Anda di halaman 1dari 11

BENTUK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN PIHAK SWASTA

(CSR) DI DALAM NEGERI

Dian Firdaus
D1091181001

A. Latar Belakang

Perbincangan soal etika bisnis semakin mengemuka mengingat arus


globalisasi semakin deras terasa. Globalisasi memberikan tatanan ekonomi
baru. Para pelaku bisnis dituntut melakukan bisnis secara fair. Segala bentuk
perilaku bisnis yang dianggap ”kotor” seperti pemborosan manipulasi,
monopoli, dumping, menekan upah buru, pencemaran lingkungan, nepotisme,
dan kolusi tidak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku.

Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis sudah tentu
adalah meningkatkan keuntungan. Namun bisnis yang dialankan dengan
melanggar prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai etika cenderung tidak produkif
dan menimbulkan inefisiensi. Manajeman yang tidak memperhatikan dan tidak
menerapkan nilai- nilai moral, hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka
pendek, tidak akan mampu survive dalam jangka panjang. Dengan
meningkatnya peran swasta antara lain melalui pasar bebas, privatisasi dan
globalisasi maka swasta semakin luas berinteraksi dan bertangung jawab sosial
dengan masyarakat dan pihak lain.

Pada saat banyak perusahaan semakin berkembang, maka pada saat itu
pula kesenjangan social dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi.
Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negative. Banyak
perusahaan swasta banyak mengembangkan apa yang disebut Corporate Social
Responsibility (CSR). Banyak peneliti yang menemukan terdapat hubungan
positif antara tanggung jawab sosial peruahaan atau (Corporate Social
Responsibility) dengan kinerja keuangan, walaupun dampaknya dalam jangka
panjang. Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost melainkan investasi
perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukan kepedulian perusahaan
terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada hanya sekedar
kepentingan perusahaan saja. Tanggung jawab dari perusahan (Corporate
Social Responsibility) merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara
sebuah perusahaan dengan semua stake holder,termasuk didalamnya adalah
pelanggan atau customers, pegawai, komunitas, pemilik atau investor,
pemerintah, supplier bahkan juga competitor. Pengembangan program-
program sosial perusahaan berupa dapat bantuan fisik, pelayanan kesehatan,
pembangunan masyarakat ( community development), outreach,beasiswa dan
sebagainya.

Motivasi mencari laba bisa menghambat keinginan untuk membangun


masyrakat dan lingkungan sekitarnya sejauh ini kebijakan perintah untuk
mendorong dan mewajibkan perusahaan swasta untuk menjalankan tanggung
jawab sosial ini tidak begitu jelas dan tegas, ditambahkan pula banyak program
yang sudah dilaksanakan tersebut tidak berkelanjutan.

B. Tinjauan Literatur

Menurut Kotler dan Nancy (2005) mengemukakan bahwa Corporate


Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. Sedangkan menurut
World Business Council for Sustainable Development mengemukakan bahwa
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi
kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat
luas pada umumnya.
Upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak
negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh
pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Jadi, secara garis besar
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab perusahaan
terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomisnya, kegiatan-kegiatan
yang dilakukan perusahaan demi tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan
untung atau rugi ekonomisnya.
Kegiatan CSR ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni;

UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 dan


UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.
1) UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74, berisi :
Ayat (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ayat (2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan & diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
Ayat (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Pasal 15,17 & 34) berisi :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal;dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak
terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi
yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
1. Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Menurut Saidi dan Abidin (2004:64-65) sedikitnya ada empat model atau pola
CSR yang diterapkan di Indonesia, yaitu :

1. Keterlibatan langsung.
Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary
atau public affair atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau
grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di
perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan
dana awal, dana rutin, atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi
kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan di antaranya
adalah Yayasan Coca-cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan
pertambangan).
3. Bermitra dengan pihak lain.
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerja sama dengan lembaga
sosial/ organisasi non pemerintah (ornop), instansi pemerintah, universitas,
atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan
kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial/ ornop yang bekerja sama dengan
perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah
Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet
Dhuafa, instansi-instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/
LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos), perguruan-perguruan tinggi (UI, ITB, IPB),
media massa (Dkk kompas, Kita Peduli Indosiar).
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu
lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan
dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pihak pemberian hibah
perusahaan yang bersifat ‘hibah pembangunan’. Pihak konsorsium atau
lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga
operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.
Menurut Said dan Abidin (2004) pada dasarnya CSR memiliki beberapa jenis
atau sektor kegiatan. Ada sembilan jenis atau sektor kegiatan CSR, yaitu : (1)
Pelayanan sosial; (2) Pendidikan dan penelitian; (3) Kesehatan; (4) Kedaruratan
(emergency); (5) Lingkungan; (6) Ekonomi produktif; (7) Seni, olah raga, dan
pariwisata; (8) Pembangunam prasarana dan perumahan; dan (9) Hukum, advokasi,
dan politik.
Kategori perusahaan hubungannya dengan penerapan CSR :
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan anggaran CSR :
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran
CSR yang rendah.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki profit tinggi, namun
anggaran CSRnya rendah.
c. Perusahaan Humanis. Perusahaan yang memiliki profit rendah, tapi
proporsi anggaran CSRnya tinggi.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran
CSR yang tinggi. Perusahaan memandang CSR bukan beban, tapi
peluang untuk maju.
2. Berdasarkan tujuan CSR (promosi atau pemberdayaan masyarakat) :
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan yang
jelas.
b. Perusahaan Impresif. CSR diutamakan untuk promosi.
c. Perusahaan Agresif. CSR diutamakan untuk pemberdayaan.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi
dan pemberdayaan karena dipandang bermanfaat dan menunjang satu
sama lain bagi kemajuan perusahaan.
C. Studi Kasus

Keberadaan CSR di Indonesia memperoleh respon yang positif dari


pemerintah. Respon pemerintah ini terlihat dengan terbitnya kebijakan
pemerintah melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003,
yang mengharuskan seluruh BUMN untuk menyisihkan sebagian labanya
untuk pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL), yang implementasinya ditindaklanjuti dengan Surat
Edaran Menteri BUMN, SE No 433/MBU/20033 yang merupakan petunjuk
pelaksanaan dari keputusan Menteri BUMN tersebut. Adanya UU No 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, yang di dalamnya memuat kewajiban
perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya alam untuk melakukan CSR
menjadi bukti keseriusan perhatian pemerintah terhadap isu CSR.

Di Indonesia konsep CSR bukan lagi menjadi sebuah wacana belaka,


melainkan sudah masuk ke dalam tatanan praktis. Sudah ada beberapa
perusahaan di Indonesia yang mulai mengimplementasikan program CSR
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Sebagai contoh PT. TELKOM,
program CSR PT. TELKOM terfokus pada tujuh bidang utama, yaitu
kemitraan, pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusiaan dan bencana alam,
kebudayaan dan keadapan, layanan umum, dan lingkungan. PT. Riaupulp
sebuah perusahaan serat, bubur kertas, dan kertas yang beroperasi di Riau
memiliki beberapa program CSR, antara lain Beasiswa 2007, Taman Bacaan
Kampung, pembangunan Istana Sayap Pelalawan. Sedangkan CSR yang
dilakukan PT. Antam adalah pemberian bantuan modal kerja untuk
pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi bagi masyarakat
sekitarnya. Dengan adanya Undang-undang Perseroan Terbatas yang disahkan
pada tahun 2007, keberadaan CSR di Indonesia semakin jelas, sebab sudah
memiliki payung hukum. Contoh lain adalah CSR yang dilakukan oleh PT. HM
Sampoerna. Implementasi program CSR PT.HM Samporna, Tbk. Program
CSR yang diterapkan oleh PT.HM Sampoerna tertuang dalam Society
Empowerment Program (SEP) yang terdiri dari empat bidang utama, yaitu
bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan lingkungan (Wibisono, 2007:69).

Contoh Kasus

Kebobrokan Freeport – Pencemaran Lingkungan & Pelanggaran HAM


Perusahaan Emas Terbesar di Indonesia PT Freeport Indonesia, perusahaan
yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk
tahun 1996, adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Keuntungan
ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi
lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk
dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM dampak
lingkungan serta pemiskinan rakyat sekitar tambang.

Laporan WALHI Tentang Dampak pencemaran Lingkungan Hidup


Operasi Freeport-Rio Tinto di Papua Laporan yang berjudul Dampak
Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan Emas Freeport-Rio
Tinto di Papua adalah laporan yang menyajikan gambaran tentang keberadaan
Freeport yang independen mengenai dampak lingkungan akibat tambang
Freeport diantara :

1. Pelanggaran hukum: Temuan kunci pada laporan ini adalah Freeport-Rio


Tinto telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik
pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana
sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar
peraturanlingkungan.

2. Pemerintah secara resmi menyatakan bahwa Freeport-Rio Tinto: • Telah lalai


dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang
pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan
keluarnya limbah beracun yang tak terkendali (2000).

3. Pelanggaran dan pencemaran lingkungan. Tembaga yang dihamburkan dan


pencemaran Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk
buangan (leachate) dan tailing.

4. Teknologi yang tak layak. Erosi dari limbah batuan mencemari perairan di
gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebabkan
sejumlah kecelakaan.

5. Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan. Sebagian besar


kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat
sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing.

6. Logam berat pada tanaman dan satwa liar. Dibandingkan dengan tanah alami
hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal
(Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara
signifikan lebih tinggi.

7. Perusakan habitat muara. Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak


hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi.

8. Kontaminasi pada rantai makanan di muara. Logam dari tailing


menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang
dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang
secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak
terkena dampak dan dijadikan acuan.

9. Gangguan ekologi. Freeport sempat menyatakan bahwa “Muara di hilir


daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang berfungsi dan
beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.”
10. Dampak pada Taman Nasional Lorenz. Taman Nasional Lorenz yang
terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi
Freeport.

11. Transparansi. Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau


pemantauan peraturan yang layak. Pada tanggal 15 September 2011, 8.000 dari
22.000 pekerja Freeport Indonesia melakukan aksi mogok menuntut kenaikan
upah dari US $3,5/jam sampai US $7,5/jam. Inilah pemogokan kerja terlama
dan paling banyak melibatkan karyawan sejak Freeport mulai beroperasi di
Indonesia pada tahun 1967. Dua tahun sekitar bulan Juli 2009 – November
2011, setidaknya 11 karyawan Freeport dan sub-kontraktor ditembak mati
secara misterius oleh para penembak gelap. PT Freeport McMoRan telah
mengeluarkan dana sebesar Rp 711 milyar untuk “uang keamanan” yang
diberikan kepada para aparat pemerintah.

Sumber : http://www.kompasiana.com/bobobladi/kebobrokan-freeport-
pencemaran-lingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indone
sia.

D. Telaah Kritis

Menurut pendapat saya, bahwa kegiatan pertambangan PT Freeport


sangatlah merugikan lingkungan sekitar perusahaan dikarenakan banyak
kandungan hasil limbah yang tidak diolah dengan baik oleh perusahaan.
Perusahaan semata-mata hanya mementingkan keuntungan tanpa melihat
dampak dari limbah dan aktivitas kegiatan perusahaan. Apalagi perusahaan ini
telah berdiri lama di Indonesia, harusnya ada upaya pemerintah sendiri untuk
mempererat hukum bagi perusahaan ini sehingga kekayaan tanah papua tidak
begitu saja diambil oleh orang asing.

Selain itu, ada pelanggaran etika deontology yaitu perusahaan tidak


membayar kewajibannya dengan baik sehingga adanya karyawan yang
melakukan kegiatan mogok kerja. Selain itu, kesejahteraan karyawan maupun
masyarakat sekitar yang terkena dampaknya pun tidak dipikirkan oleh
perusahaan. Perusahaan melakukan pelanggaran lain yaitu pelanggaran etika
teleology yaitu egoisme etis dimana perusahaan hanya mementingkan para
pemilik dan petinggi perusahaan tanpa memikirkan kehidupan masyarakat
sekitar perusahaan.

E. Simpulan dan Saran


Dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah
kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas
daripada sekedar terhadap kepentingan perusahaan belaka. Dalam
perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih
komprehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan. Sampai
sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai ruang lingkup
tanggung jawab sosial perusahaan.
Indikator keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat sendiri dilihat dari bagaimana masyarakat setempat merasakan
manfaat dengan adanya kegiatan yang dilakukan perusahaan. Karena dengan
memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat dan memperhatikan
limbah dari produk yang dihasilkan maka perusahaan tersebut telah
menjalankan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Dengan begitu
terjalin hubungan yang baik antara masyarakat setempat dengan perusahaan.
Saran saya, setiap perusahaan perlu dan wajib untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan. Karena suatu perusahaan dapat berjalan
lancar ketika mereka mau peduli dengan keadaan di sekitarnya dan tidak
semata-mata hanya mementingkan kepentingan perusahaan saja misalnya
mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan segala cara yang
mengakibatkan pihak-pihak lain merasa dirugikan. Disini diperlukan hati
nurani setiap individu dalam perusahaan tersebut untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial itu. Tentu saja hal ini akan bermanfaat bagi kehidupan
perusahaan dalam jangka panjang. Karena tentunya masyarakat akan
mendukung setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan asalkan tidak
merugikan yang ada di sekitarnya dan semakin tumbuh rasa kepercayaan
masyarakat terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Sumber:

Desjardins, Hartman. 2012. Etika Bisnis ; Pengambil Keputusan untuk Integritas


Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Erlangga : Jakarta.

Ernawan, R. Erni. 2011. Business Ethics. Alfabeta : Bandung.


http://deeruangbebas.blogspot.co.id/2010/12/corporate-social-responsibility-
csr.html
http://www.kompasiana.com/bobobladi/kebobrokan-freeport-pencemaran-
lingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai