Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Kurban
Kata kurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa
qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185).
Maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-
Nya. Yang dimaksud dari kata kurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah
agama disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata
“dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai dengan
tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha. Dari uraian tersebut, dapat
dipahami yang dimaksud dari kata qurban atau udhhiyah dalam pengertian syara, ialah
menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul
Adha dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
B. Hukum Kurban
Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi
Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak
disyariatkannya sampai beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan
oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa
ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian),
hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).
C. Keutamaan Kurban
Menyembelih kurban adalah suatu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan.
Hal ini didasarkan atas informasi dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam,
antara lain:

ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َما َع ِم َل آ َد ِم ٌّي ِم ْن َع َم ٍل يَوْ َم النَّحْ ِر َأ َحبَّ ِإلَى هَّللا ِ ِم ْن ِإ ْه َر‬
‫اق ال َّد ِم ِإنَّهَا‬ َ ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َأ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
‫َأْل‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ‫ْأ‬
ْ
‫ض بِهَا نَفسًا‬ ‫هَّللا‬
ِ ْ‫ارهَا َو ظاَل فِهَا َو َّن ال َّد َم لَيَقَ ُع ِم ْن ِ بِ َم َكا ٍن قَ ْب َل ْن يَقَ َع ِم ْن ا ر‬ ِ ‫لَتَ تِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة بِقُرُونِهَا َو ْش َع‬
‫َأ‬

Aisyah menuturkan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha
yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada
hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan
itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu
untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha adalah
menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu
akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap
anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala
baginya. Kemudian hewan itu digambarkan secara metaphoris akan menjadi kendaraanya
untuk berjalan melewati shirath. Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridhaan Allah
kepada orang yang melakukan ibadah kurban tersebut. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa
yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali
janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Masih banyak lagi sabda Nabi yang lain, menjelaskan tentang keutamaan berkurban. Bahkan
pada haditst terakhir, disebutkan bahwa orang yang sudah mampu berkorban, tetapi tidak
mau melaksanakanya, maka ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat
(majelis) kebaikan lainya.
Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, kurban juga berarti
menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim.
Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha
Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh
karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau
darah hewan yang diqurbankan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang
berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya.
D. Hakikat Kurban
Kurban dalam dimensi vertikal adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
supaya mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan dalam dimensi sosial, kurban bertujuan
untuk menggembirakan kaum fakir pada Hari Raya Adha, sebagaimana pada Hari Raya Fitri
mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karena itu, daging kurban hendaklah diberikan
kepada mereka yang membutuhkan, boleh menyisakan secukupnya untuk dikonsumsi
keluarga yang berkurban, dengan tetap mengutamakan kaum fakir dan miskin.
Allah berfirman:
‫س ْالفَقِي َر‬ ْ ‫“ فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوَأ‬
َ ‫ط ِع ُموا ْالبَاِئ‬
Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-
orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-Hajj, 22:28)
Dengan demikian kurban merupakan salah satu ibadah yang dapat menjalin hubungan
vertikal dan horizontal.
E. Kriteria Hewan Kurban
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada
perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam
Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi,
lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama
adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berkurban harus
memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria
tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:
a) Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti
giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah
domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.” (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah:
3130 Ahmad: 25826)
b) Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
c) Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
d) Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.
(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).
Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra
bin Azib radliyallâhu ‘anh:
‫ضهَا َو ْال َعرْ َجا ُء بَي ٌِّن ظَ ْل ُعهَا َو ْال َك ِسي ُر الَّتِي‬ َ ‫ضا ِح ِّي فَقَا َل ْال َعوْ َرا ُء بَي ٌِّن ع ََو ُرهَا َو ْال َم ِري‬
ُ ‫ضةُ بَي ٌِّن َم َر‬ َ ‫َأرْ بَ ٌع اَل تَجُو ُز فِي اَأْل‬
‫“ اَل تَ ْنقَى‬
Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-
jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya)
jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih,
riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)
Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah kurban, yaitu;
Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus
telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha:
1978:243).
Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat
bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat fisik).
F. Ketentuan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan
unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat
disimpulkan dari hadits berikut:
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم عَا َم ْال ُح َد ْيبِيَ ِة ْالبَ َدنَةَ ع َْن َس ْب َع ٍة َو ْالبَقَ َرةَ ع َْن َس ْب َع ٍة‬
َ ِ ‫ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل ن ََحرْ نَا َم َع َرسُو ِل هَّللا‬
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor
sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-
Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123).
Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh
Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:
‫ض ِّح َي بِ ِه فَقَا َل لَهَا يَا عَاِئ َشةُ هَلُ ِّمي ْال ُم ْديَ—ةَ (يع——ني‬ َ ُ‫ش َأ ْق َرنَ فَُأتِ َي بِ ِه لِي‬
ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َر بِ َك ْب‬
َ ِ ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
ِ ‫اس— ِم هَّللا ِ اللَّهُ َّم تَقَبَّلْ ِم ْن ُم َح َّم ٍد َو‬
‫آل‬ َ —َ‫ض— َج َعهُ ثُ َّم َذبَ َح— هُ ثُ َّم ق‬
ْ ِ‫—ال ب‬ ْ ‫ْش فََأ‬ َ ‫ت ثُ َّم َأ َخ— َذهَا َوَأ َخ— َذ ْال َكب‬ ْ ‫السكين) ثُ َّم قَا َل‬
ْ َ‫اش— َح ِذيهَا بِ َح َج— ٍر فَفَ َعل‬
‫ضحَّى بِ ِه‬ ‫ُأ‬
َ ‫ ُم َح َّم ٍد َو ِم ْن َّم ِة ُم َح َّم ٍد ثُ َّم‬. “
Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk.
Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata
kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya
memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan
sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan
mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil
berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga
Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih
Riwayat Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban: “Wahai Allah, terimalah
dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad” tidak bisa dipahami bahwa
kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu
hanya dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut. Apabila
dipahami bahwa berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat
Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berkurban. Dengan demikian, pemahaman
bahwa satu domba bisa untuk berkurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan
dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi,
dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas.
G. Waktu Pelaksanaan Kurban
Waktu menyembelih kurban dimulai setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul
Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi
(pembagian) daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata.
Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri
dan keluarga secukupnya.
Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari
sepertiga daging kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin
lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).
H. Ketentuan dalam Menyembelih Hewan Qurban
Proses penyembelihan hewan qurban didahului dengan:
1. Membaca basmalah
2. Membaca Shalawat pada Nabi
3. Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang
menyembelih)
4. Membaca takbir 3 kali bersama-sama
5. Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah
Rukun penyembelihan itu ada 4, yaitu;
1. Dzabhu (pekerjaan menyembelih).
2. Dzabih (orang yang menyembelih).
3. Hewan yang disembelih.
4. Alat menyembelih.
Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah memotong hulqum (jalan nafas) dan mari’
(jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan)
Kesunnahannya:
a. Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri)
b. Menggunakan alat penyembelih yang tajam
c. Membaca bismillah
d. Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad. Karena menyembelih itu
adalah tempat disyari’atkan untuk ingat pada Allah, maka juga disyari’atkan ingat
pada Nabi.
Syarat orang yang menyembelih:
a. Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam
b. Bila hewannya ghoiru maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah orang
yang bisa melihat. Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum tamyiz
dan orang yang mabuk.

