Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN
REALISASI IMAN DALAM MENGHADAPI TAMU DAN TETANGGA  

‫ح َع ْن َأبِي‬ ٍ ِ‫صال‬ َ ‫صي ٍن َع ْن َأبِي‬ ِ ‫ص َع ْن َأبِي َح‬ ِ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ ب ُْن َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا َأبُو اَألحْ َو‬
َ‫ان يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم اآل ِخ ِر فَال‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َك‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ال ق‬
َ َ‫هُ َري َْرةَ ق‬
ِ ‫ان يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل‬
َ ‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َك‬ َ ‫اآلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ‫ان يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم‬
َ ‫ارهُ َو َم ْن َك‬
َ ‫يُْؤ ِذ َج‬
(‫ (رواه البخارى‬.‫ت‬ ْ ‫اآلخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا َأ ْو لِيَصْ ُم‬
ِ ‫َو ْاليَ ْو ِم‬
: Artinya
Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan
kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata:
Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (H.R. Bukhori)

            Hadis di atas menyebutkan tiga di antara sekian banyak ciri dan sekaligus
konsekuensi dari pengakuan keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari akhirat. Ketiga
ciri yang dimaksudkan adalah: memuliakan tamu, menghormati tetangga, dan berbicara yang
baik atau diam. Meskipun keimanan kepada Allah dan hari akhirat merupakan perbuatan
yang bersifat abstrak, namun keimanan tidak berhenti sebatas pengakuan, tetapi harus
diaplikasikan dalam bentuk-bentuk nyata. Hadis di atas hanya menyebutkan tiga indikator
yang menggambarkan sikap seorang yang beriman, dan tidak berarti bahwa segala indikator
keberimanan seseorang sudah tercakup dalam hadis tersebut.
Demikian pula, ciri-ciri orang beriman yang disebutkan dalam hadis di atas tidaklah
berarti bahwa orang yang tidak memenuhi hal itu diklaim sebagai orang yang keluar dari
keimanan, sehingga orang yang tidak memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak berkata
yang baik dianggap tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud hadis di atas bahwa
ketiga sifat yang disebutkan dalam hadis termasuk aspek pelengkap keimanan kepada Allah
dan hari akhir-Nya. Ketiga sifat tersebut di atas jika diwujudkan dengan baik, mempunyai arti
sangat besar dalam kehidupan sosial.
Ciri orang beriman yang disebutkan dalam hadis di atas, adakalanya terkait dengan
hak-hak Allah swt., yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-
larangan, seperti diam atau berkata baik, dan adakalanya terkait dengan hak-hak hamba-Nya,
seperti tidak menyakiti tetangga dan memuliakan tamu.
a. Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap
mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan
dan tidak memaksakan di luar dari kemapuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas
kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari
tersebut termasuk sedekah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:

ُ‫ي َأنَّه‬
ِّ ‫ْح ْال َع َد ِو‬
ٍ ‫ْث َع ْن َس ِعي ِد ب ِْن َأبِي َس ِعي ٍد َع ْن َأبِي ُش َري‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ ب ُْن َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا لَي‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬
‫ال‬ َ ِ ‫ين تَ َكلَّ َم َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ت َع ْين‬
َ ‫اي ِح‬ ْ ‫ْص َر‬ َ ‫اي َوَأب‬ َ َ‫ت ُأ ُذن‬
ْ ‫ال َس ِم َع‬ َ َ‫ق‬
َ ‫اآلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
َ ‫ض ْيفَهُ َجاِئ َزتَهُ قَالُوا َو َما َجاِئ َزتُهُ يَا َرس‬
‫ُول‬ ِ ‫ان يُْؤ ِم ُن ِباهَّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم‬َ ‫َم ْن َك‬
‫ (متفق‬.‫ص َدقَةٌ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫هَّللا ِ قَا َل يَ ْو ُمهُ َولَ ْيلَتُهُ َوالضِّ يَافَةُ ثَالَثَةُ َأي ٍَّام فَ َما َك‬
َ ِ‫ان َو َرا َء َذل‬
َ ‫ك فَهُ َو‬
( ‫عـليه‬

: Artinya
Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan kepada kami,
dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abi Syuraih al-’Adawiy, berkata, Saya telah mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, ia harus
menghormati tamunya dalam batas kewajibannya. Sahabat bertanya, “yang manakah yang
masuk batas kewajiban itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, batas kewajiban memuliakan
tamu itu tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.”(Mutafaq Alaih)

Dalam batas kewajiban tersebut, tuan rumah wajib memberikan pelayanan berupa
makanan sesuai dengan kemampuannya tanpa ada unsur memaksakan diri. Pelayanan tamu
termasuk kategori nafkah wajib, dan tidak wajib kecuali bagi orang yang mempunyai
kelebihan nafkah keluarga. Selain itu, termasuk kategori memuliakan tamu ialah memberikan
sambutan yang hangat dan senantiasa menampakkan kerelaan dan rasa senang atas pelayanan
yang diberikannya. Sikap yang ramah terhadap tamu jauh lebih berkesan di hati mereka dari
pada dijamu dengan makanan dan minuman yang mahal-mahal tetapi disertai dengan muka
masam. Memuliakan tamu di samping merupakan kewajiban, ia juga mengandung aspek
kemuliaan akhlak.
Sebaliknya, seorang yang bertamu juga harus senantiasa memperlihatkan sikap
koperatif dan akhlak yang baik, sehingga orang yang menerimanya merasa senang
melayaninya. Adapun etika bertamu yang harus diperhatikan antara lain:
1)    Masuk ke rumah orang lain atau tempat perjamuan, harus memberi salam, dan atau
memberi hormat menurut adat dan tata cara masing-masing masyarakat.
2)    Masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, dan diperjamuan melalui pintu gerbang
yang sengaja disediakan untuk jalan masuk bagi tamu.
3)    Ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan dalam suatu perjamuan, selama kegiatan
itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
4)    Duduk setelah dipersilahkan, kecuali di rumah sahabat karib atau keluarga sendiri.
5)    Duduk dengan sopan.
Jika tamu yang datang bermaksud meminta bantuan atas suatu masalah yang
dihadapinya, maka kita harus memberinya bantuan sesuai kemampuan. Bahkan meskipun
tamu bersangkutan tidak mengadukan kesulitannya jika hal itu kita ketahui, maka kita
berkewajiban memberikan bantuan dalam batas kemampuan yang kita miliki.
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat
Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan
di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan
damai.
b. Memuliakan Tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang dekat
maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah
orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai
pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus
senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan
terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
memberikan pertolongan, memberikan pinjaman jika ia membutuhkan, menengok jika ia
sakit, melayat jika ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga
harus senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang.
Dalam hadis sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw. menggambarkan
pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:

Yang artinya:
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah
menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah
mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:
“Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku
menyangka bahwa Jibril akan memberi kepada tetangga hak waris”.

Perintah berbuat baik kepada tetangga juga disinyalir dalam berbagai ayat Alqur’an, antara
lain firman Allah dalam QS. An-Nisa (4): 36:
          
      
         
       

Terjemahnya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.(QS. An-Nisa :36)

Di antara akhlak yang terpenting kepada tetangga adalah:


 1)    Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira
2)    Menjenguknya tatkala sakit
3)    Berta’ziyah ketika ada keluarganya yang meninggal
4)    Menolongnya ketika memohon pertolongan
5)    Memberikan nasehat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf, dan lain-lain.
Kenyataan historis menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang sangat
menghormati hak-hak tetangga dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Dalam hubungan ini,
kehadiran Muhammad sebagai pembawa ajaran Islam merupakan pembebasan manusia dari
berbagai bentuk penindasan manusia atas manusia. Dalam Piagam Madinah dinyatakan
sebagai berikut:
“(40) Segala tetangga yang berdampingan rumah harus diperlakukan sebagai diri sendiri,
tidak boleh diganggu ketentramannya, dan tidak diperlakukan salah. (41) Tidak seorangpun
tetangga wanita boleh diganggu ketentraman atau kehormatannya, melainkan setiap
kunjungan harus dengan izin suaminya”.

