Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 3

A. Mengestimasi risiko proyek ...................................................................... 3


B. Mengukur risiko berdiri sendiri ................................................................ 5
1. Analisis Sensitivitas…………………………………………….. 5
2. Analisis Skenario………………………………………………...
8
3. Analisis Simulasi Monte Carlo ...………………………………..
9
4. Analisis Mean – Standard Deviation ...……………………….....
9
C. Menghitung risiko dalam penganggaran modal ....................................... 14
1. Metode Certainly Equivalent (CE) ...…………………………… 14
2. Metode Risk – Adjusted Discount Rate (RADR) ……………… 15
D. Perbandingan antara Metode CE dan Metode RADR............................... 17
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 19

A. Soal 1......................................................................................................... 19
B. Soal 2......................................................................................................... 20
C. Soal 3......................................................................................................... 21
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 25

A. Kesimpulan ............................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di sebagian besar perusahaan, penganggaran modal merupakan salah satu sumber
utama keuntungan perusahaan tersebut. karena dengan adanya penganggaran modal
mereka dapat menghitung tingkat keuntungan yang akan mereka dapatkan pada
jangka panjangnya. Perusahaan biasanya membuat berbagai alternatif atau variasi
untuk berinvestasi dalam jangka panjang, yakni berupa penambahan aset tetap seperti
tanah, mesin dan peralatan. aset tersebut merupakan aset yang berpotensi, yang
merupakan sumber pendapatan yang potensial dan mencerminkan nilai dari sebuah
perusahaan. Penganggaran modal dan keputusan keuangan diperlakukan secara
terpisah bila investasi yang diajukan telah ditentukan.
Telah kita sadari bahwa pada saat sekarang ini begitu banyak proyek-proyek atau
perusahaan yang dikembangkan oleh para pengusaha, namun tidak sedikit perusahaan
yang gagal akibat kesalahan dalam mengestimasi arus kasnya serta kurangnya
perhatian terhadap resiko. Estimasi arus kas dan analisis resiko merupakan hal yang
sangat terkait yang tidak dapat dipisahkan karena merupakan langkah awal dalam
menjalankan suatu proyek atau perusahaan.
Karena begitu besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh analisis arus kas dan
analisis risiko sebab beberapa manfaat dimiliki, yaitu : Memberikan seluruh rencana
penerimaan kas yang berhubungan dengan rencana keuangan perusahaan dan
transaksi yang menyebabkan perubahan kas, sebagian dasar untuk menaksir
kebutuhan dana untuk masa yang akan datang dan memperkirakan jangka waktu
pengembalian kredit, membantu menager untuk mengambil keputusan kebijakan
financial, untuk kreditur dapat melihat kemampuan perusahaan untuk membayar
kredit yang diberikan kepadanya.
Oleh karena itu, dalam mengestimasikan arus kas dan menganalisis resiko
haruslah dengan tepat, agar dapat merelevansikan antara persediaan yang kita miliki
dengan risiko yang mungkin kita hadapi. Sehingga akan menghasilkan keputusan
yang baik dan tepat.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengestimasi risiko proyek?
2. Bagaimana mengukur risiko berdiri sendiri?
3. Bagaimana menghitung risiko dalam penganggaran modal?
4. Bagaimana perbandingan antara metode CE dan metode RADR?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang mengestimasi risiko proyek.
2. Untuk mengetahui tentang mengukur risiko berdiri sendiri.
3. Untuk mengetahui tentang menghitung risiko dalam penganggaran modal.
4. Untuk mengetahui tentang perbandingan antara metode CE dan metode RADR.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mengestimasi Risiko Proyek


Meskipun sudah jeas bahwa proyek yang lebih berisiko sebaiknya mendapat
biaya modal yang lebih tinggi, sering kali kita sulit untuk mengestimasikan risiko
suatu proyek. Pertama-tama, perlu dicatat bahwa terdapat tiga jenis risiko
terpisah dan unik yang dapat diidentifikasikan:

1. Risiko yang berdiri sendiri adalah risiko suatu proyek yang berdiri sendiri,
biasanya diukur dengan deviasi standar. Ide dasarnya adalah risiko ini sama
dengan tingkat variabilitas dari kemampuan menghasilkan laba proyek.
Risiko berdiri sendiri diukur oleh variabilitas pengembalian proyek yang
diharapkan

2. Risiko dalam perusahaan adalah risiko suatu proyek dilihat dari konteks
perusahaan secara keseluruhan atau kontribusi proyek terhadap risiko total
perusahaan. Risiko dalam perusahaan diukur dengan beta dalam
perusahaan yang rumusnya sebagai berikut:

Jika beta dalam perusahaan = 1 artinya proyek memiliki risiko yang


sama besar dengan risiko proyek-proyek lain perusahaan. Jika beta dalam
perusahaan > 1 artinya proyek memiliki risiko yang lebih besar dari risiko
rata-rata perusahaan (risiko proyek-proyek lain perusahaan). Demikian
sebaliknya untuk beta < 1.

