Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN OPERASI

MRP

Feny Lestari (1320522044)

Aziza Amran (13205220

Putri Nuryati Qalbi (1320522043)

Bunga Martassa Putri (1320522057)

Magister Manajemen Angkatan XXVI

Universitas Andalas

2014
PENERAPAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
(MRP) DI PT. BOKORMAS MOJOKERTO

Agus Surianto
Konsentrasi Manajemen Operasioanl
(Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan perekonomian di Indonesia terus berkembang seiring dengan era globalisasi,
berbagai macam skala dan jenis industri telah menyokong perekonomian Indonesia dengan segala
dinamika yang terjadi. Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian indonesia
membuat persaingan semakin ketat di seluruh sektor industri dan masing-masing perusahaan dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Perusahaan dituntut untuk mengelola semua sumber daya yang
dimiliki perusahaan lebih baik guna meningkatkan produktivitas dan laba optimal serta menghadapi
segala tantangan dan hambatan dalam upaya menjalankan kegiatan usaha secara efisien. Sebagai
salah satu sektor industri yang menyokong perekonomian Indonesia, kontribusi industri rokok
terhadap pendapatan negara cukup besar. Sampai saat ini industri rokok masih menjadi tulang
punggung pendapatan negara. Pendapatan negara dari cukai tembakau nasional telah mencapai Rp 80
triliun dalam setahun dan di dalamnya sebesar Rp 60 triliun berasal dari cukai tembakau industri
rokok di Jawa Timurdengan populasi 550 perusahaan rokok pada tahun 2012. Namun jumlah pabrik
rokok di Jawa Timur menurun dari jumlah sebelumnya yaitu sebesar 1.100 perusahaan pada tahun
2010. Sebagian besar perusahaan rokok yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan menengah
dan kecil karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar. (jaringnews.com)

Dikutip dari berbagai media berita elektronik, sebelumnya pemerintah telah menekan batasan
jumlah produksi rokok golongan II dan III, serta menyederhanakan jumlah golongan produksi
menjadi 15 golongan. Industri rokok skala kecil dan menengah adalah industri rokok golongan II
yang memproduksi 500 juta hingga 2 miliar batang rokok per tahun dan golongan III yang
memproduksi hingga maksimal 400 juta batang rokok per tahun. Penggolongan tersebut berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan urnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 (PMK)
No.167/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2012. Kebijakan
tersebut dinilai tidak banyak memberikan ruang kepada pabrikan rokok golongan kecil untuk dapat
mengembangkan usaha disamping kenaikan tarif cukai rokok yang terus terjadi setiap tahun. Sesuai
rilis yang disampaikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Kudus beberapa
waktu lalu, perubahan tariff cukai untuk tahun 2013 berdasarkan PMK No.179/PMK.011/2012
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau naik antara Rp 5 sampai dengan Rp 20 per batang atau
dinaikkan ratarata 8,5%. Berimbas dari peraturan pemerintah tersebut, perusahaan rokok menengah
dan kecil mengalami kesulitan berkembang dan terancam bangkrut di tengah ketidakstabilan harga
bahan baku yang cenderung mengalami kenaikan, perusahaan tidak bisa melakukan produksi dengan
leluasa karena peraturan pemerintah membatasi prosuksi rokok. Perusahaan terpaksa menutup
usahanya dan memberhentikan karyawan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya
tingkat pengangguran. (finance.detik.com; www.suaramerdeka.com; dan www.tempo.co)

Dihadapkan dengan situasi di atas, perusahaan rokok berskala kecil dan menengah
mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan operasioanal khususnya di bidang produksi. Dalam
menjalankan kegiatan produksi perusahaan tidak bisa lepas dari ketersediaan bahan baku guna
menunjang kelancaran proses produksi. Perusahaan dengan tingkat persediaan bahan baku yang
tinggi atau berlebihan menyebabkan pemborosan biaya persediaan karena biaya yang harus
dikeluarkan perusahaan semakin besar atau berbanding lurus dengan jumlah persediaan bahan baku
yang disimpan, selain itu juga dapat mengganggu keuangan perusahaan karena modal yang tertanam
di dalam persediaan bahan baku tersebut. Di sisi lain tingkat biaya persediaan akan lebih rendah
dikeluarkan perusahaan jika tingkat persediaan bahan baku rendah atau tidak mempunyai persediaan,
namun keputusan tersebut sangat beresiko dan dapat mengganggu kelancaran proses proses produksi
karena ketidakstabilan kondisi pasar, baik menyangkut harga bahan baku maupun ketersediaan bahan
baku itu sendiri. Saat ini saja harga cengkeh terus naik dan harga tembakau sangat tidak stabil.
Kekurangan bahan baku dapat menyebabkan tersendatnya proses produksi sehingga permintaan tidak
bisa tercapai, tidak terpenuhinya pesanan pelanggan dapat mengurangi tingkat kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan apabila terjadi penundaan atau bahkan pembatalan pemesanan
pelanggan, akibat lebih lanjut perusahaan akan mengalami kerugian karena perolehan keuntungan
yang tidak maksimal. Keadaan ini mengisyaratkan perusahaan untuk mempunyai suatu metode
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 perencanaan dan pengendalian persediaan
bahan baku yang mampu menjadualkan produksi tepat waktu dan memperkirakan persediaan bahan
baku secara akurat.

PT. Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi rokok filter, PT.
Bokormas Mojokerto merupakan perusahaan rokok golongan II yang berskala menengah, produksi
rokok PT. Bokormas Mojokerto mencapai sekitar 287 ribu Ball atau sejumlah 986 juta rokok filter
dalam setahun. PT. Bokormas memproduksi tiga jenis rokok yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM),
Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Klobot. Dalam menjalankan kegiatan produksi perusahaan sangat
bergantungan pada persediaan bahan baku yang membutuhkan perencanaan dan pengendalian bahan
baku yang akurat untuk memenuhi kebutuhan produksi dan permintaan konsumen. Sebagai pelaku
bisnis dalam industri rokok, PT. Bokormas juga tidak terlepas dari fakta yang berkembang dalam
industri rokok nasional sebagai imbas dari peraturan pemerintah yang membatasi produksi rokok dan
naiknya cukai tembakau, perusahaan mengalami berbagai persoalan serupa seperti yang dialami oleh
sebagian besar perusahaan rokok berskala kecil dan menengah. Kendala yang dialami perusahaan
yaitu beberapa kali perusahaan melakukan pembatalan pemesanan karena keterbatasan produksi
sehingga perusahaan kesulitan mengembangkan usaha dan perusahaan tidak bisa memperoleh laba
secara optimal.

