Anda di halaman 1dari 6

Pada tahun 2015 pada saat harga minyak dunia terpuruk Pt.

Pertamina melakukan
stabilitas usaha melalui lima program prioritas strategis. Jelaskan kelima program
tersebut

Terpuruknya harga minyak mentah dunia sejak awal tahun2015 memberikan tantangan berat
bagi perusahaan- perusahaan di sektor migas tidak terkecuali Pertamina. Untuk menopang
stabilitas perusahaan di tengah kondisi tersebut, Pertamina mencanangkan program 5 (lima)
prioritas strategis yang terdiri dari pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini,
peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia, pengembangan infrastruktur dan marketing,
serta perbaikan struktur keuangan.
Melalui berbagai inisiatif breakthrough project di kelima aspek prioritas strategis yang
dicanangkan, Pertamina mampu menutup tahun 2015 dengan membukukan kinerja yang
cukup memuaskan baik dari operasional, finansial maupun non finansial. Tahun 2015 dengan
demikian menjadi tahun pembuktian bagi Pertamina bahwa kondisi krisis tidak menyurutkan
semangat, namun justru membulatkan tekad di seluruh jajaran Perseroan untuk berjuang lebih
keras dalam komitmen bersama mewujudkan kemandirian energi bagi bangsa dan negara
Indonesia.

