67 Persoalan Seputar
Kurban
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Hafidzhahullah
2
67 Persoalan Seputar Kurban
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid Hafidzhahullah
3
3. Keutamaan berkurban ini sangatlah agung. Namun tidak terdapat
hadits shahih yang menyebutkan batasan keutamaanya ataupun kadar
pahalanya secara khusus.
Ibnul ‘Arobi Al-Maliky berkata, “…dan sungguh banyak orang yang
meriwayatkan kisah-kisah aneh tentang kurban yang tidak shahih.”
Bagi anda yang suka membagikan hadits-hadits Nabi tentang
keutamaan berkurban di media sosial atau semisalnya, hendaknya
memperhatikan perkara ini.
4
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika ia mampu (atau bertekad-
pent.) untuk melunasi hutangnya, maka ia berhutang untuk berkurban
dengannya, maka hal tersebut baik, akan tetapi ia tidak wajib untuk
melakukan hal tersebut (yaitu berhutang untuk berkurban)”.
ۚ وم َها َوََل ِّد َمآَُٰؤَها َوَٰلَ ِّكن يَنَالُهُ ٱلته حق َو َٰى ِّمن ُك حم
ُ ُٱَّللَ ُل
لَن يَنَ َال ه
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj : 37)
5
Keikutsertaan penduduk negeri bersama para jamaah haji yang
pergi ke baitullah pada sebagian syiar-syiar haji.
Melapangkan jiwa dan keluarga, menghormati tetangga,
kerabat, dan kawan kawan. Serta bersedekah untuk kaum fakir
pada hari Idul Adha.
ِّ َف
َ ِّص ِّل لَرب
ك َو حٱْنَحر َ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
(QS. Al-Kautsar :2)
10. Hukum asalnya kurban ini disyariatkan bagi orang-orang yang masih
hidup. Sebagaimana halnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
dan para sahabatnya berkurban atas nama diri mereka sendiri dan juga
keluarganya.
Disyariatkan juga berkurban atas nama orang yang telah meninggal
dalam rangka menunaikan wasiatnya. Atau diikutkan dengan orang
yang masih hidup, seperti halnya seorang laki-laki menyembelih
kurban atas nama dirinya dan juga atas nama keluarganya, dengan niat
atas nama keluarganya yang masih hidup maupun yang telah
meninggal.
11. Berkurban dengan niat untuk mayyit secara khusus hukumnya boleh,
para fuqaha menyebutkan bahwasanya pahala kurbannya sampai
kepada mayyit dan bermanfaat baginya. Hal ini diqiyaskan dengan
shadaqah atas nama mayyit.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa,”Bershadaqah
dengan harga hewan kurban atas nama mayyit lebih utama daripada
menyembelih kurban atas nama mayyit. Karena menyembelih secara
6
khusus untuk mayyit tidak dikenal oleh kalangan salaf (pendahulu
ummat ini).”
12. Syarat sahnya hewan kurban adalah binatang ternak, yaitu: unta, sapi,
dan kambing, dengan segala jenisnya. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
13. Satu ekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga, jika salah
seorang anggota keluarga berkurban dengan seekor kambing atau
seorang wanita berkurban untuk suami dan keluarganya; maka ia telah
menghidupkan syiar agama dan keluarganya masuk dalam hitungan
pahala kurban bersamanya.
Abu Ayyub Al-Anshari berkata, “Dahulu seorang laki laki berkurban
seekor kambing untuk dirinya dan juga keluarganya, maka merekapun
menyantapnya dan juga memberikan makanan tersebut (kepada orang
lain, pent).”
14. Jika seorang yang berkurban belum berniat kurban untuk keluarganya
(menyertakan niat kurban bersama keluarga, pent.); maka secara
otomatis keluarganya telah termasuk dalam niatnya tersebut. Yang
dimaksud keluarga disini adalah secara bahasa atau secara ‘urf (adat).
Seacara ‘urf (adat atau kebiasaan): keluarga adalah setiap orang yang
berada dalam tanggungannya (nafkahnya) seperti istri, anak, dan
kerabat.
