Anda di halaman 1dari 23

1) Prosedur Pembayaran Dividen

Pada umumnya pembayaran dividen dilakukan secara tunai. Keputusan


pembayaran dividen di Indonesia berbeda dengan di Negara Amerika Serikat yang
menyatakan bahwa keputusan pembagian dividen berada di tangan board of directors.
Di Indonesia keputusan pembagian dividen melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) berdasarkan UU No. 1 tahun 1995, pasal 62 ayat 1 dan 2. Apabila RUPS telah
memutuskan untuk membagikan dividen, maka tanggal tersebut merupakan
declaration date.
Para pemegang saham yang namanya tercantum dalam Daftar Pemegang
Saham (DPS) pada tanggal tertentu dinyatakan berhak menerima dividen. Tanggal
tersebut dinyatakan sebagai date of record. Lima hari kerja sebelum date of record,
ditentukan tanggal ex-dividend. Pada tanggal ini dan sesudahnya pembeli saham tidak
berhak untuk memperoleh dividen yang akan dibagikan. Pada hari tersebut dan
sesudahnya, dikatakan saham diperdagangkan ex-dividend date, sedangkan
sebelumnya dikatakan saham diperdagangkan cum-dividend date. Pada RUPS juga
menyebutkan kapan dividen akan dibayarkan, dan bagaimana cara pembayarannya.
Tanggal pembayaran tersebut disebut payment date.
Gambar 2 disajikan untuk memperjelas pemahaman prosedur pembayaran
dividen. Pada gambar itu dapat diuraikan bahwa keputusan untuk membagikan
dividen dilakukan pada awal Januari. Saham yang dibeli pada tanggal 20 atau
sebelumnya masih berhak memperoleh dividen. Tetapi apabila saham tersebut dibeli
pada tanggal 24 Januari sesudahnya, pemegang saham tersebut tidak berhak
memperoleh dividen. Para pemegang saham yang namanya tercantum dalam daftar
pemegang saham pada tanggal 31 Januari berhak memperoleh dividen yang akan
dibagikan pada tanggal 15 Februari.

Awal Januari 25 Januari 31 Januari 15 Februari


Declaration date ex-dividend date recond date payment date
Gambar 2 (prosedur pembayaran dividen)

Pembayaran dividen dilakukan melalui pemindah bukuan atau pengalihan hak


atas saham ditutup pada saat pembayaran dividen. Jika pemindahan hak dilakukan
sebelum pembayaran dividen, maka pemegang saham yang baru yang akan menerima

1
pembayaran dividen. Perusahaan mengirimkan cek kepada pemegang saham pada
tanggal pembayaran.
Peraturan yang mempengaruhi kebijakan dividen meliputi dividen harus
dibayarkan dari laba ditahan saat ini atau periode yang lalu. Selain itu dividen tidak
dapat dibayarkan dari modal saham. Pembayaran dividen tidak dapat dilakukan
apabila perusahaan dalam keadaan insolvency.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen


Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada umumnya meliputi:
1) Posisi kas atau likuiditas perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan
untuk membayarkan dividen. Bagi perusahaan yang memiliki laba ditahan yang
cukup, tetapi manajemen memutuskan untuk menginvestasikan ke dalam aktiva
riil, maka perusahaan tidak dapat membayar dividen dalam bentuk kas.
2) Kebutuhan pembayaran kembali utang perusahaan juga berpengaruh terhadap
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Adanya batasan dalam
perjanjian pinjaman kepada kreditur, seperti misalnya pembayaran dividen hanya
dapat dilakukan setelah laba yang tersedia bagi pemegang saham dikurangi
dengan angsuran pinjaman atau apabila modal kerja mencapai tingkat tertentu. Di
samping itu persetujuan pemegang saham preferen di mana menuntut hak
pembayaran dividen sebelum pembayaran dividen kepada pemegang saham
biasa.
3) Tingkat ekspansi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga laba yang
diperoleh lebih baik ditahan. Stabilitas earning memungkinkan perusahaan untuk
mempertahankan payout ratio yang tinggi.
4) Akses perusahaan di pasar modal juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Aksesibilitas perusahaan ini dipengaruhi oleh usia dan skala perusahaan, bagi
perusahaan yang sudah estabilished lebih mudah mempertahankan payout ratio
yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang kecil.
5) Posisi pemegang saham dalam kelompok pajak juga berpengaruh terhadap
kebijakan dividen. Kepemilikan perusahaan oleh investor yang kecil cenderung
untuk memiliki payout yang tinggi. Sedangkan kepemilikan perusahaan oleh
pemegang saham yang termasuk dalam kelompok pembayar pajak besar akan
lebih menyukai untuk mempertahankan payout yang rendah. Lebih lanjut posisi
pembayaran pajak perusahaan berpengaruh pula terhadap kebijakan dividen.
Kemungkinan adanya penalti atas kelebihan akumulasi laba ditahan mungkin
akan mendorong untuk memilih payout yang lebih tinggi.

