Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN SEJARAH CSR DUNIA KE INDONESIA

Mulai saat ini saya akan sajikan artikel terkait CSR (Corporate Social
Responsibillity). Dimulai dari sejarah, definisi, model, implementasi serta penilaian
kinerja perusahaan utamanya program CSR melalui Proper. Meski dibeberapa tulisan
sebelumnya sudah saya singgung tentang CSR yaitu bagaimana memehami dan
menjadi pribadi yang berjiwa SR (Social Responsibillity) melalui pendekatan modal
sosial (Social Capital).

1. Sejarah Perkembangan CSR Dunia AWAL CSR tahun 1700 SM


Dari beberapa artikel dituliskan dalam Kode Hammurabi (1700 -an SM)
yang berisi ratusan hukum kurang lebih ada 282 hukum yang memerikan
sanksi bagi para pengusaha yang menyebabkan kematian bagi
pelangganya. Pada Kode Hammurabi dijelaskan bahwa akan diberikan
hukuman mati kepada orang yang mememiliki ijin memproduksi makanan
minuman namun memberikan pelayanana yang buruk serta melakukan
pembangunan dibawah kualitas standar.
2. 1930 fenomena Tanggung Jawab Moral
Pada waktu ini banyak protes yang muncul dari masyarakat akibat ulah
perusahaan yang tidak mempedulikan masyarakat sekitarnya. Segala sesuatu
hanya diketahui oleh perusahaan. Ditambah kenyataan bahwa pada saat itu
telah terjadi resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan
pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut. Pada masa ini dunia
berhadapan dengan kekurangan modal untuk input produksinya. Buruh
terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluas dan merugikan
pekerjannya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikap perusahaan yang
tidak bertanggung jawab terhadap pekerjanya karena perusahaan hanya diam
dan tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut masyarakat pada masa ini perusahaan
sama sekali tidak memiliki tanggung jawab moral. Menyadari kemarahan
masyarakat muncul beberapa perusahaan yang meminta maaf kepada
masyarakat dan memberi beberapa jaminan kepada para karyawannya yang
dipecat. Sesuatu yang menarik dari fenomena ini adalah belum dikenalnya
istilah CSR tapi perusahaan sudah melakukan. Meskipun upaya perusahaan
untuk memperhatikan masyarakat sekitarnya sudah jelas terlihat. Namun usaha
itu lebih dikenal sebatas tanggung jawab moral.
3. Tahun 1940-an : Pengembangan Masyarakat
Dimulai dengan istilah Comdev dipergunakan di Inggris 1948, untuk
mengganti istilah mass education (pendidikan m assa). Pengembangan
masyarakat merupakan pembangunan alternatif yang komprehensif dan
berbasis komunitas yang dapat melibatkan baik oleh Pemerintah, Swasta,
ataupun oleh lembaga – lembaga non pemerintah. Beberapa alternatif
pendekatan yang pernah terjadi di Amerika Serikat terkait dengan
pengembangan masyarakat ini, antara lain :
1) pendekatan komunitas,
2) pendekatan pemecahan masalah,
3) pendekatan eksperimental,
4) pendekatan konflik kekuatan,
5) pengelolaan sumberdaya alam
6) perbaikan lingkungan komunitas masyarakat perkotaan.

Pendekatan komunitas merupakan pendekatan yang paling sering


dipergunakan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini mempunyai
tiga ciri utama :

1) basis partisipasi masyarakat yang luas


2) fokus pada kebutuhan sebagian besar warga komunitas
3) bersifat holistik.

Keunggulan pendekatan ini adalah adanya partisipasi yang tinggi dari


warga dan pihak terkait dalam pengambilan keputusan(perencanaan) dan
pelaksanaan, serta dalam evaluasi dan menikmati hasil kegiatan bersama warga
komunitas.

4. Tahun 1950-an: CSR MODERN


(SR bukan CSR). Tidak disebutkan kata corporate kemungkinan karena
intervensi dari korporasi modern. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya:
“Social Responsibility of The Businessman” dianggap sebagai tonggak bagi
CSR modern. Dalam buku itu Bowen (1953:6) memberikan definisi awal dari
CSR sebagai :“… obligation of businessman to pursue those policies, to
makethose decision or to follow those line of action wich are desirable in term
of theobjectives and values of our society.” kalau membaca judulnya s eolah
bias gender (hanya menyebutkan businessman tanpa mencantumkan
businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut definisi CSR yang diberikan
Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit
setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi CSR sehingga Bowen
pantas disebut sebagai Bapak CSR.
5. Tahun 1960-an
Pada periode ini para pakar mulai memberikan formalisasi definisi
CSR. Salah satu akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith
Davis seorang pakar teori sifat. Davis dikenal karena berhasil memberikan
pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis.
Davis mengutarakan “ Iron Law of Responsibility ” yang menyatakan bahwa
tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial yang mereka
miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate)”.

6. Tahun 1994 : “triple bottom line”


Ketenaran istilah CSR semakin menjadi ketika buku Cannibals With
Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit
dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia
mengembangkan tiga komponen penting sustainable development,
yakni economic growth, environmental protection, dan social equity , yang
digagas the World Commission on Environment and Development (WCE D).
dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga
fokus yang senagaja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet
dan people.

CSR di Indonesia

Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer
digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana
istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Misalnya, bantuan
bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll. Melalui konsep
investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000 -an. sejak
tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif
dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai
perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal
kegiatan CSR di Indonesia. Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Nomor 40
tahun 2007 tentang kewajiban Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan
Indonesia telah melakukan program CSR, meski lagi -lagi kegiatan itu masih
berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah.
Misalnya, masih banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang
penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda
bahwa ia telah menerima bantuan dari perusahaan tersebut.

Kegiatan CSR bukanlah prioritas utama bagi korporasi di Indonesia. Namun, seiring
dengan waktu, penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun
kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari
kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian PIRAC pada tahun 2001
menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar
11,5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelan-jakan untuk 279 kegiatan sosial yang
terekam oleh media massa. Meskipun dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
dana CSR di Amerika Serikat, dilihat dari angka kumulatif tersebut, perkembangan CSR di
Indonesia cukup menggembirakan. Angka rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana
bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai
perbandingan, di AS porsi sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21,51 miliar dollar
dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah.

Sebagai bagian dari penerapan CSR, banyak perusahaan yang saat ini menerapkan
program Community Development. Program ini bertujuan untuk mengembangkan masyarakat
di sekitar perusahaan. Community Development merupakan langkah pro aktif perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk merespon kebutuhan masyarakat di sekitar perusahaan dan
mengelola program yang dapat mengembangkan masyarakat.

Tujuan utama dari Community Development bukan sekedar membantu masyarakat


sekitar, melainkan membantu masyarakat agar memiliki kemampuan masyarakat untuk
berkembang dan tidak bergantung pada perusahaan. Program Community Development
dilakukan melalui program-program pelatihan masyarakat, pemberian modal usaha, perluasan
akses terhadap pelayanan sosial, peningkatan kemandirian dan program pemberdayaan
masyarakat lainnya. Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan mulai dari menentukan populasi atau kelompok sasaran; merancang program kegiatan
dan cara-cara pelaksanaannya; menentukan sumber pendanaan; menentukan dan mengajak
pihak-pihak yang akan dilibatkan; melaksanakan kegiatan atau mengimplementasikan
program; hingga memonitor dan mengevaluasi kegiatan.

Apabila dilihat dari pendekatannya, Community Development merupakan satu bentuk


CSR yang lebih banyak didorong oleh motivasi pada masyarakat yang diwarnai oleh motivasi
filantropis. Dalam dunia perusahaan pertambangan, Community Development merupakan
perwujudan dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR. Terdapat tiga tahap yang
memotivasi perusahaan melaksanakan CSR, yakni :

1) Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dengan dorongan amal berdasarkan
motivasi keagamaan.
2) Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dengan dorongan kemanusiaan
yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama
dan memperjuangkan pemerataan sosial.
3) Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.

Erma Witoelar selaku Duta Besar Millenium Development Goals (MDGs)


menegaskan bahwa kontribusi korporat dalam pembangunan dan pengembangan Indonesia
tidak hanya ditentukan lewat kegiatan bisnis, tetapi juga pada berapa kontribusinya terhadap
lingkungan sekitar. Merujuk pada Saidi dan Abidin, terdapat empat model atau pola CSR yang
umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yakni:

1) Keterlibatan langsung Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan


menyelenggarakan sendiri ke-giatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya
menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair
manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2) Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan Perusahaan mendirikan yayasan
sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model
yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan
menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur
bagi kegiatan yayasan.
3) Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau
media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya. Beberapa lembaga sosial/organisasi non-pemerintahan yang bekerja sama
dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia
(PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi
pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI), Depdiknas, Depkes, Depsos;
universitas (UI, ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar).
4) Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada
pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium
atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga
operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

Kesadaran tentang pentingnya Corporate Social Responsibility menjadi tren di


kalangan korporasi baik di tingkat global maupun tingkat nasional. Hal ini sesuai dengan
meningkatnya kepedulian korporasi terhadap masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan di sekitarnya, dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsipprinsip hak
asasi manusia (HAM). Dari sisi urgensinya, formalisiasi CSR memang mendesak karena kian
meluasnya eskalasi kemiskinan dan degradasi lingkungan. Meski dalam empat tahun terakhir
sebagian besar perusahaan membukukan kenaikan laba dan setoran pajak yang signifikan,
namun kemiskinan dan kerusakan lingkungan justru semakin parah.

CSR bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas hidup masyarakat yang
berada di sekitar perusahaan. Hal tersebut untuk menghindari ketergantungan masyarakat pada
perusahaan. Kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan agar masyarakat yang berada di
sekitar perusahaan dapat mandiri dalam kehidupan mereka. Namun, sudah banyak perusahaan,
yang menjalankan CSR sebelum ada hukum yang mengatur–melalui program pengembangan
komunitas, perbaikan infrastruktur dan pendidikan, serta program lingkungan. Di banyak
negara, CSR yang dikenal pertama kali pada awal abad ke-20 ini sudah sangat lazim. Separuh
perusahaan di Amerika dan beberapa negara Eropa sudah menjalankan CSR.
Referensi

Hardi, Jhon. 2016. Ringkasan Sejarah Csr Dunia Ke Indonesia.


HTTP://JHONHARDI.COM/RINGKASAN-SEJARAH-CSR-DUNIA-KE-
INDONESIA/. (Diakses 16 Februari 2019)

Salim, Agus. 2010. Pengaturan Corporate Social Responsibility (Csr) Di Indonesia. E-Journal
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Volume 7 Nomor 3

Suharto, Edi, “Pekerjaan Sosial Industri, CSR dan ComDev”, disampaikan pada workshop
tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Lembaga Studi Pembangunan (LSP)-
STKS Bandung, 29 November 2006.

Anda mungkin juga menyukai