PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan Dua Pandangan Tentang Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
1.3.2 Menjelaskan CSR Sebagai Suatu Strategi
1.3.3 Menjelaskan Sinergi CSR Dalam Perusahaan Multibisnis
1.3.4 Menjelaskan Strategi Dalam Melakukan Tanggung Jawab Sosial
1.3.5 Menjelaskan Manfaat Tanggung Jawab Sosial
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mengetahui Dua Pandangan Tentang Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
1.4.2 Untuk Mengetahui CSR Sebagai Suatu Strategi
1.4.3 Untuk Mengetahui Sinergi CSR Dalam Perusahaan Multibisnis
1.4.4 Untuk Mengetahui Strategi Dalam Melakukan Tanggung Jawab Sosial
1.4.5 Untuk Mengetahui Manfaat Tanggung Jawab Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi Carrol, dua tanggung jawab yang terakhir inilah yang disebut
tanggung jawab sosial. Dan keempat tanggung jawab ini menurut Carrol harus
berlangsung berurutan. Sebuah perusahaan baru bisa menjalankann diskresi, kalau
ia sudah mampu menjalankan tanggung jawab yang ada sebelumnnya. Meskipun
begitu, sesuatu yang dianggap tanggung jawab sosial, bisa saja suatu saat menjadi
legal. Untuk kasus Indonesia, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
industry memanfaatkan sumber daya alam yang bergerak dalam industry
pertambangan, aktivitas CSR dianggap sebagai sesuatu yang menjadi keharusan.
Pandangan kedua ini muncul karena bergesernya paradigma dalam
memandang bisnis dan kehidupan. Masyarakat, bergeser dari homoeconomicus,
yang disampaikan oleh Friedman, ke greedy economic animal. Dalam
menjalankan bisnisnya, pengusaha sering kali menjadi tamak dan akhirnya
mengorbankan dan bahkan merugikan kepentingan pihak lain. Hanya karena
mencari untung, kepentingan buruh ditekan, dan dibayar dengan semena-mena
dan tidak manusiawi. Karena ingin mengejar keuntungan, peraturan-peraturan
pemerintah dicari celahnnya, pemerintah yang mengawasi dikelabui, sementara
masyarakat sekitar mungkin terkena dampak negatifnya. Contoh lain, hanya
karena ingin untung, perusahaan melakukan persaingan yang tidak sehat dengan
cara kampanye yang negative atas produk-produk pesaing. Intinya, apa yang
dilihat Friedman bahwa perusahaan bisa berjalan tanpa berbuat kecurangan
menjadi sulit diterapkan karena perusahaan menjadi mengahalalkan segala cara
untuk memperoleh keuntungan.
Dengan perumusan yang lebih rinci atas isu sosial ini, setiap unit bisnis
memiliki keleluasaan merancang program, sambil tetap mengikuti panduan dan
BUN pusat. Alokasi anggaran, pelaksanaan, dan skedul komunikasi yang akan
dibuat juga bisa dirancang lebih terarah. Dengan cara seperti inilah BUN bisa
berperan membuat impak sosial yang signifikan, tapi sekaligus juga
mendatangkan manfaat yang besar pada tiap-tiap bisnis. Dalam bahasa Porter &
Kramer, BUN dengan berbagai programnya akan migrasi dari “Responsive CSR”
ke “Strategic CSR”. Dengan ini, efek yang sinergi dari management practice
memang bisa diharapkan tercipta dengan pengintegrasian di BUN. Apalagi bila
perumusan criteria tingkat/level atau kategori penerapan CSR sudah jelas. Ini bisa
menjadi tolak ukur dan menjadi pemicu semangat perusahaan untuk mengejar
kinerja tertentu dalam CSR-nya.
Dibawah ini akan dipaparkan sebuah kasus yang menggambarkan
bagaimana sebuah kelompok usaha yang memiliki beberapa bisnis sekaligus.
Kasus ini menggambarkan bahwa strategi CSR pun selayaknya harus dilakukan
secara terinteratif, agar prinsip-prinsip sinergi yang biasanya diterapkan pada saat
menerapkan strategi bisnis lain, juga didapatkan manfaatnya saat menjalankan
startegi CSR.
Kasus :
Keluarga besar Bakrie (Kelompok Usaha Bakrie-KUB dan
Yayasan/Keluarga) dikenal aktif melakukan tanggung jawab sosial. Pada tahun
2007 dan 2008, Keluarga Besar Bakrie sudah mengeluarkan masing-masing ± Rp
119 miliar, dan ± Rp 158 miliar (Bakrie untuk Negeri, 2008, 2009). Angka ini
bisa bertambah bila disertakan kepedulian sosial keluarga Bakrie pada kasus
Lumpur Sidoarjo yang pada awal 2009 tercatat mengeluarkan tidak kurang dari
Rp4,8 triliun (Mitra Bakrie, 2009). Awal pendirian kelompok usaha ini, Achmad
Bakrie, pendiri kelompok usaha ini terkenal dengan sikap sosialnya (Pohan, et. al.,
1992). Terdapat satu filsafat penting dari Achamad Bakrie yang dari dulu hingga
sekarang masih menjadi landasan aktivitas social perusahaan, yakni: “Setiap
rupiah yang dihasilkan Bakrie, harus dapat bermanfaat bagi orang banyak”. (H.
Achmad Bakrie).
Aburizal Bakrie merupakan pemimpin generasi kedua dari usaha Bakrie,
dalam memimpin KUB juga menganut pandangan yang serupa. Menurutnya,
keberhasilan manajemen suatu organisasi di bisnis era modern ini tidak sekedar
ditandai oleh faktor pertumbuhan yang tinggi, tapi juga oleh terpenuhnya hak-hak
social pekerja dan masyarakat. Begitu juga dengan tingkat kepedulian organisasi
itu terhadap konservasi lingkungan (BUN). Maka dari itu, tak heran sejak
perusahaan pertama mulai berdiri, dan kemudian berkembang dengan perusahaan-
perusahaan selanjutnya, kegiatan bisnisnya selalu memperhatikan tanggung jawab
social, hubungan kemasyarakatan, pengembangan masyarakat, dan berbagai
program lainnya. Dalam segala bentuknya, baik yang bersifat sumbangan,
filantropi, maupun yang dengan program yang menyeluruh dan berjangka
panjang. Dalam beberapa kesempatan, Aburizal Bakrie berharap KUB
dapat menjadi driving force praktek CSR di Indonesia dan menyelaraskan
aktivitasnya dengan program pemerintah. Para pemimpin puncak KUB memang
diminta untuk melibatkan perusahaan pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari
bidang pendidikan, ekonomi, social, lingkungan, kesehatan, keagamaan,
keolahragaan, dan infrastruktur masyarakat. Perusahaan yang sering mendapatkan
berbagai pengharagaan terkait dengan aktivitas CSR adalah Bakrie Brothes,
Bakrie Land Development, Arutmin, Kaltim Prima Coal, Bakrie Sumatera
Plantations, Kondur Petroleum, EMP Kangean Ltd.
Dalam perkembangannya, diketahui bahwa selain perusahaan yang
menjalankan aktivitas tanggung jawab social perusahaan, para anggota keluarga,
sebagai pemilik saham sebagian besar perusahaan, juga melakukan aktivitas
social. Aktivitas social dalam keluarga ini beragam dan jumlahnya tidak sedikit.
Oleh sebab itu, perkembangannya kini digunakan istilah Keluarga Besar Bakrie,
untuk menyambut KUB, dan anggota keluarga Bakrie. Kegiatan yang terkait
dengan social kemasyarakatan yang dilakuakn oleh Keluarga Besar Bakrie ada
dua yaitu, tanggung jawab social prusahaan (CSR) oleh KUB dan Aktivitas Sosial
dari Keluarga Bakrie. Aktivitas-aktivitas Keluarga Bakrie dikelola oleh yayasan-
yayasan yang juga menaungi aktivitas social seperti charity, sumbangan,
sponsorship, dan sebagainya.
Pada tahun 2004, diidentifikasi aktivitas social Keluarga Besar Bakrie
sudah semakin luas, melibatkan anggaran yang tidak kecil dan komplektasi yang
semakin tinggi. Tahun 2006, gagasan untuk mengoordinasiakan dua kegiatan
social yang besar ini mulai muncul. Terutama sejak para pejabat yang terkait
dengan CSR/Comdey di unit usaha KUB, di motori oleh pengelola Yayasan Bina
Mitra Bakrie (YBMB), membentuk sebuah forum yang disebut Forum
CSR/Comdey KUB. Dari pertemuan inilah mulai dibahas tentang kemungkinan
menyelaraskan dan, pengoordinasian, dan penyinergian dua kegiatan tersebut.
Pertemuan ini merumusakan perlunya dibentuk satu wadah yang menjadi payung
bagi keseluruhan aktivitas social Keluarga Besar Bakrie. Wadah ini disebut
dengan Bakrie untuk Negeri, yang menjadi penggeraknya saat ini adalah anggota
Forum CSR/Comdey, dimana YBMB menjadi sekretariatnya. Dengan
diresmikannya BUN, diharapkan komitmen Keluaraga Besar Bakrie dalam
menjalankan aktivitas dan usahanya, serta memberikan kontribusi konkret bagi
pembangunan kemanusiaan lebih efektif.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. Taufik. (2011). Manajemen Strategik “Konsep dan Aplikasi”. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Kotler, Philips. (2002). Manajemen Pemasaran, jilid 1. Jakarta : PT Prenhallindo
Sule Erni Tisnawati & Saefullah Kurniawan. 2008. “Pengantar Manajemen”.
Jakarta. Prenada Media Group