Anda di halaman 1dari 20

AKUNTANSI MANAJEMEN

INVENTORY MANAGEMENT

Oleh Kelompok 8:

1. Ni Luh Ketut Sugi Lestari (1607531001)


2. A.A. Sagung Shinta Devi Darmayani (1607531004)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jimbaran, 4 April 2018

Penulis

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah...........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1. Just In Case Inventory Management - Economic Order Quantity (EOQ)..................3
2.2. Just In Time Inventory Management...........................................................................7
2.3. Konsep Constrained Optimization (Optimisasi Terkendala).......................................9
2.4. Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC)....................................................10
BAB III.....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu
perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan
persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi
dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh
terhadap semua fungsi bisnis ( operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan
persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance
menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi
menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan
produksi dapat dipenuhi.

Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah
persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi
maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian
persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang
tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan
sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu). Usaha untuk mencapai
tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi, yaitu jangan sampai biaya-
biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi. Baik persediaan yang terlalu banyak, maupun
terlalu sedikit akan menimbulkan membengkaknya biaya persediaan. Jika persediaan
terlalu banyak, maka akan timbul biaya-biaya yang disebut carrying cost, yaitu biaya-
biaya yang terjadi karena perusahaan memiliki persediaan yang banyak, seperti : biaya
yang tertanam dalam persediaan, biaya modal (termasuk biaya kesempatan pendapatan
atas dana yang tertanam dalam persediaan), sewa gudang, biaya administrasi
pergudangan, gaji pegawai pergudangan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan
persediaan, biaya kerusakan/kehilangan, Begitu juga apabila persediaan terlalu sedikit
akan menimbulkan biaya akibat kekurangan persediaan yang biasa disebut stock out
cost.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Just In Case Inventory Management - Economic Order
Quantity (EOQ)? Dan bagaimana contoh perhitungannya?
2. Apakah pengertian dari Just In Time Inventory Management?
3. Bagaimanakah konsep Constrained Optimization (Optimisasi Terkendala)?
4. Bagaimana perkembangan Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC)?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk memahami pengertian dari Just In Case Inventory Management - Economic
Order Quantity (EOQ) serta perhitungannya.
2. Untuk memahami pengertian dari Just In Time Inventory Management.
3. Untuk mengetahui tentang konsep Constrained Optimization.
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Teori Kendala atau Theory Of
Constraints (TOC).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Just In Case Inventory Management - Economic Order Quantity (EOQ)


2.1.1. Just in Case (JIC)
Sistem "Just in Case" ini merupakan kebalikan dari JIT, dimana pada sistem ini
untuk mengurangi resiko tidak dapat terpenuhinya permintaan customer maka
persediaan barang yang akan diproses tidak boleh kosong, jumlahnya tidak boleh
kurang dari stok aman (safety stock) yang sudah dijadikan patokan.
- Keuntungan sistem JIC:
 Resiko tidak bisa terpenuhinya permintaan customer kecil.
 Efek nilai tukar mata uang ataupun efek perubahan harga dari supplier
dampaknya tidak sebesar pada sistem "Just in Time".
- Kelemahan sistem JIC:
 Lama penyimpanan secara langsung mempengaruhi kualitas barang.
 Resiko terjadinya barang rusak (reject) lebih besar dibanding JIT.
 Memerlukan sumber daya manusia dan area (gudang) yang lebih besar dalam
mengelola inventory.
 Syarat sistem "Just in Case" bisa berjalan dengan baik:
Sama seperti pada sistem JIT, pada sistem "Just in Case" ini informasi dan
akurasi data memegang peranan sangat penting, bahkan lebih komplek. Selain
jumlah barang persediaan yang ada, harus pula diperhatikan daya tahan barang
(kadaluarsa barang), kondisi gudang. Data tentang kapasitas barang yang bisa
ditampung gudang harus lengkap.
Dari kedua sistem managemen inventory di atas mana yang terbaik?
Jawabannya tidak ada yang terbaik, keduanya mempunyai kelemahan dan
kerugian masing-masing. Dalam kenyataannya sangat jarang bahkan bisa
dibilang tidak ada perusahaan/manufacturing yang menerapkan sistem JIT
maupun JIC secara murni.
Yang dilihat sampai saat ini adalah perusahaan/manufacturing
menggunakan kedua sistem tersebut bersamaan, untuk barang dengan pangsa
pasar/customer yang besar (fast moving good) digunakan JIC sementara untuk
barang dengan permintaan yang kecil perusahaan menggunakan JIT. Dengan

3
menerapkan kedua sistem tersebut perusahaan berharap semua permintaan
customer dapat terpenuhi tetapi resiko rusaknya barang/inventory juga minim.
2.1.2. (Economical Order Quantity = EOQ)
EOQ atau jumlah pembelian yang paling ekonomis merupakan jumlah
setiap kali pembelian bahan yang disertai biaya minimal = jumlah pembelian
bahan yang paling ekonomis
Economic order quantity adalah tingkat persediaan yang meminimalkan
total biaya menyimpan persediaan dan biaya pemesanan. Ini adalah salah satu
model tertua penjadwalan produksi klasik. Kerangka kerja yang digunakan
untuk menentukan kuantitas pesanan ini juga dikenal sebagai Wilson EOQ
Model atau Wilson Formula. Model ini dikembangkan oleh FW Harris pada
tahun 1913, tetapi RH Wilson, seorang konsultan yang diterapkan secara
ekstensif, diberikan pada awal kredit untuk mendalam analisisnya itu.
- EOQ terdiri dari :
1) Biaya pemesanan (ordering cost/set up cost) adalah semua biaya dari
persiapan pemesanan sampai barang yang dipesan datang. Sifat : konstan,
tidak tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Biaya-biaya ini
adalah :
a) biaya persiapan pemesanan
b) biaya mengirim atau menugaskan karyawan untuk melakukan
pemesanan.
c) biaya saat penerimaan bahan yang dipesan
d) biaya penyelesaian pembayaran pemesanan.
2) Biaya Penyimpanan di Gudang (Inventory Carrying Cost) terdiri dari :
a) biaya sewa gudang.
b) biaya pemeliharaan bahan
c) biaya asuransi bahan
d) biaya TK di gudang
e) biaya kerusakan bahan baku

4
Rumus Economic Order Quantity (EOQ)
Rumus Perhitungan Economic Order Quantity atau EOQ tersebut adalah sebagai
berikut : (dikutip dari buku Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, T. Hani
Handoko, 2011:340)

Dimana :
D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu
S = Biaya Pemesanan (Persiapan pesanan dan Penyimpanan mesin) per pesanan
H = Biaya Penyimpanan per unit per tahun

Model EOQ ini dapat diterapkan apabila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi :
1) Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).
2) Harga per unit produk adalah konstan.
3) Biaya Penyimpanan per unit per tahun (H) adalah Konstan.
4) Biaya Pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.
5) Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (Lead Time, L)
adalah Konstan.
6) Tidak terjadi kekurangan barang atau “Back Orders”.

Contoh Kasus Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) :


Sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang Manufaktur Smartphone memerlukan
bahan baku yang berupa Adaptor sebanyak 60.000 unit per tahun. Biaya pemesanan
untuk mendapatkan Adaptor tersebut adalah sebesar Rp. 200,- per order. Sedangkan
biaya penyimpanannya adalah sebesar Rp.0,5 /unit/tahun. Hari kerja pertahun adalah

5
sebanyak 298 hari. Lead Time atau Waktu tunggu untuk pengiriman Adaptor tersebut
adalah selama 10 hari.
Dari Contoh kasus tersebut, kita dapat menghitung :
1) EOQ atau Jumlah Pemesanan Ekonomisnya.
2) Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan barang tersebut.
3) Frekuensi terbaik untuk menempatkan pesanan tersebut dalam 1 tahun.
4) Durasi EOQ akan habis dikonsumsi oleh perusahaan.
5) Titik pemesanan kembali atau Reorder Point.
6) Bagan Persediaan Perusahaan pada Adaptor tersebut.

Diketahui :
S = Rp. 200,- per pesanan
D = 60.000 unit per tahun
H = Rp. 0,5,- per unit/tahun
L = 10 hari
L = 14 hari

Penyelesaian :
1. Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) :

2. Cara Menghitung Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
barang tersebut.
TC = (HxQ/2) + (S.D/Q)
TC = (0,5 x 6.928 / 2) + (200 x 60.000/6.928)
TC = Rp. 1.732 + Rp. 1.732
TC = Rp. 3.464,-

6
3. Cara Menghitung Frekuensi terbaik untuk menempatkan pesanan tersebut dalam 1
tahun.
Frekuensi Pemesanan per Tahun = D/Q
Frekuensi Pemesanan per Tahun =60.000/6.928 = 8,66 atau 9 kali.
4. Cara Menghitung durasi habisnya EOQ.
Durasi habis EOQ = 298/9 = 33 hari.
5. Cara Menghitung Reorder Point atau Titik pemesanan kembali
Reorder Point = L x D / Hari kerja setahun
Reorder Point = 10 x 60.000 / 298 = 2,013
6. Bagan Persediaan Perusahaan pada Adaptor

2.2. Just In Time Inventory Management


Pengertian Sistem Produksi Just In Time (JIT) – Just In Time atau sering disingkat
dengan JIT adalah suatu sistem produksi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang dikehendakinya. Tujuan
sistem produksi Just In Time (JIT) adalah untuk menghindari terjadinya kelebihan
kuantitas/jumlah dalam produksi (overproduction), persediaan yang berlebihan (excess
Inventory) dan juga pemborosan dalam waktu penungguan (waiting). Dengan adanya
sistem JIT, kita telah dapat mengatasi 3 pemborosan (overproduction, excess inventory
dan waiting) diantara 7 pemborosan (7 Waste) yang harus dihindari dalam sistem
produksi Toyota.
Istilah “Just In Time” Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia
adalah Tepat Waktu, Jadi Sistem Produksi Just In Time atau JIT ini dalam bahasa
Indonesia sering disebut dengan Sistem Produksi Tepat Waktu. Tepat Waktu disini berarti
semua persedian bahan baku yang akan diolah menjadi barang jadi harus tiba tepat
waktunya dengan jumlah yang tepat juga. Semua barang jadi juga harus siap diproduksi
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula.

7
Dengan demikian Stock Level atau tingkat persedian bahan baku, bahan pendukung,
komponen, bahan semi jadi (WIP atau Work In Progress) dan juga barang jadi akan
dijaga pada tingkat atau jumlah yang paling minimum. Hal ini dapat membantu
perusahaan dalam mengoptimalkan Cash Flow dan menghindari biaya-biaya yang akan
terjadi akibat kelebihan bahan baku dan barang jadi.
Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time atau sistem produksi JIT ini,
diperlukan ketelitian dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi mulai jadwal
pembelian bahan produksi, jadwal penerimaan bahan produksi, jadwal jalannya
produksi, jadwal kesiapan produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada
umumnya, perusahaan-perusahaan manufakturing modern saat ini menggunakan
berbagai perangkat lunak (Software) yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi
yang didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order) dan
pengendalian jumlah persedian (Inventory). Software Produksi tersebut juga dapat
melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok (vendor) hingga ke Pelanggan
(Customer) melalui Electronic Data Interchange (EDI) untuk memastikan kebenaran
sampai ke data-data yang paling rinci (detail).
Kebenaran dan ketepatan waktu pengiriman bahan-bahan produksi sangat
diperlukan dalam Sistem Produksi Just In Time ini. Contoh pada sebuah perusahaan
manufaktur Handphone, perusahaan tersebut harus dapat menerima model LCD display
yang benar dan dalam jumlah yang dibutuhkan untuk satu hari produksi, pemasok LCD
Display tersebut diharapkan untuk dapat mengirimkannya dan tiba di gudang produksi
dalam batas waktu yang sangat singkat. Sistem permintaan bahan-bahan Produksi
demikian biasanya disebut dengan “Pull System” atau “Sistem Tarik”.

Kelebihan Sistem Produksi Just In Time (JIT)


Banyak kelebihan yang dapat dinikmati dalam menerapkan sistem produksi Just In Time,
diantaranya sebagai berikut :
1) Tingkat Persediaan atau Stock Level yang rendah sehingga menghemat tempat
penyimpanan dan biaya-biaya terkait seperti biaya sewa tempat dan biaya asuransi.
2) Bahan-bahan produksi hanya diperoleh saat diperlukan saja sehingga hanya
memerlukan modal kerja yang rendah.
3) Dengan Tingkat persedian yang rendah, kemungkinan terjadinya pemborosan akibat
produk yang ketinggalan zaman, lewat kadaluarsa dan rusak atau usang akan menjadi
semakin rendah.
8
4) Menghindari penumpukan produk jadi yang tidak terjual akibat perubahan mendadak
dalam permintaan.
5) Memerlukan penekanan pada kualitas bahan-bahan produksi yang dipasok oleh
Supplier (Pemasok) sehingga dapat mengurangi waktu pemeriksaan dan pengerjaan
ulang.
Kelemahan sistem produksi Just In Time (JIT)
Meskipun banyak kelebihan yang bisa didapat, Sistem Produksi Just In Time ini masih
memiliki kelemahan, yaitu :
1) Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan atau “Zero
Tolerance for mistakes” sehingga akan sangat sulit untuk melakukan
perbaikan/pengerjaan ulang pada bahan-bahan produksi ataupun produk jadi yang
mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan tingkat persediaan bahan-bahan produksi
dan produk jadi yang sangat minimum.
2) Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Pemasok baik dalam kualitas maupun
ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar lingkup perusahaan manufakturing
yang bersangkutan. Keterlambatan pengiriman oleh satu pemasok akan
mengakibatkan terhambatnya semua jadwal produksi yang telah direncanakan.
3) Biaya Transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi Transaksi yang tinggi.
4) Perusahaan Manufaktring yang bersangkutan akan sulit untuk memenuhi permintaan
yang mendadak tinggi karena pada kenyataannya tidak ada produk jadi yang lebih.

2.3. Konsep Constrained Optimization (Optimisasi Terkendala)


Optimasi adalah sebuah konsep yang ada didalam analisis ekonomi. Suatu perusahaan
mempunyai tujuan untuk mencapai tujuan dalam memaksimaikan laba dan
maminimasikan biaya. Didalam model sederhana, optimasi disebutkan tanpa batasan.
Namun dalam praktik direalita kehidupan, optimasi cenderung dibatasi. sebagai contoh,
pada kegiatan di sektor usaha,pengusaha akan mencoba untuk memaksimalkan laba,
yang ternyata juga sangatlah ditentukan oleh biaya yang harus ditanggung oleh
pengusaha tersebut. Suatu perusahaan pasti pernah menghadapi keterbatasan pada
kelompok kapasitas produksinya atau pada persediaan tenaga ahli dan bahan mentah
yang sangat penting..Perusahaan juga pasti pernah berhadapan dengan kendala
hukum/lingkungan. Permasalahan ini disebut dengan optimisasi terkendala (constrained
optimization). Optimisasi terkendala yaitu maksimisasi atau minimisasi fungsi tujuan
dengan berbagai kendala. Adanya kendala tersebut mengurangi kebebasan berperilaku
9
sebuah perusahaan dan cenderung menghalang – halangi tercapainya optimisasi tanpa
kendala.
Masalah optimisasi terkendala pada umumnya dapat dipecahkan atau diselesaikan
dengan cara, mula-mula dengan memecahkan persamaan-persamaan yang ada di
beberapa kendala untuk satu variabel keputusan, dan kemudian mensubsitusikan nilai
variabel ini dalam fungsi tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang nantinya akan
dimaksimumkan atau diminimumkan. Bila persamaan dari suatu kendala terlalu rumit
dan tidak dapat dipecahkan hanya dengan mempergunakan satu variabel keputusan
sebagai fungsi eksplisit variabel yang lain, maka kita dapat menggunakan metode
pengali langrange. Metode langrange multiplier hampir menyerupai dengan metode
subtitusi. Bedanya terletak pada perhitungan pembentukan fungsi baru setelah diketahui
fungsi batasannya. Model langrange lebih mengarah pada subtitusi yang lebih kompleks
atau jumlah variabel dua atau lebih variabel. Pembahasan yang pertama adalah dengan
menggunakan dua variabel independen. Proses untuk menemukan nilai stasioner juga
dimulai dengan fungsi tujuan dan selalu ada batasan.
Kalau S adalah subset dari R, maka kita mempunyai fungsi yang didefinisikan dalam
daerah yang terbatas atau constrained region. Misalkan kita punya masalah optimasi
dengan satu pembatas berupa persamaan sebagai berikut:
Minimize f(x)
Subject to
h(x) = 0
g(x) ≤ 0
Pembatas h(x)=0 dan g(x) ≤ 0 menyatakan bahwa S adalah bagian atau subset dari R (S
⊂ R). Daerah dimana x memenuhi pambatas h(x) maupun g(x) disebut dengan daerah
feasibel atau feasible region.

2.4. Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC)


Merupakan sebuah filosofi manajemen yang mula-mula dikembangkan oleh Eliyahu
M. Goldratt dan dikenalkan dalam bukunya, The Goal. Dapat diartikan bahwa TOC
adalah suatu pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen-elemen
yang dibatasi untuk meningkatkan output. Hal ini berdasarkan fakta bahwa, seperti
sebuah rantai dengan link yang paling lemah, dalam beberapa system yang kompleks
pada waktu tertentu, sering terdapat satu aspek dalam system yang membatasi
kemampuannya untuk mencapai lebih banyak tujuannya. Usaha yang berfokus pada
10
masalah dapat meningkatkan atau memaksimumkan kembali inisiatif yang ada. agar
system tersebut mencapai kemajuan yang signifikan, hambatannya perlu untuk
diidentifikasi dan keseluruhan system perlu diatur. Sesekali elemen proses yang dibatasi
diperbaiki, link paling lemah yang berikutnya dapat ditujukan dalam suatu pendekatan
iterative.
TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam
meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi
semua ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya simpan, biaya langsung, biaya tidak
langsung, dan biaya modal.
Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai
kunci dalam meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap
profitabilitas secara keseluruhan. Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
A. Berdasarkan asalnya
1) Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin.
Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya
operasional.
2) Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau
kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok. Kendala eksternal yang berupa
volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan pasar,
meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
B. Berdasar sifatnya
1) Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber
daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
2) Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang
terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga bagian
yaitu:
1) Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa kemampuan
factor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.

11
2) Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan
maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3) Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi dalam
siklus produksi.
Theory of Constraint (TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh
kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk
mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious
improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:
1) Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang
melalui penjualan.
2) Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah
bahan baku mentah melalui throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan
semua aktiva yang dimiliki dan terrsedia secara potensial untuk penjualan.
3) Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah
persediaan menjadi throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung dan
mengoptimalkan throughput dalam kendala.
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing
perusahaan, karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih
baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan
pelanggan Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga
penjualan produk atau jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat
waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara efisien dan efektif.
- 5 (Lima) Langkah dalam TOC
Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt
mengembangkan 5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih
fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah tersebut adalah:
1) Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi bagian
system manakah yang paling lemah kemudian melihat kelemahanya apakah
kelemahan fisik atau kebijakan.
2) Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara menghilangkan
atau mengelola constraint dengan biaya yang paling rendah.
3) Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources). Setelah
menemukan konstrain dan telah diputuskan bagaimana mengelola konstrain
tersebut maka harus mengevaluasi apakah kostrain tersebut masih menjadi
12
kostrain pada performansi system atau tidak. Jika tidak maka akan menuju ke
langkah kelima, tetapi jika yam aka akan menuju ke langkah keempat.
4) Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini dilakukan, maka
langkah kedua dan ketiga tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada
perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan modal, atau
modifikasi substansi system.
5) Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah ketiga dan
keempat telah berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi dari langkah
pertama. Proses ini akan berputar sebagai siklus. Tetap waspada bahwa suatu
solusi dapat menimbulkan konstrain baru perlu dilakukan.

Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan pula
sepuluh prinsip dasar TOC. Kesepuluh prisnsip dasar tersebut adalah:
1) Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan
memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand)
karena keseimbangan kapasitas menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.
2) Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut
tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja
yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan dengan utilitas 100 %.
3) Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat
mengakibatkan bertumpuknya work in process (buffer) dalam jumlah yang
berlebihan.
4) Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem
keseluruhan.
5) Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
6) Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
7) Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
8) Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
9) Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua
kendala (constraint) yang ada secara simultan.
10) Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total).
Pengukuran performansi dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan
bahan baku dan hasil produk jadi.
- Hubungan TOC dan JIT (Just In Time)
13
Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu
untuk mengurangi waktu yang digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi
turun, maka akan terjadi penurunan pula pada biaya, hal ini dikarenakan lebih
sedikitnya persediaan yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan.
Dengan JIT, waktu dapat diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total
produksi sampai pada saat barang dikirim. Oleh karena itu, waktu throughput
(throughput time) merupakan jumlah dari waktu proses, waktu tunggu, waktu
pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang mencakup
penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada hal-hal berikut ini:
 Menurunkan biaya modal dalam persediaan.
 Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.
 Mengurangi resiko keusangan.
 Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu pengiriman.

Theory of Constraints (TOC) dan Activity Based Costing (ABC)


Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam
jangka pendek, sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan
penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam
jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka
panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan
profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun
keduanya juga memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka
panjang yang meliputi semua biaya produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan
jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-
biaya yag berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari
penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar untuk
pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam jangka
panjang. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu
apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan

14
pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode
manajemen biaya seperti biaya target (target costing) dan TOC.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Persediaan atau Inventory dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu atau
sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan. Persediaan dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang
menganggur (idle resource) pada suatu organisasi. Di Produksi, Persediaan dapat
didefinisikan juga sebagai sekumpulan produk fisik pada berbagai tahap proses
transformasi, mulai dari bahan mentah ke barang dalam proses hingga pada barang
jadi yang siap untuk dikirimkan ke pelanggan.
Persediaan dalam perusahaan manufaktur pada umumnya meliputi bahan-
bahan mentah (Raw Materials), barang-barang dalam proses (WIP), bahan-bahan
pembantu/pelengkap (sub materials), komponen-komponen hasil rakitan dari
perusahaan lain maupun perusahaannya sendiri (assembled components/modules) dan
juga persediaan pada produk-produk akhir/barang jadi (Finished Goods). Namun
banyak juga perusahaan atau organisasi yang memasukan uang, ruangan yang belum
ditempati (space), tenaga kerja, mesin, suku cadang dan peralatan sebagai persediaan
untuk memenuhi permintaan pelanggan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Andy Bahrudin. 2016. Teknik Optimisasi. andynogosari.blogspot.co.id [diakses tanggal
4 April 2018]
Budi Kho. 2016. Inventory Management. https://ilmumanajemenindustri.com [diakes
tanggal 4 April 2018]
Eddy Herjanto. Manajemen Operasi (Edisi 3). Grasindo.
Zahir Banyuwangi. 2017. Perbedaan Metode Economic Order Quality (EOQ) dengan
Metode Just In Time (JIT). https://zahiraccountingbanyuwangi.wordpress.com [diakses
tanggal 4 April 2018]

17

Anda mungkin juga menyukai