3. Risiko pasar atau beta, yaitu tingkat risiko proyek seperti yang dilihat oleh
pemegang saham yang terdiversifikasi dengan baik yang mengetahui bahwa

3
proyek tersebut hanyalah salah satu dari aset perusahaan dan saham
perusahaan hanyalah sebagian kecil dari total portofolio mereka. Risiko pasar
diukur olen dampak proyek pada koefisien beta perusahaan.

Jika beta pasar proyek sama dengan beta pasar perusahaan, maka
proyek memiliki risiko pasar yang sama dengan risiko pasar proyek-proyek
lain perusahaan. Jika beta pasaran proyek lebih besar dari risiko pasar proyek-
proyek lain perusahaan. Demikian sebaliknya. Perlu diingat rumus beta pasar
untuk perusahaan adalah

Dimana F adalah keuntungan perusahaan, Hubungan antara ke-3 jenis resiko


proyek ini dapat digambarkan sebagi berikut

4
Dari ketiga ukuran di atas, risiko pasar secara teoritis adalah risiko
yang paling relevan karena tercermin di dalam harga saham. Sayangnya,
risiko pasar juga merupakan risiko yang paling sulit untuk diestimasi, karena
proyek tidak memiliki "harga pasar yang dapat dihubungkan dengan
pengembalian pasar saham. Oleh karena alas an ini, sebagian besar pengambil
keputusan mempertimbangkan ketiga ukuran risiko berdasarkan pertimbangan
mereka masing-masing dan mengelompokkan proyek menjadi kategori risiko
yang subjektif. Lalu, dengan menggunakan WACC komposit sebagai titik
awal, mengembangkan biaya modal yang disesuaikan dengan risiko (risk
adjusted cost of capital) untuk setiap kategori

B. Mengukur Risiko Berdiri Sendiri


1. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu variasi atas analisis skenario yang
berguna untuk menunjukkan daerah dimana taksiran risiko khususnya paling
besar. Pemikiran dasar dengan suatu analisis sensitivitas dengan
membekukan semua variabel-variabel kecuali satu dan kemudian melihat
berapa sensitifnya taksiran NPV kita menjadi sangat sensitif terhadap
perubahan yang relatif kecil dalam nilai beberapa komponen yang
diproyeksikan dan aliran kas proyek, kemudian taksiran risiko dikaitkan
dengan variabel tersebut adalah tinggi.
Untuk menggambarkan bagaimana analisis sensitivitas tersebut bekerja,
kita kembali pada kondisi semula untuk tiap-tiap barang kecuali unit
penjualan. Kita dapat kemudia mengkalkulasikan aliran kas dan NPV
menggunakan angka unit penjualan terbesar dan terendah.
Unit Net Present
Skenario Aliran Kas IRR
Penjualan Value
Kondisi semula 6.000 $59.800 $15.567 15,1%
Kodisi terjelek 5.500 $53.200 $8.226 10,3%
Kondisi terbaik 6.500 $66.400 $39.357 19,7%

Dengan cara memperbandingkan, kita sekarang membekukan segala


sesuatu kecuali biaya tetap dan menganalisis kembali:

Biaya Net Present


Skenario Aliran Kas IRR
Tetap Value
Kondisi semula $50.000 $59.800 $15.567 15,1%
Kodisi terjelek $55.000 $56.500 $3.670 12,7%
Kondisi terbaik $45.000 $63.100 $27.461 17,4%

5
Apa yang kita lihat disini memberikan jarak, taksiran dari NPV proyek
ini lebih sensitif terhadap perubahan dalam unit penjualan yang
diproyeksikan daripada perubahan dalam biaya tetap yang diproyeksikan.
Dalam kenyataannya, pada kondisi terburuk untuk biaya tetap, NPV tetap
positif.

Hasil analisis sensitivitas kita untuk unit penjualan dapat digambarkan


secara grafik seperti terlihat pada gambar dibawah. Disini kita menempatkan
NPV pada proses tegak lurus dan unit penjualan pada proses mendatar. Bila
kita menempatkan kombinasi unit penjualan berhadapan dengan NPV, kita
melihat bahwa semua kemungkinan kombinasi berada pada suatu garis lurus.
Garis yang lebih curam menunjukkan sensitivitas yang lebih besar dari
taksiran NPV terhadap perubahan nilai variabel yang diproyeksikan telah
diteliti.
NPV ($000)

60
50
40
NPV = $39.357
30
20
NPV = $15.567
10 (Worst (Base (Best
case) case) case)
0
5.500 6.000 6.500 Unit Sales
-10
NPV = -8.226

Seperti yang telah kita perlihatkan, analisis sensitivitas berguna untuk


menunjukkan variabe-variabel patut mendapatkan banyak perhatian. Jika
kita mendapatkan bahwa taksitan NPV secara khusus sensitif terhadap
perubahan dalam suatu variabel yang sulit untuk diprediksi (seperti unit
penjualan), kemudian tingkat peramalan risikonya tinggi. Kita mungkin
menentukan bahwa riset pasar lebih lanjut menjadi suatu pemikiran yang
baik dalam hal ini.
Karena analisis sensitivitas merupakan suatu bentuk analisis skenario,
ia merasakan kerugian yang sama.

