Anda di halaman 1dari 24

AKUNTANSI AKUNTANSI MANAJEMEN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

OLEH
KELOMPOK 6

1. ARDIANSYAH FAJAR SUSILA PUTRA


2. MAFIRA GITA APRILIANI
3. MUHAMMAD KHAIRUS SHOLIHIN

MAGISTER AKUNTANSI
PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin banyaknya perusahaan dan industri yang melakukan kegiatan bisnis,
menandakan semakin berkembangnya kegiatan bisnis di suatu negara. Keberadaan
perusahaan dalam suatu lingkungan negara akan memiliki dampak positif dan negatif,
dalam arti sebuah perusahaan yang berada di tengah-tengah masyarakat disatu sisi akan
menguntungkan, dan disisi lain akan dapat menimbulkan kerugian. Dalam hal positif bagi
masyarakat terhadap keberadaan perusahaan dilingkungannya, tentu akan mampu menarik
tenaga kerja yang akan dijadikan keryawan perusahaan. Ketika keberadaan perusahaan
dilihat dari sisi dampak negatif, maka timbullah beberapa kejadian yang kondisinya
merugikan lingkungan dan masyarakat disekitarnya.
Keberadaan sebuah perusahaan dilihat dari segi negatif maka perlu adanya sebuah
program, komitmen, dan strategi perusahaan yang menangani dampak negatif yang terjadi
tersebut. Karena jika dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan dapat diminimalisir,
bahkan kalau bisa dihilangkan. Maka hal itu dapat meningkatkan citra perusahaan di mata
masyarakat, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, mempermudah
perusahaan dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk yang
ditawarkan nantinya. Inilah yang umum disebut tanggung jawab sosial atau Corporate
Social Responsibility (CSR).
CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil
dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini
telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya.
Perkembangan CSR secara konseptual baru dikemas sejak tahun 1980-an yang dipicu
sedikitnya oleh 5 hal berikut:
1. Maraknya fenomena “take over” antar korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan
rekayasa finansial.
2. Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan
semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global.
3. Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negara – negara berkembang, sehingga
di tuntut supaya memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan yang adil
terhadap buruh.
4. Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia
telah menyebabkan tumbuhnya LSM (termasuk asosiasi profesi) yang memusatkan
perhatian mulai dari isu kemiskinan sampai pada kekuatiran akan punahnya berbagai
spesies baik hewan maupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.
5. Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan
dalam membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.
Pemikiran yang melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah
bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal
(artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban
terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi
kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah
perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau
customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga
kompetitor. Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR
dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak
memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu
kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam
jangka panjang.
Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001, namun
sebelum wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan
sangat sedikit yang mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin
karena kita belum mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga
terampil (baik penyusun laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal
Indonesia juga kurang mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang
memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai
contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi
saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability
dengan salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange
yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock
Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE 4Good sejak 2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR
adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka,bisnis
tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran.
Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR,
yaitu :
1. Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin;
2. Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya;
3. Makin mengemukanya arti kesinambungan;
4. Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.
5. Tren ke arah transparansi;
6. Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era millennium baru.
Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering
diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin
besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan terus
tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala
pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap
berbagai masalah kemasyarakatan
Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan
ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik
konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah
memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal
lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau
melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan
komersial di baliknya. Agar mengangkat reputasi perusahaan di mata publik atau
pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan bukti nyata bahwa
komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Manfaat dari CSR itu
sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan
bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
1. Mengetahui pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
2. Mengetahui manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
3. Memahami pandangan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
4. Mengetahui hubungan Corporate Social Responsibility, Kinerja dan Manajemen Laba
5. Mengetahui keberadaan CSR dalam Hukum Perseroan di Indonesia
6. Mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility dalam perusahaan
7. Mengetahui praktek CSR dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
8. Mengetahui mplikasi CSR pada Iklim Penanaman Modal di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)