Proses produksi kerap tersendat karena kekurangan persediaan bahan baku, hal tersebut bisa
terjadi karena perusahaan kesulitan dalam pengadaan bahan baku selain imbas dari tidak stabilnya
harga bahan baku dan harganya cenderung naik juga akibat dari berlakuknya peraturan pemerintah
yang membatasi produksi sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak optimal. Sebagai
langkah penyelesaian perushaan melakukan penjadualan ulang, namun pada akhirnya perusahaan
justru kelebihan produksi yang dan timbul biaya pemborosan dan proses produksi menjadi tidak
efisien. Pada tahun 2012, perusahaan kekurangan produksi sebesar 21,85 Ball pada bulan Juni dan
21,70 Ball pada bulan Juli dan Agustus, namun justru pada bulan Oktober perusahaan memiliki
kelebihan produksi sebesar 370,10 Ball dan 371,58 Ball pada bulan November sehingga perusahaan
mengalami pemborosan. Persediaan bahan baku berperan sangat besar dalam situasi tersebut karena
akan memperngaruhi kelancaran proses produksi. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk
melakukan perencanaan dan pengendalian bahan baku dengan baik adalah dengan menggunakan
sistem Material Requirement Planning (MRP). Sistem MRP merupakan suatu sistem perencanaan
dan penjadwalan kebutuhan bahan baku untuk produksi, MRP dapat mengatasi masalahJurnal Ilmiah
Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 masalah kompleks yang timbul dalam persediaan, MRP
lebih kompleks penggunaannya namun dapat memberikan beberapa keuntungan seperti tingkat
persediaan yang lebih rendah, ketepatan jadwal produksi dan secara langsung berdampak pada
financial perusahaan karena MRP menghasilkan tingkat biaya yang lebih rendah. Penerapan MRP
harus didukung oleh sumber daya yang sangat memadai meliputi struktur produk yang jelas dan
kesiapan fasilitas produksi. MRP sangat tepat diterapkan dalam situasi dimana dukungan mesin
produksi yang optiimal. Berkaitan dengan kegiatan produksi dan produk yang dihasilkan PT.
Bokormas, dalam kasus ini MRP lebih tepat diterapkan untuk jenis rokok Sigaret Kretek Mesin
(SKM) karena penggunaan mesin yang optimal dalam melakukan produksi rokok, penggunaan mesin
yang optimal dapat menjamin ketepatan produksi baik dalam segi waktu maupun jumlah sesuai
dengan tujuan MRP.

Tujuan dari MRP adalah untuk mengendalikan tingkat persediaan, menentukan prioritas
operasi pada masing-masing item dan merencanakan kapasitas sistem produksi. Secara detail tingkat
persediaan mencakup pemesanan item dengan jumlah dan waktu yang tepat. Sedangkan prioritas
operasi mencakup pemesanan dengan tanggal jatuh tempo yang tepat. Kapasitas sistem mencakup
perencanaan beban kerja baik untuk pekerja maupun mesin, perencanaan beban yang tepat dan
perencanaan waktu yang memadai untuk memprediksi beban yang akan datang. Hal ini
memungkinkan suatu perusahaan dapat memelihara tingkat persediaan minimum untuk bahan baku
namun tetap dapat menjamin terpenuhinya jadual produksi untuk pembuatan produk. Prioritas MRP
yang menjadi tujuan utama adalah memperoleh bahan baku yang tepat di tempat yang tepat dan pada
waktu yang tepat dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan. Filosofi dasar MRP adalah
mempercepat material bila jadwal produksi secara keseluruhan dibatasi oleh waktu, dan
memperlambat bila kebutuhan material tersebut belum dibutuhkan. Hal ini disebabkan bila
perusahaan terlalu banyak menimbun persediaan maka ini berarti banyak modal yang terikat,
membutuhkan ruang penyimpan, memperlambat proses bila terjadi perubahan desain, dan mencegah
pembatalan pemesanan dari pemasok maupun oleh pelanggan. Dari uraian yang dipaparkan di atas,
serta pertimbangan bahan baku sebagai salah satu input dalam proses produksi. Maka, peneliti
mengambil judul skripsi Penerapan Metode Material Requirement Planning (MRP) di PT.
Bokormas Mojokerto

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan pokok
permasalahannya adalah: Bagaimana merencanakan dan mengendalikan kebutuhan bahan baku
untuk rokok PT. Bokormas Mojokerto dengan menerapkan metode Material Requirement Planning
(MRP) agar biaya persediaan yang dikeluarkan menjadi lebihefisien.

2. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Sebelum sampai pada pengertian perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku,
maka di bawah ini dijelaskan tentang pengertian persediaan bahan baku. Schroeder (2000:304)
menjelaskan bahwa:
An inventory is a stock of material used to facilitate production or to satisfy
customer demands. Inventories typically include raw material, work in process,
and finished goods.

Suatu persediaan adalah penyimpanan bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi
kegiatan produksi atau memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan secara khusus meliputi bahan
baku, barang setengah jadi, dan barang jadi. Krajewski dan Ritzman (1999:547-548) menyebutkan
empat tipe persediaan yaitu:

1) Cycle inventory, the portion of total inventory that varies directly with lot size is called cycle
inventory. Determining how fequently to order, and in what quantity, is called lot sizing. Two
principles apply,
a. The lot size, Q, varies directly with the elapsed time (or cycle) between orders. If a lot is
ordered every five weeks, the average lot size must equal five weeks demand.
b. The longer the time between orders for a given item, the greater the cycle inventory must
be.
"Persediaan siklus, porsi total persediaan yang bervariasi secara langsung terhadap ukuran lot
disebut persediaan siklus. Menentukan berapa sering melakukan pemesanan, dan berapa jumlah yang
dipesan, disebut lot sizing. Dua prinsip yang berlaku,
a. Ukuran lot, Q, bervariasi secara langsung terhadap waktu yang telah berlalu (atau siklus) di
antara pesanan. Jika dipesan setiap lima minggu, rata-rata ukuran lot harus sama dengan
permintaan selama lima minggu.
b. Semakin lama waktu antara pesanan untuk barang yang diberikan, semakin besar
persediaan siklus menjadi suatu keharusan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20
Juli 2013

2) Safety stock inventory. To avoid customer service problems and the hidden costs of
unavailable components, companies hold safety stock. Safety stock inventory protects againts
uncertainties in demand, leadtime, and supply.

Persediaan pengaman. Untuk menghindari masalah layanan pelanggan dan biaya yang tidak
terlihat dari ketidaktersediaan komponen, perusahaan mempunyai persediaan pengaman. Persediaan
pengaman juga melindungi ketidakpastian dalam permintaan, lead time, dan pasokan.

3) Anticipation inventory. Inventory used to absorb uneven rates of demand or supply,


which businesses often face, is preferred to as anticipation inventory. Smoothing output rates
with inventory can increase productivity because varying output rates and work-force size
can be costly. Anticipation inventory also can help when supply, rather than demand, is
uneven.

Persediaan antisipasi. Persediaan digunakan untuk menyerap tingkat permintaan atau


penawaran yang tidak seimbang, yang sering dihadapi perusahaaan, disebut sebagai persediaan
antisipasi. Memperlancar tingkat output terhadap persediaan dapat meningkatkan produktivitas
karena untuk berbagai tingkat output dan ukuran tenaga kerja memiliki biaya yang mahal. Persediaan
antisipasi juga dapat membantu ketika pasokan tidak seimbang dibangdingkan penawaran.

4) Pipeline inventory, inventory moving from point to point in the materials flow system is
called pipeline inventory. Material move from suppliers to plant, from one operation to next in
the plant, from the plant to a distribution center or customer and from the distribution center
to a retailer. Pipeline inventory consists of orders that have been placed but not yet received.

Persediaan jalur pipa, persediaan bergerak dari titik ke titik dalam sistem aliran bahan baku
yang disebut persediaan jalur pipa. Bahan baku bergerak dari pemasok ke pabrik, dari satu operasi ke
operasi selanjutnya di dalam pabrik, dari pabrik ke pusat distribusi atau pelanggan dan dari pusat
distribusi ke pengecer. Persediaan jalur pipa terdiri dari pesanan-pesanan yang sudah ditempatkan
tetapi belum diterima."

Perencanaan adalah bagian dari fungsi manajemen yang meliputi: defining what needs to
be done, how it will be done, and who is to do it (Robbins dan Coulter, 2007:39). Dalam Bahasa
Indonesia diartikan bahwa perencanaan merupakan kegiatan mendefinisikan apa yang dibutuhkan
untuk dilakukan, bagaimana bisa dilakukan, dan siapa yang melaksanakannya. Sedangkan arti
pengendalian itu sendiri, Rue dan Byars (2005:125) mendefinisikan bahwa:

Control is the process of deciding what objectives to pursue during a future time
periode and what to do to achieve those objectives.

Pengendalian adalah proses memutuskan apa yang menjadi sasaran dimasa mendatang dan apa
yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut. Mengacu pada arti perencanaan, pengendalian dan
bahan baku itu sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perencanaan dan pengendalian
bahan baku memiliki arti memperkirakan jumlah, waktu dan jenis bahan baku yang diperlukan untuk
proses produksi sesuai dengan kebutuhan produksi dalam setiap lini produksi yang secara otomatis
mencerminkan posisi persediaan tersebut dalam lini produksi, serta kegiatan pengelolahan untuk
memastikan bahwa tujuan dari perencanaan tersebut tercapai yaitu bahan baku yang dibutuhkan
sesuai dengan jumlah kebutuhan dan jenis yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat, selain itu juga
berkaitan dengan pembuatan kebijakan apabila terjadi kejadian tak terduga dalam proses produksi
sehingga dapat ditentukan langkahlangkah antisipasi terhadap kejadian tak terduga tersebut, misalnya
penJadwalan ulang atau pengalihan jam kerja serta kemungkinan penambahan pemesanan bahan
baku.

B. Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku

Untuk menentukan pengendalian persediaan bahan baku yang efektif maka diperlukan suatu
perencanaan yang efektif pula dengan tujuan sebagai berikut:
1) Agar jumlah persediaan bahan yang disediakan tidak terlalu sedikit juga terlalu banyak,
artinya dalam jumlah yang cukup efisien dan efektif.
2) Operasi perusahaan khususnya proses produksi dapat berjalan secara efisien dan efektif.
3) Implikasi penyediaan bahan baku yang efisien adalah kelancaran proses produksi, berarti
harus disediakan investasi sejumlah modal dalam jumlah yang memadai.

Untuk mengelolah tingkat persediaan dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat maka
diperlukan pengendalian persediaan bahan yang efektif dan efisien, untuk tercapainya pengendalian
yang efekti dan efisien maka perlu diperhatikan persyaratanpersyaratan sebagai berikut (Assauri,
2004:176):
1) Terdapat gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan atau barang
yang tetap dan identifikasi bahan atau barang tertentu.
2) Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya terutama penjaga
gudang.
3) Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan atau barang.
4) Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan atau barang.
5) Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukan jumlah yang dipesan yang dibagikan atau
dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.
6) Pemeriksaan fisik bahan atau barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
7) Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan.
8) Perlakuan khusus (jual kembali, retur, daur ulang, dan pemusnahan) terhadap barang-barang
yang telah lama dalam gudang dan barangbarang yang sudah usang dan ketinggalan zaman
9) Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin

Dalam suatu kegiatan pengendalian persediaan bahan baku yang dijalankan oleh suatu
perusahaan memiliki sasaran-sasaran yang harus diperhatikan atau yang menjadi obyek pengendalian
itu sendiri. Pengendalian persediaan bahan baku secara umum untuk memelihara keseimbangan
antara biaya dan target produksi, atau dengan kata lain perusahaan dapat melakukan penghematan.
Secara khusus pengendalian persediaan bahan baku memiliki tujuan sebagai berikut (Assauri,
2004:177):
1) Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan
terhentinya kegiatan produksi.
2) Menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu
besar atau berlebih-lebihan.
3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihinari karena ini akan
berakibat biaya pemesanan terlalu besar.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk
memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada
waktu yang dibutuhkan dengan biaya minimum untuk keuntungan optimum yang menjadi tujuan
perusahaaan, keuntungan tidak hanya berupa laba secara finansial tetapi juga kepuasan pelanggan.

C. Arti Penting Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Sebelum perusahaan mulai melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku,
sangat penting bagi perusahaan untuk memahami arti penting dari persediaan bahan baku itu sendiri,
persediaan bahan baku berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan
suatu barang dan menyampaikannya kepada konsumen. Dengan adanya persediaan memungkinkan
terlaksanakannya operasi produksi, karena faktor waktu antara operasi itu dapat diminimalkan atau
dihilangkan sama sekali. (Rangkuti, 2004:4) Krajewski dan Ritzman (1999:545-546) juga
menambahkan pentingnya persediaan, Krajewski dan Ritzman menyebutkannya dalam beberapa poin
sebagai berikut:
1) Customer service. Creating inventory can speed delivery and inprove on time delivery.
Inventory reduces the potential for stockout and backorder, which are key concern of
wholesalers. A stockout occurs when an item that is typically stocked isnt available to satisfy
a demand the moment it occurs, resulting in loss of the sale. A backorder is a customer order
that cant be filled when promised or demanded but is filled later.

Layanan pelanggan, mengadakan persediaan dapat mempercepat pengiriman dan


meningkatkan ketepatan waktu pengiriman. Persediaan mengurangi potensi stockout dan backorder,
yang merupakan perhatian utama dari pedagang besar. Stockout terjadi ketika item yang biasanya
tersimpan tidak tersedia untuk memenuhi permintaan saat itu, mengakibatkan hilangnya penjualan.
Backorder adalah pesanan pelanggan yang tidak bisa dipenuhi ketika sudah dijanjikan atau diminta
tetapi dipenuhi kemudian.

2) Labor and equipment utilization. By creating more inventory, management can increase
work-force productivity and facility utilization in three ways. Firts, placing larger, less
frequent production orders reduces the number of unproductive setups, which add no
value to a product or service. Second, holding inventory reduce the chance of costly
rescheduling of production orders because the components needed to make the product
arent in inventory. Third, building inventories improves resource utilization by stabilizing
the output rate for industries when demand is cyclical or seasonal.