6
Analisis sensitivitas berguna untuk menunjukkan dalam kesalahan-
kesalahan taksiran akan menyebabkan banyak kerusakan, tetapi tidak
menceritakan tentang kemungkinan kesalahannya.
2. Analisis Skenario
Dalam analisis sensitivitas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
kita mengubah variabel satu per satu. Akan tetapi, sering kali akan sangat
membantu jika kita mengetahui apa yang akan terjadi pada NPV jika seluruh
input ternyata lebih baik atau lebih buruk dari yang diperkirakan
sebelumnya. Demikian juga jika kita dapat memberikan probabilitas terjadi
pada scenario yang baik, buruk, dan memilih kemungkinan besar akan
terjadi (kasus dasar), kemudian kita akan dapat mencari nilai yang
diperkirakan dan standar deviasi NPV.
Analisis skenario (scenario analysis) merupakan suatu teknik yang
memungkinkan dilakukannya perluasan-perluasan seperti ini –analisis ini
memasukkan probabilitas terjadinya perubahan dalam variabel-variabel
utamanya, dan memperkenankan terjadinya perubahan untuk lebih dari satu
variabel dalam satu waktu. Dalam suatu analisis scenario, analisis keuangan
memulai dengan kasus dasar (base-case), yang menggunakan kumpulan
nilai input yang paling mungkin terjadi. Analis kemudian bertanya kepada
bagian pemasaran, teknik, dan manajer operasi lainnya untuk menentukan
suatu scenario kasus terburuk (penjualan unit rendah, harga jual rendah,
biaya variabel tinggi, dan seterusnya) dan scenario kasus terbaik. Sering
kali, kasus terbaik dan terburuk dinyatakan sebagai kasus di mana terdapat
25 persen probabilitas kondisi tersebut membaik atau memburuk, dengan
probabilitas 50 persen terjadi kondisi kasus dasar. Tentunya, dalam
kenyataannya dapat memiliki nilai-nilai lain, tetapi pengaturan scenario
seperti ini akan bermanfaat untuk membantu kita memusatkan perhatian
pada masalah utama dalam analisis risiko.
Kasus terbaik, kasus dasar, dan kasus terburuk untuk proyek computer
BQC disajikan dalam Figur 12-2, berikut dengan grafik atas data. Jika
produk tersebut sangat sukses, maka kombinasi harga jual yang tinggi, biaya
produksi yang rendah, dan penjualan unit yang tinggi akan menghasilkan
NPV yang sangat tinggi, yaitu $87,5 juta. Akan tetapi, jika ternyata hasilnya
buruk, maka NPV akan menjadi negatif $43,7 juta. Grafik yang diberikan
menunjukkan adanya rentang kemungkinan yang sangat lebar, yang
menunjukkan bahwa ini merupakan proyek yang berisiko. Jika kondisi buruk
yang terjadi, maka proyek tersebut tidak akan membuat bangkurt perusahaan
–ini hanyalah satu proyek saja bagi sebuah perusahaan besar. Meskipun

7
begitu, mengalami kerugian sebesar $43,7 juta tentunya akan berdampak
pada harga saham.
Jika kita mengalikan probabilitas setiap skenario dengan NPV yang
dihasilkan oleh skenario tersebut dan menjumlahkan hasilnya, maka kita
menghitung NPV proyek yang diperkirakan, $13,531 juta seperti yang
disajikan oleh data di bawah. Kita juga dapat menghitung standar deviasi
dari NPV tersebut; yaitu $47,139 juta. Ketika kita membagi standar deviasi
dengan NPV yang diperkirakan, kita akan mendapatkan koefisien variasi,
3,48. Proyek rata-rata BQC memiliki koefisien variasi sebesar 2, sehingga
nilai 3,48 menunjukkan bahwa proyek ini lebih berisiko dibandingkan
proyek-proyek perusahaan lainnya.
WACC BQC adalah 12 persen, sehingga tingkat tersebut sebaiknya
digunakan ketika kita menghitung NPV proyek dengan risiko rata-rata.
Proyek komputer ini lebih berisiko dibandingkan rata rata, sehingga
sebaiknya kita menggunakan tingkat diskonto yang lebih tinggi untuk
menghitung NPV-nya. Tidak ada cara untuk menentukan tingkat diskonto
yang “tepat” –angka ini hanya diperoleh berdasarkan pertimbangan saja.
Namun demikian, manajemen BQC biasanya menambahkan 3 persen pada
WACC perusahaan ketika mengevaluasi proyek yang dinilai berisiko. Ketika
NPV dihitung kembali dengan menggunakan WACC 15 persen, NPV kasus
dasar turun dari $5,166 menjadi $2,877 juta dan NPV yang diperkirakan
turun dari $13,531 menjadi $10,740 juta, sehingga proyek tersebut masih
dapat diterima berdasarkan kriteria NPV.
Grafik analisis skenario

8
3. Analisis Simulasi Monte Carlo
Simulasi Monte Carlo (Monte Carlo simulaton) adalah suatu teknik
analisis risiko dimana kemungkinan kejadian masa depan disimulasikan
menggunakan computer, menghasilkan tingkat pengembalian dan resiko
indeks yang terestimasi.
Dinamakan demikian karena analisis jenis ini diperoleh dari ilmu
matematika perjudian di kasino, merupakan salah satu versi dari analisis
sknario, yang mana suatu proyek dianalisis menggunakan jumlah
skenario, atau “putaran” (“runs”) yang sangat banyak. Dalam stiap
putaran, komputer akan memilih satu nilai secara acak untuk masing-
masing variabel – unit yang terjual, harga jual, biaya variabel per unit,
dan seterusnya. Nilai-nilai tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung NPV proyek, dan NPV yang diperoleh kemudian disimpan
dalam memori computer. Selanjutnya, kumpulan nilai input yang kedua
pun dihitung, proses ini akan diulang mungkin sebanyak 1.000 kali,
sehingga menghasilkan 1.000 nilai NPV. Nilai mean dan standar deviasi
dari kumpulan NPV kemudian dihitung. Nilai mean atau nilai rata-rata,
digunakan sebagai ukuran profitabilitas yang diharapkan dari suatu
proyek, dan standar deviasi (atau mungkin koefisien variasi) NPV
digunakan sebagi ukuran risiko proyek.

9
Simulasi Monte Carlo dinilai lebih rumit dibandingkan dengan analisis
sknario, tetapi adanya paket peranti lunak simulasi membuat proses ini
masih dapat dilaksanakan. Paket tersebut dapat digunakan sebagai
tambahan bagi program spreadsheet.

4. Analisis Mean – Standard Deviation


Pendekatan ini hampir menyerupai simulasi Monte Carlo, yaitu membentuk
suatu distribusi probabilita untuk NPV, kemudian menghitung probabilita untuk NPV
tertentu (misalnya, probabilita bahwa NPV proyek 0, probabilita bahwa NPV proyek
10.000, dsb).
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa arus kas bersifat independen dari
waktu
ke waktu, atau arus kas periode 1 tidak berhubungan dengan arus kas periode 2, dan
seterusnya. Rata-rata (Mean atau u) dari distribusi probabilita NPV adalah:
n
CFt
μNPV = ∑
(1 + KR f )t
t=0
dimana:
μNPV = rata-rata distribusi probabilita NPV,
CFt = arus kas yang diharapkan periode t,
KR f = suku bunga bebas risiko,
n = usia proyek.
CFt dapat dicari dengan rumus nilai harapan (expected value) sebagai berikut:
n

CFt = ∑ Pi . CFt,i
t=0

dimana;

Pi = probabilitas kondisi 1 akan terjadi (pada periode 1).

CFt,i = arus kas periode t jika kondisi 1 terjadi.

Sedangkan deviasi standar distribusi probabilitas NPV adalah:

10
Dimana:

σNPV = deviasi standar distribusi probabilitas NPV

σt2 = varians arus kas periode t

KR f = suku bunga bebas risiko

n = usia proyek

σt2 atau varians arus kas periode t adalah ukuran variabilitas arus kas – arus
kas pada periode t dari nilai harapan (rata-rata) arus kas periode tersebut.

Dimana:

CFt,i = arus kas periode t untuk kondisi 1,

CFt = nilai harapan arus kas periode t,

Pi = probabilitas kondisi 1 terjadi.

Contoh:
Suatu proyek membutuhkan investasi awal Rp 10,000,000. Diperkirakan usia
proyek
adalah 3 tahun dan kondisi perekonomian selama 3 tahun tersebut adalah sama. Suku
bunga bebas risiko (KR,) = 8%.
Manajemen telah membuat perkiraan tentang arus kas selama 3 tahun sebagal berikut:

11
Nilai harapan masing-masing periode:

Periode 1 = CFt = ∑ PI . CF1,i

= (0,1) (3) + (0,25) (4) + (0,3) (5) + (o,25) (6) + (0,1) (7)
= Rp.5.000.000

Periode 2 = CFt = ∑ PI . CF2,i

= (0,1) (2) + (0,25) (3) + (0,3) (4) + (o,25) (5) + (0,1) (6)
= Rp.4.000.000

Periode 3 = CFt = ∑ PI . CF3,i

= (0,1) (2) + (0,25) (3) + (0,3) (4) + (o,25) (5) + (0,1) (6)
= Rp.4.000.000
Rp5.000.000 Rp4.000.000 Rp4.000.000
Maka μNPV = -Rp10.000.000 + + +
(1,08)1 (1,08)2 (1,08)3

= Rp1.234.000
Deviasi standar arus kas masing-masing periode adalah:

σ1 = [0,1 (3 − 5)2 + 0,25 (4 − 5)2 + 0,3 (5 − 5)2 + 0,25 (6 − 5)3 + 0,1


1
(7 − 5)2 ]2
σ2 = [0,1 (2 − 5)2 + 0,25 (3 − 5)2 + 0,3 (4 − 5)2 + 0,25 (5 − 5)3 + 0,1
1
(6 − 5)2 ]2
= Rp 1.140.000.
σ3 = adalah sama dengan o, karena probabilita dan arus kas pada periode 2 dan 3
adalah sama.
Distribusi standar distribusi probabilita NPV adalah:
Rp1.140.000 Rp1.140.000 Rp1.140.000
σNPV = + +
(1,08)2 (1,08)4 (1,08)6

= Rp1.700.000

Distribusi profabilitas NPV proyek adalah:

12
Kemudian manajemen dapat menentukan, misalnya:
a). Profabilitas NPV proyek < 0

X− μ 0− Rp1.234.000
Z = = = -0,726 = -0,73
𝜖 Rp1.700.000

Dari tabel distribusi Z diketahui nilai 0,73 memberkan luas: 23,57%b, maka
luas daerah yang diarsir adalah 50% -23,57% - 26,43% Probabilta NPv proyek < 0
adalah 26,43%. Semakin besar probabilita NPv proyek - o, semakin besar risiko
proyek.

b. Probabilita NPV proyek > Rp 1.000,000.