1. Pengembangan Sektor Hulu

Sektor hulu terdiri dari kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak dan
gas. Kegiatan usaha lainnya pada sector ini adalah jasa teknologi bidang hulu, jasa
pengeboran, jasa perawatan sumur, pengembangan energi panas bumi dan Gas Metana
Batu Bara (GMB) serta shale gas.
Kegiatan usaha Pertamina pada sektor hulu antara lain yaitu aktivitas eksplorasi,
pengeboran, pengembangan, serta produksi minyak, gas dan panas bumi. Selain itu,
usaha pada sektor hulu juga mencakup penyediaan teknologi dan jasa pemboran, serta
layanan lainnya terkait operasional hulu migas. Dalam rangka mencapai pertumbuhan
sektor hulu (upstream growth) dan sebagai upaya mewujudkan salah satu dari 8 prioritas
world class Pertamina, strategi usaha di sektor hulu adalah meningkatkan produksi dan
menambah cadangan migas baru, baik secara organik melalui kegiatan Improved Oil
Recovery (IOR) dan Enhanced Oil Recovery (EOR) pada aset yang telah ada, maupun
secara anorganik dengan melakukan strategi merger and acquisition (M&A) blok-blok
migas di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan tersebut dilaksanakan Perusahaan
melalui Entitas Anak Perusahaan Hulu (APH) yang bertindak sebagai badan pelaksana
strategis (strategic armlength) Perusahaan di sektor hulu. APH yang berada di bawah
koordinasi Direktorat Hulu yakni sebagai berikut :
 PT Pertamina EP (PEP) •
 PT Pertamina Hulu Energi (PHE)
 PT Pertamina EP Cepu (PEPC)
 PT Pertamina EP Cepu Alas Dara Kemuning (PEPC ADK)
 PT Pertamina Internasional Eksplorasi Produksi (PIEP)
 PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) • PT Pertamina Drilling Services
Indonesia (PDSI)
 PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI)
 PT Elnusa Tbk.
Selain itu sedang berlangsung proses transisi blok Rokan yang ke depannya akan
dikelola oleh entitas anak perusahaan baru di bawah koordinasi Direktorat Hulu,
yakni PT Pertamina Hulu Rokan yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2021.
Tantangan ke depan sektor hulu migas secara umum adalah upaya berkontribusi
dalam mengurangi ketergantungan terhadap kebutuhan minyak impor. Kebutuhan
bahan bakar minyak dalam negeri terus meningkat sekitar 13% per tahun. Hal ini
berarti kebutuhan pasokan minyak yang dibutuhkan juga meningkat.
Mengindikasikan bisnis sektor hulu migas masih sangat menarik. Namun demikian
perlu diketahui bahwa harga migas akhir-akhir ini cenderung fluktuatif dan rendah
yang agak mengurangi minat investasi sektor hulu. Peningkatan kebutuhan konsumsi
migas dalam negeri belum dapat dipenuhi oleh peningkatan produksi dalam negeri.
Sebagai akibatnya, Indonesia semakin tergantung pada minyak impor. Untuk itu
peningkatan produksi migas dalam negeri merupakan syarat mutlak yang perlu terus
upayakan. Baik melalui penemuan cadangan migas raksasa (giant oil field) baru dan
juga melalui optimalisasi produksi lapangan-lapangan mature eksisting melalui
mekanisme peningkatan keandalan peralatan dan fasilitas produksi, IOR, EOR dan
penerapan reservoir management yang tepat. Dapat dikatakan bahwa blok-blok di
luar negeri di mana Pertamina memiliki operasi dan partisipasi keikutsertaan modal
melalui PIEP, di satu sisi menyimpan potensi dapat menambah revenue dan
menambah sumber supply minyak ke kilang-kilang domestik. Namun di sisi lain
juga menyimpan tantangan mengenai seberapa jauh Pertamina dapat berperan lebih
aktif dan masuk lebih dalam terkait kegiatan operasional lapangan-lapangan migas di
luar negeri. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan performa operasi yang
meliputi efisiensi, keandalan dan kemampuan eksekusi proyek. Selain itu, blok-blok
migas yang telah habis masa kontraknya dan dialihkelolakan oleh Pemerintah kepada
Pertamina memang menyimpan potensi penambahan produksi dan cadangan migas.
Akan tetapi, di balik itu juga menyimpan tantangan tersendiri yang berhubungan
dengan penuruan secara alami produksi migas dari lapangan-lapangan yang sudah
tua. Upaya menggenjot produksi sumur-sumur tua perlu terus dilakukan. Atau
setidaknya mempertahankan rate produksi atau meminimalkan proses-proses natural
declining yang dialami sumur-sumur tua. Kegiatan eksplorasi untuk menemukan
sumber cadangan migas raksasa baru perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan
teknologi terkini dengan tingkat akurasi tinggi. Beberapa isu yang perlu juga
menjadi pertimbangan dalam pengembangan bisnis hulu migas di masa depan di
antaranya adalah beberapa isu global yang saling terkait. Revolusi industri 4.0
ditandai dengan semakin maraknya pemanfaatan teknologi digital yang mendorong
otamasi di segala lini kehidupan serta pertukaran data yang cepat dalam kegiatan
bisnis. Hal ini juga mempengaruhi perubahan-perubahan secara cepat atau disebut
juga disrupsi pada pola konsumen generasi milenial yang secara natural telah lahir,
tumbuh dan berkembang di era digital. Tren penggunaan energi di masa mendatang
tentunya juga akan dipengaruhi oleh tren konsumen generasi ini. Hal lainnya yang
mempengaruhi tren konsumsi energi adalah upaya-upaya pengurangan emisi karbon
melalui peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, dan penggunaan peralatan atau
kendaraan yang tidak menggunakan energi berbasis karbon. Tumbuhnya penggunaan
kendaraan berbahan bakar listrik di dunia juga patut mulai diperhitungkan. Hal ini
berpotensi mengurangi penggunaan bahan bakar minyak di masa mendatang.
Sebagaimana diketahui, sektor transportasi merupakan sektor terbesar konsumen
bahan bakar minyak Indonesia. Namun demikian, Pertamina sejauh ini telah cukup
konsisten mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi dalam tren
penggunaan energi masa depan. Produksi energi ramah lingkungan dari panas bumi
yang selama ini dilakukan konsisten melalui PT PGE menjadi batu pijakan yang
bagus sekaligus persiapan bagi Pertamina masuk ke bisnis energi ramah lingkungan.
Adapun Program dan upaya dari pengembangan sektor hulu adalah:
 Pengambilalihan dan pengembangan blok utama Indonesia:
 Mahakam, Cepu, ONWJ
 Pengembangan internasional: Algeria, M&A Internasional lain
 Akselerasi pengembangan Geothermal & EBT
 Operations Excellence (Pemboran, EOR, Efisiensi)
 Eksplorasi
Expand Upstream Activities
 Acquisition and development of Indonesia’s main blocks: Mahakam, Cepu, ONWJ
 International development: Algeria, other International M&A
 Geothermal and New & Renewable energy development acceleration
 Operations excellence (Drilling, EOR, Efficiency)
 Exploration

2. Efisiensi Di Semua Lini


Di tengah kondisi terpuruknya harga minyak mentah dunia saat ini, efisiensi operasional menjadi
strategi kunci bagi perusahaan migas untuk dapat bertahan. Sejumlah langkah yang ditempuh
Pertamina antara lain adalah reformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak,
sentralisasi pengadaan, sentralisasi pemasaran, dan pembenahan tata kelola arus minyak.
Penurunan harga minyak dunia telah membawa perubahan besar dalam tatanan ekonomi
global dan berimbas pada perlambatan kinerja seluruh korporasi dunia. Pertamina
memaknai setiap tantangan sebagai bagian dari dinamika usaha yang mendorong untuk
lebih tangguh, lebih tangkas dan lebih efisien dalam menghadapi perubahan. Di sektor
hulu, rendahnya harga minyak menjadi peluang untuk terus berekspansi mengakuisisi
blok-blok migas Internasional untuk mengamankan pasokan minyak mentah sebagai
upaya mendukung ketahanan energi nasional. Di sektor hilir, kami terus melakukan
revitalisasi kilang untuk menghasilkan produk berkualitas dengan biaya produksi yang
paling efisien. Keunggulan operasi didukung oleh upaya efisiensi dan peningkatan nilai
tambah melalui inisiatif-inisiatif breakthrough project, telah menghasilkan kontribusi
kinerja yang signifikan dari sektor hulu dan hilir serta memberikan dampak keuangan
yang melampaui ekspektasi. Dengan struktur keuangan yang semakin membaik,
Pertamina terus melanjutkan kegiatan investasi hulu dan pengolahan serta
pengembangan infrastruktur hilir migas untuk menjaga pertumbuhan jangka panjang.
Dengan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki, Pertamina percaya diri melangkah ke
depan meraih visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.
Adapun program dan upaya dari efiesiensi di semua lini adalah:
 Reformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak melalui ISC yang berkelas
dunia.
 Penekanan losses di semua lini operasi, hulu, kilang, transportasi laut & darat
 Streamlining fungsi-fungsi korporasi
 Sentralisasi pengadaan
 Sentralisasi marketing
Enterprise-Wide Efficiencies

 Reformation of crude and oil product procurement through world-class ISC


 Reduce volume losses in all lines of operations: upstream, refinery, sea and land
transportation
 Streamlining of corporate functions
 Procurement centralization
 Marketing centralization