Pemanfaatan tenaga kerja dan peralatan. Dengan membuat lebih banyak persediaan, manajemen
dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan pemanfaatan fasilitas dalam tiga cara. Pertama,
penempatan lebih besar, sedikit tingkat pesanan produksi mengurangi jumlah penyetelan yang tidak
produktif, yang tidak menambah nilai suatu produk atau jasa. Kedua, memiliki persediaan
mengurangi kemungkinan penJadwalan ulang yang mahal dari pesanan produksi karena komponen
yang dibutuhkan untuk membuat produk yang tidak ada dalam persediaan. Ketiga, persediaan
bangunan meningkatkan pemanfaatan sumber daya dengan menstabilkan tingkat output untuk
industry ketika permintaan atau siklus musiman.
3) Payments to suppliers. A firm often can reduce total payments to suppliers ifit
can tolerate higher inventory levels. Suppose that a firm learns that a key
supplier is about to increase price. It might is cheaper for the firm to order a
larger quantity than usual in affect delaying the price increase even though
inventory will increase temporarily.

Pembayaran kepada pemasok. Sebuah perusahaan sering dapat mengurangi jumlah


pembayaran kepada pemasok jika dapat mentolerir tingkat persediaan yang lebih tinggi. Misalkan
perusahaan belajar bahwa pemasok utama adalah untuk menaikkan harga. Mungkin lebih murah bagi
perusahaan untuk memesan dalam jumlah besar dari pada yang biasanya dalam pengaruh
keterlambatan kenaikan harga meskipun persediaan akan meningkat sementara." Terlepas dari
pentingnya persediaan bahan baku, perusahaan tidak bisa semertamerta membuat persediaan maka
penting bagi perusahaan untuk pengadakan pengendalian persediaan bahan baku karena tingkat
persediaan bahan baku yang tinggi juga memiliki risiko pemborosan, kegiatan pengendalian
persediaan bahan baku dapat membantu tercapainya efisiensi penggunaan biaya dalam persediaan.
Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa tidak berarti hal itu dapat menghilangkan sama sekali
risiko yang timbul akibat persediaan terlalu besar atau terlalu kecil, tetapi hanya mengurangi risiko
tersebut. Jadi pengendalian persediaan bahan baku penting dapat mengurangi terjadinya risiko
tersebut sekecil mungkin. (Rangkuti, 2004:5-6). Dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan
merupakan hal yang penting karena jumlah dan kualitas persediaan masing-masing bahan baku
menentukan atau mempengaruhi kelancaran produksi serta efektivitas dan efisiensi perusahaan
tersebut. Jumlah atau tingkat persediaan bahan baku yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap
perusahaan.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku

Meskipun persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun


perusahaaan tetap berhati-hati dalam menentukan kebijakan persediaan. Persediaan membutuhkan
biaya investasi dan dalam hal ini menjadi tugas bagi manajemen untuk menentukan investasi yang
optimal dalam persediaan. Masalah persediaan merupakan masalah pembelanjaan aktif, dimana
perusahaan menemukan dana yang dimiliki dalam persediaaan dengan cara yang seefektif mungkin.
Untuk melangsungkan kegiatan usaha dengan lancar maka kebanyakan perusahaan merasakan
perlunya persediaan. Menurut Riyanto (2001:74) Besar kecilnya persediaan yang dimiliki oleh
perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

1) Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap


gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu
jalannya produksi.
2) Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yangdirencanakan
itu sendiri sangat tergantung kepada volume penjualan yangdirencanakan
3) Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkanbiaya
pembelian yang minimal
4) Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktuwaktu
yang akan dating
5) Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material
6) Harga pembelian bahan mentah
7) Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang
8) Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya

Sedangkan fakor yang mempengaruhi jumlah persediaan bahan baku adalah (Prawirosentono,
2001:71):
1) Perkiraaan pemakaian bahan baku
Penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengan
kebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode produksi tertentu.
2) Harga bahan baku
Harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
besarnya persediaan yang harus diadakan.
3) Biaya persediaan
Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku,
adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) dan biaya penyimpanan bahan
gudang.
4) Waktu menunggu pesanan (lead time)
Tenggang waktu sejak peaanan dilakukan sampai dengan saat pesanan
tersebut masuk ke gudang.

E. Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penJadwalan
kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau fase. MRP
merupakan suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke dalam masing-
masing komponen yang dibutuhkan dengan waktu tenggang, sehingga ditentukan kapan dan berapa
banyak bahan yang dipesan untuk masing-masing komponen produk yang dibuat (Rangkuti,
2004:144).

Krajewski dan Ritzman (1999-676) juga menjelaskan bahwa:


Material Requirement Planning (MRP) is a computerized information system was
developed specifically to aid in managing dependent demand inventory and scheduling
replenishment orders. The MRP system enables businesses to reduce inventory levels, utilize
labor and facilities better, and improve customerservice.

Material Requirement Planning (MRP) adalah sebuah sistem informasi terkomputerisasi


yang dikembangkan secara spesifik untuk membantu dalam pengelolaan persediaan untuk
permintaan dependen dan penJadwalan ulang pesanan. Sistem MRP memungkinkan perusahaan
untuk mengurangi tingkat persediaan, pemanfaatan tenaga kerja dan fasilitas yang lebih baik, dan
meningkatkan layanan pelanggan. Konsep MRP menyiapkan Jadwal pemesanan agar material atau
bahan bakudatang tepat pada waktunya, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar. Sistem MRP
disusun dengan maksud menjawab pertanyaan kapan, berapa banyak, dan apa saja bahan baku yang
dibutuhkan secara tepat dan efisien. Metode MRP memang lebih kompleks pengelolaannya tetapi
banyak memberikan keuntungan, seperti mengurangi persediaan dan biaya penyimpanan,
memberikan informasi untuk mendukung tindakan yang tepat berupa pembatalan pesanan atau
penjadwalan ulang, bisa juga merupakan keputusan baru ataupun perbaikan atas keputusan yang lalu
dengan memperhitungkan kapasitas produksi yang ada.

Krajewski dan Ritzman (1999:676-678) menyebutkan bahwa MRP memberikan


tiga keuntungan yaitu:
1) Statistical forecasting for components with lumpy demand result in large forecasting
errors. Compensating for such errors by increasing safety stock is costly, with no guarantee
that stockout can be avoided. MRP calculates the dependent demand of components from
production schedules of their parents, thereby providing a better forecast of component
requirement.

Peramalan statistik untuk komponen dengan hasil permintaan yang kasar dalam kesalahan
peramalan besar. Kompensasi untuk kesalahan tersebut dengan meningkatkan persediaan pengaman
yang mahal, dengan ada jaminan bahwa kekurangan persediaan dapat dihindari. MRP menghitung
permintaan dependen komponen dari Jadwal produksi induk, sehingga memberikan perkiraan
kebutuhan komponen yang lebih baik.

2) MRP system provide managers with information useful for planning capacities and
estimating financial requirements. Production schedules and materials puchases can be
translated into capacity requirement and dollar amount and can be projected in the time
periods when they will appear.Planner can use the information on parent item schedules to
identity times when needed component may be unavailable because of capacity shortages,
supplier delivery delays, and the like.

Sistem MRP menyediakan informasi bagi manajer yang berguna untuk perencanaan
kapasitas dan memperkirakan kebutuhan finansial. Jadwal produksi dan pembelian bahan baku dapat
diterjemahkan ke dalam kebutuhan kapasitas dan jumlah biaya dapat diproyeksikan dalam periode
waktu ketika Jadwal produksi dan pembelian bahan baku dilakukan. Perencana dapat menggunakan
informasi tentang penJadwalan item induk untuk mengidentifikasi ketika komponen diperlukan
mungkin tidak tersedia karena kekurangan kapasitas, keterlambatan pengiriman pemasok, dan
sejenisnya.

3) MRP systems automatically update the dependent demand and inventory replenishment
scedules of components when the production schedule of
parent item change. MRP system alerts the planners whenever action is
needed on any component.

Sistem MRP secara otomatis memperbarui permintaan dependen dan Jadwal pengisian
persediaan komponen ketika item Jadwal produksi item indukberubah. Sistem MRP memberikan
peringatan perencana setiap kali tindakan yang diperlukan pada setiap komponen Secara ringkas
Orlicky dalam Schroeder (2000: 338) juga mendefinisikan tiga fungsi dasar MRP adalah sebagai
berikut:
1) Inventory
a. Order the right part
b. Order in the right quantity
c. Order at the right time
2) Priorities
a. Order with the right due rate
b. Keep the dua rate valid
3) Capacity
a. A complete load
b. An accurate (valid) load
c. An adequeate time span for visibility of future load

1) Persediaan
a. Memesan bagian dengan tepat
b. Memesan dalam jumlah yang tepat
c. Memesan pada waktu yang tepat
2) Prioritas
a. Memesan dengan tingkat kebutuhan yang tepat
b. Menjaga tingkat kebutuhan tetap valit
3) Kapasitas
a. Suatu muatan yang lengkap
b. Suatu muatan yang akurat (valit)

c. Suatu rentang waktu yang cukup untuk visibilitas muatan di waktu yang akan datang. Sedangkan
sasaran MRP (Material Requirement Planning) meliputi (Rangkuti, 2004:154-146):
1) Pengurangan jumlah persediaan
MRP menentukan berapa banyak komponen yang dibutuhkan dan
kapandibutukannya sehingga MRP membantu manager menyediakan komponen saat
dibutuhkan sehingga biaya kelebihan persediaan dapat dihindari.
2) Pengurangan produksi dan tenggang waktu pengiriman MRP mengidentifikasi jumlah
material yang dibutuhkan, waktu, ketersediaan, perolehan dan produksinya untuk
menyelesaikan pada waktu yang dibutuhkan untuk dikirim.

3) Komitmen yang realistis


Janji untuk memenuhi pengiriman barang dapat memberi kepuasan lebih kepada
konsumen.

4) Meningkatkan efisiensi
MRP menyediakan koordinasi yang dekat antara bermacam divisi kerja (work center)
yang terlibat dalam proses produksi. Akibatnya, produksi dapat berjalan lebih efisien karena
keterlibatan secara tidak langsung dengan karyawan dapat dikurangi dan kegiatan interupsi
produksi tanpa rencanadapat dikurangi. Akhirnya MRP dapat diatur dengan rapi sehingga
meningkatkan efisiensi.

Terdapat tiga jenis masukan utama dalam sistem MRP (Baroto, 2002:143):

1) Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule) merupakan ringkasan rencanan


produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan
pelanggan atau ramalan permintaan. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang
dicatat dalam Master ProductionSchedule (MPS) adalah pasti, meskipun hanya merupakan
ramalan.
2) Data status persediaan (Inventory Status File) terdiri dari semua catatan tenatang
persediaan produk jadi, komponen, sub-komponen lainnya, baik yang sedang dipesan
maupun persediaan pengaman. Catatan persediaan berisi data tentang lead time, teknik
ukuran lot dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item.
3) Struktur produk (Bill of Material) berisi informasi tentang hubungan antara komponen-
komponen dalam suatu perakitan, juga berisi daftar dari semua material yang dibutuhkan
serta kuantitas untuk memproduksi satu unit produk. Informasi ini sangat penting dalam
penentuan kebutuhan kotor (gross requirement) dan kebutuhan bersih (net requirement).
Lebih jauh lagi struktur produk juga mengandung informasi tentang semua item seperti
nomor item, jumlah yang dibutuhkan setiap perakitan dan jumlah produk akhir yang akan
dibuat. Definisi lengkap tentang suatu produk akhir meliputi daftar barang atau material
yang diperlukan untuk perakitan, pencampuran atau pembuatan produk akhir tersebut.
Hubungan antara suatu barang dan komponennya akan dijelaskan dalam struktur produk.

Proses pengolahan MRP adalah sebagai berikut (Baroto, 2002:149):


1) Langkah Pertama: Netting (Kebutuhan Bersih)
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih dengan
keadaan persediaan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
keadaan persediaan (yang sudanh ada dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan
dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah:
a. Kebutuhan kotor untuk setiap periode.
b. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan (yang ada di tangan).
c. Rencana penerimaan (schedule receipt) untuk setiap periode pesanan

2) Langkah kedua: Lotting (jumlah pesanan/ukuran lot)


Proses lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesasan setiap
item berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bersih. Alternatif untuk perhitungan lot
diantaranya:

a. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan biaya pesan dan biaya simpan.
b. Ada yang bersifat sederhana yaitu dengan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap
atau dengan pemesanan tetap.

3) Langkah ketiga: Offsetting (penentuan waktu pemesanan)


Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemsanan
kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal
tersedianya ukuran lot yang diinginkan denganbesarnya waktu ancang-ancang (lead time).

4) Langkah keempat: Explosion (menentukan kebutuhan kotor)


Explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk setiap item atau
komponen yang mebih bawah, tentu saja berdasarkan atas rencana pemesanan. Dalam proses
ini data mengenai struktur produk sangat memegang peranan karena atas dasar struktur
produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan arah komponen mana
yang harus ditentukan.
Pada proses ini dilakukan untuk setiap komponen pada setiap periode waktu
perencanaan. Heizer dan Render (2011:509-212) menjelaskan bahwa berikut ini adalah
proses perhitungan MRP:

1) Kebutuhan Kotor, Jadwal yang menunjukkan permintaan total untuk sebuah barang
(setelah dikurangi persediaan di tangan dan tagihan terJadwal) dan (1) kapan harus
dipesan dari pemasok, atau (2) ketika produksi harus dimulai untuk memenuhi
permintaan pada tanggal tertentu.
2) Kebutuhan Bersih, hasil dari penyesuaian kebutuhan kotor terhadap persediaan di tangan
yang telah siap dan penerimaan pesanan terencana.
3) Penerimaan Pesanan Terencana, jumlah yang rencananya akan diterima dimasa depan.
4) Pengiriman Pesanan Terencana, tanggal Jadwal untuk melepaskan suatu pesanan.

Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang
dibuat atas dasar leadtime. Lead time item yang dibeli adalah tentang waktu sejak barang dipesan
sampai barang diterima, atau apabila barang dibuat maka lead time item yang dibuat adalah waktu
sejak item perintah pembuatan sampai dengan item diproses. (Baroto, 2002:80). Rencana pemesanan
memiliki dua tujuan yang hendak dicapai yaitu:
1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat bawah.
2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas.

Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP selanjutnya akan memiliki
fungsi sebagai berikut:
1) Memberikan catatan tentang pesanan penJadwalan yang harus dilakukan/direncanakan
baik dari pabrik sendiri maupun dari pemasok.
2) Memberikan indikasi untuk penJadwalan ulang.
3) Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan.
4) Memberikan indikasi dari keadaan persediaan.

Output dari sistem MRP dapat dikatakan pula sebagai suatu aksi yang merupakan tindakan
pengendalian dan penJadwalan persediaan.

F. Lotting
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap
item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada
banyak metode untuk menentukan ukuran lot. Dalam penelitian ini beberapa metode penentuan
ukuran lot yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Metode Lot for Lot (LFL)
Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah
dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini,
pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan
besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang
harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item
yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi. Metode ini mengandung risiko,
yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa barang jadi,
menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun bagi perusahaan tertentu seperti
yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable product) metode ini merupakan pilihan
terbaik.

2) Metode Economic Order Quantity (EOQ)


Russel dan Taylor (2003) dalam penelitian (Taryana, 2008:19) menyatakan bahwa model
EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya
langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Menurut Rangkuti (2002) dalam
penelitian (Taryana, 2008:19), Model EOQ dapat diterapkan apabila asumsi-asumsi berikut ini
dipenuhi:
a. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui.
b. Harga per unit produk adalah konstan.
c. Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan.
d. Biaya pemesanan per pesanan konstan.
e. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima konstan.
f. Tidak terjadi kekurangan bahan.

OI (Onhand Inventory) merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir
suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item
yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang dipakai/dikeluarkan dari persediaan
pada periode itu, SR (Schedule Receipt) adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode
tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat, Current Inventory adalah jumlah material yang
secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode, sedangkan NR (Net Requirement) adalah
jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar
pada suatu periode. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka
model MRP dapat dilakukan dengan melakukan pesanan sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih
besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar,
maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persedaan awal
tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan.

Pesanan direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati
kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya. Dengan model
EOQ, jumlah pesanan optimal akan muncul dititik dimana total biaya penyimpanan sama dengan
total biaya pemesanan total. Berikut ini disajikan grafik yang menunjukkan hubungan antara kedua
biaya tersebut, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Kelebihan teknik EOQ yaitu sederhana,
mudah dianalisis dan dapat diolah secara manual. Bagi perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian
dan waktu tunggu yang berfluktuasi maka dapat ditambahkan persediaan pengaman untuk
menerapkan teknik ini. Kelemahannya teknik EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian
dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu teknik ini hanya menghitung
jumlah pemesanan yang optimum dan frekuensi pemesanannya. Meskipun demikian teknik EOQ ini
dapat dijadikan sebagai salah satu teknik dalam pengendalian persediaan yang dapat meminimalkan
biaya. Tingkat persediaan dengan asumsi EOQ dapat dilihat pada gambar berikut:
3) Metode Periode Order Quantity (POQ)
Menurut Imam (2005) dalam penelitian (Taryana, 2008: 21-22) bahwa teknik POQ disebut
juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ ini digunakan untuk menentukan interval waktu
order (Economic Order Interval). Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan
lot size order yang berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik
kemampuannya jika digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya carrying-nya lebih
rendah.

Average weekly usage adalah rata-rata penggunaan mingguan yaitu jumlah kebutuhan selama
satu tahun dibagi jumlah minggu dalam satu tahun, hasil dari perhitungan dari POQ ini menunjukkan
jumlah periode waktu yang dicakup dalam setiap pemesanan.

4) Metode Part Periode Balancing (PPB)


Menurut Render dan Heizer (2001) dalam penelitian (Taryana, 2008:23-24) bahwa teknik
Part Periode Balancing merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan, teknik ini membentuk bagian periode ekonomis yang merupakan
rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. PPB secara sederhana menambahkan
kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic Part Periode). EPP adalah
kuantitas pembelian yang dapat menyeimbangkan metode Lot for Lot (LFL), biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan berdasarkan kebutuhan bersih kumulatif dari beberapa periode yang
digabungkan. Teknik PPB berusaha memiliki prinsip menggabungkan suatu periode ke periode
berikutnya dan menghitung kumulatif kebutuhan bersih dari periode gabungan tersebut dan juga
menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode diperoleh dengan
mengkumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode dengan periode tambahan yang
ditanggung. Bagian gabungan periode yang paling mendekati nilai EPP adalah merupakan pilihan
gabungan periode yang dipilih, demikian juga untuk periode berikutnya. Besar pesanan adalah
sebesar kebutuhan bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi dengan
harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode
gabungan.
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model program dinamisyang
menambahkan beberapa kerumitan pada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan sebuah
horizon waktu yang terbatas di luar keadaan di mana tidak ada kebutuhan bersih tambahan, prosedur
ini memberikan hasil yang baik.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh Jadwal
kebutuhan bersih dengan jalan meminimalkan total ongkos pengadaan dan ongkos simpan. Pada
dasarnya, teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan
bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban
optimal (Heizer dan Render, 2011:222).

G. Metode Peramalan Permintaan Box-Jenkins (Autoregressive Integrade Moving


Average-ARIMA)
Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Box- Jenkins
(Autoregressive Integrade Moving Average-ARIMA). Model ARIMA merupakan model yang
isimewa karena dalam membuat peramalan, model ini sama sekali mengabaikan variabel independen.
(Santoso, 2009:151-158). ARIMA merupakan suatu alat yang menggunakan nilai-nilaai sekarang dan
nilai-nilai lampau dari variable dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat.
Konsep dasar ARIMA adalah White Noise dan Black Box, esensi dari white noise adalah angka-
angka random murni (a purely random series of numbers). White Noise mempunyai dua karakteristik
penting, yakni:

1) Angka yang satu tidak mempunyai hubungan dengan angka lainnya.


