Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup
seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak. Sebagaimana hadits Abu Ayyub
radhiyallahu’anhu yang mengatakan:
Daging qurban itu dibagi untuk tiga mustahik qurban, yaitu : ( 1) untuk dimakan
oleh shahibul qurban , ( 2 ) untuk disedekahkan kepada para faskir miskin , dan ( 3)
untuk dihadiahkan kepada para sahabat , kolega dan kenalan. Hal ini berdasar firman
Allah dalam surat al – Hajj ( 22 ) ayat 36:
1
Dan Telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan Telah terikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)
dan orang yang meminta. Demikianlah kami Telah menundukkan unta-unta itu kepada
kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.
Pada prinsipnya, qurban itu hendaknya dilakukan sendiri oleh shohibul qurban,
namun jika tidak bisa atau ingin menyerahkan kepada orang lain, maka hal itu juga
dibenarkan. Namun demikian, jika melihat hadits-hadits Nabi saw tentang pelaksanaan
qurban, maka tidak dijumpai adanya kepanitiaan secara khusus. Berbeda halnya dengan
masalah zakat yang secara tegas disebutkan adanya panitia zakat (Amil Zakat)
sebagaimana yang termaktub dalam surat at-Taubah ayat: 60. Tetapi, dalam rangka
efektifitas dan efesiensi pelaksanaan qurban, lembaga kepanitiaan tersebut boleh saja
diadakan. Tentang larangan memberikan daging atau kulit kepada panitia atau jagal
sebagai upah dapat difahami dari hadits Nabi saw sebagai berikut:
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َم َرهُ َأ ْن َّ ِب َأ ْخبَ َرهُ َأ َّن نَب
َ ِ ي هَّللا ٍ ِي ب َْن َأبِي طَالَّ َِأ َّن َعل
يَقُو َم َعلَى بُ ْدنِ ِه َوَأ َم َرهُ َأ ْن يَ ْق ِس َم بُ ْدنَهُ ُكلَّهَا لُحُو َمهَا َو ُجلُو َدهَا َو ِجاَل لَهَا فِي
)ْط َي فِي ِج َزا َرتِهَا ِم ْنهَا َش ْيًئا (رواه البخارى و مسلم ِ ْال َم َسا ِك
ِ ين َواَل يُع
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw
memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia
membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak
memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai upah)”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa dalam penyelenggaraan penyembelihan hewan qurban dapat
dilaksanakan oleh sebuah kepanitiaan, tetapi kedudukan mereka berbeda dengan amil
dalam penyelenggaraan zakat. Karenanya, sebagai panitia, mereka tidak berhak
menerima upah dari hewan qurban. Tetapi sebagai individu, mereka berhak
mendapatkan bagian sebagaimana mustahiq pada umumnya.
Begitu pula halnya dengan tukang jagal, mereka tidak boleh menerima bagian
dari hewan qurban sebagai upah. Namun boleh mendapatkan upah dari sumber lain,
seperti beaya operasional, diambil dari daging bagian shahibul kurban yang besarnya
1/3 dan lain sebagainya. Tukang jagal boleh menerima daging qurban dalam
kapasitasnya sebagai mustahik, dan bukan sebagai upah.
Dalam hadits Nabi saw ditegaskan:
أمرنى رسول هللا صلى هللا عليه:عن على بن أبى طالب رضى هللا عنه قال
،وسلم أن أقوم على بدنه وأن أقسم لحومها وجلودها وجاللها على المساكين
متفق عليه/ وال أعطي فى جزارتها شيئا منها
Dari Ali bin Abi Thalib ra. Ia berkata: “Rasulullah saw memerintahkan kepada saya agar
saya mengurus unta qurban beliau, membagikan dagingnya, kulitnya dan barang-barang yang
merupakan pakaian unta itu kepada orang-orang miskin, dan saya tidak menerima upah sembelihan
dari padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2
أمرنى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن أقوم:عن على رضى هللا عنه قال
على بدنه وأقسم جلودها وجاللها وأمرنى أن ال أعطي الجزار منها شيئا
) نحن نعطيه من عندنا (رواه أبو داود:وقال
Dari Ali ra berkata: “Bahwa Rasulullah saw memerintahkan kepadaku agar membantu
(mengurus) hewan-hewan qurbannya dan membagikan keseluruhan daging, kulit dan pakaiannya dan
Nabi-pun memerintahkan agar saya tidak memberikan sedikitpun (dari hewan qurban) dalam
pekerjaan jagal. Ali berkata; kami memberi upah kepada jagal dari harta kami sendiri”. (HR. Abu
Dawud)
أن علي بن أبى طالب أخبره أن نبى هللا صلى هللا عليه وسلم أمره أن يقوم
على بدنه وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها وجاللها فى المساكين
)وال يعطى فى جزارتها منها شيئا (رواه البخارى ومسلم
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia
melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semua daging, kulit dan
pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada
penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
قال سليمان بن موسى أخبرنى زبيد أن أبا سعيد الخدرى أتى أهله فوجد
قصعة من قديد األضحى فأبى أن يأكله فأتى قتادة بن النعمان فأخبره أن النبى
إنى كنت أمرتكم أن ال تأكلوا األضاحى فوق:صلى هللا عليه وسلم قام فقال
ثالثة أيام لتسعكم وإنى أحله لكم فكلوا منه ماشئتم وال تبيعوا لحوم الهدي
) واستمتعوا بجلودها وال تبيعواها (رواه أحمد£واألضاحي فكلوا وتصدقوا
Sulaiman bin Musa berkata: Zaid bercerita kepadaku bahwa Abu Sa’id al Khudry ra
telah mendatangi keluarganya, kemudian ia mendapati semangkok besar dendeng dari daging
qurban dan ia tidak mau makan dendeng tersebut. Kemudian Abu Sa’id al Khudry ra
mendatangi Qatadah bin Nu’man, lalu ia menceritakan bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya aku memerintahkan agar tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga
hari karena untuk mencukupimu, dan sekarang aku menghalalkannya bagimu. Oleh karena itu,
makanlah bagian dari qurban tersebut sekehendakmu dan janganlah kamu menjual daging
qurban. Makanlah olehmu, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulit-kulit hewan qurban
tersebut dan janganlah kamu menjualnya”. (HR. Ahmad)
أن علي بن أبى طالب أخبره أن نبى هللا صلى هللا عليه وسلم أمره أن يقوم
وجاللها فى المساكين£على بدنه وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها
) البخارى و مسلم£وال يعطى فى جزارتها منها شيئا (رواه
3
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw
memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula
agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang
miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal
(sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun untuk orang yang diberi daging kurban atau bagian lainnya seperti
kulit (mustahiq kurban), tidak ada larangan baginya untuk menjualnya. Panitia
kurban juga dilarang untuk menjual daging atau bagian lainnya dari hewan kurban
termasuk kulit apabila penjualan tersebut bukan untuk mewakili orang yang
mendapat sedekah/pemberian (mustahik qurban).
Maksud hadits di atas adalah apabila shahibul qurban telah mendapati awal
Dzulijjah maka dilarang memotong kuku dan rambut yang melekat pada seluruh
tubuhnya. Faedah dari larangan memotong kuku dan rambut bagi yang hendak
berkurban ialah sekiranya Allah hendak mengampuni dosa-dosa hamba-Nya
mulai dari ujung rambut hingga ujung kuku sekalipun maka kuku dan rambut-
rambut tersebut tidak dipotong dulu sampai hewan kurban disembelih (pendapat
ini dikutip dari imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim). Argumen lainnya
adalah mengamalkan hadis lebih utama daripada mengabaikannya (i‘malul hadis
awla min ihmalihi). Larangan ini, menurut mayoritas ulama, termasuk Majelis
Tarjih Muhammadiyah tidak sampai tahap haram. Paling jauh adalah makruh.
4
E. BERQURBAN DENGAN CARA ARISAN, URUNAN DAN PATUNGAN
Berqurban dari hasil arisan pada dasarnya tidak dilarang. Hanya saja bagi
anggota arisan yang telah berqurban tetap mempunyai kewajiban membayar
arisan bagi anggota lainnya. Sedangkan qurban dengan cara urunan (patungan)
dianggap sebagai bentuk latihan berqurban, yang bernilai shadaqah. Mereka dapat
dikategorikan sebagai orang yang belum mampu dan baru dianggap latihan
berqurban.
Namun jika tujuh orang mengumpulkan sejumlah uang guna membeli
seekor unta atau sapi untuk disembelih sebagai hewan qurban, maka hal ini telah
memenuhi kreteria seperti yang dijelaskan oleh hadits Nabi saw:
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ ََع ْن َجابِ ِرب ِْن َع ْب ِد هللاِ َأنَّهُ ق
َ ِال نَ َحرْ نَا َم َع َرس ُْو ِل هللا
رواه مسلم/بِاْل ُح َد ْيبَةَ ْالبَ َدنَةَ َع ْن َس ْب َع ٍة َو ْالبَقَ َرةُ َع ْن َس ْب َع ٍة
Dari Jabir bin Abdillah ia berkata: ”Kami menyembelih hewan qurban bersama
Rasulullah SAW. di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh
orang”. (HR. Muslim).
Berkurban pada dasarnya disyariatkan hanya untuk yang hidup sebab tidak
terdapat riwayat dari Rasulullah SAW, tidak pula dari para sahabat yang
menerangkan bahwa mereka berkurban untuk orang-orang yang sudah meninggal
secara khusus, kecuali (1) karena ada wasiat dari si mayit semasa hidupnya; (2)
karena ketika masih hidup pernah bernadzar akan berkurban. Shohibul kurban
adalah orang yang masih hidup ini dikuatkan dengan adanya larangan memotong
kuku dan rambut bagi yang mau berkorban sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai
hewan kurbannya disembelih. Bukankah larangan potong kuku dan rambut hanya
bisa diterapkan kepada orang yang masih hidup ?
Putra-putri Rasulullah SAW telah meninggal saat beliau masih hidup,
demikian pula telah meninggal istri-istri dan kerabat-kerabatnya dan Rasulullah
tidak berkurban untuk satu orangpun dari mereka. Beliau tidak berkurban untuk
pamannya (Hamzah), tidak juga untuk istrinya (Khodijah dan Zainab binti
Khuzaimah), tidak pula untuk ketiga putrinya, dan seluruh anak-anaknya.
Seandainya ini termasuk perkara yang disyariatkan, niscaya Rasulullah SAW
akan menerangkannya dalam sunnahnya baik itu ucapan maupun perbuatan.
5
6