Dilihat dari asal katanya, Corporate Social Responsibility berasal dari literatur
etika bisnis di Amerika Serikat dikenal sebagai Corporate Social
Responsibility atau Social Responsibility Of Corporation. Secara umum istilah CSR
diterjemahkan menjadi tanggung jawab sosial perusahaan. Kata Corporate dipahami
sebagai perusahaan besar. Sedangkan perusahaan merupakan badan hukum yang
didirikan untuk melayani kepentingan umum disamping keuntungan. (Achmad Daniri
dalam jurnal Nancy S. Haliwela).
Menurut Darwin (2004) Corporate Responsibility adalah mekanisme bagi
suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeolders, yang
melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. (Rachmawati, 2012). Menurut
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.
The World Business Council for Sustainable Devolopment (WBCSD)
mendefinisikan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan
ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan
mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis
maupun untuk pembangunan. (Nancy S. Haliwela, 2011)
Lebih lanjut, Nancy S. Haliwela (2011), mengatakan CSR sebagai bentuk
tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap stakeolders. Dalam pengertian
terbatas tanggung jawab sosial suatu perusahaan dipahami sebagai upaya untuk tunduk
dan memenuhi hukum, seperti tanggung jawab sosial bisnis. Sedangkan secara luas,
Corporate Social Responsibility dipahami sebagai konsep yang lebih manusiawi, yang
menjunjung tinggi moralitas. Setiap perusahaan menentukan sendiri bentuk tanggung
jawab sosial yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan perusahaan tersebut.
Tanggung jawab sosial ini dapat berupa tanggung jawab terhadap kebersihan
dan kesehatan lingkungan, keadaan ekonomi masyarakat pada umumnya, pertisipasi
perusahaan pada pembangunan lingkungannya. (Ernie Tisnawati dan Kurniawan,
2005:76). Jadi, dari beberapa definisi yang diungkapkan diatas, penulis menyimpulkan
bahwa Corporate Responsibility atau tanggung jawab perusahaan yaitu mekanisme
sebuah perusahaan berbentuk komitmen bisnis yang diintegrasikan melalui perhatian
dan pemberian kontribusi perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sebagai
bentuk partisipasi perusahaan (dunia bisnis) untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi berkelanjutan.

B. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)


Bagi perusahaan setidaknya terdapat empat manfaat CSR (Wikipedia, 2008),
yaitu:
1. Brand differentiation.
Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra
perusahaan yang khas, baik dan etis di mata publik yang pada gilirannya
menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond
Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu
lingkungan.
2. Human resources.
Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama
yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki
pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis
perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR
juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.
3. License to operate.
Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan
publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi
standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
4. Risk management.
Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi
perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal
korupsi, kecelakaan karyawan atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya
”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko
bisnis.
Selain 4 manfaat di atas, secara lebih rinci manfaat yang didapatkan bagi
perusahan dengan adanya CSR adalah:
1. Perusahaan lebih mudah mengalokasikan dana yang mengendap melalui kegiatan
pemberian kredit bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan ekonomi seperti
(KUR);
2. Dapat meningkatkan penghasilan perusahaan juga sebab apabila taraf hidup
masyarakat maju maka daya beli masyarakat juga akan bertambah hal ini yang
akan menjadi bertambahnya penghasilan bagi perusahaan;
3. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan;
4. Mendapatkan lisensi untuk beroprasi secara sosial;
5. Mereduksi risiko bisnis perusahaan;
6. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha;
7. Membuka peluang pasar yang lebih luas;
8. Mereduksi biaya misalnya terkait dampak lingkungan;
9. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders;
10. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan;
11. peluang mendapatkan penghargaan.
Di sisi lain, bagi masyarakat CSR memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Masyarakat jadi lebih mudah dalam mendapatkan haknya dari perusahaan;
2. Masyarakat mendapat bantuan apabila ingin melakukan kegiataan perekonomian;
3. Meningkatkan tingkat kesehatan;
4. Mengurangi tingkat penggangguran dan;
5. Mengurangi tingkat putus sekolah masyarakat.
Selain perusahaan dan masyarakat, pemerintah juga mendapat manfaat dari
CSR, yaitu pemerintah mendapatkan partner pada mewujudkan tatanan masyarakat
yang lebih baik karena, pemerintah sebagai pihak legitimasi. Artinya sebahagian tugas
pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau
organisasi bisnis. Manfaat program CSR bagi pemberdayaan masyarakat secara
berkelanjutan kalau dilaksanakan secara sistematis, terintegrasi dan berkesinambunga,
agar program-program CSR bisa tepat sasaran dan dapat dipantau tingkat efektivitas
dan kinerjanya. (Nancy S.Haliwela, 2011)
Jadi, dari beberapa penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa manfaat
dari Corporate Social Responsibility ini sangat berpengaruh besar terhadap
perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Terjadi hubungan yang saling
menguntungkan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Secara khusus, bagi
perusahaan yang mendukung CSR ini cenderung memperoleh manfaat yang lebih
besar dari program CSR baik secara jangka pendek, maupun jangka panjang, langsung
maupun tidak langsung.