Syarat hewan yang disembelih:


a. Hewannya termasuk hewan yang halal dimakan.
b. Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan
di ambang kematian kematian.
Bacaan disaat menyembelih
1. Membaca basmalah
‫بِس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم‬
“Bismillâhir rahmânir rahîm”
Artinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang”
2. Baca shalawat untuk Rasulullah saw
َ ‫اَللَّهُ َّم‬
‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬
Allâhumma shalli alâ sayyidinâ muhammad, wa alâ âli sayyidinâ muhammad.
Artinya, “Tuhanku, limpahkan rahmat untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.”
3. Baca takbir tiga kali dan tahmid sekali
‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر َوهلِل ِ ْال َح ْم ُد‬
Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamd
Artinya, “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji bagi-Mu.”
4. Baca doa menyembelih
َ ‫اَللَّهُ َّم هَ ِذ ِه ِم ْن‬
‫ك َوِإلَ ْيكَ فَتَقَبَّلْ ِمنِّ ْي يَا َك ِر ْي ُم‬
Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm
Artinya, “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub
kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”
Doa di atas dipanjatkan oleh pekurbannya. Jika penyembelih membacakan untuk orang lain
yang berkurban, maka kata minni diganti dengan menyebut nama pekurbannya, misalnya min
Hasan.