2) Angka terdahulu tidak dapat memprediksi keluarnya angka yang keluar berikutnya.
Sedangkan black box berfungsi untuk memproses data awal sehingga didapat model yang
menghasilkan white noise dan dapat digunakan untuk prediksi data di masa depan. Dengan demikian,
kegiatan yang penting adalah memilih dari sekian banyak black box yang ada untuk dapat
menghasilkan white noise. Black box berisi banyak model, namun pada dasarnya terdiri dari tiga
jenis model. Jenis model pertama adalah Moving Average (MA), model kedua adalah Autoregressive
(AR) dan ketiga adalah gabungan antara MA dengan AR, yang disebut dengan ARMA
(Autoregressive Moving Average).
1) Model Moving Average (MA)
Model MA adalah model untuk memprediksi Yt sebagai fungsi dari kesalahan prediksi di
masa lalu (past forecast error) dalam memprediksi Yt. Jika et adalah seri dari white nose,
model MA mempunyai persamaanH. Lead time
Lead time adalah jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan
sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan, atau waktu yang dibutuhkanuntuk mendapatkan
berbagai komponen (Rangkuti:2002) dalam penelitian (Taryana,2008:17). Kemudian Heizer dan
Render (2001:487-488) juga menjelaskan bahwa:
The time between placement dan receipt of an order, called lead time, ordelivery time. Lead
time in purchasing systems, the time between placing an order and receiving it; in production system,
it is the wait, move, queue, setup,and run times for each component produced.

Waktu antara penempatan dan penerimaan dari suatu pesanan, disebut lead time, atau waktu
pengiriman. Lead time dalam sistem pembelian, waktu antara penempatan sebuah pesanan dan
penerimaan; dalam sistem produksi, lead time merupakan waktu tunggu, waktu pergerakan, urutan
waktu, waktu persiapan msin produksi, dan waktu yang berjalan untuk masing-masing komponen
yang diproduksi.
Jadi lead time merupakan besarnya waktu saat barang baik berupa barang jadi maupun
komponen atau bahan baku mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima
siap untuk dipakai.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Profil Perusahaan

PT Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi


rokok untuk pasaran rokok domestik Indonesia. Berdiri pada tahun 1949, PT Bokormas Mojokerto
merupakan sebuah industri keluarga skala kecil. Kantor pusat PT Bokormas berada di Jalan
Pahlawan No. 29 Kota Mojokerto, Jawa Timur sekaligus menjadi pusat produksi utama, sedangkan
pusat produksi kedua berada di Kota Blitar, Jawa Timur serta memiliki kantor pembantu di Surabaya,
Jawa Timur. Sekitar 90% wilayah pemasaran produk PT Bokormas berada di luar Pulau Jawa yaitu
meliputi Bandar Lampung, Banjarmasin, Pekanbaru, Denpasar dan Makasar sedangkan pemasaran
wilayah Pulau Jawa meliputi Mojokerto, Surabaya, Jakarta, Malang dan Banyuwangi, dengan
demikian pada tahun 2005 market share PT Bokormas mendekati 2% dari total pasaran rokok
nasional. Bahkan di beberapa tahun terakhir PT Bokormas berencana memperluas pemasaran hingga
ke luar negeri dengan Malaysia sebagai tujuan pertama. Pusat produksi utama PT Bokormas di
Mojokerto hanya memproduksi rokok filter sedangkan pusat produksi kedua yang berada di Blitar
memproduksi rokok kretek yaitu rokok dengan campuran tembakau dan cengkeh. PT Bokormas
Mojokerto memproduksi tiga jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT)
dan Klobot, merk ketiga jenis rokok tersebut adalah sebagai berikut:

B. Gambaran Umum Kegiatan Produksi Perusahaan

Dalam menjalankan kegiatan produksi rokok PT Bokormas tidak bisa lepas dari
ketergantungan terhadap bahan baku guna menunjang kelangsungan proses produksi, dalam
pembuatan rokok filter diperlukan sebuah racikan tertentu sebagai bahan baku utam untuk
menghasilkan rasa dari rokok itu sendiri, rokok filter adalah rokok yang pada pangkalnya terdapat
filter atau penyaring asap, berikut ini adalah bahan baku utama pembuatan rokok (dalam satuan
batang) yaitu: 1) Tembakau, 2) Cengkeh dan 3) Saos Ketiga bahan utama di atas memliki istilah
Sanggan, campuran ketiga bahan utama tersebut merupakan isi rokok atau bahan yang dibakar
dalam penggunaan rokok, setiap bahan dalam sanggan memiliki kadar dan kualitas tersendiri yang
memberikan rasa yang berbeda pada setiap jenis dan merk rokok Sedangkan bahan baku pendukung
produksi rokok lainnya diperlukan untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen, bahan baku
pendukung tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kertas sigaret (kertas ambri), pembungkus campuran tembakau dan cengkeh yang
membentuk batang rokok.
2) Kertas CTP (Cigarette Tipping Paper), kertas pembungkus filter yang menjangkau
sampai ke batang rokok. Kertas CTP merupakan pengikat antara batang rokok dan batang
filter.
3) Filter, untuk menangkap sebagian partikel yang ada di asap rokok sehingga mengurangi
kadar tar dan nikotin di asap rokok yang dihisap, seperti yang diukur oleh standar tes
mesin rokok.
4) Lem, untuk merekatkan sambungan kertas pada gulungan batang rokok.

C. Gambaran Umum Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Perusahaan


Dalam menjalankan kegiatan produksi, ketersediaan bahan baku menjadi sangat penting
untuk menunjang kegiatan produksi, keterlambatan pasokan bahan baku dapat memberikan ancaman
bagi proses produksi yang dapat menyebabkan tersendatnya proses produksi sehingga perusahaan
bisa mengalami kerugian karena tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan, persediaan yang
berlimpah juga menimbulkan masalah tersendiri karena dapat meningkatkan biaya persediaan karena
modal yang tertanam dalam persediaan bahan baku selain itu biaya persediaan sendiri juga akan
meningkat karena harus melakukan perlakukan khusus (perawatan) terhadap persediaan bahan baku
tersebut.

D. Analisis Perencanaan dan Pendendalian Persediaan Bahan Baku (MRP)


Analisis perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku menggunakan MRP melalui
beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Peramalan permintaan
Peramalan permintaan dilakukan untuk mendapatkan jumlah produk yang akan
diproduksi dalam beberapa periode ke depan dengan hasil penjualan periode terhadulu
sebagai input proses peramalan permintaan dan hasil peramalan permintaan tersebut akan
menjadi input data MRP (MPS). Metode yang digunakan untuk meramalkan permintaan
adalah ARIMA dengan langkah sebagai berikut:
a. Uji autokorelasi (stasioneritas)
b. Proses peramalan dan
c. Diagnostik model peremalan

2) Penyesuaian hasil peramalan


Hasil peramalan permintaan dilakukan penambahan produksi sesuai dengan jumlah
kekurangan akibat produk yang cacat guna memenuhi permintaan konsumen. Hasil peramalan
permintaan yang sudah disesuaikan tersebut menjadi dasar perusahaan dalam melakukan proses
produksi (Master Production Schedule-MPS)

3) Perhitungan kebutuhan kotor


Bedasarkan (Master Production Schedule-MPS), dapat diketahui jumlah bahan baku yang
dibutuhkan untuk proses produksi, kebutuhan kotor bahan baku dapat diketahui dari turunan produk
jadi yang akan diproduksi dan tingkat pemakaian masing-masing bahan baku

4) Perhitungan kebutuhan bersih


Kebuthan kotor bahan baku disesuaikan dengan persediaan di tangan untuk mendapatkan
jumlah kebutuhan bersih bahan baku sebagai dasar kebutuhan bahan baku yang akan dipesan
perusahaan
5) Perhitungan rencanan pemesanan (Lotting)
Dalam melakukan pemesaan bahan baku, perusahaan harus menentukan jumlah yang
dipesan (ukuran lot ) pada tingkat biaya yang paling rendah. Dari beberapa metode yang tersedia
dilakukan uji coba untuk setiap bahan baku dengan setiap metode.