C. Pandangan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Terdapat beberapa pandangan yang diungkapkan oleh M. Taufik Amir (2011)
dalam bukunya Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi, yaitu:
1. Pandangan Tradisional
Membicarakan tanggung jawab perusahaan ada dua konsep awal yang sejak
dulu menjadi landasan perusahaan-perusahaan dalam menjalankan praktik
tanggung jawab sosial. Ada pihak yang mengatakan bahwa urusan bisnis adalah
menjalankan bisnis saja. Menurut Friedman dalam buku M. Taufiq Amir bahwa
hanya ada satu tanggung jawab social perusahaan, yaitu menggunakan sumber daya
dengan aktivitas-aktivitas yang biasa mendapatkan dan meningkatkan laba
perusahaan, sepanjang semuanya sesuai aturan yang ada, terbuka, dan bersaing
bebas tanpa kecurangan. (2011:266)
Lebih jelas M. Taufik Amir menjelaskan bahwa pandangan ini sekaligus
menyiratkan bahwa upaya perusahaan motifnya bukan ekonomi (misalnya untuk
kesejahteraan masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan bisa memiliki
kemungkinan merugi karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan.
2. Pandangan Sosioekonomi
Ada pandangan yang menyebutkan bahwa kalangan bisnis selayaknya
memiliki tanggung jawab lebih. Ada empat pokok pikiran dari pandangan ini,
yaitu:
a. Tanggung jawab perusahaan lebih dari sekedar menciptakan laba, yaitu
perusahaan juga terlibat untuk urusan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
b. Perusahaan pada dasarnya bukan pihak independen yang hanya bertanggung
jawab kepada pemegang sahamnya.
c. Perusahaan seharusnya memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat
yang lebih luas, baik untuk urusan sosial, hukum, dan berbagai masalah
perpolitikan.
d. Perusahaan haruslah melakukan hal-hal yang baik dan benar dan bermanfaat
bagi masyarakat dalam menjalankan usahanya.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
memiliki beberapa pandangan dilihat dari segi mendukung atau tidaknya penerapan
CSR oleh beberapa pihak yaitu adanya pro dan kontra. Artinya, adanya pendangan
yang mendukung konsep ini dan ada yang menolak untuk menerapkan konsep
tanggung jawab sosial perusahaan.
Tabel 1.
Pandangan Pro dan Kontra terhadap Corporate Social Responsibility
Pandangan kelompok yang pro Pandangan kelompok yang contra
No. terhadap tanggung jawab sosial dari terhadap tanggung jawab sosial
organisasi bisnis dari organisasi bisnis
1. Kegiatan bisnis sering kali Perusahaan tidak memiliki ahli
menimbulkan masalah, oleh karena yang mengkhususkan dalam
itu sudah semestinya perusahaan bidang sosial dan
bertanggung jawab atas apa yang kemasyarakatan, oleh karena itu
dilakukannya. sulit bagi perusahaan bertanggung
jawab
2. Perusahaan adalah bagian dari Perusahaan yang ikut
lingkungan sosial masyarakat, oleh berpartisipasi dan bertanggung
karena itu sudah semestinya ikut jawab dalam lingkungan sosial
berpartisipasi dan bertanggung jawab masyarakat justru akan memiliki
atas apa yang terjadi di masyarakat kekuatan untuk mengontrol
masyarakat dan itu indikasi yang
kurang baik secara sosial
3. Perusahaan biasanya memiliki Akan banyak terdapat konflik
sumber daya untuk menyelesaikan kepentingan di masyarakat jika
masalah dilingkungan sosial perusahaan terlibat dalam
masyarakat aktivitas sosial