3. Peningkatan Kapasitas Kilang Dan Petrokimia
Kegiatan usaha Pertamina di sektor pengolahan didukung oleh enam kilang yaitu
Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI
Balongan, dan RU VII Kasim dengan kapasitas pengolahan terpasang total mencapai
1.031 MBOPD, atau sekitar 90% dari kapasitas pengolahan yang ada di Indonesia.
Operasi kilang-kilang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Operasi Kilang BBM, terdiri dari Kilang RU II sampai dengan RU VII yang
memproduksi BBM dan non BBM serta produk lainnya.
2. Operasi Kilang Petrokimia, terdiri dari Kilang Paraxylene di RU IV Cilacap yang
memproduksi Paraxylene dan Benzene serta produk lainnya, Kilang Polypropylene di
RU III Plaju yang memproduksi Polytam (Polypropylene Pertamina) serta Kilang
OCU (Olefien Convertion Unit) di RU VI Balongan yang memproduksi Propylene.
3. Operasi Kilang Lube Base di RU IV Cilacap yang memproduksi Lube Base HVI-60,
HVI-95, HVI-160, HVI650, Paraffinic, Slack Wax, Minarex dan Asphalt.
Saat ini Pertamina mengelola proyek-proyek skala raksasa di sektor pengolahan yang
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan, sekaligus mendukung
pengembangan usaha Pertamina ke bisnis petrokimia. Sejak Oktober 2016 Pertamina
membentuk Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia (MP2) yang difokuskan
untuk menangani megaproyek yang terdiri dari program revitalisasi kilang eksisting
(proyek Residual Fuel Catalytic Cracking/RFCC Cilacap, Proyek Langit Biru
Cilacap/PLBC, dan Proyek Refinery Development Master Plan/RDMP di kilang
Balikpapan, Cilacap, Dumai dan Balongan, serta pembangunan kilang baru (Grass Root
Refinery/GRR). Berdasarkan roadmap peningkatan kapasitas kilang yang telah disusun
Pertamina, target produksi BBM setelah proyek-proyek RFCC, PLBC, RDMP dan New
GRR selesai akan mencapai 2 juta barrel per hari di tahun 2025. Terealisasinya proyek
ini akan membuat Indonesia lepas dari ketergantungan impor BBM dan menghasilkan
pendapatan yang signifikan serta kontribusi kepada negara dalam bentuk devisa. Selain
itu, pembangunan kilang minyak baru juga berpotensi meningkatkan nilai tambah
ekonomi melalui penciptaan nilai tambah di sektor hilir dengan mengintegrasikan kilang
minyak dengan petrokimia.

4. Pengembangan Infratruktur Dan Marketing


Pertamina mengelola dan mengoperasikan infrastruktur di seluruh Indonesia dalam
rangka menjaga pasokan dan ketahanan energi nasional, terutama BBM.
Infrastruktur yang dimiliki Pertamina saat ini yaitu:
 ±500 Stasiun Pengisian Bulk Elpiji
 ±60 Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU)
 ±20 Terminal LPG
 >1 Lube Oil Blending Plant (LOBP)
 >100 Terminal BBM
 Mengelola >60 unit Tanker Milik dan >100 unit Tanker Charter
 >5.500 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
 >100 Dermaga • >10 SPM (Single Point Mooring)
 >5 lokasi STS (Ship to Ship)
 ±10 CBM (Conventional Buoy Mooring)
 > 100 Kapal Ringan
 ±2 Bitumen Plant
 ±2 Chemical Storage Plant
 >30 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)

Dalam aspek pemasaran, Pertamina saat ini masih melanjutkan Breakthrough Project
(BTP) Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur Pemasaran yang telah disusun untuk
periode 2020, 2025 dan 2030. Rencana tersebut terintegrasi dengan seluruh perencanaan
jangka panjang di Direktorat Pemasaran, Direktorat Pengolahan, Direktorat Gas,
Direktorat Keuangan dan Fungsi ISC. Berbagai proyek-proyek strategis dan rencana
induk pengembangan infrastruktur yang tercakup di dalamnya sepanjang tahun 2019
yaitu:
1. Pembangunan dan pengembangan Terminal BBM di 5 lokasi (Region I, III, dan V).
2. Penggantian pipa Cikampek-Plumpang yang ditargetkan selesai tahun 2019-2020 dan
pengembangan pipa CB II Lomanis Tasikmalaya dan CY II Lomanis-Rewulu.\
3. Relokasi DPPU Sultan Hasanudin di Makasar, Sultan Thaha di Jambi, Sepinggan di
Balikpapan, DEO di Sorong, Supadio di Pontianak, Ahmad Yani di Semarang dan
Mutiara di Palu (sedang dalam pengerjaan) dan pembangunan DPPU Kertajati di
Majalengka.
4. Pembangunan dan Pengembangan terminal LPG:
a. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Terminal LPG di Region I.
b. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Terminal LPG di Region III.
c. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Terminal LPG di Region IV.
d. Pembangunan Terminal LPG tangki LPG Pressurized di Region I.
5. Pembangunan dan Pengembangan Terminal LPG di Indonesia Timur:
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2157 K/10/ MEM/2017 Tanggal 31 Mei
2017 tentang Penugasan kepada PT Pertamina (Persero) dalam Pembangunan dan
Pengoperasian Tangki Penyimpanan Bahan Bakar Pembuka Laporan Manajemen
Profil Perusahaan Analisis dan Pembahasan Manajemen PT Pertamina (Persero)
Laporan Tahunan 2019 116 Minyak dan LPG, dengan lokasi yang ditetapkan pada
lampiran I Kepmen ESDM tersebut mencakup 14 lokasi di NTB, NTT, Sulawesi
Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua, maka secara bertahap Pertamina telah
memulai pembangunan di Nusa Tenggara dan Papua.
6. Proyek yang sedang berjalan saat ini :
a. Pembangunan DPPU di Region III untuk melayani pengisian pesawat udara di
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).
b. Pembangunan Tangki LPG Refrigerated di Terminal LPG Jawa Barat untuk
mengantikan/ mendaratkan STS.
c. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Region V.
d. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Terminal LPG Region I.
e. Pembangunan Tangki LPG Pressurized di Terminal LPG Region II.
f. Pembangunan TBBM di Region IV

