Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kurun waktu terakhir ini perusahaan-perusahaan berlomba-lomba

untuk lebih meningkatkan kualitasnya, baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM)

maupun fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang semakin modern

serta persaingan yang semakin ketat antar perusahaan yang terjadi di Indonesia

maupun seluruh dunia, maka CSR sudah dijadikan strategi perusahaan untuk

mendapatkan citra yang baik di mata masyarakat. Berbagai pihak termasuk

masyarakat menganggap CSR dihubungkan dengan sumbangan yang diberikan

oleh perusahaan untuk masyarakat di sekitar perusahaan atau masyarakat yang

membutuhkan adanya kegiatan CSR juga harus tepat sasaran karena jumlah

anggaran atau dana yang dibutuhkan terbilang cukup tinggi untuk pelaksanaan

kegiatannya CSR. Perusahaan perlu untuk melakukan pemetaan terhadap daerah-

daerah mana saja yang akan menjadi sasaran kegiatan CSR agar penyaluran dana

CSR menjadi tepat sasaran. Mengingat Sustainability Report itu begitu penting untuk

perusahaan, dalam pelaporannya yang dibuat secara terpisah maupun masih

tergabung dalam annual report yang sangat berguna untuk para stakeholders dalam

memperoleh informasi yang terkait dengan aktivitas perusahaan yang mencakup

ekonomi, lingkungan dan sosial. Terkait dengan uraian di atas, dapat ditarik

kesimpulan mengenai rumusan masalahnya yaitu peneliti ingin meneliti kualitas

1
alokasi dana CSR sebagaimana yang di tetapkan pada masalah sentral penelitian

ini.

Belakangan ini corporate social responsibility atau CSR memang sedang

menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara tentang CSR dan semuanya

bagus serta perusahaan yang melakukan corporate social responsibility (CSR)

semakin banyak. Namun upaya sosialisasi harus terus dilakukan agar lebih banyak

perusahaan menyadari dan memahami pentingnya CSR Memang diakui, di satu sisi

sektor industri atau korporasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain ekploitasi sumber-sumber

daya alam oleh sektor industri seringkali menyebabkan terjadinya degradasi

lingkungan yang parah. Karakteristik umum korporasi skala besar biasanya

beroperasi secara enclave atau terpisah, dan melahirkan apa yang disebut

perspektif dual society, yaitu tumbuhnya dua karakter ekonomi yang paradox di

dalam satu area. Ekonomi tumbuh secara modern dan pesat, tetapi masyarakat

ekonomi justru berjalan sangat lambat. Pendahuluan Dalam konteks global, istilah

CSR (Corporate Social Responsibility) mulai digunakan tahun 1970-an dan semakin

populer setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: he Triple Bottom Line in

21Century Business (1998), karya John Elkington. Tiga komponen penting

sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan

social equity, yang digagas he World Commission on Environment and Development

(WCED) dalam Brundtland Report, dikemas oleh Elkington menjadi 3P, yaitu proit,

planet, dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan

ekonomi belaka (proit), tapi juga harus memiliki kepedulian terhadap kelestarian

2
lingkungan (planet), dan kesejahteraan masyarakat (people).Survei “he Millenium

Poll on CSR” 1999 yang dilakukan oleh Environics Internasional (Toronto),

Conference Board (New York), dan Prince of Walesst Business Leader Forum

(London), diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam

membentuk opini perusahaan, 60% mengatakan bahwa tanggung jawab sosial

perusahaan yang paling berperan dibandingkan etika bisnis, perlakuan terhadap

karyawan, dan dampak terhadap lingkungan. Sedangkan bagi 20 responden,

berpendapat citra perusahaan yang akan paling mempengaruhi kesan mereka

adalah factor-faktor bisnis fundamental seperti factor inansial, ukuran perusahaan,

atau manajemen. Sisanya 20% responden berpendapat, sebagai masyarakat yang

berada di sekitar perusahaan beroperasi, mereka ingin menghukum perusahaan

yang dinilai tidak melakukan CSR, dengan tidak akan membeli produk atau

menginformasikan kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.

Sementara bagi perusahaan yang berkaitan dengan eksplorasi sumber daya alam,

mereka menjawab akan mengajukan gugatan perwakilan (class action) terhadap

implikasi adanya kegiatan pertambangan.

he World Business Council for Sustainable Development(WBCSD), lembaga

internasional yang berdiri 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 multinasional

company dari 30 negara, dalam publikasinya Making Good Business Sense

mendefinisikan CSR sebagai “Continuing commitment by business to behave

ethically and contribute to economic development while improving the quality of life

of the workforce and their families as well as of the local coomunity and society at

large.” Dalam terjemahan bebasnya, CSR adalah komitmen dunia usaha untuk

3
terus–menerus bertindak secara etis beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk

peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan

dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan

masyarakat secara lebih luas.

Deinisi lain dipaparkan oleh berbagai organisasi, di antaranya International

Finance Corporation yang menjelaskan bahwa CSR adalah komitmen dunia bisnis

untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui

kerja sama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat

luas untuk meningkatkan kehidupan melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun

pembangunan. Institute of Chartered Accountants, England and Wales

menyebutkan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi

dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi

para pemegang saham (shareholders) mereka.

Sedangkan Canadian Government menegaskan bahwa kegiatan usaha yang

mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya,

pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang di lakukan secara

transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan

berkembang itulah deinisi CSR.

Pendapat lain dikemukan European Commision yang menegaskan bahwa

CSR adalah konsep perusahaan yang mengintegrasikan perhatian terhadap sosial

dan lingkungan dalam operasi bisnis dan interaksinya dengan pemangku

kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan. CSR Asia juga

4
memberikan definisi bahwa CSR adalah Komitmen perusahaan untuk beroperasi

secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya

menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

CSR di Indonesia makin menguat setelah ditegaskan dalam UU PT No.40

Tahun 2007. Disebutkan, PT (Perusahaan Terbatas) yang menjalankan usaha di

bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan

tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).UU PT tidak menyebutkan

secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR

serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa

CSR “dianggarkan dan diperhitungkan.

Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa “setiap penanam modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.Meskipun UU ini

telah mengatur sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha

perorangan yang mengabaikan CSR (pasal 34), UU ini hanya menjangkau investor

asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan

nasional.Peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No. 19

Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan

Menteri Negara BUMN No. 4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana

hingga tata cara pelaksaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah

PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) UU BUMN menyatakan, selain

mencari keuntungan, peran BUMN adalah memberikan bimbingan bantuan secara

aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi, dan masyarakat. Selanjutnya,

5
Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari

penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2%

Kesadaran tentang pentingnya mempraktikan CSR, CSR sebenarnya lebih

berorientasi pada masyarakat dan bisnis. Apakah itu sector bisnis swasta yang

didasarkan pada kepemilikan pribadi yang melulu mengejar profit atau dapat juga

diberi tanggungjawab pada atas hak masyarakat umum,mengingat pengaruh bisnis

ini begitu besar. Bisnis sendiri selalu berplat form pada tujuan menumpuk

keuntungan dan kekayaan. Tanggung jawab sosial yang dibebankan pada sektor

bisnis akan mengurangi pencapaian tujuan penumpukan profit. CSR dapat diartikan

sebagai komitmen industry untuk mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam

dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta menjaga agar dampak tersebut

menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkunganya. Melaksanakan CSR

secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa keberterimaan

masyarakat terhadap kehadiran perusahaan.

CSR yang kini kian marak diimplementasikan berbagai macam perusahaan,

mengalami evolusi dan metamorphosis dalam rentang waktu yang cukup lama.

Konsep ini tidak lahir begitu saja, akan tetapi melewati berbagai macam tahapan

terlebih dahulu. Gema CSR mulai terasa pada tahun 1950-an. Pada saat itu,

persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan mulai

mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Buku yang bertajuk Social

Responsibility of the Businessman karya Howard R.Bowen yang ditulis pada tahun

1953 merupakan literatur awal yang menjadi tonggak sejarah modern CSR.Bowen

dijuluki “Bapak CSR” karena karyanya tersebut. Setelah itu, gema CSR diramaikan

6
dengan terbitnya “Silent Spring” yang ditulis oleh Rachel Carson, ia mengingatkan

kepada masyarakat dunia bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan

dan kehidupan. Tingkah laku perusahaan perlu dicermati terlebih dahulu sebelum

berdampak menuju kehancuran.Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan

lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang luas. Pemikiran

mengenai CSR dibahas lagi pada tahun 1966 dalam “The Future Capitalism” yang

ditulis Lester Thurow, dilanjutkan pada tahun 1970-an terbitlah “The Limits to

Growth” yang merupakan buah pemikiran cendekiawan dunia yang tergabung dalm

Club of Rome, buku ini terus diperbaharui hingga saat ini (Wibisono, 2007).