2
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003 : 387) faktor-faktor yang mempengaruhi dividen
adalah :

1. Peraturan Hukum
a) Mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba tahun-
tahun yang lalu dan laba tahun berjalan.
b) Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para direktur,
dengan melarang pembayaran dividen yang berasal dari modal (membagikan
investasinya bukan membagikan dividennya)
c) Peraturan mengenai tidak mampu bayar. Perusahaan tidak boleh membayar jika
tidak mampu (bangkrut).

2. Posisi Likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang diperlukan
untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun ke tahun terdahulu sudah
diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan serta barang-barang
lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu suatu perusahaan
yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak dapat membayar dividen karena
keadaan likuiditasnya. Memang perusahaan yang sedang tumbuh biasanya betul-betul
kurang dana dalam situasi seperti ini mungkin perusahaan memutuskan untuk tidak
membayar dividen dalam bentuk tunai.

3. Membayar Pinjaman
Jika perusahaan telah melakukan pinjaman untuk memperluas usahanya atau
untuk pembiayaan lainnya maka ia dapat melunasi pinjamannya pada saat jatuh tempo
atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya.
Jika diputusakan bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba
ditahan.

4. Kontrak Pinjaman
Kontrak pinjaman apabila menyangkut pinjaman jangka panjang, seringkali
membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan yang
dimaksudkan untuk melindungi para kreditur yaitu dividen yang akan datang hanya
akan boleh dibayar dari keuntungan yang diperoleh sesuai ditandatanganinya kontrak
pinjaman (artinya tidak boleh dibayarkan pada laba tahun yang ditahan).

5. Pengembalian Aktiva
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai pengembangan aktiva perusahaan, semakin banyak dana yang dibutuhkan

3
dikemudian hari, semakin banyak laba apabila ingin menambah modal dari luar maka
sumber alami yang tersedia adalah para pemegang saham sekarang yang sudah
mengenal perusahaan. Jika keuntungannya dibayarkan kepada mereka sebagai dividen
dan terkena tarif pajak perorangan yang tinggi, maka hanya sebagian laba saja yang
dapat ditanam kembali.

6. Tingkat Pengembalian

Tingkat pengembalian atas asset menentukan laba pembentukan dividen yang


dapat digunakan oleh pemegang saham baik ditanamkan kembali di dalam perusahaan
maupun di tempat lain.

7. Stabilitas Keuntungan

Perusahaan yang keuntungannya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan


bagaimana keuntungan di kemudian hari, maka keuntungan seperti itu kemungkian
besar akan membagikan keuntungan dalam bentuk dividen dengan persentase yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang keuntungannya yang berfluktuasi.

8. Pasar Modal

Perusahaan besar yang sudah mantap dengan profitabilitas yang tinggi dan
keuntungan yang teratur dapat dengan mudah dapat masuk ke pasar modal atau
memperoleh macam-macam dana dari luar untuk pembiayaannya. Perusahaan yang
sudah mantap akan mempunyai tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan kecil atau yang masih baru.

9. Kendali Perusahaan

Jika perusahaan hanya memperkuat usahanya dari pembiayaan intern maka


pembiayaan dividen akan berkurang, kebijakan ini dijalankan atas pertimbangan
bahwa menambah modal dengan menjual saham biasanya akan mengurangi
pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang saham yang kini sedang

4
berkuasa. Selain itu penjualan saham tambahan akan memperbesar risiko fluktuasinya
keuntungan bagi para pemegang saham. .

10. Keputusan Kebijakan Dividen


Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan dividend per share pada
tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan dengan
naikya keuntungan, artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa
meningkatnya keuntungan itu benar-benar mantap dan nampak cukup permanen.

