Anda di halaman 1dari 10

KATA 

PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat  Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini yang berjudul "PENYEMBELIHAN HEWAN" tepat pada waktunya.
Dan tidak lupa pula kita sanjung pujikan kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang
telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.

Sigli, 29 November 2014
Pemakalah

ZAINUDDIN
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Syariat qurban berawal dari Nabi Ibrahim a.s. ketika mendapat wahyu lewat
mimpinya supaya menyembelih putranya yang bernama Ismail a.s. Perintah itu
sebagai bentuk ujian dari Allah swt kepada Nabi Ibrahim a.s. Dalam suatu riwayat
dijelaskan bahwa ketika belum mempunyai anak, Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata
berkaitan dengan qurban. Beliau mengatakan, ”Jangankan harta benda, anak pun
kalau saya punya, saya mau menqurbankannya. Setelah mempunyai anak, perkataan
itu ditagih oleh Allas swt, karena ketaqwaannya Nabi Ibrahim a.s. memenuhi
permintaan Allah swt. Meskipun Ismail diganti dengan seekor Kibas. Inilah awal
mulanya di Syariatkannya Qurban.
Setiap Muslim pasti menginginkan anak yang shaleh dan shalehah, berbakti
kepada orang tua, agama, bangsa, dan Negara. Usaha untuk menjadikan anak shaleh
dan shalehah, antara lain dengan memberii bekal, ilmu pengetahuan yang cukup.
Salah satu hal yang tidak kalah penting tugas kedua orang tua kepada anak adalah
memberikan nama yang baik bagi anaknya yang lahir. Nah dalam hal ini proses
pemberian nama lebih dikenal dengan Aqiqah.

B.     Rumusan Masalah
Agar pembahasan kita tidak dari dari sub judul, ada baiknya pemakalah akan
merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1.            Pengertian dan dasar hokum Qurban dan Aqiqah
2.            Syarat-syarat hewan untuk Qurban dan Aqiqah
3.            Tata cara penyembelihan Qurban dan Aqiqah
4.            Hikmah Qurban dan Aqiqah
BAB II
TUNTUNAN PENYEMBELEHAN HEWAN

Dalam tuntunan penyembelihan hewan–insya Allah- akan dibahas mengenai


syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat ini
terbagi menjadi tiga:  Syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan disembelih,
Syarat yang berkaitan dengan orang yang akan menyembelih, dan  Syarat yang
berkaitan dengan alat untuk menyembelih. Setelah itu kami akan mengutarakan pula
adab ketika penyembelihan hewan.

A.    Syarat Hewan Yang Akan Disembelih


Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan,
bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,

َ‫إِمَّنَا َحَّر َم َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَة‬


Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai.” (QS. Al Baqarah:
173)

B.     Syarat Orang Yang Akan Menyembelih


Pertama: Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum
baligh asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan yang
dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula orang yang
mabuk, sembelihannya juga tidak sah.
Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi
atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah
berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama.
Karena selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika
menyembelih.
Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena
Allah Ta’ala berfirman,
‫اب ِحلٌّ لَ ُك ْم‬ ِ ِ َّ
َ َ‫ين أُوتُوا الْكت‬
َ ‫َوطَ َع ُام الذ‬
Artinya : “Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al Ma-idah: 5).
Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah,
‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan Maqotil bin
Hayyan.
Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal
selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui
mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, semisal mereka
menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini
sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,
ِ‫َّم وحَلْم اخْلِْن ِزي ِر و َما أ ُِه َّل لِغَرْي‬
َ ُ َ ُ ‫ت َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةُ َوالد‬
ْ ‫ُحِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)
Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak
menyebut nama Allah padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka hasil
sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan
bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil
sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman,
‫اس ُم اللَّ ِه َعلَْي ِه َوإِنَّهُ لَِف ْس ٌق‬ ‫مِم‬
ْ ‫َواَل تَأْ ُكلُوا َّا مَلْ يُ ْذ َك ِر‬
Artinya : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ِ ِ ‫ما أَْنهر الد‬
ُ‫ فَ ُكلُوه‬، ‫اس ُم اللَّه َعلَْيه‬
ْ ‫َّم َوذُكَر‬
َ ََ َ
Artinya : “Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan.”
Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan
hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam
Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa
hukumtasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ِ ِ
ْ ‫َن َق ْو ًم ا قَالُوا للنَّىِب ِّ – صلى اهلل عليه وسلم – إِ َّن َق ْو ًم ا يَأْتُونَا بِاللَّ ْح ِم الَ نَ ْد ِرى أَذُك َر‬
‫اس ُم‬ َّ ‫أ‬
ُ ْ‫ت َو َكانُوا َح ِديثِى َع ْه ٍد بِال‬
. ‫ك ْف ِر‬ ِ َ ‫اللَّ ِه َعلَْي ِه أ َْم الَ َف َق‬
ْ َ‫ قَال‬. » ُ‫ال « مَسُّوا َعلَْيه أَْنتُ ْم َو ُكلُوه‬
Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada
sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu
apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging
tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.
Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah
(basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang
disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan
disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum
dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu.
Keempat: Tidak disembelih atas nama selain Allah. Maksudnya di sini adalah
mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil
sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala,
ِ‫َّم وحَلْم اخْلِْن ِزي ِر و َما أ ُِه َّل لِغَرْي‬
َ ُ َ ُ ‫ت َعلَْي ُك ُم الْ َمْيتَةُ َوالد‬
ْ ‫ُحِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