Menurut Wibisono (2007), sejalan dengan bergulirnya wacana tentang

kepedulian lingkungan kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang

dalam kemasan Philanthropy serta Community Development (CD). Pada era 1980-

an makin banyak perusahaan menggeser konsep Philanthropy kearah Community

Development. Pada dasawarsa 1990-an adalah dasawarsa yang diwarnai dengan

beraneka ragam pendekatan, seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder

maupun pendekatan civil society. Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan

KTT Bumi di Rio de Jenario Brazil, pertemuan ini menegaskan konsep pembangana

berkelanjutan (Sustinable Development) yang didasarkan pada perlindungan

lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang mesti

dilakukan. Terobosan terbesar CSR dilakukan oleh John Elkington melalui konsep

“3P” (Profit, People dan Planet) yang dituangkan dalm buku Cannibals With Forks:

The Triple Bottom Line in 21st Century Business pada tahun 1998. Gaung CSR kian

bergema setelah diselenggarakannnya World Summit on Sustainable Development

7
(WSSD) pada tahun 2002 di Johannes burg Afrika Selatan.Sejak saat itulah definisi

CSR kian berkembang.

Kecenderungan akhir-akhir ini di Indonesia banyak korporasi industri telah

menjalankan prinsip-prinsip CSR dalam tataran praktis, yaitu sebagai pengkaitan

antara pengambilan keputusan dengan nilai etika, kaidah hukum serta menghargai

manusia, masyarakat dan lingkungan.

Halmahera tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di tengah

pulau Halmahera di Provinsi Maluku Utara dengan penghasil tambang nikel terbesar

kedua didunia yang saat ini oleh pemerintah baik pusat dan daerah melakukan

perjanjian kerja sama dengan PT. IWIP sebagai perusahaan induk yang dapat

mengelolah tambang nikel di Lelilef Kabupaten Halmahera Tengah dengan jangka

waktu kontra 32 Tahun sejak peralihan saham mayoritas dari PT. Weda Bay Nikel ke

PT. IWIP. Perusahaan dengan skala besar seperti PT. IWIP wajib untuk

melaksanakan kegiatan CSR untuk mejaga nama baik perusahaan, mestabilitaskan

ketimpangan ekonomi masyarakat di lingkar tambang serta sebagai kegiatan

kemanusiaan yang dapat mendorong dan memajukan kesejahteraan masyarakat

dan daerah setempat, penelitian ini di maksudkan untu mengukur sejauh mana

alokasi dana CSR oleh PT. IWIP sebagai tanggungjawab sosial perusahaan kepada

masyarakat dan daeran dengan mencoba mendekti kelemahan dan kekurangnya

sebagaiaman yang di tuangkan dalam masalah sentral penelitian ini yang tertulis

pada judul halaman peneltian ini dengan menetapkan rumusan masalah pada

bagian selanjutnya.

8
1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakan tersebut diatas, maka dapat ditetapkan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar Kualitas Alokasi Dana CSR mulai dari penentuan,

pengajuan, proses serta pencairan dana untuk kegiatan CSR PT. IWIP di

Lelilef Kabupaten Halmahera Tengah.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas alokasi dana CSR

PT. IWIP

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Kualitas Alokasi Dana CSR mulai dari penentuan, pengajuan, proses

serta pencairan dana untuk kegiatan CSR PT. IWIP di Lelilef Kabupaten

Halmahera Tengah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas alokasi dana CSR PT. IWIP

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini di harapkan dapat menjelaskan :

1. Kualitas Alokasi Dana CSR mulai dari penentuan, pengajuan, proses

serta pencairan dana untuk kegiatan CSR PT. IWIP di Lelilef Kabupaten

Halmahera Tengah.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas alokasi dana CSR

PT. IWIP

9
BAB II

KERANGKA TEORITIK

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Kualitas

Kualitas adalah sesuatu atau apapun yang dibutuhkan dan diinginkan

konsumen. Yang lain, kualitas adalah tentang kesesuaian terhadap spesifikasi. Dan

masih banyak lagi. Ada setidaknya enam perbedaan pokok dari setiap definisi

kualitas yang diberikan oleh para ahli manajemen kualitas tersebut, yaitu Perbedaan

filosofi manajemen, Perbedaan tanggung jawab Manajemen atas persoalan-

persoalan kualitas, Perbedaan standar kualitas, Perbedaan basis perbaikan,

Perbedaan pola kerjasama, Perbedaan pandangan tentang biaya kualitas.

Perbedaan pendapat tentang kualitas lebih dikarenakan perbedaan pendekatan

yang digunakan dalam memandang kualitas. Pendekatan tersebut antara lain

Pendekatan Transendental, Pendekatan berbasis Produk, Pendekatan berbasis

pengguna, Pendekatan berbasis manufaktur, Pendekatan berbasis value.

Pengukuran kualitas dapat dilakukan melalui penelitian pasar mengenai persepsi

konsumen terhadap kualitas produk/ jasa pelayanan dan perhitungan biaya kualitas.

Cara mengukur kualitas melalui persepsi konsumen antara lain Menemui konsumen

secara langsung, Survei, Sistem pengaduan konsume, QFD (Quality Function

Deployment), brainstorming terstruktur, analisis kesejanganan kualitas pelayanan.

Sedang bila mengukur kualitas melalui perhitungan biaya maka dapat dilakukan

10
dengan cara antara lain Mengukur biaya kualitas berdasarkan biaya kerusakan

perjam tenaga kerja langsung, Mengukur biaya kualitas berdasarkan biaya produksi

termasuk biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan baku dan biaya overhead

pabrik, mengukur biaya kualitas berdasarkan penjualan bersih, mengukur biaya

kualitas berdasarkan satuan unit seperti kilogram, meter, dan lain-lain.

Kualitas sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus menerus.

Orang yang berbeda akan menilai dengan kriteria yang berlainan pula.

Misalnya aspek-aspek tersebut terdiri dari :

1. Ketepatan waktu penayangan

2. Lingkup atau tata ruang

3. Kursi yang nyaman/empuk

4. Harga

5. Pilihan film yang ditayangkan

6. Sound syst

 Pengertian Kualitas

Secara sederhana, pengertian kualitas adalah tingkat baik atau

buruknya, mutu, taraf atau derajat sesuatu.Dalam hal ini, kata “sesuatu”

dapat mewakili banyak hal, baik itu sebuah barang, jasa, keadaan, maupun

hal lainnya.

11
Dalam kaitannya dengan bisnis, pengertian kualitas adalah kesesuaian

antara spesifikasi suatu produk dengan kebutuhan konsumen, atau tingkat

baik buruknya sebuah produk (barang atau jasa) di mata penggunanya.

Sebagian besar orang sulit untuk mendefinisikan kata “kualitas” dengan

cepat karena maknanya akan berbeda bagi masing-masing orang dan

tergantung pada konteks yang dibicarakan. Namun, kita dapat memahami

apa itu kualitas melalui sebuah ilustrasi sederhana.Dapat ditarik kesimpulan

bahwa dalam kualitas terdapat beberapa elemen, yaitu;

1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan manusia.

2. Kualitas menyangkut produk (barang/ jasa), manusia, proses, dan

lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang dapat berubah (sesuatu yang dianggap

berkualitas saat ini, bisa dianggap kurang berkualitas di masa depan).

 Pengertian Kualitas Menurut Para Ahli

1. Menurut ISO-8402 (Loh, 2001:35), Kualitas adalah totalitas fasilitas dan

karakteristik dari produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan, tersurat

maupun tersirat.

2. Menurut ISO 2000, pengertian kualitas adalah totalitas karakteristik

suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuannya untuk

memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan.

3. Menurut Joseph Juran, pengertian kualitas adalah kesesuaian untuk

penggunaan (fitness for use). Dengan kata lain, suatu produk (barang

12
atau jasa) hendaklah sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau

diharapkan oleh penggunanya.