3) Dana yang Bisa Dibagikan Sebagai Dividen


Prakteknya pembagian dividen dikaitkan dengan laba yang diperoleh
perusahaan tersedia bagi pemegang saham. Laba ini ditunjukkan dalam laporan rugi
laba yang disebut sebagai laba setelah pajak (Earning after Taxes).
Besarnya dana yang bisa dibagikan sebagai dividen (atau diinvestasikan
kembali) sama dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi
selama satu periode tersebut adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan
penyusutan. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita bisa membagikan jumlah
ini sebagai dividen, maka perusahaan tidak akan bisa melakukan penggantian aktiva
tetap dimasa yang akan datang. Kalau ini terjadi maka kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba akan berkurang.
Berdasarkan teori keuangan, jumlah dana yang bisa dibagikan sebagai dividen bisa
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
Dividen = EAT + Penyusutan – Investasi A. T. – Penambahan M. K.

Dimana:

EAT : Laba setelah pajak


ATT. : Aktiva tetap
M. K. : Modal kerja
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen
merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (yaitu EAT +
Penyusutan) di atas keperluan investasi untuk menghasilkan laba di masa yang akan
datang (investasi pada aktiva tetap dan modal kerja). Hanya saja untuk
menyederhanakan analisis sering diasumsikan bahwa investasi pada aktiva tetap akan
diambil dari penyusutan, dan modal kerja dianggap tidak berubah. Sehingga dengan
asumsi seperti itu maka besarnya dividen ditentukan oleh EAT.
Maksimum Dividen = EAT

5
Apabila dividen yang dibagikan (Divident Payout Ratio) misalnya hanya 40%
dari EAT, maka ini berarti bahwa yang 60% dipergunakan untuk menambah dana
untuk penyusutan untuk investasi pada aktiva tetap dan penambahan modal kerja.

4) Jenis-jenis Pembayaran Dividen


Seperti telah diuraikan bahwa maksimum besarnya dividen yang dibagikan
sebesar laba setelah pajak, maka besarnya dividen akan dipengaruhi oleh ada tidaknya
kesempatan investasi. Berikut akan diuraikan jenis-jenis alternatif pembagian dividen:
a) Pembayaran dividen yang stabil
Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per lembar
saham dalam jumlah yang stabil cenderung untuk memiliki payout ratio yang
rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout ratio yang tinggi pada saat
profit mengalami penurunan. Alasan untuk membiarkan payout ratio berfluktuasi
adalah agar harga pasar saham lebih tinggi. Hal ini mudah dipahami karena :
(1) Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko daripada dividen yang stabil, oleh
karena itu tingkat discount rate yang lebih rendah yang akan diterapkan pada
dividen yang stabil sehingga nilai saham lebih tinggi.
(2) Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan dividen
akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah yang stabil (dividen
minimum) dan mengharapkan adanya premium atas saham itu.
(3) Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil dan tidak
terputus.

b) Residual Decision of Dividend


Penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan investasi
yang menguntungkan maka dana yang diperoleh dari operasi perusahaan akan
digunakan untuk investasi tersebut.
Kalau terdapat sisa barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Apabila
pendapat ini dianut maka kita akan mengamati pola pembayaran dividen yang
sangat erratic. Suatu perusahaan membagikan dividen sangat banyak karena tidak
ada investasi sama sekali karena seluruh dana digunakan untuk investasi.
c) Payout ratio yang konstan
Beberapa perusahaan memilih untuk mempertahankan persentase payout atas laba
yang konstan. Dengan demikian apabila laba yang diperoleh berfluktuasi, maka
dividen yang dibayarkan juga akan berfluktuasi. Kebijakan ini cenderung tidak
akan memaksimumkan nilai saham perusahaan.
d) Pembayaran dividen reguler yang rendah disetai pembayaran ekstra.

6
Kebijakan yang terakhir merupakan kebijakan yang moderat yaitu merupakan
kompromi atas dua kebijakan satu dan tiga yang lebih fleksibel.

5) Teori Kebijakan Dividen


5.1 Dividen Tidak Relevan

Teori dividen tidak relevan dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961),
yang selanjutnya disebut MM, yang berpendapat bahwa di dalam kondisi bahwa
keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap
kemakmuran pemegang saham, lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan
ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan. Dengan demikian nilai
perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. MM membuktikan pendapatanya
dengan asumsi:

1) Pasar modal yang sempurna di mana semua investor bersikap rasional


2) Tidak terdapat pajak
3) Tidak terdapat biaya emisi saham
4) Leverage tidak berpengaruh terhadap biaya modal
5) Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama
6) Distribusi pendapatan diantara dividen dengan laba ditahan tak berpengaruh
terhadap biaya ekuitas
7) Kebijakan Capital budgeting terlepas dari kebijakan dividen

Hal penting pendapatnya MM adalah bahwa pengaruh pembayaran dividen


terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama
dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Jadi yang penting adalah
apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV yang positif, tidak
perduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari perusahaan
(laba ditahan) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak
keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal. Atau keputusan dividen adalah
tidak relevan.