4. Perusahaan adalah pertner dari Tujuan perusahaan bukan untuk


lingkungan sosial kemasyarakatan, motif sosial, akan tetapi untuk
sebagaimana halnya juga pemerintah memperoleh profit dan mencapai
dan masyarakat lain pada umumnya tujuan yang diharapkan oleh para
pemilik perusahaan
Sumber: Ricky dan Hauton dalam Ernie dan Kurniawan (2005:76)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep penerapan Corporate Social
Responsibility oleh perusahaan dapaat dlihat dari sisi diterima atau ditolaknya oleh
berbagai pihak dan dapat juga dilihat dari sifat perusahaan itu sendiri yang meliputi
pandangan tradisional dan pandangan sosioekonomi. Tolak ukur dari berbagai
pandangan ini tetap saja pada konsep perusahaan sebagai kegiatan bisnis yang profit
oriented yang merasa tak perlu memikirkan tanggung jawab sosial yang pada dasarnya
itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.

D. Hubungan Corporate Social Responsibility, Kinerja dan Manajemen Laba


Menurut Dahlia dan Siregar (2008) dalam buku Rahmawati menemukan bahwa
aktivitas CSR terbukti berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan tetapi tidak
berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Sementara Belkaouni (2006) dalam
buku yang sama menjelaskan bahwa disiplin akuntansi merespon perkembangan
pertanggungjawaban sosial perusahaan. Terdapat sembilan program kerja yang dapat
dilakukan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan CSR yaitu :
1. Employee Programs
Karyawan merupakan aset berharga bagi perusahaan, sehingga tidak
mengejutkan jika perusahaan sangat memperhatikan pengembangan kompetensi
dan kesejahteraan karyawan. Perhatian terhadap kesejahteraan karyawan perlu
diperluas bukan hanya dari sisi jaminan kesehatan dan keselamatan tetapi perlu
adanya perluasan program seperti pemberian pelatihan dan pengembangan kerja,
pembrian kompensasi. (Veithzal Rivai & Ella Jauvani S, 2013 : 741)
2. Community and Broader Society
Mayoritas perusahan memiliki aktivitas dalam area ini, salah satunya adalah
melalui pemberdayaan masyarakat yang intinya adalah bagaimana individu,
kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
3. Environtment Programs
Progaram yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan misalnya
dengan menghasilkan produk yang aman, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan
ramah lingkungan, membuat sumur resapan, dan penyaluran limbah dengan baik.
4. Reporting and Communication Programs
Perusahaan mengeluarkan atau melaporkan hasil kegiatan CSRnya
melalui annual CSR report sehingga terdapat bukti riil partisipasi perusahaan
dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
5. Governance or Code of Conduct Programs
Perusahaan menitikberatkan kegiatan sosial yang dilakukan berdasrkan
sistem yang diatur oleh pemerintah. Hal utama yang harus diperhatikan adalah
bagaimana stakeholder, pemerintah masyarakat, dan dunia usaha dapat membuat
regulasi atau ketentuan yang disepakati bersama untuk mengefektifkan program
CSR. Hal ini berarti diperlukan UU untuk mengatur CSR pada level makro seperti
sasaran progaram CSR, standar penilaian keberhasilan program, dan koordinasi
dengan pihak terkait.
6. Stakeholder Engagement Programs
Upaya menciptakan “effective engagement program” sebagai kunci utama
untuk mencapai kesuksesan strategi CSR dan sustainability strategy.
7. Supplier Programs
Pembinaan hubungan yang baik atas dasar kepercayaan, komitmen,
pembagian informasi antara perusahaan dengan mitra bisnisnya, misalnya melalui
pengelolaan rantai pasokan atau jejaring bisnis.
8. Customer/Product Stewardship Programs
Perusahaan harus memperhatikan terhadap keluhan konsumen dan jaminan
kaulitas produk yang dihasilkan perusahaan.
9. Shareholder Programs
Program peningkatan “share value” bagi shareholder, karena shareholder
merupakan prioritas bagi peruusahaan. Menurut Davidson III, Jiraporn, Kim dan
Nemec (2004) dalam buku Rahmawati telah menguji hubungan antara manajemen
laba dan teori agensi. Mereka berpendapat bahwa pemisahan antara pemilik
(prinsipal) dan pengendali (agen) pada perusahaan memunculkan asimetri
informasi, yang memungkinkan agen melakukan tindakan opurtunis karena mereka
mempunyai kepentingan yang berbeda dengan prinsipal. (tahun)
Dalam konteks ini, manajemen laba dipandang sebagai sebuah biaya
keagenan untuk mengawasi manajer yang berpeluang menjaga kepentingan
pribadinya dengan cara mengeluarkaan laporan keuangan yang tidak menyajikan
gambaran ekonomi perusahaan sesungguhnya. Sebagai konsekuensinya,
shareholders dapat membuat keputusan inventasi yang tidak optimal. Menurut
Clarkson (1994) dalam buku Rahmawati dampak manajemen laba tidak hanya
mempengaruhi pemilik perusahaan, tetapi juga mempunyai pengaruh yang kuat
pada stakeholder lainnya. Stakeholder merupakan sekelompok orang yang
mempunyai risiko sebagai akibat bentuk investasi mereka berupa modal, sumber
daya manusia, atau sesuatu yang bernilai pada suatu perusahaan.

E. CSR dan Hukum Perseroan di Indonesia


Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas payung hukum
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Namun Undang-
Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun
2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007,
dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti
dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Pertimbangan tersebut antar alain
karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi,
ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian
hukum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Dan untuk CSR sendiri jelas ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni UU
No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.
1. UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74, berisi :
Ayat (1) : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan.
Ayat (2) : Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan &
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan & kewajaran.
Ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34, berisi :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak
terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi
yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
a. Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
1) Peringatan tertulis;
2) Pembatasan kegiatan usaha;
3) Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
4) Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
c. Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat
dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

F. Implementasi Corporate Social Responsibility pada perusahaan


Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) merupakan tahap aplikasi program tanggung jawab sosial sebagaimana
yang telah direncanakan. Penerapan tanggung jawab sosial membutuhkan iklim
organisasi yang saling percaya dan kondusif, sehingga memunculkan motivasi dan
komitmen karyawan pelaksana. (Siska Sugiarti & Nur Fardjih Asyik, 2013)
Untuk itu, upaya perusahaan menerapkan CSR memerlukan sinergi dari
pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan
menumbuh kembangkan penerapan CSR, tanpa membebani perusahaan secara
berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan memperoleh
rasa aman dan kelancaran dalam berusaha. (Nancy S. Haliwela, 2011)
Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan
bahwa biaya tanggung jawab diambil dari penyisihan laba bersih yang ditetapkan
lewat LUPS tahunan sebagaimana mentri BUMN mengeluarkan peraturan Meneg
BUMN No. Per / 05 / MBU / 2007 menyatakan bahwa program kemitraan badan usaha
milik negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan yag mengharuskan
setiap BUMN melakukan penyisihan masing-masing maksimal 3% dari laba bersih
setelah pajak untuk program kemitraan dan bina lingkungan (Siska Sugiarti dan Nur
Fajrih Asyik, 2013)
Realisasi CSR cenderung bersifat akomodatif dan tidak melibatkan perubahan
mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya. Di Indonesia pelaksanaan
CSR sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan CEO sehingga kebijakan CSR tidak secara
otomatis akan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Artinya pelaksanaan CSR yang
baik akan terwujud jika CEO Memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial yang
tinggi. Seperti CEO menyadari bahwa CSR bisa menjadi sumber inovasi yang baik,
keunggulan daya saing (competitive advantage), dan penciptaan nilai (value creation),
mereka mengaku bahwa mereka tidak tahu apakah upaya CSR mereka
menguntungkan. Kenaikan value, sebagai salah satu tujuan CSR, juga bisa dilihat dari
perspektif sinergi. (M. Taufik Amir, 2011)
Dalam mewujudkan pelaksanaan CSR sebagai bentuk usaha meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan, dituntut adanya perhatian stakeholder,
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan yang
disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai keefektifan
program CSR. (Lina Anatan, Tinjaun Teoritis dan Praktik di Indonesia)
Berdasarkan penelitian Siska Sugiarti dan Nur Fajrih Asyik yang dilakukan di
PT perkebunan Nusantara XII (Persero) Surabaya dalam menerapkan program CSR
menggunakan beberapa bentuk aktivitas:
1. Berhubungan dengan Sumber Daya Manusia
Perusahanan memberikan kesejahteraan tenaga kerja dalam bentuk:
a. Jaminan sosial yang sangat baik (good sosial insurance)
b. Memberikan penghargaan (reward/punishment) terhadap kreativitas serta
inovasi dari karyawan perusahaan.
c. Memberikan pelayanan kesehatan pada karyawan perusahaan.
2. Berhubungan dengan produk
Untuk mempertahankan kualitas produk agar tetap dapat diterima oleh
masyarakat bahkan untuk memperbesar pangsa pasar, perusahaan melakukan
kegiatan antara lain:
a. Melakukan perawatan produk, yaitu melalui perawatan mesin atau sesuatu lain
yang berhubungan dengan proses produksi.
b. Melakukan event tester pada produk sebagai hasil percobaan produk baru yang
dibuat oleh perusahaan.
c. Mengolah pemanfaatan limbah perkebunan sebagai program pemberdayaan
ekonomi kerakyatan yang menuju Eco Fair Trade.
3. Berhubungan dengan Masyarakat
Kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Program kemitraan
Dana program kemitraan ini diberikan dalam bentuk:
1) Pinjaman uang untuk membiayai modal usaha atau kerja dan pembelian
aset tetap dalam rangka produksi dan penjualan.
2) Pinjaman khusus ini digunakan untuk membiayai kebutuhan dana
pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat jangka pendek dalam
rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan dan perjanjian
pinjaman yang dilaksanakan antara 3 (tiga) pihak.
3) Hibah
a) Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, promosi, dan
hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan serta
untuk pengkajian/penelitian.
b) Besarnya dana hibah ditetapkan maksimal 20% dari dana program
kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan.
b. Program bina lingkungan
Program bina lingkungan meliputi bantuan korban bencana alam,
bantuan pendidikan dan pelatihan, bantuan peningkatan ksehatan, bantuan
pengembangan sarana dan prasarana umum. (Siska Sigiarti, 2013). Jadi dapat
diambil beberapa intisari penting dari implementasiCorporate Social
Responsibility dimana banyak sekali cara yang bisa dilakukan dalam
menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan
masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya regulasi dan peraturan yang
mewajibkan tanggung jawab sosial oleh perusahaan berarti melibatkan
perusahaan dan dunia bisnis dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan. Selain itu implementasi CSR ini juga
perlu dukungan dan kontribusi balik dari masyarakat kepada perusahaan dalam
bentuk memberikan rasa aman kepada pengusaha dalam menjalankan usahanya
di lingkungan mereka.