4. Menurut Philip B Crosby, kualitas adalah kesesuaian dengan

persyaratan atau standar yang telah ditentukan. Dengan kata lain, suatu

produk dianggap berkualitas jika spesifikasinya sesuai dengan standar

kualitas yang telah ditentukan.

5. Menurut Vincent Gaspersz, kualitas adalah hal yang menggambarkan

karakteristik langsung dari suatu produk. Ini mencakup performa,

keandalan, kemudahaan dalam penggunaan, dan lain-lain. Selain itu,

kualitas juga dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang

menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan terus menerus.

6. Menurut Edwards Deming, pengertian kualitas adalah suatu tingkat yang

dapat diprediksi dari keseragaman dan kebergantungan pada biaya

rendah dan sesuai dengan pasar.

7. Menurut Soewarso Hardjosudarmo, pengertian kualitas adalah suatu

penilaian subyektif dari customer, dimana penentuan ini ditentukan oleh

persepsi customer terhadap produk dan jasa.

8. Menurut Garvin dan Davis, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, manusia/ tenaga kerja, proses dan tugas,

serta lingkungan yang memenuhi atau melebihan harapan manusia.

9. Tjiptono (2004:11), Mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian untuk

digunakan (fitness untuk digunakan). Definisi lain yang menekankan

orientasi harapan pelanggan pertemuan.

13
10. Kadir (2001:19), Menyatakan bahwa kualitas adalah tujuan yang sulit

dipahami (tujuan yang sulit dipahami), karena harapan para konsumen

akan selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan, maka konsumen

akan menuntut lebih untuk mendapatkan standar baru lain yang lebih

baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini, kualitas adalah proses dan

bukan hasil akhir (meningkatkan kualitas kontinuitas).

11. Crosby (1979), mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan

persyaratan.ia melakukan pendekatan pada transformasi budaya

kualitas.

12. Kotler (1997), mendefinisikan kualitas sebagai keseluruhan ciri dan

karakteristik produk atau jasa yang mendukung kemampuan untuk

memuaskan kebutuhan.

13. Taguchi (1987), kualitas adalah loss to society, yang maksudnya adalah

apabila terjadi penyimpangan dari target, hal ini merupakan fungsi

berkurangnya kualitas. Pada sisi lain, berkurangnya kualitas tersebut

akan menimbulkan biaya. Manajemen Kualitas.

Karena manajemen mutu melibatkan semua kegiatan dari semua orang,

semua bagian, semua fungsi dalam organisasi, itu adalah tanggung jawab

manajemen kualitas semua orang yang terlibat, semua bagian, semua fungsi dari

semua tingkat manajemen, tetapi itu harus dikendalikan oleh manajemen puncak

(top management), dan pelaksanaan harus melibatkan semua anggota organisasi.

14
 Indikator Kualitas

Menurut David A. Garvin, penilaian terhadap baik atau buruknya mutu

suatu produk dapat ditentukan melalui delapan dimensi kualitas, yaitu:

1. Kinerja (Performance). Kinerja merupakan dimensi kualitas yang

berhubungan langsung dengan karakteristik utama suatu produk.

Sebagai contoh, kinerja utama yang kita harapkan dari sebuah televisi

adalah kualitas gambar dan suara yang baik.

2. Fitur (Features). Fitur merupakan karakteristik pendukung pada suatu

produk yang dapat menimbulkan kesan lebih baik bagi konsumen.

Sebagai contoh, beberapa fitur pendukung yang kita harapkan ada di

dalam mobil yaitu pemutar CD, radio, remote control mobil, sensor atau

kamera parkir, dan lain-lain.

3. Kehandalan (Reliability). Kehandalan berkaitan dengan kemampuan

suatu produk bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi

tertentu. Dimensi ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan

terhadap suatu produk.

4. Kesesuaian (Conformance). Ini berkaitan dengan kesesuaian antara

kinerja dan kualitas produk dengan standar yang telah ditetapkan.

5. Ketahanan (Durability). Ketahanan adalah tingkat ketahanan suatu

produk atau berapa lama produk dapat digunakan secara terus menerus

15
hingga akhirnya harus diganti. Durability umumnya diukur dengan waktu

daya tahan (umur) suatu produk.

6. Kemampuan Pelayanan (Serviceability). Serviceability adalah

kemudahan, kecepatan, kompetensi, dan kenyamanan dalam melakukan

pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini sangat berhubungan dengan

layanan after sales yang disediakan oleh produsen sebuah produk.

7. Estetika (Aesthetics). Hal ini berhubungan dengan wujud fisik suatu

produk, baik itu corak, rasa, bau, dan lainnya yang menjadi daya tarik

produk tersebut.

8. Kesan Kualitas (Perceived Quality). Hal ini berhubungan dengan kesan

yang dirasakan oleh konsumen terhadap sebuah produk. Kesan kualitas

dapat menimbulkan fanatisme konsumen terhadap merk tertentu karena

reputasi produk itu sendiri.

 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas suatu produk

apakah sesuai standar atau tidak. Berikut ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas:

1. Manusia (Man). Sumber daya manusia dalam suatu perusahaan akan

sangat mempengaruhi baik buruknya kualitas produk yang dihasilkan.

Itulah sebabnya setiap perusahaan sangat memperhatikan aspek

manusia dengan mengadakan pelatihan, pemberian jamsostek,

pemberikan motivasi, jenjang karir, dan lain-lain.

16
2. Manajemen (Management). Manajemen dalam perusahaan juga sangat

mempengaruhi mutu dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan

tersebut. Pihak manajemen perusahaan harus memastikan bahwa

koordinasi antar tiap bagian di dalam perusahaan dapat berjalan dengan

baik untuk mencegah terjadinya kekacauan dalam pekerjaan.

3. Uang (Money). Setiap perusahaan harus memiliki uang yang cukup agar

dapat mempertahankan atau meningkatkan kualitas produk yang

dihasilkan. Uang tersebut misalnya digunakan untuk perawatan alat

produksi, perbaikan produk yang rusak, dan lain-lain.

4. Bahan Baku/Input (Materials). Bahan baku yang digunakan akan sangat

mempengaruhi mutu dari produk yang dihasilkan. Itulah sebabnya

pengawasan dan pengendalian terhadap mutu bahan baku menjadi

sesuatu yang krusial bagi sebuah perusahaan. Beberapa yang harus

diperhatikan dalam mengelola bahan baku/input diantaranya; menyeleksi

sumber bahan baku/sumber input, memeriksa dokumen pembelian

bahan baku/memeriksa dokumen input, pemeriksaan penerimaan bahan

baku/pemeriksaan penerimaan input, penyimpanan bahan

baku/penyimpanan input (termasuk kerahasiaan informasi).

5. Mesin dan Peralatan (Machines Mechanisation). Mesin dan peralatan

produksi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produk yang

dihasilkan. Peralatan yang sudah kuno dan kurang lengkap dapat

mengakibatkan biaya produksi tinggi dan mutu produk kurang bagus.

17
2.1.2. Konsep Dana

Corporate Social Responsibilty (CSR) Menurut Ati Harmoni dan Ade

Andriyani (2008), CSR mengandung makna bahwa, seperti halnya individu,

perusahaan memiliki tugas moral untuk berlaku jujur, mematuhi hukum, menjunjung

integritas, dan tidak korup. CSR menekankan bahwa perusahaan harus

mengembangkan praktik bisnis yang etis dan berkesinambungan (sustainable)

secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Perkembangan Corporate Social

Responsibility (CSR) untuk konteks Indonesia (terutama yang berkaitan dengan

pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary responsibilities) dapat dilihat dari dua

perspektif yang berbeda.Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan praktik

bisnis secara sukarela (discretionary business practice) artinya pelaksanaan CSR

lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang

dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku di negara Republik Indonesia.Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi

merupakan discretionary business practice, melainkan pelaksanaannya sudah diatur

oleh undang-undang (bersifat mandatory).

Menurut Bambang Riyanto dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan”, menjelaskan dana berdasarkan tiga konsep.Konsep

Kuantitatif. Konsep yang berdasarkan kuantitatif dana yang tertanam. Dana yang

dimaksud dalam konsep ini adalah modal kerja bruto, yaitu keseluruhan dari pada

aktiva lancar. Konsep Kualitatif. Sebagian dari aktiva lancar yang bisa digunakan

18
untuk membiayai perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya.Dana yang dimaksud

dalam konsep ini adalah modal kerja netto yaitu yang merupakan kelebihan aktiva

lancar di atas hutang lancarnya.

Konsep Fungsional. Konsep ini menyatakan tentang fungsi dari dana sebuah

usaha, di mana dana ini difungsikan untuk menghasilkan keuntungan atau laba.

Ada 3 Konsep Konsep dana, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Konsep kuantitatif. Konsep kuantitaf ini merupakan konsep yang

berdasarkan pada kuantitatif dana yang tertanam. Dana yang dimaksud

dalam konsep ini yaitu modal kerja bruto, yaitu keseluruhan dari pada

aktiva lancar.

2. Konsep kualitatif. Konsep kulitatif yaitu sebagian dari aktiva lancar yang

bisa digunakan untuk membiayai suatu perusahaan yang mengganngu

likuiditasnya. Dana yang dimaksud dalam konsep ini yaitu modal kerja

netto. Dana yang dimaksud dalam modal kerja netto yaitu kelebihan

aktiva lancar di atas hutang lancarnya.

3. Konsep fungsional. Konsep ini berdasarkan fungsi dari pada dana yang

menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang dikerjakan atau

yang dikelola suatu perusahaan adalah yang dimaksud untuk

menghasilkan laba.

19
 Macam Jenis Dana

1. Dana umum, Dana umum merupakan jenis dana dalam akuntansi dana

yang tergolong dalam kelompok rekening dana. Dana ini dibentuk untuk

mempertanggungjawabkan sumber kaungan atau pendapatan dan

belanja yang tidak dipertanggungjawabkan oleh dana lain.

2. Dana pendapatan khusus, Dana pendapatan khusus ini merupakan dana

yang dipakai untuk membukukan penerimaan khusus yang diperoleh dari

sumber tertentu untuk membiayai aktivitas tertentu.Dana pelunasan

utang jangka panjang, Dana ini merupakan dana yang dibentuk untuk

membukukan pembayaran pinjaman jangka panjang baik itu bungan

maupun nilai hutang pokok.

3. Dana proyek, Dana proyek merupakan dana yang dibentuk untuk

membukukan penerimaan dan pengeluaran uang yang dipergunakan

untuk memperoleh fasilitas-fasilitas. Dana ini biasanya disediakan oleh

dana pungutan khusus, dana dari pemerintah dan dana usaha.

4. Dana usaha, Dana usaha merupakan dana yang diperoleh dari tindakan

yang mengerahkan tenaga dan pikiran perorangan maupun dalam suatu

organisasi, lembaga dan semacamnya.

(Ismail Solihin, 2008 : 161) Anggaran Dana Anggaran merupakan suatu

rencana yang disusun secara sistematis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam

unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu

20
(periode) tertentu dimasa yang akan datang. Oleh karena rencana yang disusun

dinyatakan dalam bentuk unit moneter, maka anggaran sering kali disebut juga

dengan rencana keuangan. Dalam anggaran, satuan kegiatan dan satuan uang

menempati posisi penting dalam arti segala kegiatan akan dikuantifikasikan dalam

satuan uang, sehingga dapat diukur pencapaian efisiensi dan efektivitas dari

kegiatan yang dilakukan (Ellen Christina, M. Fuad, Sugiarto, Edy Sukarno, 2001 ; 1).

Menurut Tendi Haruman dan Sri Rahayu, 2007 : 2 menjelaskan bahwa proses

penyusunan anggaran merupakan tahap akhir dari proses perencanaan menyeluruh

perusahaan (total bussines planning). Perencanaan menyeluruh perusahaan ini

dilaksanakan melalui empat tahap yaitu penetapan filosofi dan misi, penetapan

tujuan (goals) dan strategi, penyusunan program (programming), dan penyusunan

anggaran (budgeting).

1. Dana adalah Uang tunai dan/atau aktiva lain yang segera dapat

diuangkan yang tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu (fund).

2. Otoritas Jasa Keuangan, dana adalah uang yang disediakan untuk suatu

keperluan tertentu.

3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dana adalah himpunan dari uang

dalam jumlah tertentu dalam bentuk tunai maupun nontunai. Kata dana

biasa digunakan dalam bisnis untuk menyebutkan istilah uang. Dana

juga merupakan komponen utama dari analisis sebuah bisnis. Dalam

artian yang lebih luas, dana juga bisa berarti modal usaha dalam

menjalankan bisnis.

21
 Sumber-Sumber Dana

1. Obligasi

Obligasi merupakan surat tanda hutang yang dikeluarkan oleh suatu

perusahaan yang didalamnya tercantum nilai nominal atau bunga serta

jangka waktu pembayaran kembali. Tingkat pendapatan yang

diharapkan oleh suatu perusahaan dapat memengaruhi harga obligasi.

Perusahaan yang dapat atau yang diperkenankan mengeluarkan obligasi

dalah perusahaan yang benar-benar baik dan mendapat pengawasan

dari badan yang ditunjuk. Pembayaran obligasi (pembayaran kembali)

dapat dilakukan dengan pembayaran sekaligus pada hari jatuh

temponya atau diangsur. Pembayaran kembali obligasi dapat diambil

dari penyusutan dari aktiva yang dibelanjai dengan pinjaman obligasi

tersebut atau dari keuntungan perusahaan.

2. Hipotek

Hipotek merupakan sumber dana jangka panjang dalam bentuk utang

yang dijamin dengan aktiva tidak bergerak seperti tanah dan bangunan.

3. Kredit Infestasi Kecil (KIK)

sumber dana KIK ini merupakan bentuk utang jangka panjang yang

diberikan oleh bank untuk penambahan modal dalam rangka rehabilitasi

usaha, perluasan usaha atau membangun usaha baru. Berbentuk badan

usaha

4. Saham Preferen

22
Saham preferen adalah saham yang memiliki karakteristik gabungan

antara obligasi dan saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan

tetap seperti bunga dari obligasi. Saham preferef terdiri dari dua jenis

yaitu: a). Saham preferen partisipasi, Saham ini merupakan jenis saham

dimana para pemegangnya memiliki hak atau wewenang untuk

membagikan keuntungan kepada pemegang saham biasa.b). Saham

preferef nonkumulatif, Saham jenis ini merupakan saham yang mana

para pemegangnya tidak memiliki hak atau wewenang untuk

mendapatkan keuntungan yang belum dibayarkan pada periode tahun

sebelumnya secara kumulatif.

5. Saham Biasa

Saham biasa ini merupakan saham yang menempatkan pemilikinya

paling terakhir terhadap pembagian keutungan dan hak atas harta

kekayaan yang dimiliki perusaahan apabila perusahaan tersebut

dilikuidasi atau dibubarkan.

2.1.3. Bentuk Tanggung Jawab Sosial

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2007,405), tanggung jawab sosial dan etika

perusahaan di Indonesia sebenarnya tak perlu diragukan. Hal ini terbukti dari

keterlibatan perusahaan, baik langsung maupun melalui jalur pemerintah atau

badan-badan sosial dalam mengatasi penyakit sosial, seperti : mensponsori

kegiatan olahraga, pembersihan polusi dan air limbah, membantu korban bencana

alam, mendirikan sarana pendidikan, kesehatan, membantu/melaksanakan kegiatan

23
keagamaan seperti pengajian, MTQ, Perkabaran injil, beasiswa dan pengembangan

karier. Sedangkan menurut Bradshaw dalam Sofyan Syafri Harahap (2007, 400)

dikemukakan ada tiga bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yaitu: Corporate

Philanthropy, di sini tanggung jawab perusahaan itu berada sebatas kedermawanan

atau kerelaan belum sampai pada tanggung jawabnya. Bentuk tanggung jawab ini

bisa merupakan kegiatan amal, sumbangan atau kegiatan lain yang mungkin saja

tidak langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Kedua, Corporate

Responsibility, di sini kegiatan pertanggungjawaban itu sudah merupakan bagian

dari tanggung jawab perusahaan bisa karena ketentuan UU atau bagian dari

kemauan atau kesediaanperusahaan. Ketiga, Corporate Policy, di sinitanggung

jawab sosial perusahaan itu sudahmerupakan bagian dari kebijakannya.

 Sustainability Reporting

Standar pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) harus perlu

diperhatikan dengan benar oleh dunia usaha.Karena dalam Undang-undang tidak

diatur pedoman penyusunan laporannya, meskipun standar pelaporan merupakan

hal yang sangat penting dan berguna sehingga berfungsi sekali untuk tahap

persiapan, pemantauan, evaluasi hasil kinerja dari CSR hingga untuk

penyempurnaan pada laporan berikutnya. Apabila setiap perusahaan membuat

standar pelaporan CSR yang berbeda-beda, akan menyulitkan bagi para pembaca

untuk menganalisis antar perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Tetapi,

walaupun standar pelaporannya tidak diatur dalam undang-undang, Pasal 66 ayat

(2) butir (c) diterangkan bahwa Perseroan menyam paikan laporan pelaksanaan

24
tanggungjawab sosial dan lingkungan (baca: CSR) dalam laporan tahunan. Jadi,

laporan CSR sangatperlu dibuat karena memang telah diwajibkan dalam undang-

undang.Dan tentunya berfungsi sebagai media komunikasi sekaligus

pertanggungjawab kepada stake-holders.Menurut Global Reporting Initiative(GRI)

version 3.0 (2000-2006) menjelaskanbahwa laporan berkelanjutan adalah praktek

pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam

mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan

baik internal maupun eksternal. Laporan keberlanjutan juga menggambarkan

laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial

 Konsep Triple Bottom Line

Menurut Nor Hadi, 2011 : 56-58, konseptriple bottom line nampaknya cukup

diresponoleh banyak kalangan karena mengandungstrategi integral dengan

memadukan antara social motive dan economic motive.Profit, merupakan satu

bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan main stream

ekonomi yang dijadikan pijakan filosofis opeasional perusahaan, profit merupakan

orientasi utama perusahaan. People, merupakan lingkungan masyarakat

(community) di mana perusahaan itu berada. Mereka adalah para pihak yang

mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Planet, merupakan lingkungan fisik

memiliki signifikansi terhadap eksistensi perusahaan.

25
 Standar Pengungkapan SustainabilityReport

Laporan tanggungjawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggung jawab

sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah

dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak

terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan

direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS). Laporan ini berisi

laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilaksanakan

selama tahun buku berakhir (NorHadi, 2011 : 206).

 Persfektif Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)

Kumalahadi (2000: 59) menyatakan pertanggungjawaban sosial bukan

merupakan fenomena yang baru, tetapi merupakan akibat dari semakin

meningkatnya isu lingkungan di akhir tahun 1980-an. Pertanggungjawaban sosial

merupakan manisfestasi kepedulian terhadap tanggung jawab sosial dari

perusahaan. Menurut Darwin (2004) pertanggungjawaban sosial perusahaan

(Corporate Social Responsibility (CSR)) adalah mekanisme bagi suatu organisasi

untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial

ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi

tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Dengan konsep ini, kendati

secara moral tujuan perusahaan untuk mengejar keuntungan adalah sesuatu yang

baik, tetapi tidak dengan sendirinya perusahaan dibenarkan untuk mencapai

keuntungan itu dengan mengorbankan kepentingan pihak-pihak lain. Dauman dan

26
Hargreaves dalam Hasibuan (2001) membagi areal tanggungjawab perusahaan

dalam tiga level yang digambarkan sebagai berikut:

1. Basic Responsibility, Level ini menghubungkan tanggung jawab awal

dari suatu perusahaan yang munculkarena keberadaan perusahaan

tersebut, seperti: membayar pajak, mematuhi hukum, memenuhi

standar pekerjaan dan memuaskan pemegang saham. Bila pada

level ini tanggung jawab tidak terpenuhi maka akan timbul dampak

yang sangat serius.

2. Organizational Responsibility, Level ini menunjukkan tanggung jawab

perusahaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan stakeholder seperti

pekerja, konsumen, pemegang saham dan masyarakat sekitar.

3. Societal Responses, Level ini menjelaskan tahap ketika interaksi

antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat

sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara

berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam

lingkungannya secara keseluruhan.

 Model CSR

Sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh
perusahaan di Indonesia, yaitu:

1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara


langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk
menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah

27
satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair
manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model
ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-
perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana
awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur
bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan
diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto
(perusahaan pertambangan), Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan
Sahabat Aqua, GE Fund.
3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR
melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah
(NGO/LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik
dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya. Beberapa lembaga sosial/Ornop yang bekerjasama dengan
perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah
Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI),
Dompet Dhuafa; Instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); Universitas (UI, ITB, IPB);
Media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar).
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial
yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan
yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga
semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan
lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang
disepakati bersama (Saidi, 2004:64-65).

28
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan mulai dari menentukan populasi atau kelompok sasaran;
mengidentifikasimasalah dan kebutuhan kelompok sasaran; merancang program
kegiatan dan cara-cara pelaksanaanya; menentukan sumber pendanaan;
menentukan dan mengajak pihak-pihak yang akan dilibatkan; melaksanakan
kegiatan atau mengimplementasikan program; hingga memonitor dan mengevaluasi
kegiatan. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya dilakukan secara berkelompok
dan terorganisir dengan melibatkan beberapa strategi seperti pendidikan dan
pelatihan keterampilan hidup (life skills), ekonomi produktif, perawatan sosial;
penyadaran dan pengubahan sikap dan perilaku; advokasi: pendampingan dan
pembelaan hak-hak klien; aksi sosial: sosialisasi, kampanye, demonstrasi,
kolaborasi, kontes; atau pengubahan kebijakan publik agar lebih responsive
terhadap kebutuhan kelompok sasaran.

Berbeda dengan kegiatan bantuan sosial karitatif yang dicirikan oleh adanya
hubungan “patron-klien” yang tidak seimbang, maka pemberdayaan masyarakat
dalam program Community Development didasari oleh pendekatan yang
partisipatoris, humanis dan emansipatoris yang berpijak pada beberapa prinsip
sebagai berikut:

1. Bekerja bersama berperan setara.


2. Membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan orang
lain.
3. Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam.
4. Kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga
agar menguasai prosesnya.

Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas


lokal, melainkan pula padasistem sosial yang lebih luas termasuk
kebijakansosial.Salah satu lambannya pelaksanaan CSR diIndonesia adalah tidak
adanya instrumen hukum yangkomprehensif yang mengatur CSR.Instrumen hukum
sangat diperlukan sekali untuk mendorong pelaksanaan CSR di Indonesia.Pada saat
ini, memang sudahtedapat peraturan yang terkait dengan CSR seperti Undang-

29
Undang (UU) Pengelolaan Lingkungan Hidup.Namun UU tersebut belum mampu
mendorong pelaksanaan CSR di lapangan.Apalagi dalam UU tersebut hal yang
diatur masih terbatas.Hanya berkaitan dengan hal tertentu saja.Padahal CSR tidak
saja berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan tehadap lingkungan dalam arti
sempit, namun juga dalam arti luas seperti tanggung jawab perusahaan terhadap
pendidikan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat sekitar.

 Tantangan Terhadap CSR

Upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan


ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis misalnya, mengritik konsep CSR, dengan
argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan
keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada
juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau
melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada
keuntungan komersial di baliknya. Yaitu, mengangkat reputasi perusahaan di mata
publik ataupun pemerintah.Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan
dengan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah
main-main.
Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi,
tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara
kuantitatif. Meskipun demikian, ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan
adanya korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial dari
perusahaan.CSR pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan. Tetapi, tentu
saja, perusahaan tidak diharapkan akan memperoleh imbalan finansial jangka
pendek, ketika mereka menerapkan strategi CSR. Karena, memang bukan itu yang
menjadi tujuannya.

30
 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Definisi CSR telah banyak dikemukakan berbagai pihak. Konsep CSR yang
banyak dijadikan rujukan oleh berbagai pihak sebagaimana yang dikemukakan oleh
Teguh S. Pambudi dalam tulisannya di majalah SWA edisi Desember 2005 adalah
pemikiran Elkington, yakni tentang tripel bottom line. Menurutnya CSR adalah
segitiga kehidupan stakeholder yang harus diberi atensi oleh korporasi di tengah
upayanya mengejar keuntungan atau profit, yaitu ekonomi, lingkungan, dan
sosial.Hubungan itu diilustrasikan dalam bentuk segitiga. Sejalan dengan itu,
Wibisono (2007) mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada
pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan
lingkungan (triple bottom line) dalam rangkamencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Sementara Nursahid (2006) mendefinisikan CSR sebagai tanggung
jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-
nya yang terkena pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung dari
operasi perusahaan. Sukada, dkk (2006) mendefinisikan CSR sebagai segala upaya
manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan
meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif di setiap pilar.
Sementara itu, The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
menjelaskan bahwa CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus bertindak
etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,
bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya
sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas.

Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)


CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan
tersebut, berikut komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara
keseluruhan, dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan (Rudito et al., 2004).
Peningkatan mutu kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai

31
individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan
dapat menikmati, serta memanfaatkan lingkungan hidup, termasuk perubahan-
perubahan yang ada dan sekaligus memelihara. Atau dengan kata lain, CSR
merupakan cara korporat mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak
positif pada masyarakat (Rudito et al., 2004). CSR berarti perusahaan harus
bertanggungjawab atas operasinya yang berdampak buruk pada masyarakat,
komunitas dan lingkungannya. Namun sebaliknya juga harus memberikan dampak
positif terhadap masyarakat sekitar. Suatu perusahaan tidak akan dapat bertahan
lama apabila dia mengisolasikan dan membatasi dirinya dengan masyarakat
sekitarnya (Djajadiningrat dan Famiola, 2004).

Terkait dengan aspek hukum maka terdapat 4 jenis CSR (Fajar, 2010) yaitu :

1. Social responsibility theory, yaitu kewajiban direksi dan manajemen


untuk menjaga keharmonisan kepentingan pemegang saham
(shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam teori
ini seakan tanggung jawab sosial hanya menjadi kewajiban direksi dan
manajemen saja atau menjadi terlalu sempit dari hakekat CSR yang
seutuhnya.
2. Hobbesian Leviatan theory, yang menghendaki kontrol yang ketat dari
Pemerintah serta meniadakan upaya-upaya lainnya. Teori ini
menempatkan hanya Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan
menentukan terhadap aktivitas CSR perusahaan dan menegasikan
alternatif lainnya dalam pengaturan CSR.
3. Corporate governance theory, menghendaki adanya corporate
accountability dari direksi korporasi. Cenderung lebih mengamati
hubungan pihak internal korporasi yaitu antara pemilik dan manajemen
korporasi.
4. Reflexive law theory, digunakan untuk mengatasi kebuntuan atas
pendekatan formal terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem
hukum. Hukum formal adalah bentuk intervensi negara dalam mengatur
persoalan privat melalui bentuk perundang-undangan seperti Undang-

32
Undang Perseoran Terbatas yang didalamnya juga mengatur mengenai
tanggungjawab sosial perusahaan. Reflexive law theory adalah teori
hukum yang menjelaskan adanya keterbatasan hukum (limit of law)
dalam masyarakat yang kompleks untuk mengarahkan perubahan sosial
secara efektif.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang tergantung situasi dan
kondisi. Kebijakan ini dipelopori oleh Jenkins, diacu dalam Fajar (2010) yang melihat
dari fungsi hukum untuk mengatur ketertiban masyarakat. Untuk itu perlu dipahami
ranah apa saja yang masuk wilayah hukum dan mana yang tidak, Jenkins
mengatakan bahwa wilayah hukum dapat dilihat dari dua rezim yaitu necessity
(kebutuhan) dan possibility (kemungkinan). Necessity adalah rezim yang digunakan
untuk mendukung pembangunan manusia (human development).Tanpa kondisi
yang aman dan stabil pembangunan manusia tidak bisa dilakukan.Sementara
possibility berfungsi menciptakan kebebasan, kesempatan dan kemajuan yang
diperlukan, untuk menciptakan kesempurnaan kebaikan (absolute good). Jika rezim
necessity dan possibility menghendaki aturan hukum maka akan melahirkan
tanggung jawab hukum. Kewajiban untuk CSR menjadi perlu ketika korporasi
cenderung menghalangi pembangunan manusia dan berpeluang memunculkan
eksploitasi, korupsi, kesewenang-wenangan dan ketidakpastian dalam masyarakat
(Fajar, 2010).

 Tahapan-Tahapan CSR

Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan CSR, yaitu:

1. Tahap perencanaan.

Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR

Assessement, dan CSR Manual Building. Awareness Building

merupakan langkah utama membangun kesadaran pentingnya CSR dan

komeitmen manajeman, upaya ini dapat berupa seminar, lokakarya, dan

lain-lain.CSR Assessement merupakan upaya memetakan kondisi

33
perusahaan dan mengidentifikasikan aspek-aspek yang perlu

mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk

membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR

secara efektif.Langkah selanjutnya membangun CSR Manual Building,

dapat melalui bencmarking, menggali dari referensi atau meminta

bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.Pedoman ini

diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir

dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya

pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisian.

2. Tahap implementasi.

Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang penting diperhatikan, yaitu

penggorganisasian (organizing) sumber daya, penyusunan (staffing),

pengarahan (direction), pengawasan atau koreksi (controlling),

pelaksanaan sesuai rencana, dan penilaian (evaluation) tingkat

pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama,

yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.

3. Tahap evaluasi.

Tahap evaluasi perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu

untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

4. Pelaporan.

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik

untuk keperluan pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan

inforrmasi material dan relevan mengenai perusahaan.

34
 Pandangan Perusahaan terhadap CSR

Wibisono (2007) menjelaskan bahwa perusahaan memiliki berbagai cara

pandang dalam memandang CSR. Berbagai cara pandang perusahaan terhadap

CSR yaitu:

1. Sekedar basa-basi atau keterpaksaan. Perusahaan mempraktekan CSR

karena external driven (faktor eksternal), environmental driven (karena

terjadi masalah lingkungan dan reputation driven (karena ingin

mendongkrak citra perusahaan).

2. Sebagai upaya memenuhi kewajiban (compliance). CSR dilakukan

karena terdapat regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa perusahaan

menjalankannya.

3. CSR diimplementasikan karena adanya dorongan yang tulus dari dalam

(internal driven). Perusahaan menyadari bahwa tanggung jawabnya

bukan sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi

kelangsungan bisnisnya saja, melainkan juga tannggungjawab sosial

dan lingkungan.

 Kebijaksanaan Perusahaan dalam CSR

Menurut Steiner (1997) dalam Mulyadi (2007) kebijakan umumnya dianggap

sebagai pedoman untuk bertindak atau saluran untuk berfikir. Secara lebih khusus

kebijakan adalah pedoman untuk melaksanakan suatu tindakan. Kebijakan

mencakup seluruh bidang tempat tindakan atau yang dilakukan. Kebijakan biasanya

berlangsung lama serta cenderung memiliki jangka waktu yang lama tanpa

peninjauan dan penyempuranaan. Kebijakan menjelaskan bagaimana cara

35
pencapaian tujuan dengan menentukan petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan

dirancang untuk menjamin konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan

yang berwawasan sempit dan berdasarkan kelayakan.

 Karakteristik CSR

Dalam aktualisasi Good Corporate Governance, kontribusi suatu perusahaan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mengalami metamorfosis, dari yang

bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan

kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan (Ambaddar, 2008).

Metamorfosis kontribusi perusahaan tersebut diungkapkan oleh Za’im Zaidi (2003)

dalam Ambaddar (2008).

 Implementasi CSR

Implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor

yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah komitmen pimpinannya, ukuran

atau kematangan perusahaan, regulasi atau sistem perpajakan yang diatur

pemerintah dan sebagainya (Wibisono, 2007). Merujuk pada Saidi dan Abidin (2004)

dalam Suharto (2006), ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan

oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:

1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara

langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau

menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.untuk

menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah

36
satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair

manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.

2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan

mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model

ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-

perusahaan dinegara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana

awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur

bagi kegiatan yayasan.

3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR

melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasai non-pemerintah,

instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam

mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut

mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial

yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model

lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan

yang bersifat :hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga

semacam itu yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang

mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan

lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang

disepakati bersama.

