Anda di halaman 1dari 14

Makalah Tugas

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Ditulis oleh:

Tri Sugiharto

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Univeristas Tanjungpura

2022
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam kegiatan usaha perusahaan, sebagai pelaku bisnis perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk membangun hubungan yang harmonis terhadap
masyarakat yang berada disekitar lingkungan operasi perusahaan itu. Pada
teorinya, perusahaan dianggap memilik tanggung jawab moral terhadap
lingkungan, masyarakat yang terlingkup dalam seluruh aktivitas bisnisnya, baik
yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung.
Secara historis, tanggung jawab sosial ini telah ada sejak jaman dahulu.
Dalam Kode Hammurabi terdapat 282 hukum yang berisi sanksi terhadap
pengusaha yang lalai dalma melaksanakan aktivitas bisnisnya. Salah satu contoh
adalah pengusaha harus menjaga kenyaman dalam menjalankan bisnis
usahanya. Jika terjadi ketidaknyamanan bahkan menyebabkan kematian,
pengusaha tersebut bisa dikenai sanksi hukuman mati. (→, 2020)
Penggunaan istilah Corporate Social Responsibility dimulai sejak tahun
1970an setelah John Elkington mengemukakan tiga komponen penting untuk
Sustainable Development yaitu, economic growth, environmental protection, dan
social equity, yang digagas juga The World Commission on Environment and
Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987). Yang selanjutnya
ditegaskan kembali menjadi 3(tiga) fokus yaitu profit, people and planet. Yang
selanjutnya dideskripsikan bahwa perusahan yang baik adalah perusahaan yang
tidak hanya mengejar keuntungan tapi sekaligus perusahaan yang peduli
terhadap keberlangsungan lingkungan dan kemaslahatan masyarakat.
Tanggung jawab sosial ini merupakan strategi bisnis jangka panjang
perusahaan untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi yang bersamaan dalam peningkatan
kualitas hidup, pelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat secara lebih
luas. Tanggung jawab sosial merupakan proses untuk mengevaluasi stakeholder
dan tuntutan lingkungan serta mengimplementasikan program sosial.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Corporate Social Responsibility

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mendeskripsikan Corporate Social Responsibility
BAB II PEMBAHASAN

1. Corporate Social Responsibility


1.1 Pengertian
Menurut Carroll dalam (Unang,2011) CSR, adalah bentuk kepedulian
perusahan terhadap masyarakat sekitar, meliputi beberapa aspek yaitu aspek
ekonomi, hukum, etika serta kontribusi pada isu social. Dari konsep Carroll
dalam (Unang,1979) menunjukan bahwa setiap perusahaan dalam bentuk
kegiatannya CSR,harus melihat beberapa aspek karena dari beberapa aspek
yang dikemukakan oleh carroll itu bersifat memberikan kontribusi dalam
kepedulian dan pengembagan terhadap beberapa aspek yang telah dijelaskan
oleh Carroll.
Selain itu (Bowem, 1953) menjelaskan CSR adalah sebagai kewajiban
pengusaha untuk merumuskan kebijakan, membuat keputusan, atau mengikuti
garis tindakan, yang diinginkan dalam hal tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
CSR, menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD)
merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis
dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi pada komonitas
setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf
hidup karyawan beserta seluruh keluarganya.Diakses dari jurnal kementrian
lingkungan hidup.
Menurut Hartman dalam (Widenta,2011) CSR, merupakan tanggung
jawab yang dimiliki perusahaan terhadap komunitas yang berkaitan dengan
operasional bisnis sehingga perusahaan harus mengidentifikasikan kelompok-
kelompok stakeholder dan menggabungkan kebutuhan serta kepentingan
mereka dalam proses pembuatan keputusan operasional dan startegis.Menurut
Hartman dalam (Widenta,2011) secara umum CSR adalah sebuah pendekatan
dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Serta
bagaimna memberikan pengaruh terhadap dibidang ekonomi, social dan
lingkungan. Menurut Hartman dalam (Widenta,2011)melihat dari beberapa
aspek tersebut dalam bidang ekonomi, CSR diharapkan dapat meningkatkan
atau mempengaruhi suatu bentuk perekonomian, dalam aspek hukum
perusahaan dituntut untuk mengikuti setiap peraturan yang berlaku yang
menyangkut tentang CSR,dalam artian bahwa setiap perusahaan baik skala
local maupun perusahaan asing harus melaukan tanggung jawab social
perusahaan sesuai dengan peraturan ketentuan hukum yang berlaku, jika
dilihat dari segi etika serta kontribusi pada isu socialperusahaan harus,
berperan penting dalam menjaga etika dalam kegiatan perusahaan tersebut
seperti dalammemperhatikan dampak yang dihasilakan, serta menjaga
keadaan lingkungan.
Istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an setelah John Elkington
mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni
economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas
juga The World Commission on Environment and Development (WCED) dalam
Brundtland Report (1987). Ditegaskan Elkington bahwa CSR dikemas dalam
tiga focus yang disingkat 3P, singkatan dari profit, planet dan people.
Penjabarannya, perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan
ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
(hestanto personal website, 2020)
1.2 Sejarah
Sejarah Tanggung jawab Sosial dunia terbagi atas beberapa fase. Untuk
fase pertama pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada masyarakat
bermula di Amerika Serikat sekitar tahun 1900 atau lebih dikenal sebagai
permulaan abad ke-19. Pada waktu itu Amerika sedang dalam pertumbuhan
yang begitu pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan
raksasa yang muncul dan hidup berdampingan dengan masyarakat. Pada saat
itu, banyak perusahaan besar menyalahgunakan kuasa mereka dalam hal
diskriminasi harga, menahan buruh dan prilaku lainya yang menyalahi moral
kemanusiaan. Dengan kata lain, banyak perusahaan yang berbuat semena-
mena terhadap masyarakat. Hal itu jelas membuat emosi masyarakat.
Fase kedua evolusi munculnya CSR tercetus pada tahun 1930-an.
Dimana pada waktu ini banyak protes yang muncul dari masyarakat akibat ulah
perusahaan yang tidak mempedulikan masyarakat sekitarnya. Segala sesuatu
hanya diketahui oleh perusahaan. Ditambah kenyataan bahwa pada saat itu
telah terjadi resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan
pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut. Pada masa ini dunia
berhadapan dengan kekurangan modal untuk input produksinya. Buruh
terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluas dan merugikan
pekerjannya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikap perusahaan yang
tidak bertanggung jawab terhadap pekerjanya karena perusahaan hanya diam
dan tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut masyarakat pada masa ini
perusahaan sama sekali tidak memiliki tanggung jawab moral. Menyadari
kemarahan masyarakat muncul beberapa perusahaan yang meminta maaf
kepada masyarakat dan memberi beberapa jaminan kepada para karyawannya
yang dipecat.
Sejarah perkembangan Tanggung jawab Sosial dibagi enam:
1. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 1920-1959.
Gema Tanggung Jawab Sosial semakin terasa pada tahun 1950-an.
Hal ini dikarenakan persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang
semula tidak mendapat perhatian, mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari
berbagai kalangan. Dengan diterbitkannya buku yang bertajuk “social
responsibilities of the businessman” karya Howard R Bowen tahun 1953 yang
merupakan litertur awal, maka menjadikan tahun tersebut sebagai tonggak
sejarah modern Tanggung Jawab Sosial. Di samping itu, pada dekade ini juga
diramaikan oleh buku legendaris yang berjudul “silent spring” yang ditulis oleh
Rachel Carson, seorang ibu rumah tangga biasa yang mengingatkan kepada
masyarakat dunia akan bahaya yang mematikan dari pestisida terhadap
lingkungan dan kehidupan. Melalui buku Rachel Carson ingin menyadarkan
bahwa tingkah laku perusahaan mesti dicermati sebelum berdampak pada
kehancuran.
2. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 1960-1969.
Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah harga diri pengusaha itu sendiri
berupa tanggung jawab atas terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan di
masyarakat. Konsep Tanggung Jawab Sosial dalam periode ini adalah