5.2 Bird-in-the Hand Theory

Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1962) dan Lintner (1956, 1963), dimana
beliau berpendapat bahwa biaya ekuitas (Ke) perusahaan akan mengalami kenaikan

7
disebabkan oleh penurunan pembayaran dividen, karena investor lebih yakin terhadap
penerimaan dan pembagian dividen dibandingkan dengan kenaikan nilai modal
(capital gain) yang dihasilkan laba tersebut.

Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung di


tangan lebih berharga dari pada seribu burung diudara. Beliau juga berpendapat
bahwa kemungkinan capital gains yang diharapkan adalah lebih risikonya dibading
dengan dividend yield yang pasti. Sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan
yang lebih tinggi dan semakin tinggi jika K e dipergunakan untuk mensubsidi dividen.
Dengan tegas Gordon-Lintner berpendapat bahwa investor akan meminta tingkat
keuntungan yang lebih tinggi untuk setiap pengurangan dividen yield.

5.3 Tax Differential Theory

Tac differential theory dikemukakan oleh Lizenberger dan Ramaswamy (1979)


mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan pajak pendapatan perseorangan,
pendapat yang relevan bagi investor adalah pendapatan setelah pajak, sehingga
keuntungan yang diisyaratkan juga setelah pajak. Kalau kita kembali perhatikan
model penilaian saham yang mempunyai tingkat pertumbuhan konstan K e = D1/Po +
g ; dimana tingkat keuntungan yang diharapkan (Ke) terdiri dari unsur dividend yield
(D1/Po) dan capital gain (g) yang diharpkan, maka kedua komponen harus
disesuaikan dengan pajak.

Investor lebih suka untuk menerima capital gain yang tinggi dibanding dengan
dividen tinggi. Dengan kata lain investor menghendaki perusahaan untuk menahan
laba setelah pajak dan dipergunakan untuk pembiayaan investasi dari pada
pembayaran dividen dalam bentuk kas. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa investor
akan meminta tingkat kuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang
memiliki dividen yield yang lebih tinggi daripada saham dengan dividen yield yang
lebih rendah. Oleh karenanya kelompok ini cenderung menyarankan bahwa
perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan
tidak membagikan dividen.

8
Berikut merupakan teori mengenai kebijakan dividen menurut Sartono (2001 : 288)
yaitu :
1. Irrelevant Dividend
Modigliani-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan, berarti
bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan dividen tidak
mempengaruhi nilai perusahaan
2. Bird-In-The Hand Theory
Gordon-Lintner mempunyai pendapat lain bahwa dividen lebih kecil resikonya
dibanding degan capital gain, sehingga Gordon- Lintner menyarankan perusahaan
untuk menentukan dividend payout ratio atau bagian laba setelah pajak yang
dibagikan dalam bentuk dividen yang tinggi dan menawarkan dividend yield yang
tinggi untuk meminimumkan biaya modal the-bird-in-the-hand fallacy
Tax Differential Theory
Kelompok ketiga berpendapat bahwa karena dividen cenderung dikenakan pajak
yang lebih tinggi daripada capital gain, maka invesor akan meminta tingkat
keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi.
Kelompok terakhir ini menyarankan bahwa perusahaan lebih baik menentukan
dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama
sekali untuk meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.

Berikut ini beberapa bentuk kebijakan dividen menurut Sutrisno (2003) adalah:

1. Kebijakan pemberian dividen stabil


Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara

tetap perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh

perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan

kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil,

maka deviden juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama

beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh

9
perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab

dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2)

bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek

yang baik dimasa yang akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan

dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.


2. Kebijakan deviden yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang

saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
3. Kebijakan dividen dengan rasio yang kostan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang

diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang

dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga

kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio (DPR).
4. Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah

pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan

ekstra dividend bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

6 Information Content Hypothesis

Manajer kenyataannya cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang


prospek perusahaan dibanding dengan investor atau pemegang saham, akibatnya
investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko dibanding dengan dividen dalam
bentuk kas. Kenyataan tersebut berakibat sering terjadi bahwa pembayaran dividen
selalu diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen akan diikuti
dengan penurunan harga saham. Hal tersebut menunjukkan investor secara
keseluruhan lebih menyukai pembayaran dividen dibandingkan capital gain. MM
berpendapat bahwa kenaikan dividen oleh investor dilihat sebagai tanda atau signal
bahwa prospek di masa yang akan datang lebih baik. Sebaliknya penurunan dividen
akan dilihat sebagai tanda bahwa prospek perusahaan menurun.

