1
stakeholder; sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma
internasional; terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian
ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.”
2
Ini terkait dengan fenomena perubahan iklim (climate change) dan pemanasan
global (global warming). Fenomena itu membuat semua pihak merasa peduli dan
berusaha turut serta mengatasinya. Kalangan dunia usaha menerjemahkan tuntutan
itu lewat berbagai kegiatan CSR yang beragam pula. Antara lain penanaman
pohon, menjaga kelestarian lingkungan, rehabilitasi dan reklamasi lahan, dan
sebagainya.
Tujuan CRS ini adalah untuk memberikan bantuan dan tindakan yang
bersifat positif bagi kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan sekitar.
3
bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
jangka panjang. Adapun manfaat CSR bagi perusahaan yang menerapkannya,
yaitu:
Membangun dan menjaga reputasi perusahaan.
Meningkatkan citra perusahaan.
Mengurangi resiko bisnis perusahaan.
Melebarkan cakupan bisnis perusahaan.
Mempertahankan posisi merek perusahaan.
Mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas.
Kemudahan memperoleh akses terhadap modal (capital).
Meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal kritis.
Mempermudah pengelolaan manajemen resiko (risk management).
Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah
adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja,
meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Jika terdapat masyarakat adat
atau masyarakat lokal, praktik CSR akan menghargai keberadaan tradisi dan
budaya lokal tersebut. Bagi lingkungan, praktik CSR akan mencegah eksploitasi
berlebihan atas sumber daya alam, menajaga kualitas lingkungan. Sedangkan bagi
negara, praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate
misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau
aparat hukum yang memicu tingginya korupsi.
4
1. Cause Promotions
Program perusahaan berinisiatif dan mengarahkan promosi melalui
penggalangan dan konstribusi dana untuk mengembangkan kesadaran dan
perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah isu sosial tertentu. Dapat
terjadi pihak perusahaan melakukan sponsor kegiatan tertentu, misalnya
membangun Public Health Education (PHE) atau upaya kampanye mendidik
kesehatan masyarakat.
2. Cause Related Marketing
Bentuk komitmen perusahaan untuk menyisihkan dalam sejumlah
prosentase tertentu dari pendapatannya sebagai dana konstribusi dan donasi
untuk tujuan kegiatan amal (charity activity) tertentu demi meningkatkan
pemasaran atas produk bernilai khusus yang dipromosikan ke masyarakat
sebagai konsumennya. Biasanya kampanye promosi pemasaran suatu produk
tersebut sambil mendukung kegiatan amal (karitas) tertentu melalui hubungan
kemitraan kerja sama yang baik dan saling bermanfaat (mutually beneficial
relationship) dengan pihak lembaga (LSM) atau organisasi non profit dan
relawan lainnya untuk tujuan kepedulian kesehatan sosial.
3. Corporate Social Marketing
Pihak perusahaan mendukung kampanye pengembangan atau
pelaksanaan perubahan prilaku masyarakat secara positif untuk meningkatkan
kesadaran mengenai kesehatan, keamanan dan harapan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan kehidupan komuniti tertentu yang menjadi khalayak
sasarannya agar menjadi lebih baik atau mampu meningkatkan kesejahteraan
sosialnya. Kegiatan kampanye promosi tersebut yang terfokus untuk
mendukung kesadaran, sokongan pendanaan dan hingga bagaimana mampu
merekrut relawan-relawan dalam aktivitas kampanye pemasaran sosial
perusahaan.
4. Corporate Philanthropy
Kegiatan filantropi perusahaan yang berinisiatif melalui program
pemberian konstribusi langsung terhadap kegiatan amal atau kepedulian sosial
dalam bentuk donasi atau sejumlah sumbangan dana tunai tertentu sebagai
5
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat. Pendekatan
strategi perusahaan yang berinisiatif melaksanakan kegiatan filantropi tersebut
merupakan bagian pencapaian dari maksud tujuan nilai tambah dan sasaran
kepentingan bisnis yang dikaitkan dengan program kegiatan tanggung jawab
sosial perusahaan, dan pada akhirnya akan meningkatkan citra dan reputasi
perusahaan secara positif.
5. Community Volunteering
Relawan komuniti, yang artinya pihak perusahaan mendukung penuh
atau mendorong para karyawannya, mitra usaha, dan para anggota franchisee
untuk melakukan kegiatan relawan sosial terhadap dukungan kepedulian
organisasi sosial komuniti lokal setempat.