Tanggung Jawab Sosial yang sebelumnya merupakan kewajiban moral yang
bersifat kedermawanan berkembang menjadi suatu tolok ukur harga diri dari
pengusahanya dengan mewujudkan nilai-nilai masyarakat.
3. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 1970-1979.
Pada dasawarsa 1970-an, terbitlah “the limits to Growth” yang merupakan
hasil pemikiran para cendekiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome.
Dalam hal ini, buku ini ingin mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa
bumi yang kita pijak mempunyai keterbatasan daya dukung. Oleh karena itu,
eksploitasi alam mesti dilakukan secara hati-hati supaya pembangunan dapat
dilakukan secara berkelanjutan.
Pada dasawarsa ini, kegiatan kedermawanan perusahaan terus
berkembang dalam kemasan philantropy dan community development serta
pada masa ini terjadi perpindahan penekanan dari fasilitas dan dukungan pada
sektor-sektor produktif ke arah sektor-sektor sosial.
4. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 1980-1989.
Pada era 1980-an makin banyak perusahaan yang menggeser konsep
philantropisnya ke arah community development. Intinya kegiatan
kedermawanan yang sebelumnya kental dengan kedermawanan ala Robin
Hood makin berkembang kearah pemberdayaan masyarakat, misalnya
pengembangan kerja sama, memberikan keterampilan, pembukaan akses
pasar, hubungan inti plasma, dan sebagainya.
Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah proses menambah value
perusahaan adalah tergantung pada stakeholders operasional perusahaan.
Konsep Tanggung Jawab Sosial dalam periode ini mulai berkembangnya teori
stakeholders (para pemangku kepentingan) dalam melakukan Tanggung Jawab
Sosial untuk meningkatkan nilai perusahaan.
5. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 1990-1999.
Dasawarsa 1990-an adalah dasawarsa yang diwarnai dengan beragam
pendekatan seperti integral, pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil
society. Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak awal tahun
1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah melakukan CSA (Corporate
Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun berbeda secara
gramatikal, secara factual aksinya mendekati konsep CSR yang
merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap
aspek sosial dan lingkungan.
Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah peningkatan ekonomi dan
komunitas dalam masyarakat secara keberlanjutan melalui harmonisasi dari
lingkungan, ekonomi dan masyarakat. Konsep Tanggung Jawab Sosial dalam
periode ini berkembang ke konsep keberlanjutan dalam pelaksanaan Tanggung
Jawab Sosial yang didasari aspek ekonomi, lingkungan, dan masyarakat.
6. Konsep Tanggung Jawab Sosial periode 2000-saat ini.
Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah perhatian terhadap nilai-nilai
masyarakat secara berkelanjutan. Perkembangan berikutnya Konsep Tanggung
Jawab Sosial adalah pembangunan berkelanjutan dari segala aspek oleh para
pemangku kepentingan. Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah strategi bisnis
untuk pembangunan berkelanjutan. Konsep Tanggung Jawab Sosial adalah
pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan lingkungan dan kualitas hidup.
Konsep Tanggung Jawab Sosial memberikan wajah baru bentuk
kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dengan alasan bahwasanya
kegiatan produksi langsung maupun tidak membawa dampak for better or
worse bagi kondisi lingkungan dan sosial ekonomi disekitar perusahaan
beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya
shareholders (komponen yang terkait dengan internal perusahaan) yakni para
pemegang saham melainkan pula stakeholders, yaitu semua pihak diluar
pada pemegang saham yang terkait dan berkepentingan terhadap eksistensi
perusahaan.
Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan,
pemasok, masyarakat disekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, mediam assa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan
prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain, tergantung pada core bisnis perusahaan yang
bersangkutan. Sebagai contoh, PT Aneka Tambang,Tbk. dan Rio Tinto yang
menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders
dalam skala prioritasnya.
Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produsen produk
konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customernya.
Pemberlakuan CSR notabene memperkuat posisi perusahaan di sebuah
kawasan, melalui jalinan kerjasama antara stakeholder yang difasilitasi oleh
perusahaan melalui penyusunan berbagai program pengembangan
masyarakat sekitar, atau dalam pengertian, kemampuan perusahaan
beradaptasi dengan lingkungan, komunitas dan stakeholder yang terkait
dengan perusahaan, baik lokal, nasional maupun global, karena
pengembangan corporate social responsibility kedepan mengacu pada
konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development).
(Zulkifli et al., 2020).
1.3 Tujuan
Tujuan dari CSR adalah (Saputri, 2011):
a. Untuk meningkatkan citra perusahaan, biasanya secara implisit, asumsi
bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.
b. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya
kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat.
c. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan
tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.
Trevino dan Nelson mengkonsepkan CSR sebagai piramid yang terdiri dari
empat macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan secara
berkesinambungan, yaitu, hukum, etika dan berperikemanusian.
(Accounting,2020)
1.4 Bentuk Corporate Social Responsibility
Bentuk ataupun karakteristik CSR yang baik adalah sebagai berikut:
a. CSR seharusna adalah kegiatan yang melebihi kepatuhan terhadap
undang-undang yang berlaku.
b. CSR seharunya dapat menghasilkan dampak semi permanen untuk
perusahaan dan masyarakat
c. CSR harus menghitung dan menimbang kepentingan pemegang
kepentingan (stakeholders) di dalam dan di luar perusahaan.
d. CSR harus berisikan sistem govermane yang sesuai, bersamaan
dengan transpotasi dan tangung jawab