10
MM berkesimpulan bahwa reaksi investor terhadap perubahan dividen tidak
berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih menyukai dividen dibanding dengan laba
ditahan. Kenyataan bahwa harga saham mengikuti perubahan dividen semata-mata
karena adanya Information Content dalam pengumuman dividen. Banyak penelitian
telah dilakuan untuk menguji hopotesis ini, namun demikian hingga saat ini untuk
menentukan apakah perubahan harga saham yang mengikuti perubahan dividen
disebabkan karena: (a) kebijakan dividen satu tanda bagi investor disebut juga dengan
signaling, (b) karena memang investor lebih menyukai dividen daripada Capital gain
disebut juga dengan preference effect, (c) atau karena kombinasi keduanya.

7 Clintile Effect

Kita mengetahui bahwa terdapat banyak kelompok investor dengan berbagi


kepentingan. Ada investor yang lebih menyukai pendapatan saat ini dalam bentuk
dividen seperti halnya individu yang sudah pensiun sehingga investor ini
menghendaki perusahaan membayar dividen yang tinggi. Tetapi ada pula investor
yang menyukai untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena
kelompok investor ini berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi.

Jika perusahaan menahan laba setelah pajak yang diperoleh, investor yang
menyukai pembayaran dividen akan kecewa. Memang para investor tersebut akan
menerima capital gain, tetapi untuk memenuhi kebutuhannya mereka terpaksa harus
menjual sebagian sahamnya. Sementara investor yang memilih untuk
menginvestasikan kembali pendapatannya, menghendaki perusahaan untuk membayar
dividen yang rendah, karena bagi mereka pembayaran dividen yang besar berarti
pajak dibayar juga semakin besar. ini terjadi karena mungkin kenaikan dividen
mengakibatkan kenaikan tarif pajak pendapatan sehingga dividen tidak begitu
menguntungkan dibandingkan dengan kenaikan pajak yang harus dibayar. Dengan
demikian paling tidak terdapat dua kelompok investor dengan dua kepentingan yang
bertentangan.

Dengan adanya dua kelompok investor tersebut, perusahaan dapat menentukan


kebijakan dividen yang oleh manajemen dianggap paling baik. Kemudian biarkan
investor yang tidak menyukai kebijakan dividen perusahaan menjual saham mereka.

11
Dengan kata lain biarlah melakukan pemindahan investasi dari satu perusahaan ke
lain. Tetapi perlu diingat bahwa transaksi ini berlangsung efisien karena adanya biaya
transaksi dan pembayaran sebagai akibat penjualan saham.

8 Stock Dividend dan Stock Split

Kadang-kadang perusahaan memutuskan untuk membagikan stock dividen


atau pembayaran dividen dalam bentuk saham. Kondisi ini mengakibatkan jumlah
lembar saham akan bertambah sebesar jumlah lembar saham yang dibagikan sebagai
dividen. Misalkan stock dividen 20%, ini berarti bahwa setiap pemilik sepuluh lembar
saham akan memperoleh tambahan sahama sebanyak dua lembar, atau dengan kata
lain jumlah lembar saham akan meningkat sebesar 20%.

Stock dividen tidak mengakibatkan kekayaan pemegang saham meningkat,


karena meningkatnya jumlah lembar saham diimbangi dengan turunnya harga saham
dengan proporsi yang sama. Tetapi jika pemegang saham berpendapat bahwa dana
yang dibagikan dalam bentuk dividen diinvestasikan kembali dan diharapkan
memberikan hasil yang menguntungkan sehingga Price Earning Ratio (PER)
perusahaan meningkat, maka profitabilitas perusahaan akan meningkat.

Kadang-kadang perusahaan melakukan pemecahan saham (stock split),


sehingga mengakibatkan jumlah lembar saham menjadi bertambah/berkurang. Tujuan
utama perusahaan melakukan stock split adalah untuk meningkatkan likuiditas dalam
perdagangan perusahaan (artinya saham perusahaan lebih sering diperdagangkan).
Tidak likuidnya saham seringkali disebabkan oleh: (1) harga saham terlalu mahal dan
jumlah lembar saham terlalu sedikit; (2) harga saham terlalu murah sehingga investor
mempersepsikan perusahaan kurang memiliki prospek. Dengan memecah saham,
misalnya dari satu menjadi tiga, maka harga saham akan turun menjadi sepertiganya
(kalau prospek dan risiko tidak berubah), jumlah lembar saham akan meningkat tiga
kali. Demikian juga sebaliknya dengan menggabungkan tiga menjadi satu maka harga
saham akan naik tiga kali, sehingga jumlah lembar saham akan berkurang
sepertiganya.