            c. Berbicara Baik atau Diam


Berbicara merupakan perbuatan yang paling mudah dilakukan tetapi mempunyai
kesan yang sangat besar, baik ataupun buruk. Ucapan dapat membuat seseorang bahagia, dan
dapat juga menyebabkan orang sengsara, bahkan binasa. Orang yang selalui menggunkan
lidahnya untuk mengucapkan yang baik, menganjurkan kebaikan dan melarang perbuatan-
perbuatan jelek, membaca al-Qur’an dan buku-buku yang bermanfaat dan sebagainya, akan
mendapatkan kebaikan atas apa yang dilakukannya. Sebaliknya, orang yang menggunakan
lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa, dan
bahkan tidak mustahil akan membawa bahaya dan kebinasaan bagi dirinya. Oleh sebab itulah
sehingga Rasulullah memerintahkan untuk berkata baik, dan jika tidak mampu mengucapkan
yang baik maka diam merupakan pilihan terbaik.

Mengingat besarnya bahaya banyak bicara, Rasulullah saw. mengemukakan nilai sikap diam.
Sehubungan dengan hal ini Rasulullah saw. bersabda:
ٍ َ‫عَنْ َأ ن‬: ‫قَا َل‬:  ‫س ْو ُل هللاِ ص‬
.‫س قَا َل‬ ِ َ‫لص ْمتُ ِح ْك َمة ٌَوقَلِ ْي ٌل ف‬
ُ ‫ قَا َل َر‬. ‫ م‬:ُ‫اعلُه‬ ُّ َ‫ا‬

Artinya:
Dari Anas, ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw., “diam itu suatu sikap bijaksana,
tetapi sedikit orang yang melakukannya.”(H.R. oleh al-Baihaqi, dengan sanad dha’if, dan
memang betul bahwa hadis tersebut mauquf sebagai ucapan Luqman Hakim).
Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak
terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan
hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Bahkan, dinyatakan oleh
Rasulullah saw. yang dikutip oleh Imam al-Ghazali:
َ ‫ش َّر قَ ْبقَبِ ِه َو َذ ْب َذب ِه َولَ ْقلَقِ ِه فَقَ ْد َوقَى ال‬
.ُ‫ش َّر ُكلُّه‬ َ ‫َمنْ َوقَى‬

Artinya:
 (“Barangsiapa yang menjaga perut, farji, dan lisannya, maka dia telah menjaga seluruh
kejelekan.”H.R. Abu Manshur al-Dailamy dari Anas dengan sanad dha’if).

Ketiga hal yang disebutkan di atas merupakan perbuatan paling banyak mengkibatkan
orang celaka yang salah satu di antaranya adalah banyak bicara. Namun demikian, tidaklah
berarti bahwa sikap diam itu selamanya baik, sebab hadis di atas bukanlah memerintahkan
untuk diam, tetapi hanya menyarankan untuk memilih diam jika ucapan yang benar sudah
tidak mampu diwujudkan. Yang paling bijaksana adalah menempatkan kedua kondisi
tersebut sesuai dengan porsinya dan sejauhmana memberikan kemanfaatan.
Demikian pentingnya ucapan yang baik sehingga Allah swt. mensinyalir bahwa
ucapan yang baik jauh lebih berharga daripada perbuatan yang tidak didasari oleh keikhlasan.
Dalam QS. Al-Baqarah (2): 163 Allah swt. berfirman:

          


163. dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
Terjemahnya:
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
(QS. Al-Baqarah : 163)
Ayat tersebut memberikan motivasi untuk senantiasa berkata yang baik kepada orang
lain, meskipun tidak mampu memberikan sesuatu yang bersifat materil kepada mereka. Ayat
itu pula menuntun agar tidak menghardik orang yang meminta bantuan dan pertolongan
kepada kita, sebab tidak memenuhi permintaan mereka tetapi dengan kata-kata yang baik,
akan lebih menyenangkan hati mereka dari pada permintaannya dipenuhi tetap disertai
dengan caci maki.

Anda mungkin juga menyukai