13
X− μ Rp1.000.000− Rp1.234.000
Z = = = -0,137 = -0,14 = 44.43%
𝜖 Rp1.700.000

Probabilitas NPV proyek > Rp 1.000.000.- adalah 100%- 44,43% = 55.57%.

C. Menghitung Risiko dalam Penganggaran Modal


1. Metode Certainty Equivalent (CE)
Konsep Certainty Equivalent adalah merubah sesuatu tidak pasti menjadi
sesuatu yang pasti. Pada umumnya, semakin tinggi risiko, semakin kecil
Certainty Equivalentnya. Konsep CE dapat diterapkan dalam keputusan
penganggaran modal dengan cara :
a. Perkiraan CE dari arus kas pada setiap tahun berdasarkan pada arus kas
yang diharapkan (expected cash flow) pada tahun tersebut dan risikonya.
b. Gunakan tingkat bunga bebas risiko (KRt) untuk menghitung NPV
proyek, sehingga rumus NPV menjadi :
𝑛
𝐶𝐸𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝐾𝑅𝑡 )𝑡
𝑡=0
Dimana :
CEt = Certainty Equivalent arus kas pada tahun t,
KRt = tingkat bunga bebas resiko,
n = usia proyek
t = waktu/tahun

contoh :

14
Arus kas masuk suatu proyek sifatnya tidak pasti. CE adalah 70% dari arus
kas.
Proyek X : Analisis Certainty Equivalent

tahun Arus Kas Bersih yang Tingkat Risiko Certainty


Diharapkan Equivalent
0 Rp (20.000.000,00) 0 (pasti) Rp (20.000.000,00)
1 Rp 10.000.000,00 Rata-rata Rp 7.000.000,00
2 Rp 10.000.000,00 Rata-rata Rp 7.000.000,00
3 Rp 10.000.000,00 Rata-rata Rp 7.000.000,00
4 Rp 10.000.000,00 Rata-rata Rp 7.000.000,00
5 Rp 5.000.000,00 Rata-rata Rp 3.500.000,00

Jika diketahui KRt = 10%, maka:


𝑅𝑝 7.000.000 𝑅𝑝 7.000.000 𝑅𝑝 7.000.000
NPV = -Rp 20.000.000 + + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
𝑅𝑝 7.000.000 𝑅𝑝 7.000.000
+
(1,10)4 (1,10)5
= Rp 4.360.000,-

Metode CE ini sangat sederhana dan mudah dimengerti. Metode ini


memasukkan unsur risiko pada arus kas proyek (pembilang), tidak pada
tingkat diskonto (pennyebut). Kelebihan CE adalah kita dapat
mempertimbangkan risiko yang tidak sama pada setiap tahun. Misalnya,
pada tahun ke 5 jika dipandang risiko diatas rata-rata, maka CE arus kas
tahun ke 5 pada soal sebelumnya dapat dikalikan dengan,katakanlah, 50%
(lebih kecil dari 70%), dsb.
Kelemahanya adalah faktor subyektif dalam menentukan CE sangat
tinggi, setiap orang punya pandangan dan keengganan terhadap risiko yang
berbeda.
Pada umumnya, memperkirakan sesuatu yang akan terjadi tahun
dengan lebih mudah daripada memperkirakan sesuatu pada 10 tahun
mendatang oleh karena itu, perkiraan arus kas untuk dimensi waktu yang
jauh semakin beresiko (Probabilita tidak tepat semakin besar). Fenomena ini
dipertimbangkan dalam metode CE dengan cara membuat CE arus kas dari
waktu ke waktu semakin kecil.

2. Metode Risk – Adjusted Discount Rate (RADR)


Metode Risk Adjusted Discount Rate (RADR) memasukan unsur risiko ke
dalam discount rate (penyebut),

15
Menurut metode ini dalam menghitung NPV suatu proyek, kita tetap
menggunakan arus kas yang diharapkan (bukan Certainty Equivalent nya
sepertipada metode CE). Arus kas yang diharapkan ini lalu didiskontokan
dengan discount rate yang sudah disesuaikan dengan risiko proyek.

Rumus untuk Risk Adjusted Discount Rate adalah:

RADR = WACC + Premi Risiko


Dimana:
WACC = Rata-rata tertimbang biaya modal,
Premi risiko = Kompensasi untuk risiko
Jika risiko = rata-rata, premi risiko = 0
Jika risiko diatas rata-rata, premi risiko = + (positif)
Jika risiko dibawah rata-rata, premi risiko = - (negatif)
Contoh:
Arus kas proyek x adalah:

Tahun Arus Kas Bersih

0 (Rp2.000.000)

1 Rp1.000.000

2 Rp1.000.000

3 Rp1.000.000

4 Rp1.000.000

Biaya modal perusahaan secara keseluruhan (WACC) = 15%.


