DISUSUN OLEH:
DEWANGGA ANWARUDIN
KELAS 9D
Kuningan, 28 Maret 2021
Penulis
Dewangga Anwarudin
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan kita tidak dari dari sub judul, ada baiknya pemakalah akan
merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Pengertian dan dasar hokum Qurban dan Aqiqah
2. Syarat-syarat hewan untuk Qurban dan Aqiqah
3. Tata cara penyembelihan Qurban dan Aqiqah
4. Hikmah Qurban dan Aqiqah
1
BAB II
TUNTUNAN PENYEMBELEHAN HEWAN
Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau menajamkan
pisau di hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu ’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia
berkata,
ك قَب َْل أَ ْن تَضْ َج َعهَا
َ َأَتُ ِر ْي ُد أَ ْن تَ ِم ْيتَهَا َموْ تَات هَالَ َح َددْتَ َش ْف َرت
Artinya : ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan
kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan
4 ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing
itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak
mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum
engkau membaringkannya.”
Kedua: Membaringkan Hewan Di Sisi Sebelah Kiri, Memegang Pisau Dengan
Tangan Kanan Dan Menahan Kepala Hewan Ketika Menyembelih. Membaringkan hewan
termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan
hadits ‘Aisyah,
حِّى بِ{ ِه
َ {ُض َ ك فِى َس َوا ٍد َويَ ْنظُ{ ُر فِى َس{ َوا ٍد فَ{{أُتِ َى بِ{ ِه لِي ُ ش أَ ْق َرنَ يَطَأ ُ فِى َس َوا ٍد َويَ ْب ُر
ٍ أَ َم َر بِ َك ْب-صلى هللا عليه وسلم- ِ أَ َّن َرسُو َل هَّللا
« {ال ْ َ ْش فَأ
َ {َض{ َج َعهُ ثُ َّم َذبَ َح{ هُ ثُ َّم ق َ ت ثُ َّم أَخَ{ َذهَا َوأَ َخ{ َذ ْال َكبْ َ فَفَ َعل.» ال « ا ْش َح ِذيهَا بِ َح َج{ ٍر َ َثُ َّم ق.» َفَقَا َل لَهَا « يَا عَائِ َشةُ هَلُ ِّمى ْال ُم ْديَة
َ ثُ َّم.» بِاس ِْم هَّللا ِ اللَّهُ َّم تَقَبَّلْ ِم ْن ُم َح َّم ٍد َوآ ِل ُم َح َّم ٍد َو ِم ْن أُ َّم ِة ُم َح َّم ٍد
.ضحَّى بِ ِه
Artinya : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing
kibasy. Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak.
Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat penyembelihan hewan.
Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau
melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau
membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan,
“Bismillah. Ya Allah, terimalah penyembelihan hewan ini dari Muhammad, keluarga
Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya
membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan
kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat adalah dalam keadaan berbaring. Cara seperti
ini adalah perlakuan terbaik bagi kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan
demikian. Juga hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan
ulama dan yang sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih
dibaringkan di sisi kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam
mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.”[9]
Ketiga: Meletakkan Kaki Di Sisi Leher Hewan. Anas berkata,
. فَ َذبَ َحهُ َما بِيَ ِد ِه، اح ِه َما يُ َس ِّمى َويُ َكبِّ ُر ِ فَ َرأَ ْيتُهُ َو، ضحَّى النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم – بِ َك ْب َش ْي ِن أَ ْملَ َح ْي ِن
ِ اضعًا قَ َد َمهُ َعلَى
ِ َصف َ
Artinya : “Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam berpenyembelihan hewan dengan dua ekor
kambing kibasy putih. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing
itu. Lalu beliau membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”
Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan hewan
penyembelihan hewan. Para ulama telah sepakat
5 bahwa membaringkan hewan tadi adalah
pada sisi kirinya. Lalu kaki si penyembelih diletakkan di sisi kanan agar mudah untuk
menyembelih dan mudah mengambil pisau dengan tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan
semakin mudah memegang kepala hewan tadi dengan tangan kiri.”
Keempat: Menghadapkan Hewan Ke Arah Kiblat. Dari Nafi’,
.أَ َّن اِ ْبنَ ُع َم َر َكانَ يَ ْك َرهُ أَ ْن يَأْ ُك َل َذبِ ْي َحةَ َذ ْب ِح ِه لِ َغي ِْر القِ ْبلَ ِة
Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging hewan yang disembelih
dengan tidak menghadap kiblat.” Syaikh Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan
hewan ke arah kiblat bukanlah syarat dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah
syarat, tentu Allah akan menjelaskannya. Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).
Kelima dan Keenam: Mengucapkan Tasmiyah (Basmalah) Dan Takbir. Ketika akan
menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar“, sebagaimana dalam
hadits Anas bin Malik di atas. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan
Ar Rahiim) hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir
– Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini
adalah sunnah dan bukan wajib.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh ini, antara
lain :
· Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari seekor binatang
menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan dan belalang keduanya halal
dimakan dengan tidak disembelih.
· Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada hari raya
Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan niat ibadah guna
mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang
ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
· Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi
illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang
membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain,
khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
· Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai
dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih kambing
pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya
adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
7
DAFTAR PUSTAKA