7
rumah yang terpisah, maka yang dianjurkan adalah masing-masing
dari mereka berkurban secara sendiri-sendiri.
16. Bagi yang memiliki lebih dari seorang istri maka kurban salah seorang
dari mereka sudah mencukupi untuk semuanya, sebagaimana Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkurban untuk istri-istrinya semua,
akan tetapi beliau tidak mengkhususkan salah satu istrinya daripada
yang lain.
17. Seekor unta boleh dijadikan kurban untuk 7 orang (kolektif, pent.),
seekor sapi boleh dijadikan kurban untuk 7 orang. Sebagaimana
pernyataan dari Jaabir bin Abdillah, “Kami berkurban bersama
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada tahun perjanjian
Hudaibiyah dengan badanah (unta gemuk) untuk tujuh orang, dan sapi
juga untuk tujuh orang”.
18. Boleh berkurban secara kolektif pada sapi atau unta walaupun
sebagian yang ikut kolektif tidak berniat udhiyah, tetapi ia niat nazar
atau sekedar ingin bagian daging untuk menjamu tamunya, atau
sebagai shadaqah atau selainnya. Setiap orang tergantung dengan
niatnya sendiri.
19. Boleh berkolaborasi kurang dari 7 orang untuk kurban sapi atau unta.
Karena jika dibolehkan kolaborasi kurban hingga 7 orang, maka
terlebih lagi jika kurang dari 7 orang tentu dibolehkan. Kelebihannya
terhitung sebagai amal tathawwu’.
20. Tidak sah berkurban kambing secara kolaborasi lebih dari satu orang,
karena tidak ada dalil yang membolehkan hal tersebut. Begitu juga 8
orang atau lebih berkolaborasi untuk berkurban unta atau sapi. Karena
ibadah itu sifatnya tauqifiyyah, tidak boleh melebihi batas jumlah dan
tata cara yang telah ditetapkan syariat.
21. Beberapa ahli ilmu mengatakan bahwa jenis hewan kurban yang paling
utama adalah domba, karena hal ini sesuai dengan perbuatan Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun menurut jumhur ulama, yang
paling utama adalah berkurban dengan (1) unta, kemudian dengan (2)
sapi jika ia berkurban sempurna secara sendiri (tidak kolektif, -pent.),
kemudian (3) domba (biri-biri), kemudian (4) kambing.
8
berkurban dengan unta. Siapa yang berangkat sholat Jum’at di waktu
kedua, maka dia seperti berkurban dengan sapi. Siapa yang berangkat
sholat Jum’at di waktu ketiga, maka dia seperti berkurban dengan
kambing gibas yang bertanduk…”
Maka yang didahulukan adalah unta, adapun sapi ada pada derajat
kedua, kemudian kambing.
9
24. Hewan kurban merupakan hewan milik mudhahy (orang yang
berkurban), baik mendapatkannya dengan cara membeli, atau hibah,
atau harta warisan, atau hasil dari peranakan.
Sah bagi wali yatim berkurban untuk anak yatim menggunakan
hartanya, jika kondisinya dalam keadaan lapang dan hal tersebut
membuatnya senang serta hatinya menjadi sedih jika meninggalkan
kurban.
Ibnu Qudamah berkata, “Ketika seorang anak yatim berkurban, maka
tidak boleh ada bagian yang disedekahkan, akan tetapi semuanya
diperuntukkan untuk dirinya sendiri (yaitu: anak yatim). Karena tidak
boleh bershadaqah dengan apapun menggunakan harta anak yatim.”
25. Syarat sahnya udhiyah adalah menyembelih hewan kurban pada waktu
yang telah ditentukan oleh syariat.
Waktu penyembelihan dimulai dari setelah pelaksanaan shalat ‘id.
Sebagaimana hadits, “Hal pertama yang kita lakukan dalam memulai
hari ini adalah kita mengerjakan shalat ‘id, kemudian kita pulang dan
menyembelih hewan kurban. Barangsiapa yang telah melakukan hal
ini maka ia telah menjalankan sunnah kita.”
28. Waktu yang paling utama untuk penyembelihan hewan kurban adalah
pada hari pertama, yaitu saat hari raya idul adha (10 Dzulhijjah, -pent)
setelah orang selesai dari mengerjakan shalat id. Setiap harinya yang
lebih awal lebih baik daripada setelahnya, karena dengannya terdapat
bentuk penyegeraan dalam melaksanakan kebaikan. Yang lebih
selamat adalah dengan tidak menundannya hingga hari yang keempat,
ini sebagai bentuk perhatian kita terhadap pendapat yang menyatakan
bahwa hari penyembelihan itu hanya tiga hari saja.
10
29. Boleh menyembelih hewan kurban pada siang hari dan malam hari.
Penyembelihan diwaktu siang lebih utama, karena syiarnya lebih
tampak dan dapat disaksikan oleh orang-orang fakir.
30. Jika telah terlewat waktu kurban dan belum sempat menyembelih, jika
ia berkurban tathawwu’ (sunnah) maka tidak ada kewajiban baginya.
Namun jika ia berkurban karena nazar, maka dia wajib
menyembelihnya dengan niat qadha’ dan melakukan pembagiannya
sebagaimana pembagian saat udhiyah (kurban).
31. Di antara syarat hewan kurban adalah harus selamat dari berbagai
macam cacat yang dapat menghalangi diterimanya ibadah kurban.
Karena ibadah kurban ini tujuannya adalah untuk mendekatkan diri
kepada Tuhannya. Allah Ta’ala Maha Baik dan tidak menerima
kecuali yang baik. Maka hewan kurban haruslah hewan yang baik
(sehat), bebas dari cacat fisik.
32. Telah terdapat dalam As-Sunnah empat kriteria cacat yang dapat
menghalangi diterimanya ibadah kurban.
33. Sakit yang jelas adalah penyakit yang tampak ciri-cirinya pada hewan
ternak seperti demam yang menyebabkan hewan tersebut duduk di
tempat ternaknya dan hilang nafsu makannya. Penyakit kulit yang
tampak dapat merusak kualitas dagingnya atau mempengaruhi
kesehatannya. Luka yang dalam pada dirinya sehingga mempengaruhi
kesehatannya dan yang semisalnya.
Adapun penyakit ringan maka tidak membahayakannya (tidak
mengapa berkurban dengannya, -pent), begitu pula dengan pincang
sedikit, dan sedikit kurus.
34. Termasuk kategori cacat yang empat ini adalah cacat yang semisalnya
atau lebih parah, maka tidak boleh berkurban dengan:
Buta (kedua matanya, -pent), karena buta lebih parah daripada
buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya.
11
Hewan yang nyaris mati, namun belum mati. Karena yang
menimpanya lebih parah daripada sakit yang jelas dan pincang
yang jelas.
Terpotongnya salah satu tangan atau kaki, karena hal ini lebih
parah daripada pincang dan tampak jelas pincangnya.
35. Hewan kurban yang tidak memiliki telinga, tanduk, ekor, dan pantat
sejak kecilnya, maka kurbannya diterima dengan keadaan tersebut
tanpa dibenci syariat. Namun jika anggota tersebut hilang karena sebab
terpotong, maka kurbannya diterima dengan hukum makruh. Kecuali
pada domba yang terpotong bagian pantatnya, maka tidak diterima
kurbannya. Karena hal tersebut cacat yang sangat jelas dan
mengurangi esensi ibadah kurban.
37. Boleh berkurban dengan hewan kurban yang dikebiri. Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam berkurban dengan dua ekor yang dikebiri. Karena
daging hewan kurban yang dikebiri rasanya lebih enak. Ibnu Qudamah
Rahimahulah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya pebedaan
pendapat pada masalah ini.”
38. Penetapan status hewan kurban dapat dilakukan dengan dua cara:
Perkataan, seperti perkataan: “ini adalah hewan kurban”
Membeli hewan dengan niat untuk berkurban.
12
Atau hewan tersebut dijual untuk dibelikan yang lebih baik dari
sebelumnya.
Jika hewan tersebut ada cacat yang mempengaruhi keabsahan
ibadah kurban, maka wajib baginya untuk mengganti hewan
kurban tersebut dengan hewan yang sehat dan semisal
(seharga) , kecuali jika cacat tersebut bukan disebabkan oleh
unsur kesengajaan atau kelalaian pemiliknya maka dia boleh
menyembelih hewan kurban tersebut dan kurbannya sah.
Jika hewan kurban hilang atau dicuri, maka pemilik hewan
wajib menanggung dengan harga yang semisal. Kecuali jika
hilangnya tersebut bukan disebabkan oleh unsur kesengajaan
atau kelalaian pemiliknya maka tidak wajib baginya.
Jika hewan kurban melahirkan anak, maka anak tersebut
dihukumi seperti induknya. Anak tersebut disembelih
bersamaan dengan induknya.
13
Qarafi berkata, “Dahulu orang memilih penyembelih hewan kurban
yang ahli agama.” Yang lebih aman bagi seorang muslim adalah tidak
mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya kepada ahlul kitab
(non-muslim).
45. Hukum ini berlaku bagi orang yang berkurban. Adapun keluarganya,
tidak terikat dengan pelarangan tersebut. Karena Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam dahulu berkurban untuk keluarganya, namun tidak
ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi memerintahkan
keluarganya untuk menahan diri dari pelarangan tersebut. Oleh karena
itu, boleh bagi keluarga orang yang berkurban pada sepuluh hari
pertama bulan Dzulhijjah memotong (mencabut) rambut, kuku, dan
kulitnya.
46. Larangan ini berlaku secara khusus bagi orang yang berkurban untuk
dirinya sendiri. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits.
Adapun jika ada orang yang berkurban atas nama orang lain, karena
14
sebab wasiat atau sebagai perwakilan, maka ia tidak termasuk dalam
pelarangan tersebut.
Adapun perbuatan sebagian wanita yang minta diwakilkan oleh
saudaranya atau anaknya ketika berkurban, dengan tujuan agar dirinya
terlepas dari larangan memotong rambut pada 10 hari pertama bulan
Dzulhijjah maka ini tidak benar. Karena hukum larangan tersebut
berkaitan dengan pemilik hewan kurban, sama saja ia wakilkan kepada
orang lain atau tidak.
48. Jika dia ada kebutuhan mendesak untuk mengambilnya, maka ia boleh
melakukannya dan tidak ada dosa baginya. Seperti:
15
Tidak boleh menajamkan pisau di depan hewan kurban. Tdak boleh
menyembelih hewan kurban dan hewan kurban lainnya
menyaksikannya, karena ini bertentangan dengan nilai ihsan yang
diperintahkan oleh agama.
16
54. Disyariatkan ketika menyembelih untuk menyebut nama Allah,
bertakbir, dan berdoa. Hendaknya ia mengucapkan,
55. Tidak boleh menjual daging kurban dan hadyu. Begitu pula tidak boleh
menjual kulitnya, bulu-bulunya (wol), dan rambutnya. Karena segala
sesuatu yang dikeluarkan oleh hamba untuk Allah tidak boleh ditarik
kembali selamanya, menjual sebagian organ dari hewan kurban
termasuk bentuk dari penarikan kembali ibadah tersebut.
Imam Ahmad berkata, “Subhaanallah (Maha suci Allah)!, Bagaimana
ia menjualnya sedangkan hal tersebut diperuntukkan untuk Allah
Tabaaraka wa Ta’aala?”
56. Tidak masalah mengambil manfaat dari kulit hewan kurban, apapun
bentuknya. Atau bisa juga dengan memberikan kulit hewan kurban
kepada lembaga sosial yang berkompeten untuk menjualnya dan
bersedekah dengan harganya.
57. Tidak boleh memberikan tukang jagal sesuatu apapun dari daging
kurban sebagai bentuk upah penyembelihan ataupun menguliti. Hal ini
berdasarkan hadits Ali Radhiyallahu’anhu beliau berkata, Rasulullah
memerintahkanku untuk mengurus unta (unta hadyu yang berjumlah
100 ekor,-pent), lalu beliau memerintahkan untuk membagikan
seluruh daging kurban, kulitnya, dan ajillah (kulit yang ditaruh di
punggung unta untuk melindungi diri dari dingin). Dan aku tidak boleh
memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal
(sebagai upah). Beliau berkata, ‘Kami memberi upah kepada tukang
jagal dari uang kami sendiri.”
17
Karena kurban adalah ibadah yang dikeluarkan untuk Allah Ta’ala,
maka menjadikan sebagian dari hewan kurban sebagai upah tukang
jagal menyerupai bentuk jual beli, ini termasuk bentuk dari penarikan
kembali ibadah tersebut, maka tidak boleh.
58. Jika tukang jagal tersebut fakir dan baik, maka tidak mengapa
memberikan kepadanya bagian hewan kurban sebagai shadaqah. Atau
sebagi hadiah, tanpa mensyaratkan sebelumnya, maka sama saja
seperti penerima lainnya. Bahkan bisa jadi lebih utama, karena dia
memang menginginkannya.
59. Disyariatkan bagi orang yang berkurban untuk makan dari daging
kurbannya, menghadiahkan, dan bersedekah dengan sebagiannya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ك َس هخ حرَََٰنَا لَ ُك حم لَ َعله ُك حم تَ حش ُك ُرو َن ِّفَ ُكلُ ۟وا ِّمحن ها وأَطحعِّم ۟وا ٱلح َقانِّع وٱلحمعت هر ۚ َك ََٰذل
َ ََ َ ُ ح ُ َ َ
“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela
dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang
yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untuk itu
kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj: 36)
18
60. Ulama berbeda pendapat pada takaran jumlah yang boleh dimakan,
dihadiahkan, dan disedekahkan. Perkara dalam masalah ini luas
(longgar).
61. Orang yang mewakilkan dalam kurban, jika diberikan izin oleh
pemilik hewan kurban –secara omongan atau ‘urf- dalam pembagian
makan, hadiah, dan shadaqah maka boleh ia melaksanakannya. Jika
tidak diizinkan, maka dikembalikan kepada pemilik hewan kurban.
62. Wajib bersedekah dengan sesuatu –baik sedikit atau banyak- dari
daging kurban kepada para fakir dan orang-orang yang membutuhkan
dari kaum muslimin. Dalil wajibnya adalah firman Allah Ta’ala,
63. Boleh memberikan makan dari daging kurban kepada ahlu dzimmah
(orang kafir yang hidup damai berdampingan dengan kaum muslimin,-
pent), terlebih jika mereka termasuk kategori fakir atau tetangga dekat
pemilik kurban. Atau orang kafir tersebut masih memiliki hubungan
kekerabatan dengan pemilik hewan kurban. Atau untuk melunakkan
hati mereka. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Ta’ala:
ين َوََلح ُُيح ِّر ُجوُكم ِّمن ِّديََِّٰرُك حم أَن ِّ ٱَّلل ع ِّن ٱله ِّذين ََل ي ََٰقتِّلُوُكم ِِّف
ِّ ٱلد َ حُ ح َ ُهَل يَحن َه َٰى ُك ُم ه
ِّ ب ٱلحم حق ِّس ِّ ِّ ِّ ِّ ۟ ِّ
ي
َ ط ُي
ُ ُّ ُ َ ٱَّلل
ه نه إ ۚ م
وه حم َوتُ حقسطَُٰٓ ح ح
ه يَلإ او ُ تَبَ ُّر
19
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah : 8)
66. Dibolehkan bagi orang yang jauh dari keluarga dan negerinya, untuk
berkurban dengan cara mewakilkan pembelian dan penyembelihan
hewan kurban di negaranya. Serta membagikannya kepada para
kerabatnya dan kepada orang-orang yang membutuhkan di negerinya.
67. Tidak sah jika kurban digabungkan dengan aqiqah, karena masing-
masing merupakan ibadah yang memiliki tujuan tersendiri. Sebabnya
pun berbeda satu sama lainnya, maka tidak mungkin salah satunya
menggantikan kedudukan ibadah yang lain.
20
Wallahua’lam
Kita memohon kepada Allah agar menerima amalan kita dan amalan
kaum muslimin
Segala puji bagi rabb semesta alam.
21