Definisi Aqiqah
Para ulama menjelaskan sejumlah pengertian aqiqah.
Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah 5 menyebutkan aqiqah adalah binatang yang
disembelih untuk anak yang dilahirkan.
Muhammad Abd al-Qadir ar-Razi memaparkan bahwa aqiqah juga disebut dengan ‘iqqah
yang berarti rambut bayi manusia dan hewan yang ada sejak dilahirkan. Kata ‘iqqah
digunakan sebagai sebutan bagi domba yang disembelih atas nama bayi yang dilahirkan,
tepatnya pada hari ketujuhnya.
Melansir buku Fiqih Aqiqah Perspektif Madzhab Syafiiy oleh Muhammad Ajib, Imam
Nawawi menjabarkan definisi aqiqah dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:
Istilah aqiqah berasal dari kata al-Aqqu yang maknanya ‘memotong’. Al-Azhari mengutip
perkataan Abu Ubaid dan al-Ashma’i dan lainnya bahwa aqiqah sebetulnya adalah rambut
yang tumbuh di kepala bayi ketika dilahirkan. Hewan yang disembelih itu dinamakan aqiqah
sebab rambut bayi tersebut dipotong ketika prosesi penyembelihan hewan.
Juga Abu Bakr al-Bakri ad-Dimyati dalam kitab I’anatu at-Thalibin memberi pengertian
tentang aqiqah:
Aqiqah secara bahasa maknanya adalah rambut yang ada di kepala bayi ketika lahir. Adapun
secara istilah, aqiqah adalah hewan yang disembelih untuk sang bayi pada saat rambut bayi
tersebut dipotong. Salah satu hikmah adanya syariat aqiqah adalah untuk menampakkan rasa
kegembiraan, kenikmatan dan menyebarkan nasab.’

Hukum dan Ketentuan Aqiqah


Sayyid Sabiq menyatakan bahwa aqiqah termasuk ibadah sunah muakadah, yakni amalan
sunah yang sangat dianjurkan, sekali pun orang tua anak berada dalam kesulitan ekonomi.
Ulama Laits dan Dawud azh-Zhahiri berpendapat, bahwa hukum aqiqah adalah wajib.
Ketentuan dalam kurban berlaku juga dalam aqiqah. Hanya saja tidak diperbolehkan
patungan dalam aqiqah.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah beraqiqah untuk Hasan dan Husain,
masing-masing dengan seekor kambing kibas.
Redaksi An-Nasa’i, “Nabi SAW beraqiqah untuk Hasan dan Husain, masing-masing dengan
dua ekor kambing kibas”. Sementara Tirmidzi meriwayatkan, “Rasulullah beraqiqah untuk
Hasan dengan seekor kambing dan Husain seekor kambing”.
Dalam riwayat lain dari Ummu Kurz al-Ka’biyyah, Nabi SAW bersabda mengenai ketentuan
jumlah dan syarat hewan yang disembelih.

ِ ‫َان َوع َْن ْال َج‬


ٌ‫اريَ ِة َشاة‬ ِ ‫ع َْن ْال ُغ‬.
ِ ‫الم َشاتَا ِن ُمتَ َكافَِئت‬
Artinya: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk anak perempuan
seekor kambing.” (HR Abu Dawud)
Untuk anak lelaki dianjurkan untuk menyembelih dua ekor kambing yang berdekatan rupa
dan umurnya, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing saja.
Mengenai waktu penyembelihan hewan untuk aqiqah, bisa dilakukan pada hari ketujuh
setelah persalinan bila dimungkinkan. Jika tidak, maka hari keempat belas, kedua puluh satu,
atau hari kapan saja.
َ‫ َوِإِل حْ دَى َو ِع ْش ِرين‬،َ‫ َوَأِلرْ بَ َع َع َش َرة‬،‫ال َعقِيقَةُ ت َْذبَ ُح لِ َسب ٍْع‬.
Artinya: “Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh
satu.” (HR Baihaqi)
Hikmah Aqiqah
Anjuran Nabi SAW untuk aqiqah ternyata memiliki makna dan manfaatnya, sebagaimana
hadis yang diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

ُ َّ‫ ُكلُّ َموْ لُو ِد َر ِهينَةٌ بِ َعقِيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح َع ْنهُ يَوْ َم َسابِ ِع ِه َويُ َحل‬.
‫ق َويُ َس َّمى‬

Artinya: "Setiap anak yang dilahirkan tergantung pada aqiqahnya yang disembelih untuknya
pada hari ketujuhnya, sementara dia dicukur dan diberi nama." (HR Abu Dawud)

Hadis di atas bermaksud bahwa pertumbuhan dan perlindungan yang baik pada anak
tergantung makna aqiqah yang dimaksud. Sehingga alangkah baiknya untuk menyegerakan
aqiqah dengan mengharap doa kebaikan dan ridha Allah.

Hikmah lainnya dalam riwayat dari Salman bin Amir adh-Dhabbi, Nabi SAW bersabda,

‫طوا َع ْنهُ اَأْل َذى‬


ُّ ‫ فََأ ْه ِرقُوا َع ْنهُ َد ًما َوَأ ِم‬،ُ‫الم َعقِيقَتُه‬
ِ ‫ َم َع ْال ُغ‬.