Perusahaan telah menentukan jika proyek yang dianalisis memiliki risiko
yang relatif sama dengan proyek-proyek lain perusahaan (pada umumnya)
atau dikatakan memiliki risiko sama dengan rata-rata, biaya modal proyek
adalah sama dengan WACC. Jika risiko proyek diatas rata-rata, premi risiko
sebesar 5%, dan jika risiko proyek dibawah rata-rata, premi risiko = -5%.

NPV jika proyek x memiliki risiko diatas rata-rata:


𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000
NPV = -Rp2.000.000 + + + +
(1,20)1 (1,20)2 (1,20)3 (1,20)4
Dimana k = 15% + 5% = 20%
NPV jika proyek x memiliki risiko dibawah rata-rata:

16
𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000
NPV = -Rp2.000.000 + + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3 (1,10)4
Dimana k = 15% - 5% = 10%
NPV jika proyek x memiliki risiko rata-rata:
𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000 𝑅𝑝1.000.000
NPV = -Rp2.000.000 + + + +
(1,15)1 (1,15)2 (1,15)3 (1,15)4
Dimana k = 15%

D. Perbandingan Antara Metode CE dan Metode RADR


RADR lebih sering digunakan karena lebih mudah diperkirakan berdasaarkan
pada data yang ada pada pasar dari pada menentukan arus kas CE.
Metoda CE dan metoda RADR akan memberikan hasil yang sama jika :

CEt ( 1+KRt )t
=
CF (1+K)t

Keterangan :
PV arus kas pada tahun ke t menggunakan metoda CE :
CEt
PV1 =
( 1+KRƒ )t

PV arus kas pada tahun ke t menggunakan metoda RADR


CFt
PV1 =
( 1+K)t

Untuk menghasilkan NPV yang sama, PV1 harus sama :


CEt CFt
=
( 1+KRƒ )t ( 1+K)t

17
CEt ( 1+KRt )t
CF 𝑡 = (1+K)t

Contoh :

Tahun Arus Kas


0 (Rp10.000.000)
1 Rp10.000.000
2 Rp10.000.000
3 Rp10.000.000
KR ƒ = 5%

K = 10%
Certainly
Tahun ( 1 + KR ƒ )t (1 + K)t CEt /CFt
Equivalent
0 (1,05)0 = 1 (1,1)0 = 1 1/1 = 1 = (10.000.000)
1 (1,05)1 =1,05 (1,1)1 = 1,1 1,05/1,1 = 0,9545 (9.545.000)
2 (1,05)2 = 1,1025 (1,1)2 = 1,21 1,1025/1,21 = 0,9111 (9.111.000)
3 (1,05)3 = 1,1576 1,331 1,1576/1,331 = 0,8697 (8.697.000)

CEt ( 1+KRt )t
CF 𝑡 = (1+K)t

CEt
Certainty Equivalent = x arus kas tahun t
CF𝑡
NPV dengan metoda CE :
Rp 9.545.000 Rp 9.111.000 Rp 8.697.000
NPV = –Rp 10.000.000 + + +
(1,05)1 (1,05)2 (1,05)3

= Rp 14.867.000.-

18
BAB III
PEMBAHASAN
A. SOAL 1
PT “ELEKTRINDO NUSANTARA” sedang mempertimbangkan untuk
membangun pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar minyak solar atau
batu bara. Biaya modal perusahaan untuk proyek berisiko rendah adalah 10%,
untuk proyek berisiko tinggi adalah 15%. Manajemen yakin bahwa pembangkit
tenaga listrik dan minyak solar memiliki risiko rata-rata, tetapi pembangkit
tenaga listrik dengan batu bara memiliki risiko tinggi. Arus kas keluar untuk
membangun ke 2 pembangkit tenaga listrik adalah:

Tahun Minyak Solar Batu Bara

0 (100 jt) (400 jt)

1 (500 jt) (1 M)

2 (1,5 M) (1 M)

3 (1,5 M) (1 M)

19
4 (1,5 M) (1 M)

5 (1 M) (1 M)

6 (500 jt) (200 jt)

Penghasilan, biaya bahan bakar dan biaya operasi lain untuk ke 2 pembangkit
tenaga listrik adalah sama. Pembangkit tenaga listrik mana yang dipilih?
Jawaban:
Karena penghasilan, biaya bahan bakar solar dan operasi lain untuk ke 2
pembangkit tenaga listrik adalah sama, keputusan didasarkan pada biaya
investasi yang lebih kecil. Berdasarkan ini kita lebih baik memiliki pembangkit
listrik dengan bahan bakar batu bara. Untuk pembangkit listrik dengan BBM.

K = 12% (karena berisiko rata-rata)


500 500 500 500 500
PV investasi = 100 + (1,12)1 + (1,12)2 + (1,12)3 + (1,12)4 + (1,12)5

= Rp4.583.900.000.
Untuk pembangkit listri dengan Batu Bara.
K = 15% (karena berisiko tinggi)
500 500 500 500 500 500
PV investasi = 400 + (1,12)1 + (1,12)2 + (1,12)3 + (1,12)4 + (1,12)5 + (1,12)6

= Rp3.838.600.000.