C.    Syarat Alat Untuk Menyembelih


Ada dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu:
Pertama: Menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik
tajam atau tumpul asalkan bisa memotong. Karena maksud dari menyembelih adalah
memotong urat leher, kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah.
Kedua: Tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin
Khodij,
ِ ِ ِ َّ ِ ‫ما أَْنهر الد‬
،‫ك‬ َ ‫ َو َس أ‬، ‫الس َّن َوالظُُّف َر‬
َ ‫ُح ِّدثُ ُك ْم َع ْن َذل‬ ِّ ‫س‬َ ‫ لَْي‬، ُ‫ فَ ُكلُوه‬، ‫اس ُم الله َعلَْي ه‬ ْ ‫َّم َوذُكَر‬ َ ََ َ
‫الس ُّن َف َعظْ ٌم َوأ ََّما الظُُّف ُر فَ ُم َدى احْلَبَ َش ِة‬
ِّ ‫أ ََّما‬
Artinya : “Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan
kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi,
ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai
penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).” 

D.    Adab Dalam Penyembelihan Hewan


Pertama: Berbuat Ihsan (Berbuat Baik Terhadap Hewan). Dari Syadad bin
Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َح ِس نُوا‬ ِ ِ ‫إِ َّن اللَّه َكتَب ا ِإلحس ا َن علَى ُك ِّل َش ى ٍء فَ ِإ َذا َقَت ْلتُم فَأ‬
ْ ‫َحس نُوا الْقْتلَ ةَ َوإِ َذا َذحَبْتُ ْم فَأ‬
ْ ْ ْ َ َْ َ َ
ِ ِ
َ ‫َح ُد ُك ْم َش ْفَرتَهُ َف ْلرُيِ ْح َذب‬
ُ‫يحتَه‬ َّ
َ ‫الذبْ َح َولْيُح َّد أ‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika
kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian
menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.”

Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau


menajamkan pisau di hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu
’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia berkata,
ِ
ْ َ‫ك َقْب َل أَ ْن ت‬
‫ض َج َع َها‬ َ ‫أَتُِريْ ُد أَ ْن مَت ْيَت َها َم ْوتَات َهالَ َح َد ْد‬
َ َ‫ت َش ْفَرت‬
Artinya : ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan
kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan
kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu
hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah
diasah sebelum engkau membaringkannya.”
Kedua: Membaringkan Hewan Di Sisi Sebelah Kiri, Memegang Pisau Dengan
Tangan Kanan Dan Menahan Kepala Hewan Ketika Menyembelih. Membaringkan
hewan termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama. Hal
ini berdasarkan hadits ‘Aisyah,
‫ش أَْق َر َن يَطَ أُ ىِف َس َو ٍاد َو َيْب ُر ُك ىِف َس َو ٍاد‬ ٍ ‫ أ ََم َر بِ َكْب‬-‫ص لى اهلل علي ه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫أ‬
َ َ‫مُثَّ ق‬.» َ‫ال هَلَ ا « يَ ا َعائِ َش ةُ َهلُ ِّمى الْ ُم ْديَ ة‬َ ‫ض ِّح َى بِ ِه َف َق‬ ِِ ِ ٍ
« ‫ال‬ َ ُ‫َو َيْنظُ ُر ىِف َس َواد فَ أُت َى بِ ه لي‬
‫اس ِم اللَّ ِه‬ ‫ْ ِ حِب‬
ْ ِ‫ال « ب‬ َ َ‫َض َج َعهُ مُثَّ َذحَبَ هُ مُثَّ ق‬
ْ ‫ش فَأ‬
َ ‫َخ َذ الْ َكْب‬َ ‫َخ َذ َها َوأ‬
َ ‫ت مُثَّ أ‬ْ َ‫ َف َف َعل‬.» ‫اش َحذ َيها َ َج ٍر‬
.‫ض َّحى بِِه‬ ٍ ِ ِ ٍ ٍ ِ
َ َّ‫ مُث‬.» ‫اللَّ ُه َّم َت َقبَّ ْل م ْن حُمَ َّمد َو ِآل حُمَ َّمد َوم ْن أ َُّمة حُمَ َّمد‬
Artinya : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing
kibasy. Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang
banyak. Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat
penyembelihan hewan. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan
kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun
mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap
menyembelihnya, lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah penyembelihan
hewan ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian
beliau menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan
dianjurkannya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh
disembelih dalam keadaan kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat adalah
dalam keadaan berbaring. Cara seperti ini adalah perlakuan terbaik bagi kambing
tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan demikian. Juga hal ini berdasarkan
kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan ulama dan yang sering
dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan di sisi
kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam mengambil
pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.”[9]
Ketiga: Meletakkan Kaki Di Sisi Leher Hewan. Anas berkata,
ِ ‫ َفرأَيتُ ه و‬، ِ ‫ض َّحى النَّىِب – ص لى اهلل علي ه وس لم – بِ َكب َش ِ أَملَح‬
‫اض ًعا قَ َد َم هُ َعلَى‬ َ ُ ْ َ ‫ْ نْي ْ َ نْي‬ ُّ َ
. ‫ فَ َذحَبَ ُه َما بِيَ ِد ِه‬، ‫اح ِه َما يُ َس ِّمى َويُ َكِّب ُر‬
ِ ‫ِص َف‬
Artinya : “Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berpenyembelihan hewan dengan dua ekor
kambing kibasy putih. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua
kambing itu. Lalu beliau membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau
menyembelih keduanya.”
Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan
hewan penyembelihan hewan. Para ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan
tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si penyembelih diletakkan di sisi kanan agar
mudah untuk  menyembelih dan mudah mengambil pisau dengan tangan kanan.
Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala hewan tadi dengan
tangan kiri.”
Keempat: Menghadapkan Hewan Ke Arah Kiblat. Dari Nafi’,
ِ ِ َ‫َن اِبن عمر َكا َن ي ْكره أَ ْن يأْ ُكل َذبِيحةَ َذحْبِ ِه لِغ‬
.‫القْبلَ ِة‬ ‫رْي‬ َ ْ َ َ َُ َ َ َ ُ َ ْ َّ ‫أ‬
Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih
dengan tidak menghadap kiblat.” Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa
menghadapkan hewan ke arah kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika
memang hal ini adalah syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Namun hal ini
hanyalah mustahab (dianjurkan).
Kelima dan Keenam: Mengucapkan Tasmiyah (Basmalah) Dan Takbir. Ketika
akan menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar“,
sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak
perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah
dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama sepakat kalau
hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib.

BAB III
ANALISIS

PROSES PENYEMBELIHAN
            Penyembelihan dilakukan di “Trienggadeng” pada pukul 5 pagi. Hewan yang
disembelih adalah kambing. Sebelum menyembelih, “Tukang Jagal” (orang yang
menyembelih) mempersiapkan peralatan terlebih dahulu,seperti mengasah pisau,
menyiapkan tali, alat kebersihan, dan lain-lain.
            Langkah pertama, jagal mengambil kambing di kandang. Biasanya depot ini
menyembelih 2 kambing setiap harinya. Setelah diambil, kambing di bawa ke tempat
penyembelihan. Kemudian kambing dibaringkan menghadap  dengan kepele di
bagian selatan dan kakinya diikat dengan tali yang sudah dipersiapkan. Kambing
disembelih pada bagian leher dengan pisau yang tajam sampai putus
kerongkongannya,utamanya pada bagian jalan makan,  nafas, dan urat nadi.
            Langkah kedua, setelah kambing benar-benar mati, kepala kambing dipotong
dan dikuliti sampai hilang kulitnya, baru setelah itu  kambing dipindahkan dengan
digantung pada penampang kayu agar mudah saat mengulitinya.  Sesudahnya
kambing dikuliti, bagian daging dipisahkan dari tulang-tulangnya. Kemudian perut
kambing dibelah untuk mengeluarkan bagian dalam organ-organ
kambing tersebut seperti kandungan, usus, lambung, dan lain. Bagian organ tersebut
dicuci bersih dan direndam ke dalam air kapur selama beberapa menit. Tujuannya
untuk menghilangkan bau dan pemutih alami.
            Langkah ketiga, bagian organ kambing yang direndam, diangkat sedangkan
daging kambing yang telah dipisahkan dari tulangnya dipotong dadu-dadu kecil
.Sembari dipotong, ada seorang lagi yang bertugas untuk menusukkan ke tusuk sate.
Biasanya satu ekor kambing bisa menghasilkan kurang lebih 1300 tusuk sate.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh
ini, antara lain :
         Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor
binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan
belalang keduanya halal dimakan dengan tidak disembelih.
         Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada
hari raya Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan
niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk
qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
         Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi
illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt,
yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian
bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
         Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak,
sesuai dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah
menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi
yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu
perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,  Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.


Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri
Malang, 2010.
Al-jauziah, Ibnu Qayyim, fatwa-fatwa Rasulullah Saw., jilid II, Jakarta: Pustaka
Panjimas,1990
Ali al-Mundzor, Yunus, Misykaatul masaabih, jilid IV, Semarang : CV.Asy-Syifa, 1994
Direktorat pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqh, Jilid I, cet, II, Jakarta:
1983

Anda mungkin juga menyukai