 Manfaat CSR

37
CSR mendatangkan berbagai manfaat bagi perusahaan dan masyarakat

yang terlibat dalam menjalankannya. Menurut Wibisono (2007) manfaat bagi

perusahaan yang berupaya menerapkan CSR, yaitu dapat mempertahankan atau

mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan social

licence to operate, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses

sumberdaya, membentangkan akses menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki

hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator,

meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan serta berpeluang mendapatkan

penghargaan. Sementara menurut Sukada, dkk (2006), manfaat CSR diantaranya

bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki CSR yang baik berkesempatan

mendapatkan sumberdaya manusia terbaik, produktivitas pekerja di perusahaan

bereputasi baik dicatat lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang bereputasi lebih

rendah selain juga jauh lebih loyal, mendapatkan kesempatan investasi yang lebih

tinggi di masa depan, dan sebagainya. Sedangkan manfaat CSR bagi masyarakat

menurut Ambadar (2008), yaitu dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia,

kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi dari rumah tangga warga

masyarakat.

2.1.4. Variabel terikat atau dependen variable (Y)

Variabel terikat atau dependen fariabel yaitu fariabel kualitas alokasi dana

CSR PT. IWIP di lelilef kabupaten halmahera tengah.Untuk mengukur kualitas atas

alokasidana CSR tergantung dari pemahaman dan kebutuhan dari perusahaan yang

bersangkutan, karena sampai saat ini belum ada kesatuan pandangan baik dari

38
lembaga maupun para pakar mengenai pengertian maupun ruang lingkup CSR

tersebut.

Prinsip-prinsip ini yang dianggap penulis sangat cocok sebagai panduan

utama dalam upaya alokasi dana CSR untuk kegiatan-kegiatan CSR. Namun masih

banyak lagi pendapat dari pakar maupun kelompok kerja mengenai prinsip alokasi

dan kualitas alokasi dana CSR terhadap kegiatan CSR yang dapat digunakan

sebagai panduan dalam menyusun program CSR.

Dari prinsip-prinsip diatas, kita dapat menganalisis program-program CSR

yang dinilai tidak ataupun kurang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut.

Kegiatan sosial, kedermawanan, dan kemurahan hati merupakan

keterjebakan pihak perusahaan dalam melaksanakan kegiatan CSR mereka.

Keterjebakan ini terjadi karena masih belum jelasnya konsep CSR tersebut, dan juga

disebabkan atas pemahaman sebagian pelaku usaha atau perusahaan atas CSR

hanya sebagai tanggung jawab moral yang kemudian mereka wujudkan dalam

bentuk kedermawanan maupun kemurahan hati. Akibat dari sempitnya pemahaman

mengenai CSR, banyak perusahaan yang akhirnya melakukan kegiatan CSR dalam

bentuk yang sama, yaitu kegiatan sosial, kedermawanan, kemurahan hati, hingga

lingkungan. Sehingga terlihat dari tujuannya yang penting kegiatan tersebut dapat

membuat publik senang, melupakan masalah yang terjadi, hidup sejahtera dalam

jangka waktu tertentu sehingga tergantung pada keberadaan perusahaan, dan lain

sebagainya.

39
2.1.5. Variable bebas atau independen variable (X = 1, 2, ….k)

Variabel independen yang dapat mempengaruhi variabel dependen adalah

sebagai belrikut atau dengan kata lain variabel atau faktor yang dapat menentukan

kualitas alokasi dana CSR apakah s,esuai yang di harapkan atau tidak. Berikut ini

adalah faktor-faktor yang merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas alokasi

CSR adalah sebagai berikut:

1. X1 = Manusia (Man). Sumber daya manusia dalam suatu

organisasi/perusahaan akan sangat mempengaruhi baik buruknya

kualitas Alokasi dana CSR untuk suatu produk kebijakan yang

dihasilkan. Itulah sebabnya setiap perusahaan sangat memperhatikan

aspek manusia dengan mengadakan pelatihan, pemberian jamsostek,

pemberikan motivasi, jenjang karir, dan lain-lain.

2. X2 = Manajemen (Management). Manajemen dalam

organisasi/perusahaan juga sangat mempengaruhi mutu dari produk

kebijakan atau sistim alokasi dana CSR yang di bangun yang dihasilkan

oleh perusahaan tersebut. Pihak manajemen perusahaan harus

memastikan bahwa koordinasi antar tiap bagian di dalam perusahaan

dapat berjalan dengan baik untuk mencegah terjadinya kekacauan

dalam pekerjaan.

3. X3 = Uang (Money). Setiap perusahaan harus memiliki uang yang cukup

agar dapat mempertahankan atau meningkatkan kualitas atau mutu

alokasi dana untuk menghasilkan produk kebijakan CSR yang

dihasilkan.

40
4. X4 = Bahan Baku/Input (Materials). Bahan baku/input yang digunakan

akan sangat mempengaruhi mutu atau kualitas yang di hasilakn dari

produk atas alokasi dana CSR yang dihasilkan. Itulah sebabnya

pengawasan dan pengendalian terhadap mutu/kualitas menjadi sesuatu

yang krusial bagi sebuah perusahaan. Beberapa yang harus

diperhatikan dalam mengelola bahan baku/input diantaranya; menyeleksi

sumber bahan baku/sumber input, memeriksa dokumen pembelian

bahan baku/memeriksa dokumen input, pemeriksaan penerimaan bahan

baku/pemeriksaan penerimaan input, penyimpanan bahan

baku/penyimpanan input (termasuk kerahasiaan informasi).

5. X5 = Mesin dan Peralatan (Machines Mechanisation). Mesin dan

peralatan produksi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produk

alokasi dana CSR yang dihasilkan. Peralatan yang sudah kuno dan

kurang lengkap dapat mengakibatkan biaya produksi tinggi dan mutu

produk kurang bagus sehingga kualitas alokasi dana yang di alokasikan

untuk kegiatan CSR menjadi menurun karena mutu/kualitas yang di

harapkan menurun.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang CSR atau kualitas alokasi dana CSR yang perna di

lakukan yang penulis temui dalam penelitian ini dapat di sajikan sebagai berikut :

41
2.2.1. Penelitian yang di lakukan oleh RR Triani Agustin (2010)

Dengan judul Analisis Hubungan Ekonomi dengan Alokasi Dana CSR pada

Perusahaan Ekstraktif, dengan kesimpulan alokasi dana CSR memiliki hungan erat

dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat lingkar perusahaan dan kualitas alokasi

dana CSR perlu perhatian khusus dalam peningkatan ekonomi malsyarakat lingkar

perusahaan

2.2.2. Putranti Budi Maygarindra (2012)

Dengan Judul Analisis Alokasi Dana Corporate Social Responsibility di PT.

Pembangkitan Jawa Bali Dengan kesimpulan bahwa ada bidang pendidikan, sosial

& ekonomi komunitas, kesehatan, lingkungan & keamanan dan ketertiban umum. Di

masing-masing bidang ini, divisi porsi anggaran CSR masing-masing 25% dari total

anggaran. Dari hasil analisis penelitian Terhadap kegiatan CSR yang dilakukan,

terlihat anggaran pendidikan yang menyerap 20,29%, sosial &ekonomi masyarakat

terserap 28,5%, kesehatan terserap 23,24%, lingkungan & keamanan dan ketertiban

umum 28.08%.

2.2.3. Senen Machmud (2015)

Penelitian dengan judul Kajian pemanfaatan dana corporate social

Responsibility (CSR) sebagai alternatif sumber Pembangunan Infrastruktur Daerah.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dalam rangka mengoptimalkan

alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-langkah

berikut: (1) Pemetaan program CSR berdasarkan wilayah untuk mengetahui

42
hambatan dan potensi daerah dalammengoptimalkan peran CSR dalam

pembiayan pembangunan daerah, (2) Melakukan penguatan kelembagaan

pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT

(Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan memanfaatkan berbagai alternatif

sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan diterapkanpada Model

Partisipasi Pasif, (3) Membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau

daerah yang sesuai untuk diterapkannya model Partdisipasi Aktif, dan (4)

Melakukan optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui

intensifikasi penerimaan pajak dan retribusi serta pemanfaatan aset daerah

dengan skema Public Private Partnership (PPP) untuk meningkatkan

kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan pembangunan.

2.2.4. Penelitian yang di lakukan oleh Bing Bedjo Tanudjaja (2017)

Dengan judul Perkembangan Corporate Social Responsibility Di Indonesia

dengan kesimpulan Kesadaran terhadap CSR (Corporate Social Responsibility)

yang seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai strategi dan

policy manejemen, diperlukan demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha

antara pelaku dan masyarakat sekitar. Esensi dan signifikansi dari CSR masih

belum dapat terbaca sepenuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri bagi

sebagian pelaku bisnis baru sekedar wacana dan terkadang implementasinya

berdasarkan atas tuntutan masyarakat.