G. CSR dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan
lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-05/MBU/2007 yang
mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui,
CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam
UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga
memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah,
koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber
dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen
yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat
pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset paling
banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan pertanyaan.
Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi sebelum disebut
sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan Kemitraan mirip
dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun di sini masih ada unsur
bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus memperoleh keuntungan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam kedudukannya memiliki posisi
yang sangat strategis. Selaku unit bisnis/entitas usaha, BUMN yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Perseroan Terbatas
No.40/2007. Sedangkan dalam kedudukan selaku entitas usaha yang dimiliki oleh
Negara, maka BUMN tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PKBL sebagaimana diamanatkan UU
No.19/2003 dan kewajiban pelaksanaan CSR sebagai amanat UU No.40/2007 dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Untuk pelaksanaan PKBL di BUMN, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 88 UU
No. 19/2003 tentang BUMN sebagai berikut:
1. Pasal 2 ayat (1) huruf e. Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah
turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
2. Pasal 88 ayat (1). BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk
keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar
BUMN.
3. Pasal 88 ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan
laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Selanjutnya dalam butir 5 Pasal 1 UU No.19/2003 tersebut
dinyatakan "Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal
pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PKBL yang diatur oleh Menteri
Negara BUMN dalam Peraturan No.:Per-05/MBU/2007 tentang PKBL adalah dalam
kedudukan Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham di BUMN.
Terbitnya UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang antara lain
mengatur kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Perseroan Terbatas di satu pihak dan berlakunya kewajiban BUMN melaksanakan
PKBL di lain pihak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda karena pada dasarnya
kedua hal tersebut mengatur tentang tanggung jawab Perseroan. Oleh karena itu
diperlukan suatu kajian mengenai hal tersebut agar tidak menimbulkan kerancuan
dalam implementasinya bagi perusahaan BUMN di masa datang.