12
Berikut diuraikan persamaan, perbedaan serta identifikasi karakteristik antara stock
dividen dengan stock split.

Perbedaan stock dividend dan stock split:

1) Stock dividen adalah hanya merupakan pemindahan bukuan saja dari rekening
laba yang ditahan ke dalam rekening modal saham. Stock dividend merupakan
pembayaran dividen dengan saham.
2) Stock split merupakan pemecahan nilai saham ke dalam nilai nominal yang lebih
kecil sehingga jumlah lembar saham yang beredar meningkat.

Persamaan antara stock dividend dan stock split adalah:

1) Tidak ada pendistribusian kas dalam kedua bentuk tersebut.


2) Keduanya mengakibatkan jumlah lembar saham yang beredar meningkat.
3) Total modal sendiri (net worth) tidak mengalami perubahan, tetapi hanya
komposisinya saja.

Identifikasi karakteristik :

1) Stock split tidak mempengaruhi rekening modal tetapi stock dividend


meningkatkan rekening modal dan mengurangi laba yang ditahan.
2) Stock split mungkin akan mengubah par value tetapi dividend tidak merubah par
value .
3) Banyak bukti yang mendukung bahwa stock split dan stock dividend
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

9 Repurchase of stock

Perusahaan sering harus melakukan Repurchase of stock atau pembelian


kembali sahamnya karena memiliki kelebihan kas, dan tidak ada kesempatan investasi
yang menguntungkan. Alasan lain mungkin karena perusahaan akan melakukan
peggabungan usaha dengan perusahaan lain. Dalam kondisi tidak ada kesempatan
investasi yang menguntungkan, maka pemberian dividen atau pembelian saham -
tidak ada pajak dan biaya transaksi – bagi investor akan sama saja. Dengan pembelian
kembali maka jumlah lembar saham yang beredar akan berkurang dan dividen per
lembar saham akan lebih besar, akhirnya harga pasar saham akan meningkat.

13
Untuk melakukan pembelian kembali ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu perusahaan memberikan penawaran atau dengan cara membeli langsung ke
pasar. Dengan tender penawaran, perusahaan membuat penawaran formal kepada
pemegang saham untuk membeli sejumlah sahamnya pada tingkat harga tertentu.
Harga itu biasanya sedikit di atas harga pasar saat ini, kemudian pemegang saham
dapat mengumpulkan sahamnya untuk kemudian dibeli perusahaan. Cara lain adalah
dengan membeli langsung di pasar modal dalam hal ini peran pialang akan membantu.
Sebagai imbalannya perusahaan memberikan fee sebesar persentase tertentu. Sebelum
perusahaan melakukan pembelian saham sebaiknya perusahaan memberikan
informasi terlebih dahulu kepada pemegang saham mengenai tujuan dan diadakannya
pembelian kembali saham perusahaan.

Brigham dan Housten (2002) mengungkapkan keuntungan dan kerugian Repurchase of


stock adalah:

Keuntungan Repurchase of Stock

1) Repurchase of stock dipandang sebagai indikasi bahwa saham dinilai terlalu


rendah atau undervalued
2) Pemegang saham memiliki pilihan untuk menjual saham mereka atau tidak
3) Dari pandangan manajemen pembelian kembali saham memberikan beberapa
keuntungan bila dibandingkan dengan pembayaran dividen. Misalnya bila terjadi
kelebihan aliran kas yang bersifat sementara, manajemen lebih baik
mendistribusikan aliran kas tersebut dalam bentuk repurchase of stock dari pada
pembayaran dividen memiliki konsekuensi untuk mempertahankan kenaikan
tersebut di masa yang akan datang.
4) Merupakan satu cara praktis bagi manajemen untuk melakukan restrukturisasi
keuangan perusahaan. Misalkan perusahaan mungkin akan menjadi lebih baik
apabila menggunakan utang lebih besar dalam struktur modalnya. Salah satu cara
yang dapat ditempuh dengan mengeluarkan obligasi kemudian melakukan
repurchase of stock dengan menggunakan dana yang berasal dari penjualan
obligasi.

14
Kerugian Repurchase of Stock

1) Perusahaan mungkin membayar terlalu tinggi untuk repurchase of stock


perusahaan, sehingga sangat merugikan pemegang saham yang memilih untuk
tidak menjual sahamnya.
2) Tidak semua investor memperoleh manfaat atas repurchase of stock, karena tidak
mengetahui implikasinya saat ini dan prospeknya di masa yang akan datang.
3) Perusahaan bisa dikenakan penalti apabila alasan repurchase of stock ini
dilakukan untuk menghindari pajak atas dividen.
4) Beberapa investor memandang bahwa repurchase of stock dalam jumlah
merupakan indikasi perusahaan tidak memiliki pertumbuhan yang baik.

10 Kebijakan Dividen Dalam Praktek

Apabila perusahaan mempertimbangkan akan menginvestasikan keuntungan


yang diperoleh, sementara pemegang saham menghendaki untuk menerima deviden
maka perusahaan harus mengeluarkan saham baru. Bagaimana pengaruh kedua
alternatif tersebut ? misalkan neraca perusahaan manufaktur adalah sbb.

Kas 200.000.000
Aktiva Lain 1.800.000.000 Modal Sendiri 2.000.000.000

Total 2.000.000.000 ;Total 2.000.000.000

Misalkan pada kesempatan tersebut tersedia kesempatan invetasi yang


diharapkan memberikan NPV Rp 50 juta, dan memerlukan dana sebesar Rp 200 juta.
Apabila para pemegang saham memutuskan untuk mengambil investasi tersebut
( tidak perlu menerbitkan saham baru) karena dana yang ada dalam perusahaan masih
mencukupi maka rencananya akan sebagai berikut.

Kas 50.000.000
PV investasi 200.000.000 Modal sendiri 2.050.000.000
Aktiva lain 1.800.000.000

Total 2.050.000.000 Total 2.050.000.000

15
Sekarang misalkan para pemegang saham menginginkan membagi deviden Rp
200 juta tetapi tetap ingin mengambil investasi dengan NPV Rp 50 juta tersebut, maka
perusahaan perlu menerbitkan saham baru. Misalnya Floatation cost, 3%, maka
jumlah saham baruyang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 206.185.567, dimana
yang Rp 6.185.567 merupakan floatation cost.

Kas 50.000.000 Modal


PV investasi 200.000.000 Sendiri lama 1.834.814.433
Aktiva Lain 1.800.000.000 Modal
Sendiri baru 206.185.567

Total 2.050.000.000 Total 2.050.000.000

16
11. Kasus

A. Soal ( Stock Deviden)

PT MEGAH JAYA mempunyai struktur modal sebagai berikut :

Saham Biasa

( Rp 5.000 – 700.000 lbr) Rp 3.500.000.000

Capital Surplus Rp 2.500.000.000

Laba Ditahan Rp 4.000.000.000

Modal Sendiri Rp10.000.000.000

Perusahaan menentukan stock deviden 5%, harga Pasar saham Rp 7.000/lbr, jadi ada
tambahan saham sebesar :

5% X 700.000 lbr = 35.000 Lbr

Setiap 20 Lbr saham mendapatkan 1 lbr saham baru.

Stock deviden = Rp 7.000 X 35.000 lbr

= Rp 245.000.000

Ditransfer dari laba ditahan ke saham biasa dan capital surplus.

Ke saham Biasa = 35.000 X Rp 5.000

=Rp 175.000.000

Sisanya Rp 70.000.000 ke capital Surplus

Setelah stock deviden, maka struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut:

Saham Biasa

(Rp 5.000 x 735.000 lbr) Rp 3.675.000.000

Capital Surplus Rp 2.570.000.000

Laba Ditahan Rp 3.755.000.000

17
Modal Sendiri Rp 10.000.000.000

Misalkan:

Investor semula 6.000 lbr saham, maka nilai saham nya yaitu

= 6.000 lbr X Rp 7.000

= 42.000.000

Setelah stock deviden, maka nilai pasar saham akan turun sebesar

Rp 7.000 X (1-6.000/6.300) = Rp 333,3

Dengan demikian nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah

Rp 6.300 X (Rp 7.000 – 333,3) = Rp 42.000.000

Jadi modal sendiri perusahaan tidak mengalami perubahan, oleh karena itu stock
deviden tidak memberikan pengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham kecuali
tambahan saham.

B. Soal (Stock Split)

Misalkan PT ADI menentukan stock split 1 lembar saham menjadi 2 lembar


saham, maka perhitungannya yaitu:

SEBELUM PEMECAHAN SESUDAH PEMECAHAN

Saham biasa Saham biasa

(Rp 8.000 x 400.000) Rp 3.200.000.000 (Rp 4.000 x 800.000) Rp 3.200.000.000

Cap. Surplus Rp 1.600.000.000 Cap. Surplus Rp 1.600.000.000

Laba Ditahan Rp 1.000.000.000 Laba Ditahan Rp 1.000.000.000

Modal sendiri Rp 5.800.000.000 Modal sendiri Rp 5.800.000.000

18
C. Soal (Repurchases)

PT ADI mempertimbangkan untuk membagikan labanya sebesar Rp 400.000.000


dalam bentuk deviden atau melakukan pembelian kembali sahamnya. Diketahui EAT
= Rp 500.000.000 jumlah saham yang beredar 800.000 lembar dan harga pasar saham
sekarang Rp 10.000

Informasi keuangan tersebut diketahui sbb.

EAT Rp 500.000.000

Jumlah saham beredar 800.000

Laba per lembar saham/EPS

(Rp 500.000.000/800.000) Rp 625

Harga pasar saham sekarang Rp 10.000

Deviden per lembar saham

(Rp 400.000.000/800.000) Rp 500

Nilai Saham = Rp. 500 + Rp 10.000

= Rp10.500

Misalkan perusahaan memilih membeli kembali sebagian sahamnya, perusahaan


mampu membeli sebanyak : 400.000.000/ Rp 10.500 = 38.095,23

EPS = Rp 500.000.000 / (800.000 - 38.095,23) = Rp 656,25

Apabila perusahaan memilih membayar deviden kas, PER setelah deviden :

Rp 10.000 / Rp 625 = 16 kali

;Harga per lembar saham = 16, X 656,25 = 10.500

D. Soal 1

Perusahaan A sedang merencanakan untuk memperluas sarana produksinya tahun


depan dengan investasi Rp 15.000.000 rasio hutang terhadap total aset saat ini adalah
40% dan itu dianggap merupakan struktur optimal, laba setelah pajak saat ini Rp
8.000.000 jika perusahaan mempertahankan 60% deviden payout rationya berapa
banyak eksternal equity yang diperlukan untuk membiayai ekspansi tersebut?

19
Laba Setelah Pajak Rp 8.000.000

Deviden payout 60%

Deviden Rp 4.800.000

Laba Ditahan Rp 3.200.000

Capital Budget Rp 15.000.000

Debt to total asset 40%

Total Utang Rp 6.000.000

Total Equity Rp 9.000.000

Laba ditahan Rp 3.200.000

Eksternal Equity Rp 5.800.000

E. Soal 2
Perusahaan B memperoleh laba setelah pajak sebesar Rp 13.000.000 tahun yang
lalu dan membagikannya dalam bentuk deviden sebesar Rp 4.000.000 laba
tersebut telah tumbuh dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6% per tahun selama
10 tahun. Pada waktu ini perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 17.000.000
kesempatan investasi yang tersedia sebesar Rp 9.000.000 hitunglah deviden untuk
tahun ini dibawah setiap kebijakan berikut ini.
a. Payout yg konstan?
b. Pertumbuhan deviden yg stabil?
c. Residual deviden policy (anggap perusahaan berharap akan
mempertahankan debt to total assets ratio 50%)

Jawab:

a. Payout ratio = Rp 4.000.000 / Rp 13.000.000


= 31%
= 31% (Rp 17.000.000)
= Rp 5.270.000

b. Pertumbuhan 6% sehingga deviden yang dibayarkan


= (1+6%)(Rp 4.000.000)
= Rp 4.240.000

c. Investasi Rp 9.000.000
Persentase equity financing 50%
Equity Financing Rp 4.500.000
Laba yang diperoleh Rp 17 .000.000
Deviden yang dibagikan Rp 12.500.000

20
21
DAFTAR REFERENSI

Wiagustini, Ni Luh Putu. (2014). Manajemen Keuangan. Denpasar. Udayana University


Press

Agus Sartono. 2001. Manajemen Keuangan Dan Teori Aplikasi. Edisi Keempat.BPFE
Jakarta, Yogyakarta.

Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian, 2002, Manajemen Keuangan Satu, Edisi Keempat,
Prenhallindo, Jakarta.

Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan (Teori, Konsep, dan Aplikasi), Edisi Pertama, Cetakan
Kedua, EKONISIA, Yogya

Brigham,EF. And Michael C, Ehrdardt. (2002). Financial Management. (tenth Edition)..


Harcourt College Publishers.Orlando

22
23

Anda mungkin juga menyukai