B. SOAL 2
PT Garuda Nusantara sebuah perusahaan raket badminton dengan merek
“Garuda”, sedang mengembangkan suatu raket model baru dengan nama
“Rajawali”. Mula-mula perusahaan harus menginvestasikan Rp10.000.000 pada
t=0 untuk mendesain dan membuat prototip raket ini. Manajer yakin bahwa ada
probabilitas 50% raket itu berhasil dan proyek dapat dilanjutkan. Jika tahap
pertama gagal, proyek akan ditinggalkan tanpa nilai sisa.
Tahap berikutnya adalah membuata 1000 prototip raket dan mengujinya
dipasar. Ini membutuhkan biaya sebesar Rp200.000.000 pada t = 1. Jika tes
berhasil, perusahaan akan mulai produksi. Jika gagal, proyek tersebut berhenti
dan prototip masih dapat dijual seharga Rp100.000.000. Manajer memperkirakan
bahwa kemungkinan tes berhasil adalah 90%.
Pada tahap ketiga, pada t = 2, perusahaan harus mengeluarkan biaya
Rp1.000.000.000 untuk membeli mesin-mesin alat produksi untuk memproduksi

20
raket baru. Setahun kemudian, pada t = 3, nilai bersih penjulan raket Rajawali
adalah Rp4.000.000.000 jika keadaan ekonomi baik (profitabilitas 50%) dan
Rp2.000.000.000 jika keadaan ekonomi jelek (profitabilita 50% juga). Biaya
modal perusahaan 50%.
a. Asumsikan bahwa proyek ini memiliki risiko rata-rata, hitunng NPV proyek
ini.
b. Hitunglah deviasi standard dan koefisiensi variasi dari NPV proyek. Jika
rata-rata proyek perusahaan ini memiliki koefisien variasi sebesar 100% s/d
200%, apakah risiko berdiri sendiri untuk proyek Rajawali ini termasuk
tinggi?
Jawab:
𝑅𝑝200 𝑗𝑡 𝑅𝑝1 𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟 𝑅𝑝4 𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟
a. NPV = - Rp10.000.000 + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
= Rp1.987.000.000
𝑅𝑝200 𝑗𝑡 𝑅𝑝1 𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟 𝑅𝑝2 𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟
NPV = - Rp10.000.000 + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
= Rp484.000.000
𝑅𝑝200 𝑗𝑡 𝑅𝑝100 𝑗𝑡
NPV = - Rp10.000.000 + +
(1,10)1 (1,10)2
= Rp109.000.000
𝑅𝑝0
NPV = - Rp10.000.000 +
(1,10)1
= - Rp10.000.000
Jika risiko proyek adalah rata-rata, proyek ini seharusnya diterima karena
memiliki NPV yang positif.

b. 𝜎 2 NPV = ∑𝑛𝑖=1 [Pi(NPV𝑖 − Expected NPV)2 ]NN


= 0,225 (Rp1.987.000.000 – Rp1.092.000.000)2 + 0,225
(Rp484.000.000 – Rp1.092.000.000)2 + 0,05 (-Rp109.000.000 –
Rp1.092.000.000)2 + 0,5 (-Rp10.000.000 – Rp1.092.000.000)2
= Rp942.727.075
𝜎𝑁𝑃𝑉 = Rp970.940.000
S
𝑁𝑃𝑉 𝑅𝑝970.940.000
Koefisien Variasi NPV = Expected = = 0,889
NPV Rp1.092.000.000

Proyek ini bisa dikategorikan sebagai proyek dengan risiko di bawah rata-
rata karena koefisien variasinya hanya 88,9% (dibandingkan dengan
koefisien variasi proyek yang rata-ratanya 100% sampai 200%).

21
C. SOAL 3
Manajer PT. Procon Indah, Drs. Slamet Subagyo, MBA sedang
mempertimbankan suatu proyek. Ia membuat analisis tentang arus kas proyek
sbb:
Tahun Arus Kas Bersih
0 (Rp 300.000.000)
1 Rp 100.000.00
2 Rp 100.000.00
3 Rp 100.000.00
4 Rp 100.000.00
5 Rp 120.000.00
Biaya modal proyek ini adalah 20%. Tingat bunga bebas risiko adalah 10%.
a. Menurut Drs. Slamet Subagyo, MBA. Apakah proyrk ini akan diterima?
b. Direktur perusahaan ini, Bapak Purnomo Adi tidaklah seoptimis manajernya.
Menghitung NPV proyek ini dengan menerapkan konsep Certainly Equivalent
(CE). Ia menggunakan nilai persentase CE sebesar 90% setiap tahun. Apakah
proyek ini akan diterima? Bagaimana jika persentase CE semakin menurun?
c. Berapakah persentase CE setiap tahun agar perhitungan NPV direktur
perusahaan sama dengan hasil pada (a)?
Jawaban:
𝑅𝑝 200𝑗𝑡 𝑅𝑝 100𝑗𝑡 𝑅𝑝 100𝑗𝑡 𝑅𝑝 100𝑗𝑡 𝑅𝑝 120𝑗𝑡
a. NPV = -Rp 300jt. + + + +
(1,20)1 (1,20)2 (1,20)3 (1,20)4 (1,20)5
= Rp 7.100.000.
Proyek sebaiknya diterima.

