Perseroan
masih mampu menjaga dengan baik stabilitas utang dengan menurunkan rasio
liabilitas terhadap aset untuk memastikan terjaminnya pembayaran utang yang akan
jatuh tempo 12 bulan ke depan. Kemampuan Pertamina dalam memenuhi
kewajibannya juga tercermin pada rasio laba terhadap aset dan pendapatan. Nilai
rasio yang positif menunjukkan kemampuan Pertamina yang baik dalam membayar
kewajiban, terutama yang jatuh tempo.
Tabel 4.6
Keterangan Satuan 2019 2018 2017
Rasio Liabilitas Terhadap Ekuitas % 58,57 66,99 56,2
Rasio Liabilitas Terhadap Aset % 25,13 28,57 24,58
Rasio Liabilitas Jangka Panjang
Terhadap Ekuitas % 54,07 51,14 54,3
Rasio Liabilitas Jangka Panjang
Terhadap Aset % 23,20 21,81 23,75
Rasio Laba (Rugi) Terhadap
Jumlah Aset % 3,77 3,9 4,56
Rasio Laba (Rugi) Terhadap
Jumlah Pendapatan % 4,50 4,33 5,63
(Sumber : Laporan Tahunan PT Pertamina (Persero) Tahun 2019)

4.2. Analisis Kinerja Berdasarkan Balanced Scorecard, setiap perspektif


dibahas dan dilakukan pembahasan dan refleksi strategi PT Pertamnina
4.2.1. Perspektif Keuangan
Sasaran dari perspektif keuangan ini adalah untuk memenuhi harapan dari
shareholder. Salah satunya adalah dengan cara memperbaiki kinerja operasi
perusahaan tersebut. Sehingga profit yang dihasilkan dapat meningkat. Jika dilihat
pada pendapatan PT Pertamina (Persero) pada laporan ikhtisar kinerja keuangan
perusahaan, adanya penurunan nilai pada tahun 2019 sebesar $54.585 atau lebih
rendari tahun sebelumnya yaitu tahun 2018 sebesar $57.934.

Perihal tersebut tidak terlepas dari turunnya penjualan dalam negara minyak
mentah,, gas bumi, tenaga panas bumi serta produk minyak. Penjualan dalam
negara minyak mentah, gas bumi, tenaga panas bumi serta produk minyak pada
tahun 2019 sebesar USD43. 784 juta ataupun turun 2, 14% dibandingkan tahun
2018 sebesar USD44. 743 juta. Aspek utama pemicu penyusutan tersebut
dipengaruhi oleh rata- rata harga jual produk yang lebih rendah sebab dipengaruhi
realisasi ICP serta publikasi harga yang lebih rendah di tahun 2019 dibanding
dengan tahun 2018. Rata- rata ICP tahun 2019 sebesar USD 62, 38/ barel sebaliknya
rata- rata ICP tahun 2018 sebesar USD 67, 47/ barel. Sebaliknya harga rata- rata
MOPS tahun 2019 sebesar USD 73, 87/ barel serta harga rata- rata MOPS tahun
2018 sebesar USD 81, 71/ barel.
Buat beban pokok penjualan serta beban langsung yang lain tahun 2019
menggapai USD46. 508 juta ataupun turun 4, 53% dari realisasi di tahun 2018
sebesar USD48. 714 juta. Beban- beban tersebut terdiri dari beban pokok penjualan,
beban penciptaan hulu serta lifting, beban eksplorasi serta beban dari kegiatan
pembedahan, dengan donasi penyusutan terbanyak dari beban pokok penjualan.
Turunnya beban pokok penjualan pada tahun 2019 diakibatkan oleh turunnya harga
pembelian bahan baku serta impor produk yang dipengaruhi penyusutan realisasi
ICP serta publikasi harga minyak di tahun 2019 dibanding dengan tahun 2018. Ada
pula rata- rata ICP tahun 2019 sebesar USD62, 38/ barel sebaliknya rata- rata ICP
tahun 2018 sebesar USD67, 47/ barel sebaliknya buat rata- rata MOPS PSA tahun
2019 sebesar USD73, 87/ barel sebaliknya rata- rata MOPS PSA tahun 2018 sebesar
USD81, 71/ barel
Beban usaha terdiri dari beban penjualan serta pemasaran dan beban
universal serta administrasi. Pada tahun 2019, beban usaha hadapi peningkatan 6,
92% ialah dari sebesar USD2. 973 juta di tahun 2018 jadi sebesar USD3. 179 juta.
Perihal ini paling utama diakibatkan oleh peningkatan beban universal serta
administrasi sebesar USD1. 554 juta ataupun naik 16, 82% dari tahun 2018 sebesar
USD1. 330 juta yang diakibatkan terdapatnya peningkatan donasi beban atas
aktivitas operasional anak industri Pertamina dari PT Pertamina Internasional
Eksplorasi& Penciptaan atas akumulasi tenaga pakar terpaut dengan
penerapan proyek Phase IV serta Phase V di entitas Pertamina Algeria EP.
Dengan menyusutnya persentase penjualan serta pemasukan usaha yang
lain sebesar 5, 78% dari tahun tadinya, menimbulkan laba usaha tahun 2019 turun
21, 59%, dimana laba usaha tahun 2019 sebesar USD4. 898 juta serta laba usaha
tahun 2018 sebesar USD6. 247 juta. Realisasi penyusutan tersebut paling utama
diakibatkan antara lain dari penyusutan pemasukan usaha dari kegiatan
pembedahan yang lain tahun 2019 sebesar USD2. 297 juta yang hadapi penyusutan
41, 19%, penyusutan penjualan dalam negara minyak mentah, gas bumi, tenaga
panas bumi serta produk minyak tahun 2019 sebesar USD959 juta ataupun turun 2,
14% serta penyusutan penggantian bayaran subsidi dari pemerintah sebesar
USD757 juta ataupun turun 13, 45% dibanding tahun 2018. Sebaliknya,
meningkatnya pemasukan keuangan spesialnya dari pemasukan bunga atas
pemulihan penyesuaian nilai normal pengakuan selisih harga jual eceran tahun
2018 serta 2017( unwinding interest) serta gain atas selisih kurs membagikan donasi
positif terhadap nilai laba saat sebelum pajak pemasukan.
EBITDA untuk tahun 2019 sebesar USD7.908 juta atau turun 14,08% dari
tahun 2018 sebesar USD9.204 juta, karena terdapat penurunan penjualan dalam
negeri atas minyak mentah, gas, energi panas bumi, dan hasil minyak. Sehubungan
dengan program Pemerintah Indonesia untuk pemulihan ekonomi nasional terkait
dapak pandemi Covid-19, Pertamina akan menerima pelunasan piutang dari
Pemerintah sebesar USD2.793 juta atau Rp45 triliun. Hal tersebut akan berdampak
pada peningkatan pendapatan keuangan sebesar USD1.221 juta, atau 476% dari
tahun 2018 sebesar USD256 juta, khususnya dari pendapatan bunga atas pemulihan
penyesuaian nilai wajar pengakuan selisih harga jual eceran tahun 2018 dan 2017
(unwinding interest). Berdampak terhadap peningkatan pendapatan keuangan
sebesar USD1.221 juta atau 476% dari tahun 2018 sebesar USD256 juta khususnya
dari pendapatan bunga atas pemulihan penyesuaian nilai wajar pengakuan selisih
harga jual eceran tahun 2018 dan 2017 (unwinding interest). Di sisi lain terdapat
penurunan realisasi ICP dan publikasi harga minyak di tahun 2019 dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang mempengaruhi beban pokok penjualan dan beban
langsung lainnya. Adapun penurunan realisasi ICP menyebabkan penurunan beban
pajak tahun 2019 sebesar 24,91%, dengan pajak kini tahun 2019 sebesar USD1.878
juta dan pajak tangguhan sebesar USD385 juta.
4.2.2. Perspektif Pelanggan
Pada perspektif ini menilai dari tingkat atau meningkatnya kepuasan,
retensi, akuisisi, dan loyalitas pelanggan. Sasaran dari pada strategi customer
perspektif pada PT Pertamina (Persero) adalah untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan dan kepercayaan pelanggan. Sejalan dengan perannya untuk menjaga
pasokan dan keamanan energi nasional, kegiatan usaha Pertamina mencakup juga
sektor hilir industri energi, yaitu para pengguna energi. Terkait hal tersebut,
Pertamina merasa perlu menjaga serta terus meningkatkan kualitas produk dan
layanan, dan juga memastikan kepuasan pelanggan melalui tanggung jawab sosial
dan lingkungan (TJSL) di bidang konsumen. Beberapa isu yang tercakup di
dalamnya yaitu terkait dengan jaminan mutu produk, kualitas layanan, keselamatan
dan kesehatan pelanggan, pengaduan dan penyelesaian keluhan pelanggan, serta
digitalisasi layanan.
Komitmen Pertamina pada tanggung jawab sosial perusahaan terkait
konsumen merupakan bagian dari transformasi Pertamina, dengan diterapkannya
Pertamina Way sebagai langkah untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
Selain itu, sebagai pelaku bisnis dalam industri migas, Pertamina berkomitment
untuk menyediakan produk-produk yang sesuai dengan spesifikasi standar yang
ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta standar yang
berlaku secara internasional. Pelaksanaan survei kepuasan pelanggan dan loyalitas
pelanggan merupakan salah satu mekanisme due diligence dan pendekatan untuk
mengenali dan merumuskan TJSL di bidang konsumen. Survei juga bermanfaat
untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi konsumen terhadap produk dan
layanan Pertamina. Selain itu, hasil survei juga menjadi salah satu pertimbangan
Pertamina dalam merumuskan dan menjalankan tanggung jawab sosial di bidang
konsumen. Mekanisme lainnya yang digunakan dalam merumuskan TJSL yaitu
dengan mereview dan mengacu pada ketentuan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Terkait hal tersebut, Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjadi acuan utama bagi Pertamina menjalankan TJSL
di bidang konsumen.
Dalam menjalanan inisiatif TJSL di bidang konsumen, Pertamina
melibatkan pelanggan sebagai pemangku kepentingan utama. Salah satu pelibatan
stakeholder dalam berbagai insiatif CSR bidang konsumen yaitu melalui customer
gathering yang dilaksanakan secara rutin. Pertamina juga mengadakan kegiatan
Hari Pelanggan Nasional pada tahun 2019. Acara tersebut dilaksanakan oleh
masing-masing Marketing Operation Region (MOR), berupa berbagai kegiatan
yang mendorong interaksi langsung Pertamina dengan konsumen.

Terkait dengan adanya keluhan dan/atau konflik terkait konsumen, Pertamina telah
memiliki mekanisme dan prosedur pengaduan, yaitu “Call Center 135”. Jalur
pengaduan ini khusus diperuntukkan bagi pelanggan yang ingin menyampaikan
pengaduan terkait dengan produkproduk Pertamina. Untuk pengaduan lain,
Pertamina mengelola “Contact Pertamina 1 500 000”. Pada tahun 2019, jalur
pengaduan ini mendapatkan penghargaan dalam ajang The Best Contact Center
Indonesia 2019 yang diselenggarakan oleh Indonesia Contact Center Association
(ICCA).

4.2.3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Analisis kinerja pada perspektif proses bisnis internal pada PT Pertamina
(Persero) Indonesia bertujuan untuk dapat mengetahui proses bisnis yang dilakukan
perusahaan telah berjalan dengan baik. Hal ini dilakukan karena proses bisnis
berkaitan langsung dengan tingkat kepuasan pelanggan dan juga akan
mendatangkan nilai bagi perusahaan.
Dalam menilai kinerja PT Pertamina (Persero) ini diambil berdasarkan
perspektif proses bisnis internal. Terdapat beberapa hal yang akan digunakan dalam
menganalisis tingkat keberhasilan perseroan antara lain seperti inovasi dan proses
operasi serta layanan. Dalam inovasi, PT Pertamina (Persero), Di tengah situasi
makro ekonomi yang kurang kondusif bagi kebanyakan industri, Perseroan tetap
konsisten menggarap proyek pembangkit listrik, di antaranya Pembangkit Listrik
Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) seperti Jawa-1 1.760 MW, dan PLTGU Bangladesh
1.200 MW. Agar dapat mendorong pertumbuhan kinerja yang lebih baik di masa
depan, Perseroan berupaya melakukan penciptaan nilai dan inovasi yang
berkesinambungan di sepanjang tahun 2019, salah satunya dengan menjalin
kerjasama dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III untuk mengembangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) yang merupakan pembangkit energi
baru dan terbarukan melalui pemanfaatan limbah pabrik cair kelapa sawit. Hal ini
merupakan bagian dari komitmen yang kuat dari Perseroan dalam mendukung
program pemerintah untuk pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di tanah air.
Ditambah dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di
Badak LNG Bontang, hal ini sekaligus membuktikan Perseroan sebagai penyedia
energi bersih berbasis Energi Baru dan Terbarukan, selain berbasis gas dan LNG,
yang terdepan dan inovatif.
Berikutnya adalah pada proses operasi, dimana dalam menerapkan
pengendalian operasional, Perseroan senantiasa mendorong seluruh pekerjanya
untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan etika bisnis serta agar selalu
mematuhi aturan dan kebijakan Perseroan, serta bersama-sama menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat dengan selalu mematuhi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, Perseroan dengan dukungan
dan koordinasi PT Pertamina (Persero) juga telah memiliki kebijakan dalam hal
pengendalian intern atas pelaporan keuangan atau Internal Control over Financial
Reporting (ICoFR) serta pelaksanaan evaluasinya. Dengan diberlakukannya
kebijakan baik dalam hal operasional maupun keuangan, Perseroan meyakini hal
tersebut dapat membawa dampak positif bagi Perseroan terutama dalam menekan
dampak kerugian dari sisi finansial, semakin rendahnya atau nihil aktivitas yang
mengarah pada perbuatan kecurangan (fraud) dan pelanggaran aspek kehati-hatian,
serta meningkatkan efektivitas organisasi dan efisiensi biaya. Untuk menunjang
kegiatan bisnis dan operasional, Perseroan telah menetapkan sejumlah strategi
pengembangan SDM, yaitu:
 Pengendalian kapasitas dari jumlah pekerja di lingkungan kerja Perseroan
sampai dapat beroperasinya Proyek Jawa-1.
 Melaksanakan sistem kerja matriks agar dapat memberdayakan dalam
penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM).
 Assessment Center, yang berarti dimana seluruh pekerja baik level SLAS/
OLAS/PLAS untuk pengukuran kompetensi perilaku pekerja guna
pengembangan masing-masing pekerja.

4.2.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Salah satunya yaitu pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta perubahan
budaya kerja yang perlu berbasiskan pada digitalisasi dan pengembangan inovasi
yang pesat. Kemudian, kami kembali menekankan pentingnya penerapan GCG
secara konsisten dalam menghadapi perubahan bisnis ke depan. Sumber daya
manusia (SDM) merupakan salah satu elemen penting yang mendukung
kelangsungan bisnis Perseroan. Pengelolaan sumber daya manusia dilakukan oleh
Divisi SDM dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku serta
kebutuhan bisnis Perseroan di masa datang. Hingga akhir tahun 2019, jumlah
Pekerja Pertamina tercatat sebanyak 13.738 Pekerja Waktu Tidak Tertentu
(PWTT). Jumlah tersebut sejalan dengan kebutuhan kegiatan operasional dan
perkembangan bisnis Perusahaan.
Perseroan menyadari bahwa untuk merealisasikan visi besar menjadi
perusahaan terkemuka yang unggul di bisnis energi berbasis gas dan EBT, maka
Perseroan harus mampu bersaing secara global dengan memiliki Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas dan kompeten di bidangnya. Oleh karena itu,
Perseroan secara berkelanjutan berupaya menyelenggarakan berbagai program dan
kegiatan pelatihan baik secara in-house ataupun eksternal. Sepanjang tahun 2019,
Perseroan telah memfasilitasi para pekerja untuk mengikuti beragam program
pelatihan dan pengembangan kompetensi dalam bentuk soft skill maupun hard skill.
Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan pengetahuan serta keahlian para
karyawan. Pada akhir tahun 2019, jumlah pekerja Perseroan mengalami perubahan
dari tahun ke tahun yang dimana adanya peningkatan karyawan dari setiap
tahunnya.
Untuk pada tingkat turnover dari pekerja pada akhir tahun 2019 tercatat sebanyak
35 orang, sedangkan pada 2018 sebanyak 48 orang. Secara rinci, informasi tingkat
turnover Pekerja pada 2019 sebagai berikut:

Berdasarkan dari gambar diatas, PT Pertamina selaku persero yang


mempekerjakan karyawannya dapat mengelola sumber daya manusia (SDM)
dengan terstruktur dan efektif sehingga para karyawannya dapat bekerja secara
efektif dan efesien. Dalam pelaksanaannya, PT Pertamina menerapkan strategi
yaitu bernama Strategy House atau biasa di sebut HC. HC tersebut menjadi acuan
utama dalam pelaksanaan atas program yang telah dijalankan selama tahun
berjalan.
Adapun fokus dari program pengembangan pekerja selama tahun 2019 yaitu :
1. Program dari entry level hingga top management: Sebagai dasar pelaksanaan
program pengembangan kompetensi pekerja, mapping kebutuhan pengembangan
dilakukan pada setiap jenjang level pekerja, baik technical certification, functional
program, maupun leadership/managerial program.
2. Dengan berkolaborasi atau bekerja sama dengan perusahaan dunia atau institusi
global: Penerapan terhadap program pengembangan kompetensi tenaga kerja
tersebut melibatkan beberapa perusahaan atau institusi global yang telah bekerja
sama dengan PT Pertamina (Persero) serta pelaksanaannya telah disesuaikan
dengan kebutuhan serta tujuan perusahaan.
3. Melibatkan tenaga kerja profesional: Dengan melibatkan business coach atau
pelatihan serta melibatkan top management dan juga pekerja pensiunan yang
memiliki penguasaan materi terkait proses bisnis perusahaan.
4. Dapat menciptakan pengalaman dan keahlian yang dapat menghadapi
perubahan-perubahan kondisi bisnis dan ekonomi dunia.
5. Kaloborasi metode pembelajaran sebesar 10:20:70
Dalam pembagiannya 10% tersebut merupakan edukasi atau pembelajaran serta
pelatihan yang dilakukan secara formal. Pada persentasi 20% menjelaskan tentang
paparan atau pembinaan dan pendampingan dalam pelaksanaannya. Untuk sisanya
sebesar 70%, metode pembelajaran berdasarkan pada pengalaman atau experience
secara langsung oleh tenaga kerja tersebut.

4.3. Analisis Implementasi Kompensasi Manajemen Pada Manajemen dan


Dewan Direksi baik jangka pendek maupun jangka panjang PT Pertamina
a. Kesetaraan Gender dan Kesempatan Kerja
Perseroan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh pekerja untuk
mengembangkan karier serta kompetensinya tanpa adanya diskriminasi gender,
usia, suku, agama maupun ras.
b. Sarana dan Keselamatan Kerja
Perseroan telah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai guna mendukung
keselamatan kerja setiap pekerja terutama yang bertugas di lapangan dimana risiko
kecelakaan kerja lebih besar. Adapun sarana dan prasarana keselamatan kerja yang
disediakan Perseroan berupa: Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR).
c. Tingkat Perpindahan (Turnover) Pekerja
Pada tahun 2019, Perseroan mencatat tingkat turnover pekerja sebesar 3,85% atau
1 orang, yang mana jumlah tersebut tergolong kecil. Hal ini menunjukkan
keberhasilan Perseroan dalam memelihara suasana kerja tetap kondusif guna
menjaga produktivitas para pekerja.
d. Pendidikan dan Pelatihan
Perseroan senantiasa membekali para pekerja dengan beragam pelatihan yang dapat
meningkatkan pengetahuan serta keahlian mereka sebagaimana telah diuraikan di
bagian Sumber Daya Manusia.
e. Remunerasi
Perseroan senantiasa memberikan paket remunerasi yang kompetitif dan akan
melakukan peninjauan secara berkala terhadap kebijakan gaji, tunjangan (insentif,
asuransi kesehatan, perjalanan dinas dan lain-lain) berdasarkan kinerja Perseroan
dan individu serta standar industri.
f. Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenagakerjaan
Perseroan berupaya menyediakan saluran pengaduan bagi pekerja guna
memberikan perlindungan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
secara efektif dengan mekanisme yang tepat. Selama tahun 2019, tidak ada
pengaduan tentang praktik ketenagakerjaan maupun pelanggaran hak asasi
manusia.
e. Whistleblowing System
Dewan Komisaris memastikan peran penting whistleblowing system
(WBS) dalam rangka menegakkan good corporate governance di Pertamina. Dewan
Komisaris melalui Komite Audit melakukan monitoring laporan WBS dan
memastikan bahwa laporan WBS yang diterima ditindaklanjuti sampai selesai.
Pada tahun 2019, WBS Pertamina telah menerima 97 pengaduan yang dipantau dan
dimonitor penyelesaiannya oleh Dewan Komisaris. Selain melalui WBS, Dewan
Komisaris juga menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat tentang pengelolaan
perusahaan yang diterima langsung dari masyarakat. Dewan Komisaris
mengapresiasi hasil kerja dari Tim WBS yang telah membangun sistem WBS yang
transparan dan responsif. Namun kinerja WBS masih perlu ditingkatkan dalam hal
penyelesaian tindak lanjut WBS. Dewan Komisaris mendukung penyelesaian
laporan WBS yang tuntas dan pemberian hukuman yang tegas dan jelas atas setiap
pelanggaran ketentuan perusahaan sehingga meningkatkan kepercayaan pemangku
kepentingan atas WBS Pertamina.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan berdasarkan analisis kinerja keuangan, balanced scorecard, dan
kompensasi manajemen PT. Pertamina pada periode 2019 – 2020 sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis kinerja keuangan, PT. Pertamina cukup baik dalam
mengelola keuangannya karena ditinjau dari aspek likuditas, arus kas, laba rugi,
rasio keuangan dan struktur modal, PT. Pertamina sangat konsisten dalam menjaga
kesehatan keuangan agar perusahaan dapat terus mengembangkan setiap sektor
usaha yang ada.
2. Berdasarkan analisis balanced scorecard, ditinjau dari perspektif keuangan PT.
Pertamina mengalami penurunan pendapatan usaha dari $57.934 menjadi $54.585.
Akan tetapi, walaupun mengalami penurunan pendapatan, PT. Pertamina tetap
berhasil meyakinkan shareholder bahwa akan ada peningkatan pendapatan pada
tahun mendatang. Selain itu, ditinjau dari perspektif pelanggan, PT. Pertamina
memberikan kepuasan dan loyalitas pelanggan karena PT. Pertamina selalu
mengutamakan kualitas produk yang dihasilkan. PT. Pertamina juga selalu
melakukan pengembangan produk, kualitas pelayanan, serta kritik terhadap PT.
Pertamina sehingga PT. Pertamina selalu bertumbuh dan dipercaya oleh konsumen.
Selanjutnya, ditinjau dari perspektif proses bisnis internal, PT. Pertamina
menjalankan proses bisnisnya dengan sangat baik karena proses bisnis Pertamina
secara keseluruhan transparan yang dimuat dalam annual report perusahaan.
Terakhir, ditinjau dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, PT. Pertamina
selalu berinovasi untuk mengembangkan setiap sektor usaha yang ada pada
Pertamina.
3. Berdasarkan analisis kompensasi manajemen, PT. Pertamina sangat baik dalam
memberikan kompensasi manajemen kepada karyawannya. Kompensasi
manajemen yang diberikan PT. Pertamina berupa kesetaraan gender dalam bekerja,
kesempatan bekerja yang sama, fasilitas yang lengkap, jaminan keselamatan kerja,
pendidikan dan pelatihan, dan remunerasi gaji dan bonus. Maka dari itu PT.
Pertamina sangat baik dalam memberikan kompensasi kepada karyawannya
sehingga karyawan terpacu untuk bekerja lebih baik.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan kepada
PT. Pertamina terhadap analisis kinerja keuangan, balanced scorecard, dan
kompensasi manajemen sebagai berikut:
1. PT. Pertamina sebaiknya memperbaiki nilai dari rasio keuangan yang kurang
baik pada beberapa rasio keuangan.
2. Strategi PT. Pertamina dalam menjaring konsumen untuk meningkatkan
pendapatan lebih ditingkatkan dan dikembangkan lagi agar perusahaan dapat
memperoleh pendapatan yang sesuai ditargetkan dan sesuai dengan harapan
shareholder.

Anda mungkin juga menyukai