6. Socially Responsible Business Practices
Perusahaan berinisiatif melaksanakan praktik bisnis dengan mengkaitkan
kegiatan tanggung jawab sosial secara langsung, yaitu mengadopsi dan
pertimbangan prilaku praktik bisnis yang etis dan berinvestasi untuk bertujuan
mendukung kegiatan sosial sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan
komuniti, dan sekaligus mampu melindungi kelestarian lingkungan alam
sekitarnya.
6
1. Tanggung jawab ekonomi, yaitu untuk memenuhi tanggung jawab ekonomis
yang harus mampu menghasilkan laba atau profit usaha sebagai pondasi demi
mempertahankan eksistensi dan perkembangan operasional-bisnis perusahaan
selanjutnya.
2. Tanggung jawab hukum, yaitu dalam menjalankan aktivitas perusahaan adalah
bertanggung jawab sesuai atau azas taat kepatuhan dengan peraturan hukum
yang berlaku.
3. Tanggung jawab etis, yakni perusahaan harus mentaati etika moral dan
persaingan bisnis yang sehat dalam menjalankan roda operasional usahanya.
4. Tanggung jawab filantropi, merupakan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap komuniti yang berada disekitar dari suatu perusahaan, dan hingga
memperhatikan kepentingan sosial masyarakat yang lebih luas.
Istilah triple bottom line pertama kali dipopulerkan oleh John Elkington
(1997) dalam bukunya Cannibal with Forks: The Triple Bottom Line of 21st
Century Business. Konsep ini merumuskan bahwa keberlangsungan dan
pertumbuhan perusahaan tidak semata-mata bergantung pada laba usaha (profit),
melainkan juga tindakan nyata yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungan
(planet), dan keadilan (people). Dan semuanya dilakukan demi terciptanya
sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Keadaan masyarakat
tergantung pada ekonomi, dan ekonomi tergantung pada masyarakat dan
lingkungan, bahkan ekosistem global. Ketiga komponen triple bottom line ini
tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik,
ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan. Berikut
penjabaran dari konsep triple bottom line:
1. Profit, perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomis yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. Planet, perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini
biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih,
7
perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme) dan lain
sebagainya.
3. People, perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. beberapa program CSR yang sering dikembangkan oleh perusahaan
diantaranya: pemberian beasiswa bagi pelajar di lingkungan sekitar
perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas
ekonomi lokal dan lain sebagainya.
Haris (2000) dalam Fauzi (2004) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat
diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu:
1. Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu
menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan
8
pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang
dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2. Keberlanjutan lingkungan, sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus
mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber
daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut
pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis
ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang
mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan,
pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
9
4.7 Peraturan Terkait Corporate Social Responsibility (CSR)
10
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
UU Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR.
Pasal 15 huruf b berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban:
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf
menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial
perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan
penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
UU Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur
tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada
satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu
adalah Pasal 11 ayat (3) huruf p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-
ketentuan pokok yaitu: pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-
hak masyarakat adat.”
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
UU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi
menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat.
Pasal 108 ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin
Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib
menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.” Pasal 1
angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai
“usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual
maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
PP No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP
ini menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat yang telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus,
11
yakni BAB XII, yang terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi,
“Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib
menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran terhadap
kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
UU Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab
sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus. Pasal 65 ayat (2)
huruf b berbunyi: “Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Panas Bumi
masyarakat berhak untuk: memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan
Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab
sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar.”
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
Setidaknya ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13
Tahun 2011. Pertama, Pasal 36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah
satu sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, adalah dana yang
disisihkan dari perusahaan perseroan. Ketentuan ini ditegas oleh Pasal 36 ayat
(2) yang berbunyi, “Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya
untuk penanganan fakir miskin.” Selain itu, ada pula Pasal 41 yang
menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan
bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan
masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap
penanganan fakir miskin.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Harni, Dwi dan Elvira Azis. (2018). Pengaruh Corporate Social Responsibility
terhadap Citra Perusahaan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. Dalam
Jurnal Wacana Ekonomi. Vol. 17, No. 3. ISSN: 1412 – 5897.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012, tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas
14
Rusdianto, Ujang. (2013). CSR Communications A Framwork for PR
Practitioners. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
16