H. CSR dan Implikasinya pada Iklim Penanaman Modal di Indonesia


Penanaman modal dalam UUPM No. 25 Tahun 2007, Pasal 1 angka 1
dinyatakan bahwa ”Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”.
Kehadiran UUPM NO. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diharapkan,
mampu memberikan angin segar kepada investor dan memberikan iklim investasi yang
menggairahkan. Kenyamanan dan ketertarikan investor asing terutama apabila
terciptanya sebuah kepastian hukum dan jaminan adanya keselamatan dan
kenyamanan terhadap modal yang ditanamkan. Secara garis besar tujuan dari
dikeluarkannya UU PM tentunya disamping memberikan kepastian hukum juga
adanya transparansi dan tidak membeda-bedakan serta memberikan perlakuan yang
sama kepada investor dalam dan luar negeri.
Dengan adanya kepastian hukum dan jaminan kenyamanan serta keamanan
terhadap investor, tentunya akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global
yang merosot sejak terjadinya krisis moneter. Berkaitan dengan hal tersebut,
penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional
dan ditempatkan sebagai upaya untuk menigkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan,
meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan
ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem
perekonomian yang berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim investasi dapat diatasi, antara lain melalui
perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi
yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang
berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan
keamanan berusaha. Dengan perbaikan faktor tersebut, diharapkan realisasi
penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan yang diharapkan oleh pembentuk UU PM, didasarkan pada
semangat ingin menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif yang salah satu
aturannya mengatur tentang kewajiban untuk menjalankan CSR. Bagi pelaku usaha
(pemodal baik dalam maupun asing) memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
CSR baik dalam aspek lingkungan, sosial maupun budaya.
Penerapan kewajiban CSR sebabagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal , Pasal 15 huruf b menyebutkan ”Setiap penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Jika tidak
dilakukan maka dapat diberikan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan, hingga pencabutan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal (Pasal 34 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007). Sedangkan
yang dimaksud “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.
Ilustrasi yang menggambarkan keinginan dari berbagai anggota dewan pada
waktu itu adalah kewajiban CSR terpaksa dilakukan lantaran banyak perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia, lepas dari tanggung jawabnya dalam
mengelola lingkungan. ”Pengalaman menunjukkan, bahwa banyak sekali perusahaan
yang hanya melakukan kegiatan operasional tetapi kurang sekali memberikan
perhatian terhadap kepentingan sosial”. Beberapa contoh kasus , seperti : lumpur
Lapindo di Porong, lalu konflik masyarakat Papua dengan PT. Freeport Indonesia,
konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun,
pencemaran oleh Newmont di Teluk Buyat dan sebagainya.
Alasan lainnya adalah kewajiban CSR juga sudah diterapkan pada perusahaan
BUMN. Perusahaan-perusahaan pelat merah telah lama menerapkan CSR dengan cara
memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik.
Kewajiban itu diatur dalam Keputusan Menteri BUMN maupun Menteri Keuangan
sejak tahun 1997. ”oleh karena itu, perusahaan yang ada di Indonesia sudah waktunya
turut serta memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan dimana perusahaan
itu berada”.
Tren globalisasi menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sudah
menjadi hal yang mendesak bagi kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian dari hak azasi manusia. Di Inggris
dan Belanda misalnya, CSR menjadi sebuah penilaian hukum oleh otoritas pasar
modal, disamping penilaian dari publik sendiri. ”Kalau perusahaan itu tidak pernah
melakukan CSR justru kinerja saham di bursa saham kurang bagus”.
CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk
mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. Oleh karena itu harus dibantah pendapat
yang menyatakan CSR identik dengan kegiatan sukarela, dan menghambat iklim
investasi. CSR merupakan sarana untuk meminimalisir dampak negatif dari proses
produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan para stakeholdernya. Maka dari itu,
sangat tepat apabila CSR diberlakukan sebagai kewajiban yang sifatnya mandatory dan
harus dijalankan oleh pihak perseroan selama masih beroperasi. Demikian pula
pemerintah sebagai agen yang mewakili kepentingan publik. Sudah sepatutnya mereka
(pemerintah) memiliki otoritas untuk melakukan penataan atau meregulasi CSR.
Dengan demikian, keberadaan perusahaan akan menjadi sangat bermanfaat,
sehingga dapat menjalankan misinya untuk meraih optimalisasi profit, sekaligus dapat
menjalankan misi sosialnya untuk kepentingan masyarakat. Pengaturan mengenai
tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha
yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan
kewajiban serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan CSR secara konsisten oleh perusahaan akan mampu menciptakan
iklim investasi (penanaman modal). Anggapan yang mengatakan bahwa CSR akan
menghambat iklim investasi patut ditolak. Ada kewajiban bagi setiap penanam modal
yang datang ke Indonesia wajib mentaati aturan atau hukum yang berlaku di Indonesia,
apapun bentuknya. Indonesia masih menjanjikan bagi investor dalam maupun asing.
Sumber daya alam masih merupakan daya tarik tersendiri dibandingkan negara-negara
sesama ASEAN dalam posisi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia
(SDM). Kondisi tersebut dapat terwujud apabila diimbangi dengan manfaat dari
kesiapan peningkatan mutu infrastrukturt, manusia, pengetahuan dan fisik.
UU PM memberikan jaminan kepada seluruh investor, baik asing maupun
lokal, berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang
sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
CSR dalam UUPM dapat terlaksana jika dibarengi dengan lembaga yang kuat
dalam menegakkan aturan dan proses yang benar. Sebagaimana dikatakan oleh
Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya
memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga
(institutions) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu
dalam kenyataan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau disebut Corporate Social
Responssibility merupakan suatu komitmen yang terintegrasi yang dilakukan perusahaan
kepada lingkungan dan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan kontribusi perusahaan
dalam membantu pembangunan ekonomi berkelanjutan
Adapun konsep Corporate Social Responssibility mulai disahkan oleh pemerintah
Indonesia pada bulan juli tahun 2007 melalui peraturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Dan pertama kali lahirnya konsep CSR adalah ketika
diadakannya pertemuan Johannesburg tahun 2002 dilanjutkan tahun 2007 dengan
pertemuan United Nations Global Campact di Janewa yang bertujuan untuk meminta
perusahaan menunjukkan tanggung jawab sosial dan perilaku bisnis yang sehat.
Konsep penerapan Corporate Social Responsibility oleh perusahaan dapaat dlihat
dari sisi diterima atau ditolaknya oleh berbagai pihak dan dapat juga dilihat dari sifat
perusahaan itu sendiri yang meliputi pandangan tradisional dan pandangan sosioekonomi.
Tolak ukur dari berbagai pandangan ini tetap saja pada konsep perusahaan sebagai
kegiatan bisnis yang profit oriented yang merasa tak perlu memikirkan tanggung jawab
sosial yang pada dasarnya itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.
Manfaat dari Corporate Social Responsibility ini sangat berpengaruh besar terhadap
perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Terjadi hubungan yang saling menguntungkan
antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Secara khusus, bagi perusahaan yang
mendukung CSR ini cenderung memperoleh manfaat yang lebih besar dari program CSR
baik secara jangka pendek, maupun jangka panjang, langsung maupun tidak langsung.
B. Saran
Saran penulis terhadap pembaca sebagai bagian dari masyarakat yang hidup di
lingkungan yang pada umumnya mempunyai sejumlah perusahaan bisnis untuk dapat
bersikap kritis dan responsif terhadap upaya perusahaan tersebut terhadap tanggung jawab
sosialnya kepada lingkungan dan masyarakat. Dan kepada pemerintah penulis
mengharapkan adanya controllling yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan tanggung
jawab perusahaan yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, serta yang terpenting
bagi perusahaan-perusahaan yang dianggap besar dapat menyadari pentingnya program
tanggung jawab sosial ini untuk kemajuan usahanya dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2006. Pengantar Manajemen. (Jakarta :


Kencana).
Lina Anatan. Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teoritis dan Praktik di
Indonesia.Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranata. Tanpa
tahun, diakses tanggal 11 Desember 2017.
M. Taufik Amir. 2011. Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi. (Jakarta : Rajawali
Press)
Nancy S. Haliwela. Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Sosil. Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4
Bulan Oktober – Desember 2011, diakses tanggal 11 Desember 2017.
Siska Sugiarti dan Nur Fajrih Asyik. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Pengungkapan
Informasi dan Komitmen. Jurnal umum dan riset akuntansi Vol. 1 No. 2 Maret
2013, diakses tanggal 11 Desember 2017.
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala. 2013. Manajemen Sumber daya Manusia bagi
Perusahaan : dari Teori ke Praktik. (Jakarta : Rajawali Press)

Anda mungkin juga menyukai