Selain itu dalam sektor pemasaran, Pertamina melakukan usaha pemasaran, perdagangan
dan distribusi berbagai jenis produk seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), pelumas, LPG,
produk petrokimia serta produk-produk non-BBM lainnya untuk pasar domestik dan
mancanegara
Pertamina menjalankan bisnis pada dua segmen yang sangat berbeda karakteristiknya,
yaitu segmen ritel dan segmen korporat.
Karena itu, pemasaran produk Pertamina dilakukan melalui dua fungsi utama yaitu
Pemasaran Ritel dan Pemasaran Korporat. Pemasaran Ritel menjual produk Bahan Bakar
Minyak (BBM) di sektor transportasi, pelumas dan LPG untuk rumah tangga dan non
rumah tangga baik produk bersubsidi maupun produk non subsidi. Sementara, Pemasaran
Korporat menjual produk Bahan Bakar Minyak (BBM) di sektor industri, penerbangan,
perkapalan, dan produk Non BBM lainnya seperti aspal dan produk petrokimia untuk
sektor industri. Kedua fungsi utama tersebut didukung oleh Infrastruktur yang andal
mulai dari truk tangki BBM, skid tank, depot, pelabuhan hingga kapal. Sehingga, energi
terdistribusi ke seluruh Indonesia dengan lancar. Kegiatan pemasaran ritel dilakukan baik
secara langsung maupun melalui lembaga penyalur (sistem dealership). Pertamina
memasarkan BBM ritel untuk sektor transportasi, rumah tangga dan nelayan melalui
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hingga 2019, Jumlah lembaga penyalur Pertamina ialah 7.146 yang tersebar di seluruh
Indonesia baik SPBU Reguler, Mini, Modular, dan SPBU Nelayan.
a. Pemasaran Ritel
Kegiatan pemasaran ritel tidak terlepas dari dukungan persebaran channel-channel
penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Tahun 2019, jumlah lembaga
penyalur Pertamina adalah sebanyak 7.311 lembaga penyalur, dengan detail 5.735
SPBU Reguler, 165 SPBU Mini, 94, SPBU Modular, 550 SPBU Kompak, 390
SPBU Nelayan, dan 378 AMT (Agen Minyak Tanah). Untuk lembaga penyalur
LPG, terdapat lebih dari 4.000 Agen LPG (baik PSO dan NPSO) dan 163.070
Pangkalan LPG 3Kg di seluruh Indonesia
b. Pemasaran Korporat
 Bahan Bakar Pesawat Terbang
 Petrokimia
 BBM Industri dan Marine

5. Perbaikan Struktur Keuangan


Untuk memperbaiki struktur keuangan, Pertamina antara lain melakukan penyelarasan strategi
pembiayaan jangka panjang dan jangka pendek, percepatan penyelesaian piutang ke negara,
optimisasi aset non-produktif, kerja sama transaksi lindung nilai valuta asing dengan beberapa
bank nasional, dan beberapa implementasi aktivitas roadmap menuju World Class Treasury
Centre.

Anda mungkin juga menyukai