Corporate Social Responsibility (CSR) yang kini banyak dilaksanakan


oleh perusahaan-perusahaan telah mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Konsep ini telah banyak mengalami tahapan sebelum gaungnya terasa
seperti saat ini. Hal ini dapat dilihat dalam kajian Wibisono (2007: 3), yang
mengatakan bahwa pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi
industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai
organisasi yang mencari keuntungan belaka. Namun seiring perkembangan
waktu perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab secara sosial.
Perusahaan haruslah juga memperhatikan kondisi masyarakat yang berada
disekitar perusahaan agar masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari
perusahaan. Berdasarkan fenomena di atas tentang tanggung jawab sosial
yang masih belum sepenuhnya dilakukan perusahaan maka pemerintah
mendukung serta mewajibkan perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR.
Hal ini dibuktikan dengan adanya regulasi pemerintah yang mengeluarkan
peraturan yang membahas tentang Corporate Social Responsibility (CSR)
pada UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengenai tanggung
jawab sosial dan lingkungan pasal 74. Undang-undang ini berisi perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan 4 tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Pernyataan mengenai mengapa CSR penting, tidak cukup
dijawab dengan menyatakan bahwa CSR telah diwajibkan oleh pemerintah
dengan mengeluarkan peraturan. Jika CSR dianggap penting karena adanya
peraturan pemerintah, perusahaan akan cenderung terpaksa dan setengah
hati melaksanakan CSR. Harus ada kesadaran dari perusahaan tentang CSR.
Oleh karena itu diwajibkan atau tidak, CSR harus merupakan komitmen dan
kepedulian genuine (asli) dari para pelaku bisnis untuk ambil bagian
mengurangi beban kemanusiaan. Hubungan yang baik antara perusahaan
dengan masyarakat dan lingkungannya tentu dapat terwujud jika masyarakat
dan lingkungan memiliki pandangan yang baik mengenai perusahaan yang
bersangkutan. Pandangan masyarakat yang positif bisa dibentuk dengan
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dimaknai
sebagai komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang
terhadap masalah tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat
menciptakan lingkungan yang lebih baik. Industri food and beverage banyak
mempunyai kontribusi yang tinggi untuk perekonomian di Indonesia, salah
satu perusahaan yang berada pada posisi tertinggi yakni PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk, 25 daftar perusahaan terbesar di Indonesia dari survey yang
dilakukan oleh Majalah Fortune 100 (edisi khusus Juni 2013). Dimana, PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk, berada pada posisi ke tujuh dengan laba 50
triliun per tahun. Dengan urutan pertama PT. Astra Internasional Tbk, Rp.
188,053 triliun, diikuti urutan kedua PT. Telekomunikasi 5 Indonesia (persero)
Rp. 77,143 triliun, dan ketiga PT. HM. Sampoerna senilai Rp. 66,62 trilun.
(sumber:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/07/15/1630536/Ini.Daft
ar.P erusahaan.Terbesar.di.Indonesia.Versi.i.Fortune./i.com). Jauh sebelum
bahasan mengenai CSR diangkat ke permukaan, sebagai sebuah perusahaan
besar PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, sudah banyak melakukan program-
program kepedulian sosial dan lingkungan seperti program CSR yang
dilakukan secara berkelanjutan oleh perusahaan. Indofood terus melanjutkan
program corporate social responsibility (CSR) yang mengimplementasikan
misi Perseroan yakni "Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat
dan lingkungan secara berkelanjutan". Landasan tujuan yang digunakan
dalam melaksanakan program CSR Perseroan adalah: menciptakan hidup
yang lebih baik setiap hari, yang kemudian dituangkan ke dalam lima pilar
CSR yaitu Pembangunan Sumber Daya Manusia, Partisipasi Aktif Dalam
Kegiatan Komunitas, Peningkatan Nilai Ekonomi, Menjaga Kelestarian
Lingkungan, dan Solidaritas Kemanusiaan.

Perusahaan melakukan program CSR sebagai salah satu cara untuk


mendekatkan diri dengan masyarakat disekitar unit operasional perusahaan
dan membangun hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat
dan lingkungan. Untuk melihat bagaimana respon dari masyarakat terhadap
program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya.
Setidaknya ada dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan yaitu
indikator internal dan indikator eksternal, Wibisono (2007: 145). Maka dari itu,
perusahaan perlu mengetahui sejauh mana respon dari masyarakat terhadap
program CSR secara keseluruhan agar perusahaan dapat mengambil
kesimpulan dan menyusun strategi untuk kegiatan CSR di masa yang akan
datang.

1.5 Pengungkapan
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga
disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social
accounting (Mathews,1995) atau corporate social responsibility (Hackston dan
Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan
lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang
berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut
memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar
peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik
modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan
asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas
dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987
dalam Sembiring 2005).
Undang Undang No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat (2) tentang
Perseroan Terbatas mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan aktivitas
tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan. Namun demikian, item-item
CSR yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang masih bersifat
sukarela (voluntary).
Menurut Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004),
tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah :
a. Untuk meningkatkan image perusahaan.
b. Untuk meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi
bahwa terdapat kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat.
c. Untuk memberikan informasi kepada investor.
Sedangkan menurut Zadex (1998:1426) dalam Sulistyowati (2004), alasan
perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial adalah :
a. Untuk memahami apakah perusahaan telah mencoba mencapai kinerja
sosial terbaik sesuai yang diharapkan.
b. Untuk mengetahui apa yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan
kinerja sosial.
c. Untuk memahami implikasi dari apa yang dilakukan perusahaan tersebut.

Darrough (1993) dalam Binsar H. Simanjuntak dan Lusy Widiastuti (2004)


mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan
persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum
yang disyaratkan oleh lembaga yang berwenang (Pajak, Undang-Undang,
SAK, maupun BAPEPAM). Jika perusahaan tidak bersedia untuk
mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan
memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Sedangkan pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan, mencangkup lingkungan, energi,
kesehatan dan keselamatan kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, krterlibatan
masyarakat dan umum (Hackson dan Milne 1996 dalam Sembiring 2003).
Menurut Gray et.al., (1995b) dalam Sembiring (2003) ada dua
pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian
tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama,
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlukan
sebagai suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini
secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai
utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung
membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan.
Pendekatan alternatif kedua dengan meletakan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam
hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah
menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik
yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
(AMRI, 2020). Pengungkapan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
pendidikan, bahwa petinggi perusahaan dengan pendidikan yang mempunyai
gelar dari pendidikan tinggi mempunyai penggungkapan yang baik. Bahkan,
petinggi perusahaan yang berasal dari pendidikan tinggi terbaik 300 dunia
bahkan memiliki pengungkapan yang jauh lebih baik. (Mulazid et al., 2017).
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Corporate Social Responsibility merupakan tanggung jawab moral bagi
perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat yang tdiak terbatas hanya
pada konsumen saja, tapi semua pihak yang terkait baik langsung ataupun
tidak langsung. Perusahaan perlu memperhatikan keberlangsuangan hidup
masyarakat yang terkait dan terdampak atas aktivitas usahanya.
3.2 Saran
Perusahaan perlu dan harus transparan dalam menngungkapkan kepada
publik bentuk dan implementasi atas program tanggung jawab sosial yang
akan dan telah mereka lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

→, L. (2020). Latar Belakang Corporate Social Responbility dan Community


Development di Bidang Pertambangan.

AMRI,, N. (2020). Pengungkapan Corporate Social Responsibility. [online]


Informasi Tentang Dunia Akuntansi.

Hestanto. (2020). Konsep CSR (Corporate Social Responsibility).

Accounting. (2020). Memahami Corporate Social Responbility (CSR).

Mulazid, A., Habbe, A., Idris, I., Syofyan, E., Prabowo, M. and Iswaningtyas, A.
(2017). Board of directors and CSR disclosure in Indonesian banking industry:
does education matter?. International Journal of Trade and Global Markets,
10(4), p.322.

Ganteng, S. (2020). Pengertian Csr, Fungsi, Manfaat, Tujuan, Bentuk, Contoh


Terlengkap. [online] Onoini.com.

Zulkifli, A.(2020). Sejarah Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau History of


Corporate Social Responsibility

Anda mungkin juga menyukai