Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENYEBELIHAN HEWAN YANG BAIK


Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran PAI

DISUSUN OLEH:
DEWANGGA ANWARUDIN
KELAS 9D

SMP NEGRI 1 KUNINGAN


Jl. SILIWANGI NO.74. PURWAWINANGUN – KUNINGAN
KATA  PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat  Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
yang berjudul "PENYEMBELIHAN HEWAN" tepat pada waktunya. Dan tidak lupa pula
kita sanjung pujikan kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari alam
yang gelap gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.

Kuningan, 28 Maret 2021
Penulis

Dewangga Anwarudin

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................             i


DAFTAR ISI................................................................................................................             ii

BAB I        PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang...............................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..........................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN


A.    Syarat hewan yang akan di sembelih......................................................................            2
B.     Syarat orang yang akan menyembelih...................................................................          2
C.     Syarat alat untuk menyembelih..............................................................................           4
D.    Adap dalam penyembelihan hewan.........................................................................           4

BAB III    PENUTUP


A.    Kesimpulan..............................................................................................................         7

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................        8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Syariat qurban berawal dari Nabi Ibrahim a.s. ketika mendapat wahyu lewat mimpinya
supaya menyembelih putranya yang bernama Ismail a.s. Perintah itu sebagai bentuk ujian dari
Allah swt kepada Nabi Ibrahim a.s. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ketika belum
mempunyai anak, Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata berkaitan dengan qurban. Beliau
mengatakan, ”Jangankan harta benda, anak pun kalau saya punya, saya mau
menqurbankannya. Setelah mempunyai anak, perkataan itu ditagih oleh Allas swt, karena
ketaqwaannya Nabi Ibrahim a.s. memenuhi permintaan Allah swt. Meskipun Ismail diganti
dengan seekor Kibas. Inilah awal mulanya di Syariatkannya Qurban.
Setiap Muslim pasti menginginkan anak yang shaleh dan shalehah, berbakti kepada
orang tua, agama, bangsa, dan Negara. Usaha untuk menjadikan anak shaleh dan shalehah,
antara lain dengan memberii bekal, ilmu pengetahuan yang cukup. Salah satu hal yang tidak
kalah penting tugas kedua orang tua kepada anak adalah memberikan nama yang baik bagi
anaknya yang lahir. Nah dalam hal ini proses pemberian nama lebih dikenal dengan Aqiqah.

B.     Rumusan Masalah
Agar pembahasan kita tidak dari dari sub judul, ada baiknya pemakalah akan
merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1.   Pengertian dan dasar hokum Qurban dan Aqiqah
2.   Syarat-syarat hewan untuk Qurban dan Aqiqah
3.   Tata cara penyembelihan Qurban dan Aqiqah
4.   Hikmah Qurban dan Aqiqah

1
BAB II
TUNTUNAN PENYEMBELEHAN HEWAN

Dalam tuntunan penyembelihan hewan–insya Allah- akan dibahas mengenai syarat


penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat ini terbagi
menjadi tiga:  Syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan disembelih,  Syarat yang
berkaitan dengan orang yang akan menyembelih, dan  Syarat yang berkaitan dengan alat
untuk menyembelih. Setelah itu kami akan mengutarakan pula adab ketika penyembelihan
hewan.

A.    Syarat Hewan Yang Akan Disembelih


Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam
keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,
َ‫إِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai.” (QS. Al Baqarah:
173)

B.     Syarat Orang Yang Akan Menyembelih


Pertama: Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau belum baligh
asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan yang dilakukan oleh orang
gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula orang yang mabuk, sembelihannya juga
tidak sah.
Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau
Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan
orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Karena selain muslim dan
ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih.
Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫َوطَ َعا ُم الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
‫َاب ِح ٌّل لَ ُك ْم‬
Artinya : “Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al Ma-idah: 5).
Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka, sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan Al
Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan Maqotil bin Hayyan.
Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal selama
diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut
nama selain Allah ketika menyembelih, semisal mereka menyembelih atas nama Isa Al
Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak
2
halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,
‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫حُ ِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)
Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut
nama Allah padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka hasil sembelihannya tidak
boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk
menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan.
Allah Ta’ala berfirman,
ٌ ‫َواَل تَأْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َوإِنَّهُ لَفِ ْس‬
‫ق‬
Artinya : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
(QS. Al An’am: 121)
Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ‫ فَ ُكلُوه‬، ‫َما أَ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬
Artinya : “Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan.”
Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan
harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i
dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumtasmiyah adalah sunnah
(dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
‫أَ َّن قَوْ ًما قَالُوا لِلنَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم – إِ َّن قَوْ ًما يَأْتُونَا بِاللَّحْ ِم الَ نَ ْد ِرى أَ ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه أَ ْم الَ فَقَ{{ا َل « َس { ُّموا َعلَ ْي { ِه أَ ْنتُ ْم‬
. ‫ت َو َكانُوا َح ِديثِى َع ْه ٍد بِ ْال ُك ْف ِر‬
ْ َ‫ قَال‬. » ُ‫َو ُكلُوه‬
Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada sekelompok
orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut
nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah
menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka
sebenarnya baru saja masuk Islam.
Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah)
itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy
Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak.
Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah
terlebih dahulu.
Keempat: Tidak disembelih atas 3nama selain Allah. Maksudnya di sini adalah
mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil
sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman
Allah Ta’ala,
‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫حُ ِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

C.    Syarat Alat Untuk Menyembelih


Ada dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu:
Pertama: Menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik tajam atau
tumpul asalkan bisa memotong. Karena maksud dari menyembelih adalah memotong urat
leher, kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah.
Kedua: Tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin
Khodij,
‫الظفُ ُر فَ ُمدَى ْال َحبَ َش ِة‬ ْ ‫ أَ َّما الس ُِّّن فَ َع‬، َ‫ َو َسأ ُ َح ِّدثُ ُك ْم ع َْن َذلِك‬، ‫الظفُ َر‬
ُّ ‫ظ ٌم َوأَ َّما‬ ُّ ‫ْس الس َِّّن َو‬
َ ‫ لَي‬، ُ‫ فَ ُكلُوه‬، ‫َما أَ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬
Artinya : “Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku.
Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk
tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah
(sekarang bernama Ethiopia).” 

D.    Adab Dalam Penyembelihan Hewan


Pertama: Berbuat Ihsan (Berbuat Baik Terhadap Hewan). Dari Syadad bin Aus,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ِ‫اإلحْ َسانَ َعلَى ُك ِّل َش ْى ٍء فَإ ِ َذا قَت َْلتُ ْم فَأَحْ ِسنُوا ْالقِ ْتلَةَ َوإِ َذا َذبَحْ تُ ْم فَأَحْ ِسنُوا ال َّذب َْح َو ْلي ُِح َّد أَ َح ُد ُك ْم َش ْف َرتَهُ فَ ْلي ُِرحْ َذب‬
ُ‫يحتَه‬ ِ ‫َب‬َ ‫إِ َّن هَّللا َ َكت‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu.
Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan
pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.”

Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan
pisau di hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu ’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia
berkata,
‫ك قَب َْل أَ ْن تَضْ َج َعهَا‬
َ َ‫أَتُ ِر ْي ُد أَ ْن تَ ِم ْيتَهَا َموْ تَات هَالَ َح َددْتَ َش ْف َرت‬
Artinya : ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan
kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan
4 ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing
itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak
mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum
engkau membaringkannya.”
Kedua: Membaringkan Hewan Di Sisi Sebelah Kiri, Memegang Pisau Dengan
Tangan Kanan Dan Menahan Kepala Hewan Ketika Menyembelih. Membaringkan hewan
termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan
hadits ‘Aisyah,
‫حِّى بِ{ ِه‬
َ {‫ُض‬ َ ‫ك فِى َس َوا ٍد َويَ ْنظُ{ ُر فِى َس{ َوا ٍد فَ{{أُتِ َى بِ{ ِه لِي‬ ُ ‫ش أَ ْق َرنَ يَطَأ ُ فِى َس َوا ٍد َويَ ْب ُر‬
ٍ ‫ أَ َم َر بِ َك ْب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
« ‫{ال‬ ْ َ ‫ْش فَأ‬
َ {َ‫ض{ َج َعهُ ثُ َّم َذبَ َح{ هُ ثُ َّم ق‬ َ ‫ت ثُ َّم أَخَ{ َذهَا َوأَ َخ{ َذ ْال َكب‬ْ َ‫ فَفَ َعل‬.» ‫ال « ا ْش َح ِذيهَا بِ َح َج{ ٍر‬ َ َ‫ثُ َّم ق‬.» َ‫فَقَا َل لَهَا « يَا عَائِ َشةُ هَلُ ِّمى ْال ُم ْديَة‬
َ ‫ ثُ َّم‬.» ‫بِاس ِْم هَّللا ِ اللَّهُ َّم تَقَبَّلْ ِم ْن ُم َح َّم ٍد َوآ ِل ُم َح َّم ٍد َو ِم ْن أُ َّم ِة ُم َح َّم ٍد‬
.‫ضحَّى بِ ِه‬
Artinya : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing
kibasy. Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak.
Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat penyembelihan hewan.
Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau
melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau
membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan,
“Bismillah. Ya Allah, terimalah penyembelihan hewan ini dari Muhammad, keluarga
Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya
membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan
kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat adalah dalam keadaan berbaring. Cara seperti
ini adalah perlakuan terbaik bagi kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan
demikian. Juga hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan
ulama dan yang sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih
dibaringkan di sisi kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam
mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.”[9]
Ketiga: Meletakkan Kaki Di Sisi Leher Hewan. Anas berkata,
. ‫ فَ َذبَ َحهُ َما بِيَ ِد ِه‬، ‫اح ِه َما يُ َس ِّمى َويُ َكبِّ ُر‬ ِ ‫ فَ َرأَ ْيتُهُ َو‬، ‫ضحَّى النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم – بِ َك ْب َش ْي ِن أَ ْملَ َح ْي ِن‬
ِ ‫اضعًا قَ َد َمهُ َعلَى‬
ِ َ‫صف‬ َ
Artinya : “Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berpenyembelihan hewan dengan dua ekor
kambing kibasy putih. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing
itu. Lalu beliau membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”
Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan
penyembelihan hewan. Para ulama telah sepakat
5 bahwa membaringkan hewan tadi adalah
pada sisi kirinya. Lalu kaki si penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk 
menyembelih dan mudah mengambil pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan
semakin mudah memegang kepala hewan tadi dengan tangan kiri.”
Keempat: Menghadapkan Hewan Ke Arah Kiblat. Dari Nafi’,
.‫أَ َّن اِ ْبنَ ُع َم َر َكانَ يَ ْك َرهُ أَ ْن يَأْ ُك َل َذبِ ْي َحةَ َذ ْب ِح ِه لِ َغي ِْر القِ ْبلَ ِة‬
Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih
dengan tidak menghadap kiblat.” Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan
hewan ke arah kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah
syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).
Kelima dan Keenam: Mengucapkan Tasmiyah (Basmalah) Dan Takbir. Ketika akan
menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar“, sebagaimana dalam
hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan
Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir
– Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini
adalah sunnah dan bukan wajib.
6
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh ini, antara
lain :
·         Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor binatang
menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal
dimakan dengan tidak disembelih.
·         Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada hari raya
Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan niat ibadah guna
mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang
ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
·         Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi
illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang
membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain,
khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
·         Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai
dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih kambing
pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya
adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
7
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.


Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri
Malang, 2010.
Al-jauziah, Ibnu Qayyim, fatwa-fatwa Rasulullah Saw., jilid II, Jakarta: Pustaka
Panjimas,1990
Ali al-Mundzor, Yunus, Misykaatul masaabih, jilid IV, Semarang : CV.Asy-Syifa, 1994
Direktorat pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqh, Jilid I, cet, II, Jakarta: 1983

Anda mungkin juga menyukai