b.
Tahun Arus Kas Bersih Certainly
Equivalent
0 (Rp 300.000.000) (300.000.000)
1 Rp 100.000.000 90.000.000
2 Rp 100.000.000 90.000.000
3 Rp 100.000.000 90.000.000
4 Rp 100.000.000 90.000.000
5 Rp 120.000.000 108.000.000

22
𝑛
𝐶𝐸𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝐾𝑅𝑡 )𝑡
𝑡=0

𝑅𝑝 90𝑗𝑡 𝑅𝑝 90𝑗𝑡 𝑅𝑝 90𝑗𝑡 𝑅𝑝 90𝑗𝑡 𝑅𝑝 120𝑗𝑡


NPV = - Rp 300jt. + + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3 (1,10)4 (1,10)5

Rp 52.300.000
Proyek sebaiknya diterima.

Jika persentasi CE menurun, misalnya dengan rumus: 𝑎𝑡 = (𝑎1 )𝑡

Maka:
CE untuk t = 1 adalah (0,9)1 x Rp 100.000.000 = Rp 90.000.000
CE untuk t = 2 adalah (0,9)2 x Rp 100.000.000 = Rp 81.000.000
CE untuk t = 3 adalah (0,9)3 x Rp 100.000.000 = Rp 72.900.000
CE untuk t = 4 adalah (0,9)4 x Rp 100.000.000 = Rp 65.600.000
CE untuk t = 5 adalah (0,9)5 x Rp 120.000.000 = Rp 59.000.000

𝑅𝑝 90𝑗𝑡 𝑅𝑝 81𝑗𝑡 𝑅𝑝 72,9 𝑗𝑡 𝑅𝑝 65,6𝑗𝑡 𝑅𝑝 59𝑗𝑡


NPV = -Rp 300jt. + + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3 (1,10)4 (1,10)5

= Rp 15.000.000.
Proyek ini sebaiknya ditolak. Konsep ini digunakan jika direktur
memandang bahwa aliran kas yang diharapkan (expcted cash flow) 5 tahun
mendatang lebih berisiko dari aliran kas yang diharapkan (expcted cash flow)
setahun mendatang.

c. Agar perhitungan direktur sama dengan manajernya, persentai CE harus


dihitung dengan rumus:
CEt ( 1+KRt )t
=
CFt (1+K)t

CEt
dimana = persentasi CE
CFt
KR t = 10%
K = 20%

23
(1+0,10)1
Persentase CE untuk t = 1 adalah = 0,92
(1+0,202
(1+0,10)2
Persentase CE untuk t = 2 adalah = 0,84
(1+0,202
(1+0,10)3
Persentase CE untuk t = 3 adalah = 0,77
(1+0,203
(1+0,10)4
Persentase CE untuk t = 4 adalah = 0,71
(1+0,204
(1+0,10)5
Persentase CE untuk t = 5 adalah = 0,65
(1+0,205

Tahun Arus Kas Bersih Certainly


Equivalent
0 (Rp 300.000.000) (300.000.000)
1 Rp 100.000.000 92.000.000
2 Rp 100.000.000 84.000.000
3 Rp 100.000.000 77.000.000
4 Rp 100.000.000 71.000.000
5 Rp 120.000.000 78.000.000

𝑅𝑝 92𝑗𝑡 𝑅𝑝 84𝑗𝑡 𝑅𝑝 77 𝑗𝑡 𝑅𝑝 72𝑗𝑡 𝑅𝑝 78𝑗𝑡


NPV = -Rp 300jt. + + + +
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3 (1,10)4 (1,10)5

= Rp 7.800.000

Perbedaan sebesar 700.000 disebabkan oleh pembulatan.

24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis Risiko dalam Penganggaran Modal merupakan salah satu cara untuk
membuat rancangan penganggaran suatu modal perusahaan. Dan didalam analisis
ini, terdapat beberapa komponen yang dipergunakan dalam menganalisis suatu
anggaran modal tersebut. Yaitu menggunakan risiko proyek, analisis sensitivitas,
analisis skenario, simulasi monte-carlo, dan analisis mean-standard deviation.
Dan di dalam penggunaan analisis tersebut juga memiliki beberapa kelebihan
dan keterbatasan bila menggunakan analisis tersebut. Namun terpisah dari hal itu,
dengan menggunakan berbagai analisis tersebut maka akan membantu beberapa
pekerjaan seorang manajer yang bergerak dalam bidangnya masing – masing.
Terlebih lagi pada seorang manajer yang sedang menjalankan suatu
penganggaran sebuah modal perusahaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Bringham, E. F., & Houston, J. F. 2010. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.


Jakarta: Salemba Empat.
Harjito, D.A dan Martono. 2014. Manajemen Keuangan. Edisi Kedua.
Yogyakarta: EKONOSIA. Kampus Fakultas Ekonomi Islam Indonesia.
Sjahrial, D. (2008). Manajemen Keuangan, Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana
Media.

26

Anda mungkin juga menyukai