6) Hasil dan rekomendasi


Hasil perhitungan MRP yang disajikan setiap tahap menjadi pertimbahan perusahaan dalam
pengambilan kebijakan perencanaan dan pengendalian bahan baku, hasil perhitungan MRP juga
dapat menjadi bahan analisis biaya untuk mengetahui tingkat efisiensi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Secara keseluruhan tiap tahan penerapan Material Requirement Planning (MRP) memberikan
hasil positif bagi PT. Bokormas Mojokerto selain penghematan biaya persediaan perushaan juga
tetap dapat menjamin kelancaran proses produksi sehingga proses produksi berjalan efisien.
Pengehematan biaya yang terjadi dapat menjadi senjata yang ampuh dalam menghadapi
permasalahan yang sedang terjadi dalam industroi rokok, dari penghematan tersebut perusahaan
dapat menekan harga produk sehingga konsumen merasa puas karena dengan harga yang terjangkau
tersebut namun kualitas produk tetap terjaga. Penerapan MRP memberikan respon yang lebih baik
bagi pesanan pelanggan sebagai hasil dari jadual pengiriman dan penerimaan terencana serta respon
yang lebih cepat terhadap perubahan pasar. Hal ini dapat menjadi keunggulan bersaing baik
perushaan dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat. Secara ringkas kesimpulan dari
pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Metode ARIMA yang digunakan sebagai alat peramalan permintaan memberikan hasil
dengan tingkat keakuratan peramalan yang sangat tinggi sehingga dapat dijadikan
pedoman bagi perusahaan untuk menjadi kebutuhan produksi perusahaan. Selain itu hasil
perhitungan ARIMA juga memberikan kesesuain terhadap kapasitas produksi sehingga
proses produksi dapat berjalan secara optimal sesuai dengan kebutuhan. Pada kondisi
sebelumnya perusahaan kelebihan produksi 180 Ball di akhir tahun sedangkan dengan
perhitungan ARIMA selisih surplus antara jumlah permintaan dan kapasitasprosuksi
sebesar 68 Ball. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dari pada kondisi sebelumnya sehingga
proses produksi berjalan optimal.
2) Dalam menentukan jumlah pemesanan bahan baku, penentuan jumlah kebutuhan bahan
baku diturunkan dari jumlah kebutuhan produk jadi berdasatkan struktur produk (BoM)
dan metode penentuan ukuran lot pemesanan bahan baku untuk setiap bahan baku berbeda
tergantung karakteristik jenis bahan baku, tingkat pemakaian bahan baku, serta biaya
penyimpanan dan biaya penyetelan bahan baku. Perusahaan dapat melakukan pesanan
terjadwal berdasarkan lembar hasil perhitungan MRP sehingga perusahaan dapat
melakukan pemesanan tepat waktu dan terjadwal sesuai dengan kebutuhan produksi.
3) Berdasarkan hasil penelitian, metode Wagner-Whitin (WW) memberikan solusi untuk
setiap bahan baku dengan tingkat biaya yang paling rendah yaitu sebesar Rp 379.289.637
dari pada metode lainnya (Lot for Lot-LFL, Economic Order Quantity-EOQ, Period Order
Quantity-POQ, dan Part Period Balancing-PPB) selain itu metode Wagner-Whitin (WW)
jug memberikan hasil yang lebih akurat dan optimal.
5) Keputusan perusahaan untuk melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan sangat
tepat karena perusahaan dapat lebih hemat lagi tanpa biaya penyimpanan kelebihan produksI dari
pada melakukan produksi sesuai dengan kapasitas produksi, namun keputusan tersebut tetap
memberikan hasil yang optimal terhadap pemanfaatan kapasitas produksi selain tingkat stres
karyawan juga lebih rendah. Oleh karena itu perusahaan akan lebih optimal dalam mendapatkan
keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang R., Lerbin R. 2009. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia: Jakarta


Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomo Universitas Indonesia (LPFE UI): Jakarta
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia:
Jakarta.
Firmansyah, Saleh dan Dian Dharmayanti, 2012, Penerapan Materiar Requirement Planning
(MRP) Pada Sistem Informasi Pesanan Dan Inventory Control Pada CV. ABC,
Jurnal Komputer dan Informastika (KOMPUTA), Edisi I, Volume I, Maret, hal 77-
82.
Krajewski, Lee J. dan Larry P. Ritzman. 1999. Operation Management: Strategy And
Analysis. Fifth Edition. Addison-Wesley: California.
Prawirosentono, Suyadi. 2000. Manajemen Operasio Analisis dan Studi Kasus, Edisi Kedua.
Bumi Aksara: Jakarta.
Purwanti, Sri, 2008, Analisis Peranan MRP (Material Requirement Planning) Untuk Produksi
Kursi Benelux Pada CV. Aksesn Rattan Cirebon, Skripsi, Program Studi
Manajemen, Fakultas Bisnis dan Manajemen, Universitas Widyatama.
Rangkuti, Fredy. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT RajaGrafindo
Persada: Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2011. Manajemen Operasi. Terjemahan. Buku 2. Edisi 9. Salemba
Empat: Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Terjemahan. PT. Gramedia:
Jakarta.
Render B. dan J. Heizer. 2001. Operations Management. Prentice Hall Inc.: New Jersey.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan, Edisi 4. BPFE:
Yogjakarta.
Robbins, Strphen P. dan Mary Coulter. 2007. Management. Ninth Edition. Pearson Prentice
Hall: New Jersey.
Rue, Leslie W. & Lloyd L. Byars. 2005. Management: Skill and Application, 11st Edition.
McGraw-Hill: New York.
Santoso, Singgih. 2009. Business Forcasting: Metode Paramalan Bisnis Masa Kini dengan
Minitab dan SPSS. PT Elex Media Komputondo: Jakarta.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB
Malang, 20 Juli 2013
61
Sarjono, Haryadi, Suyanti, dan Neneng Royanti, 2008, Analisis Perencanaan Bahan Baku
Material Kursi OX 830 Menggunakan Metode Material Requirement Planning
(MRP), The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, September, Hal 1-43.
Schroeder, Roger G. 2000. Operations Management: Contemporary Concept and Cases.
McGraw-Hill: New York.
Taryana, Nanang.,2008, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada Produk Sepatu
Dengan Pendekatan Teknik Lot Sizing Dalam Mendukung Sistem MRP (Studi Kasus
Di Pt. Sepatu Mas Idaman, Bogor), Skripsi, Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai