Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

4.1 Definisi Corporate Social Responsibility

Menurut The World Business Council for Sustainable Development:


Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan
perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti setempat dan
masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
(Budimanta, et al, 2004, hal.73). Menurut Chambers: Tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai melakukan tindakan sosial (termasuk lingkungan hidup) lebih
dari batas-batas yang dituntut peraturan perundang- undangan.
Tanggung jawab sosial diperlukan sebagai upaya untuk menciptakan
hubungan timbal balik yang baik antara organisasi dengan lingkungan sekitar
serta penentu kelangsungan hidup sebuah organisasi. Pengkomunikasian tanggung
jawab perusahaan merupakan bagian yang penting dari keberhasilan perusahaan
jangka panjang. Dengan kata lain, semakin penting tanggung jawab perusahaan
bagi suatu organisasi/perusahaan, semakin kuat komitmen perusahaan tersebut
(Gregory, 2005, hal. 144). Dalam buku “Corporate Social Responsibility” (Kotler,
2005, hal. 3) Corporate Social Responsibility (CSR) is a commitment to improve
community well-being through discretionary business practices and contributions
of corporate resources. Artinya Corporate Social Responsibility Arti umumnya,
merupakan suatu komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan yang telah
berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pertimbangan
praktik bisnis yang etis dan konstribusinya yang besumber dari pihak perusahaan.
Menurut ISO 26000 dalam Rusdianto (2013:7), CSR didefinisikan sebagai:
“Tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang
transparan dan etis, yang: konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat; memperhatikan kepentingan dari para

1
stakeholder; sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma
internasional; terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian
ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.”

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007


pasal 1 ayat 3 “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

Dari beberapa definisi mengenai CSR, peneliti dapat menarik kesimpulan


bahwa CSR adalah tanggung jawab perusahaan atas dampak dari keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan untuk melakukan tindakan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan secara etis
sesuai aturan hukum yang berlaku.

4.2 Tujuan Corporate Social Responsibility

Yang diharapkan dari kegiatan Corporate Social Responsibility adalah


hubungan corporate dengan stakeholders tidak lagi bersifat pengelolaan saja,
tetapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan
terfokus kepada pembangunan kemitraan. Kemitraan ini tidak lagi bersifat
penyangga organisasi, tetapi juga menciptakan kesempatan-kesempatan dan
keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan
berkelanjutan. Tanggung jawab sosial yang mulanya diberikan oleh perusahaan
pada kesejahteraan stakeholders lain, pada akhirnya akan mengumpan balik pada
perusahaan. Kemitraan ini menciptakan pembagian keuntungan bersama dan tidak
menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh pada keberlajutan perusahaan
tersebut (Budimanta, dkk. 2004, hal.72-73)
Sedangkan dalam aspek lingkungan, perusahaan memiliki tanggung jawab
untuk memelihara lingkungan dan menjaganya dari dampak buruk operasional
bisnis yang dijalankan. Kegiatan CSR lingkungan harus benar-benar berangkat
dari komitmen dan bukan sekadar basa-basi atau hanya gugur kewajiban semata.

2
Ini terkait dengan fenomena perubahan iklim (climate change) dan pemanasan
global (global warming). Fenomena itu membuat semua pihak merasa peduli dan
berusaha turut serta mengatasinya. Kalangan dunia usaha menerjemahkan tuntutan
itu lewat berbagai kegiatan CSR yang beragam pula. Antara lain penanaman
pohon, menjaga kelestarian lingkungan, rehabilitasi dan reklamasi lahan, dan
sebagainya.
Tujuan CRS ini adalah untuk memberikan bantuan dan tindakan yang
bersifat positif bagi kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan sekitar.

4.3 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementaasi dari tata


kelola perusahaan yang baik. Hal ini agar perilaku pelaku bisnis mempunyai
arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan dengan stakeholder yang
dapat dipenuhi secara proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan
dalam strategi korporasi, dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat
diperbaiki dengan segera.
Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis sangat bervariasi
tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara
kuantitatif. Meskipun demikian, ada sejumlah besar referensi yang menunjukkan
adanya korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial dari
perusahaan.
Untuk itu dalam menyelenggarakan program sosialnya, perusahaan
disarankan untuk: menentukan grantess (penerima bantuan) secara tepat, saling
memberi “isyarat” di antara perusahaan pemberi bantuan, berusahaan untuk
meningkatkan performa individu atau institusi penerima bantuan, serta
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bantuan (masyarakat).
Aktivitas CSR memiliki fungsi strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai
bagian dari manajemen resiko khususnya dalam membentuk katup pengaman
sosial (social security). Dengan menjalankan CSR, perusahaan diharapkan tidak
hanya mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga harus turut berkontribusi

3
bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
jangka panjang. Adapun manfaat CSR bagi perusahaan yang menerapkannya,
yaitu:
 Membangun dan menjaga reputasi perusahaan.
 Meningkatkan citra perusahaan.
 Mengurangi resiko bisnis perusahaan.
 Melebarkan cakupan bisnis perusahaan.
 Mempertahankan posisi merek perusahaan.
 Mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas.
 Kemudahan memperoleh akses terhadap modal (capital).
 Meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal kritis.
 Mempermudah pengelolaan manajemen resiko (risk management).
Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah
adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja,
meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Jika terdapat masyarakat adat
atau masyarakat lokal, praktik CSR akan menghargai keberadaan tradisi dan
budaya lokal tersebut. Bagi lingkungan, praktik CSR akan mencegah eksploitasi
berlebihan atas sumber daya alam, menajaga kualitas lingkungan. Sedangkan bagi
negara, praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate
misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau
aparat hukum yang memicu tingginya korupsi.

4.4 Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR)

Perusahaan yang menjalankan aktivitas Corporate Social Responsibility


akan memperhatikan dampak operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan
lingkungan sehingga berupaya agar dampaknya positif. Dengan adanya konsep
CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia dapat dikurangi.
Kotler (2005, hal. 3-4) mengajukan enam prakarsa sebagai pesan utama
CSR untuk melakukan tindak kebajikan sebagai bagian dari kegiatan perusahaan
dalam rangka pencapaian tujuan bisnis:

4
1. Cause Promotions
Program perusahaan berinisiatif dan mengarahkan promosi melalui
penggalangan dan konstribusi dana untuk mengembangkan kesadaran dan
perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah isu sosial tertentu. Dapat
terjadi pihak perusahaan melakukan sponsor kegiatan tertentu, misalnya
membangun Public Health Education (PHE) atau upaya kampanye mendidik
kesehatan masyarakat.
2. Cause Related Marketing
Bentuk komitmen perusahaan untuk menyisihkan dalam sejumlah
prosentase tertentu dari pendapatannya sebagai dana konstribusi dan donasi
untuk tujuan kegiatan amal (charity activity) tertentu demi meningkatkan
pemasaran atas produk bernilai khusus yang dipromosikan ke masyarakat
sebagai konsumennya. Biasanya kampanye promosi pemasaran suatu produk
tersebut sambil mendukung kegiatan amal (karitas) tertentu melalui hubungan
kemitraan kerja sama yang baik dan saling bermanfaat (mutually beneficial
relationship) dengan pihak lembaga (LSM) atau organisasi non profit dan
relawan lainnya untuk tujuan kepedulian kesehatan sosial.
3. Corporate Social Marketing
Pihak perusahaan mendukung kampanye pengembangan atau
pelaksanaan perubahan prilaku masyarakat secara positif untuk meningkatkan
kesadaran mengenai kesehatan, keamanan dan harapan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan kehidupan komuniti tertentu yang menjadi khalayak
sasarannya agar menjadi lebih baik atau mampu meningkatkan kesejahteraan
sosialnya. Kegiatan kampanye promosi tersebut yang terfokus untuk
mendukung kesadaran, sokongan pendanaan dan hingga bagaimana mampu
merekrut relawan-relawan dalam aktivitas kampanye pemasaran sosial
perusahaan.
4. Corporate Philanthropy
Kegiatan filantropi perusahaan yang berinisiatif melalui program
pemberian konstribusi langsung terhadap kegiatan amal atau kepedulian sosial
dalam bentuk donasi atau sejumlah sumbangan dana tunai tertentu sebagai

5
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat. Pendekatan
strategi perusahaan yang berinisiatif melaksanakan kegiatan filantropi tersebut
merupakan bagian pencapaian dari maksud tujuan nilai tambah dan sasaran
kepentingan bisnis yang dikaitkan dengan program kegiatan tanggung jawab
sosial perusahaan, dan pada akhirnya akan meningkatkan citra dan reputasi
perusahaan secara positif.
5. Community Volunteering
Relawan komuniti, yang artinya pihak perusahaan mendukung penuh
atau mendorong para karyawannya, mitra usaha, dan para anggota franchisee
untuk melakukan kegiatan relawan sosial terhadap dukungan kepedulian
organisasi sosial komuniti lokal setempat.
6. Socially Responsible Business Practices
Perusahaan berinisiatif melaksanakan praktik bisnis dengan mengkaitkan
kegiatan tanggung jawab sosial secara langsung, yaitu mengadopsi dan
pertimbangan prilaku praktik bisnis yang etis dan berinvestasi untuk bertujuan
mendukung kegiatan sosial sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan
komuniti, dan sekaligus mampu melindungi kelestarian lingkungan alam
sekitarnya.

4.5 Piramida Corporate Social Responsibility

Kegiatan kedermawanan sosial yang dijalankan oleh perusahaan yang


bersangkutan merupakan bagian dari program tanggung jawab sosialnya (CSR)
sebagai upaya manajemen perusahaan untuk menimalisasikan dampak negatif dan
memaksimalisasikan dampak positifnya terhadap sikap atau pandangan pihak
pemangku kepentingan (stakeholder) mengenai eksistensi suatu perusahaan, yang
dalam kaitannya dengan kepentingan baik ranah ekonomi, kepedulian sosial
maupun mejaga kelestarian lingkungan hidup dan alam sekitarnya. Pandangan
lainnya secara konfrehensif mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tersebut,
menurut Archie B. Carrol (1996) dalam konsep piramida CSR, yaitu terdapat
empat tanggung jawab yang menjadi beban kewajiban perusahaan, yaitu sebagai
berikut:

6
1. Tanggung jawab ekonomi, yaitu untuk memenuhi tanggung jawab ekonomis
yang harus mampu menghasilkan laba atau profit usaha sebagai pondasi demi
mempertahankan eksistensi dan perkembangan operasional-bisnis perusahaan
selanjutnya.
2. Tanggung jawab hukum, yaitu dalam menjalankan aktivitas perusahaan adalah
bertanggung jawab sesuai atau azas taat kepatuhan dengan peraturan hukum
yang berlaku.
3. Tanggung jawab etis, yakni perusahaan harus mentaati etika moral dan
persaingan bisnis yang sehat dalam menjalankan roda operasional usahanya.
4. Tanggung jawab filantropi, merupakan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap komuniti yang berada disekitar dari suatu perusahaan, dan hingga
memperhatikan kepentingan sosial masyarakat yang lebih luas.

4.6 Konsep Triple Bottom Line

Istilah triple bottom line pertama kali dipopulerkan oleh John Elkington
(1997) dalam bukunya Cannibal with Forks: The Triple Bottom Line of 21st
Century Business. Konsep ini merumuskan bahwa keberlangsungan dan
pertumbuhan perusahaan tidak semata-mata bergantung pada laba usaha (profit),
melainkan juga tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan
(planet), dan keadilan (people). Dan semuanya dilakukan demi terciptanya
sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Keadaan masyarakat
tergantung pada ekonomi, dan ekonomi tergantung pada masyarakat dan
lingkungan, bahkan ekosistem global. Ketiga komponen triple bottom line ini
tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik,
ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan. Berikut
penjabaran dari konsep triple bottom line:
1. Profit, perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomis yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. Planet, perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini
biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih,

7
perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme) dan lain
sebagainya.
3. People, perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. beberapa program CSR yang sering dikembangkan oleh perusahaan
diantaranya: pemberian beasiswa bagi pelajar di lingkungan sekitar
perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas
ekonomi lokal dan lain sebagainya.

Keseimbangan triple bottom line merupakan suatu upaya yang sungguh-


sungguh untuk bersinergi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang secara
konsisten mendorong keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan. Idealnya,
tentu saja perusahaan melakukan seluruh kegiatan triple bottom line bagi para
stakeholders-nya. Namun, hal yang terpenting sebenarnya, perusahaan melakukan
CSR dengan menekankan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development).
Beberapa prinsip pembangunan berkelanjutan dari Deklarasi Rio pada tahun
1992 adalah sebagai berikut (UNCED, The Rio Declaration on Environment and
Development, 1992 dalam Mitchell et al., 2003):
1. Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Mereka
hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.
2. Dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan, perlindungan
lingkungan seharusnya menjadi bagian yang integral dari proses pembangunan
dan tidak dapat dianggap sebagai bagian terpisah dari proses tersebut.
3. Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan
pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan tradisional
mereka.

Haris (2000) dalam Fauzi (2004) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat
diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu:
1. Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu
menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan

8
pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang
dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2. Keberlanjutan lingkungan, sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus
mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber
daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut
pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis
ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

Yuswohady dalam artikelnya yang berjudul Triple Bottom Line (2008),


mengatakan bahwa ide di balik konsep triple bottom line ini tak lain adalah
adanya pergeseran paradigma pengelolaan bisnis dari “shareholders-focused” ke
“stakeholders-focused”. Dari fokus kepada perolehan laba secara membabi-buta
menjadi perhatian pada kepentingan pihak-pihak yang terkait (stakeholder
interest) baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan.
Konsekuensinya, peran dunia bisnis semakin signifikan sebagai alat pemberdaya
masyarakat dan pelestari lingkungan. “The business entity should be used as a
vehicle for coordinating stakeholder interests, instead of maximizing shareholder
profit.”
Menurutnya, ide triple bottom line ini sekaligus mencoba menempatkan
upaya pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan pada titik sentral dari
keseluruhan strategi perusahaa bukan periferal, bukan tempelan, bukan kosmetik.
Conventional wisdom yang selama ini ada mengatakan: tumpuk profit sebanyak-
banyaknya, lalu dari profit yang menggunung itu sisihkan sedikit saja untuk
kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan. Dengan triple bottom line, maka
pendekatannya menjadi berbeda. Dari awal perusahaan sudah menetapkan bahwa
tiga tujuan holistik: Economic, Environmental, Social tersebut hendak dicapai
secara seimbang, serasi, tanpa sedikitpun pilih kasih.

9
4.7 Peraturan Terkait Corporate Social Responsibility (CSR)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih terus menyusun draft Rancangan


Undang-Undang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, atau yang sering dikenal
dengan Corporate Social Responsibility (CSR). RUU yang juga diusulkan oleh
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini telah ditetapkan masuk ke dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017. RUU ini ditargetkan dapat disahkan
menjadi undang-undang.
Meski begitu, CSR bukan merupakan hal yang baru diatur dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Sejumlah peraturan perundang-undangan,
termasuk yang bersifat sektoral, telah mengatur mengenai CSR tersebut. Berikut
adalah beberapa regulasi tersebut:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Konsep CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga mencakup
lingkungan. Jadi, secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan (TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan
yang berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Pasal 74 ayat (1) UU PT berbunyi, “Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan Perseroan Terbatas
Pemerintah menerbitkan PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan
pelaksana dari Pasal 74 UU PT di atas. PP No. 47 Tahun 2012 yang
ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya berisi
sembilan pasal. Salah satu yang diatur adalah mekanisme pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan. Pasal 4 ayat (1) PP No. 47
Tahun 2012 menyebutkan, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan
dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah
mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran
dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan.”

10
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
UU Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR.
Pasal 15 huruf b berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban:
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf
menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial
perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan
penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
UU Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur
tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada
satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu
adalah Pasal 11 ayat (3) huruf p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-
ketentuan pokok yaitu: pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-
hak masyarakat adat.”
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
UU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi
menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat.
Pasal 108 ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin
Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib
menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.” Pasal 1
angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai
“usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual
maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
PP No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP
ini menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat yang telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus,

11
yakni BAB XII, yang terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi,
“Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib
menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran terhadap
kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
UU Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab
sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus. Pasal 65 ayat (2)
huruf b berbunyi: “Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Panas Bumi
masyarakat berhak untuk: memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan
Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab
sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar.”
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
Setidaknya ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13
Tahun 2011. Pertama, Pasal 36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah
satu sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, adalah dana yang
disisihkan dari perusahaan perseroan. Ketentuan ini ditegas oleh Pasal 36 ayat
(2) yang berbunyi, “Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya
untuk penanganan fakir miskin.” Selain itu, ada pula Pasal 41 yang
menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan
bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan
masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap
penanganan fakir miskin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ambadar, Jackie. (2008). Corporate Social Responsibility dalam Praktik di


Indonesia. Edisi 1, Jakarta: Elex Media Computindo.

Ardianto, Elvinaro, (2008). Public Relation Praktis. Bandung: Widya Padjajaran.

Ardianto, Elvinaro. (2011). Handbook Of Public Relations: Pengantar


Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung

Azheri, Busyra. (2012). Corporate Social Responsibility. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Bpjsketenagakerjaan.go.id. Tanggung Jawab Sosial Lingkungan. Diakses pada 19


Agustus 2020, dari https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/tanggung-
jawab-sosial-lingkungan.html#

Fajar, Mukti. (2010). Tanggung Jawab Social Perusahaan di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Fajar.co.id (2018, 25 Desember). Walikota Makassar: CPI Ini Bentuk Mitigasi,


Kalau Ada Apa-apa Kota Terlindungi. Diakses pada 20 Agustus 2020, dari
https://fajar.co.id/2018/12/25/walikota-makassar-cpi-ini-bentuk-mitigasi-
kalau-ada-apa-apa-kota-terlindungi/

Fajar.co.id. (2019, 17 Januari). Ruang Terbuka Hijau di Makassar Belum Penuhi


Target. Diakses pada 20 Agustus 2020, dari
https://fajar.co.id/2019/01/17/ruang-terbuka-hijau-di-makassar-belum-
penuhi-target/

Hardiani. (2016). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Brand


Image (Citra Perusahaan) Studi Pada PT Bank BRI Tbk (Persero) Cabang
Makassar. Dalam Jurnal Ilmiah BONGAYA (Manajemen & Akuntansi).
No. XIX. ISSN: 1907 – 5480.

13
Harni, Dwi dan Elvira Azis. (2018). Pengaruh Corporate Social Responsibility
terhadap Citra Perusahaan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. Dalam
Jurnal Wacana Ekonomi. Vol. 17, No. 3. ISSN: 1412 – 5897.

Kartini, Dwi. (2009). Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep


Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.

Keputusan Menteri BUMN tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan


(PKBL).

Kliklegal.com. (2017, 27 Juli 2017). Mengenal Sejumlah Regulasi yang Mengatur


CSR di Indonesia. Diakses pada 29 Mei 2020, dari
https://kliklegal.com/mengenal-sejumlah-regulasi-yang-mengatur-csr-di-
indonesia/

Naufalia, Viani. (2016). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Citra


Perusahaan di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Dalam Jurnal Utilitas.
Vol. 2, No. 2.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan


Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012, tentang


Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Republika.co.id. (2017, 11 Desember). BPJS Ketenagakerjaan Bangun RTH di


Makassar. Diakses pada 20 Agustus 2020, dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/11/p0sb1x380-
bpjs-ketenagakerjaan-bangun-rth-di-makassar

Rudito, Bambang dan Melia Famiola. (2013). CSR (Corporate Social


Responsibility). Bandung: Rekayasa Sains.

14
Rusdianto, Ujang. (2013). CSR Communications A Framwork for PR
Practitioners. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ruslan, Rosady. (2012). Manajemen Public Relation & Media Komunikasi


(Konsepsi dan Aplikasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Santoso, Sugeng. (2016). Konsep Corporate Social Responsibility dalam perpektif


konvensional dan fiqh sosial. Dalam E-Journal IAIN Tulungagung. Vol. 4,
No. 1.

Satya, Darma dan Deden Syarif Hidayatullah. (2017). Pengaruh Program


Corporate Social Responsibility Terhadap Citra Perusahaan. Dalam e-
Proceeding of Management. Vol. 5, No. 2.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sujanto, Raditia Yudistira. (2019). Pengantar Public Relations di Era 4.0.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Susanto, A. B. (2007). Reputation Driven Corporate Social Responsibility:


Pendekatan Strategic Management dalam CSR. Jakarta: The Jakarta
Consulting Group.

Suwandi, Iman Mulyana Dwi. (2010). Citra Perusahaan, Surakarta: Qinant.

Ulum, Bahrul, dkk. (2014). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap


Citra. Dalam Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 8, No. 1.

Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014, tentang Panas Bumi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan


Gas Bumi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007, tentang Penanaman


Modal.

15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan


Terbatas.

Vegawati dkk. (2015). Pengaruh Program Corporate Social Responsibility (CSR)


Terhadap Citra Perusahaan. Dalam Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol.
20. No. 1.

16

Anda mungkin juga menyukai