Artinya: "Anak lahir bersama aqiqahnya. Maka, tumpahkanlah darah untuknya dan
hilangkanlah gangguan darinya." (HR Bukhari)

Maksudnya, menumpahkan darah di sini adalah menyembelih hewan aqiqah bagi anak yang


dilahirkan punya makna menghilangkan kotoran dan najis lahiriah serta batiniah sang anak.

Kriteria penyembelihan hewan aqiqah

Binatang yang akan disembelih untuk aqiqah haruslah memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut:
1. Umurnya telah cukup, antara umur 6-12 bulan untuk kambing. Biasanya ditandai
dengan pupak atau tanggalnya gigi depan.
2. Ukuran secara biologis, binatang yang telah untuk dipotong atau terpenuhinya syarat
aqiqah adalah telah dewasa kelaminnya. Maksudnya, bahwa organ dan sistem
reproduksi hewan tersebut telah sempurna dan siap;
3. Jenis kelamin hewan aqiqah boleh berkelamin jantan yang sudah bertanduk atau
betina (tidak dalam keadaan mengandung ataupun menyusui);
4. Sehat, (misalnya kudisan, maupun penyakit dalam yang berbahaya
5. Tidak boleh kurus kering dan tidak cacat mutlat

penyembelihan hewan aqiqah


a. Mempersiapkan dan mempertajam alat penyembelihannya
b. Menutupi tubuh dan kepala binatang yang disembelih menggunakan kain atau daun
c. Tidak memperlihatkan penyembelihan kepada binatang lainnya (karena ketika
menyembelih dua ekor binatang untuk bayi laki-laki, binatang satunya hendaknya
ditempatkan di tempat yang lain terlebih dahulu);
d. Mengendalikan binatang yang akan disembelih agar mudah dalam proses
penyembelihan
e. Membaringkan hewan yang akan disembelih pada lambung kiri menempel ke tanah,
sehingga tangan kiri penyembelih berada di sebelah kepala hewan yang terletak pada
arah selatan;
f. Penyembelihan menhadap kiblat
g. Ketika menyembelih hendaknya membaca basmallah, membaca takbir, dan membaca
do’a.
h. Membaca sholawat dan salam kepada rasullulah saw.
i. Letakkan pisau dengan kuat pada leher binatang dengan menggerakkan untuk
memotong saluran pernafasan dan saluran makanan tanpa lepas dari leher binatang
hingga benar-benar terputus.
j. Penyembelih harus seorang Muslim, lebih baik jika seseorang yang terjaga Iman dan
Islamnya, serta sehat jasmani dan rohani.Khusus pada penyembelihan binatang
aqiqah, selain sunnah-sunnah tersebut, disunahkan pula waktu penyembelihannya
pada saat terbitnya matahari. (Kifayatul Akhyar Juz II
Seputar Do’a Aqiqah
 Doa ketika menyembelih hewan:
ُ‫ك ] اللهم تَقَبَّلْ ِمنِّي هَ ِذ ِه َعقِ ْيقَة‬ َ ‫بِس ِْم هللاِ َوهللاُ َأ ْكبَ ُر [ اللهم ِم ْن‬
َ َ‫ك َول‬
Dengan menyebut asma Allah. Allah Maha Besar. Ya Allah, dari dan untuk-Mu. Ya
Allah, terimalah dari kami. Inilah aqiqahnya … (sebutkan nama bayi)
 Doa ketika mencukur bayi:
‫ اللهم ِسرُّ هللاِ نُوْ ُر النُّبُ َّو ِة‬,‫س َو ْالقَ َم ِر‬ ِ ‫بِس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم ْال َح ْم ُد هلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ َأللهم نُوْ ُر ال َّس َما َوا‬
ِ ‫ت َونُوْ رُال َّش ْم‬
َ‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ْال َح ْم ُد هلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬ َ ِ‫َرسُوْ ُل هللا‬
“Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam, Ya Allah, cahaya langit, matahari dan rembulan. Ya
Allah, rahasia Allah, cahaya kenabian, Rasululullah SAW, dan segala puji Bagi Allah,
Tuhan semesta alam.”
 Doa meniup ubun-ubun bayi setelah dicukur:
‫َّج ِيم‬
ِ ‫ان الر‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّي ُأ ِعي ُذهَا ب‬
ِ َ‫ك َو ُذرِّ يَّتَهَا ِمنَ ال َّش ْيط‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan untuk dia dan keluarganya dari
setan yang terkutuk.”

Anda mungkin juga menyukai