43
2.2.5. Bing Bedjo Tanudjaja (2017)

Dalam penelitiannya dengan judul Perkembangan CSR di Indonesia. Dengan

kesimpulan kesadaran terhadap CSR (Corporate Social Responsibility) yang

seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai strategi dan policy

manejemen, diperlukan demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara

pelaku dan masyarakat sekitar. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat

terbaca sepenuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri bagi sebagian pelaku

bisnis baru sekedar wacana dan terkadang implementasinya berdasarkan atas

tuntutan masyarakat.

2.3. Kerangka Pikir

Bertitik tolak pada uraian sebelumnya, maka dapat di gambarkan kerangka

pikir sebagai berikut :

Variabel Independen
X1 = Manusia (Man) Variabel Dependen
X2 = Manajemen (Management)
X3 = Uang (Money)
X4 = Bahan Baku/Input (Materials) Kualitas Alokasi Dana CSR
X5 = Mesin dan Peralatan
(Machines Mechanisation)

44
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di rencanakan di PT. IWIP di Desa Lelilef Kecamatan Weda

Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah di provinsi Maluku Utara dan Kantor

Perwakilan PT. IWIP Ternate di Kelurahan Kalumpang Kecamatan Kota Ternate

Tengah. Pemilihan lokasi dan/atau peruhaan ini di dasarkan bahwa PT. IWIP dalam

mengalokasikan dana CSR kurang atau tidak memperhatikan mutu/kualitas Dana

CSR

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini di renakan dengan membutuhkan waktu mulai Minggu ke

1 (satu) bulan Desember Tahun 2020 s/d Minggu ke 4 (empat) bulan Januari tahun

2021 atau selama 8 (Delapan) minggu untuk menyelesaikan penelitian ini.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan untuk analisis ini adalah data primer dan data

sekunder :

45
3.2.1. Data primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, data yang

dimaksudkan anatara lain :

1. Manusia (Man), Sumber daya manusia

2. Manajemen (Management).

3. Uang (Money).

4. Bahan Baku/Input (Materials).

5. Mesin dan Peralatan (Machines Mechanisation).

3.2.2. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh langsung dari instansi atau beberapa instansi yang

terkait dengan penelitian/penulisan ini, data yang di perlukan adalah data yang

meliputi kondisi sosial, politik dan ekonomi

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data primer yaitu dengan

menggunakan daftar pertanyaan atau koesioner yang telah di buat sebelumnya.

Dengan daftar pertanyaan tersebut, kemudian peneliti mengadakan kunjungan ke

tempat-tempat yang di tunjuk menjadi sampel untuk melakukan wawancara kepada

responden yaitu kepada pihak PT. IWIP yang berkompeten untuk mengeluarkan

data dan informasi yang diperlukan sekaligus melihat secara langsung kegiatan CSR

(Implementasi Dana CSR PT. IWIP) yang di laksanakan. Sedangkan data sekunder

46
yang merupakan data untuk melengkapi data primer yang di peroleh dari instansi-

instansi atau kantor-kantor yang berwewenang untuk mengeluarkan data tersebut

antara lain Kantor Dinas Pertambangan dan Perindustrian, Kantor Statistik, Kantor

BAPPEDA, Kantor BPMD dan sumber-sumber lainya berupa hasil penelitian

sebelumnya maupun buku-buku atau publikasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4. Model Analisis

Data yang telah di kumpulkan selanjutnya akan di analisis dengan

menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistic inferensial. Model analisis yang

digunakan adalah model korelasi regresi Linier yang mengandung independent

variable yang bersifat kualitatif. (Arif Sritua (1993), menyatakan adakalanya suatu

model regresi mengandung variabel-variabel bebas yang bersifat kualitatif yang

disebut sebagai variabel Dummy. Adapun formulasi dari model tersebut adalah

Y1 = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 D1 + b5 D2 + c1 ; dimana.

Y1 = merupakan variabel dependen sedangkan variabel independen (bebas)

adalah :

E1 = Nilai kesalahan pengganggu

a = Nilai Konstanta

b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien Regresi

47
3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu proses penelitian yang dilakukan setelah

semua data yang diperlukan guna memecahkan permasalahan yang diteliti sudah

diperoleh secara lengkap. Teknik analisis data adalah suatu metode atau cara untuk

memproses suatu data menjadi informasi sehingga data tersebut menjadi mudah

dipahami dan bermanfaat untuk digunakan untuk menemukan solusi dari

permasalahan yang di teliti (permasalahan dari penellitian)

3.6. Defenisi Operasional Variabel

Dari variabel-variabel yang di teliti yang sekaligus merupakan fariabel yang di

teliti dalam penelitian ini, maka perlu di defenisi operasionalkan, defenisi

operasional variabel atas fariabel yang di teliti adalah sebagai berikut :

3.6.1. Manusia (Man), Sumber Daya Manusia.

Suatu kesatuan kestabilan kemampuan seseorang manusia baik bergaul

sebagai perseorangan maupun kelompok (karakter, sikap dan perilaku serta

kapasitas intelektual) yang di nyatakan dalam satuan orang

3.6.2. Manajemen (Management).

Satu kesatuan dalam organisasi baik itu orang, barang maupun program

yang dinyatakan dalam satuan sistim.

48
3.6.3. Uang (Money).

Adalah alat yang menjadi takaran dalam pertukan yang berbentuk transaksi

yang di nyatakan dalam satuan Rupiah

3.6.4. Bahan Baku/Input (Materials).

Adalah barang atau masukan dari hulu yang dapar mempengaruhi kualitas

alokasi dana CSR yang di nyatakan dalam satuan unit atau sistim

3.6.5. Mesin dan Peralatan (Machines Mechanisation).

Adalah pendukung dan penunjang dalam menetukan kualitas alokasi dana

CSR yang di nyatakan dalam satuan unit.

49
DAFTAR PUSTAKA

A.B. Susanto. 2007. Corporate Social Responsibility. Jakarta : The Jakarta


Consulting Group.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Fathoni, Abdurrahmat. 2003. Organisasi dan Manajemen Sumber daya Manusia.


Jakarta: Rineka Cipta.

Fr. Reni Retno. 2006. “Pengungkapan informasi sosial dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan
keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Makalah disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.

Griffin, R.W. (2003). Manajemen (jilid 1 edisi 7). Jakarta: Erlangga.

Griffin, R.W, & Ebert, R.J. (2007).Bisnis (jilid 1 edisi 8). Jakarta: Erlangga.

Hariwijaya. 2007. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi.
Yogyakarta: Elmatera Publishing.

Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen Dan Sumber Daya Manusia (Edisi 12), BPFE
Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

Kuncoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Bagaimana
Menelit dan Menulis Tesis.Erlangga. Jakarta.

Madura, J. (2007). Pengantar Bisnis (buku 1 edisi 4). Jakarta: SalembaEmpat.

Moleong Lexy. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Rosdakarya

Nazir, Mohamad. 2011. Metode Penelitian. Cetakan 6. Bogor: Ghalia Indonesia.

Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2008).Perilaku Organisasi, Organizational Behavior


(buku 2 edisi 12). Jakarta: Salemba Empat.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jogjakarta:


Grahailmu.

50
Sembiring, Sentosa. 2006. Hukum perusahaan tentang perseroan terbatas.
Bandung: Nugraha Aulia.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Sun’an Muamildkk. 2004. Equilibrium, Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas


Khairun, Ternate Volume I Tahun 2004

Suharto, Edi (2009). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat CSR


(Corporate Social Responsibility), Bandung: Alfabeta.

Suharto, Edi (2007a), Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat


Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility),

Umar, Husein. 2003, Metode Penelitian untuk Skripsi danTesis Bisnis.PT Raja
Grafmdo Persada. Jakarta.

Untung, Budi Hendrik. 2007. Corporate Social Responsibility. Jogjakarta: Sinar


Grafika.

Wibawa, Samudra, 2012. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Intermedia.

Widjaja, Gunawan. 2008. Resiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR.
Jakarta: Penebar swadjaya.www.csrindonesia.com

51

Anda mungkin juga menyukai