TEOLOGI ISLAM
LAHIRNYA aliran teologi Islam adalah reaksi dari skisme
(perpecahan) politik umat Islam. Tragedi skisme itu terabadikan
dalam sebuah ungkapan “al-fitnah al-kubra”. Proses skisme itu
berawal dari terbunuhnya Usman Ibn Affan, yang pada akhirnya
berimplikasi serupa terhadap khalifah keempat yakni Ali ibn Abi
Thalib. Ketika kedua khalifah tersebut terbunuh, wacana kemelut
politik lalu berkembang menjadi wacana agama (teologi).
Aliran-aliran
1. 1. Aliran Khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn
Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi
Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah
setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati
para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin,
atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama
khawarij ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu
diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.Kelompok ini
juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti “golongan
yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari
khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura,
nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka
menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang
mau berdamai dengan Mu’awiyah. kelompok yang memisahkan diri
(seceders) dari barisan Ali ibn Abi Thalib, menuding bahwa Ali ibn
Abi Thalib dan Mu’awiyah beserta pengikut-pengikutnya, adalah kafir,
sebab telah berbuat salah dan dosa besar. Alasannya, karena mereka
tidak memutuskan perkara (persekutuan, peperangan) dengan hukum
Allah.
Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di
bunuh.
Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah,
Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim
—termasuk yang menerima dan mambenarkannya – di hukum kafir;
Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang
muslim berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap
adil dan menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila
zhalim.
Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari
masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim
(Arbitrase).
1. 2. Aliran Murji’ah
Sebuah aliran “moderat” yang berusaha memandang bahwa orang
yang melakukan dosa besar tetap mukmin, karena penentuan dosa
besar atau tidak, hanyalah hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian,
soal telah kafir atau tetap mukmin adalah urusan Tuhan, bukan
urusan manusia. Sesuai dengan akar katanya ‘raja-yarju’, artinya
menunda atau menangguhkan. Yaitu menangguhkan keputusan
tersebut sampai hari akhir, dan Tuhan sebagai hakim di kemudian
hari kelak yang akan menentukan perkara tersebut .
1. 3. Aliran Mu’tazilah.
Sebuah aliran ‘rasionalis’ yang berpandangan bahwa orang yang
berbuat dosa besar ditempatkan pada posisi “netral” yaitu posisi
antara kafir dan mukmin atau tidak kafir tapi juga tidak mukmin.
Dalam ajaran Mu’tazilah posisi netral itu disebut al-manzilah bain al-
manzilatain (posisi di antara dua posisi). Seseorang tidak boleh
menganggap bahwa keburukan dan ketidakadilan, tidak beriman atau
dosa itu berasal dari Tuhan, sebab sekiranya Dia (Tuhan)
menciptakan ketidakadilan, maka Dia menjadi
tidak adil.Mu’tazilah juga punya paham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan
ancaman), bahwa Tuhan pasti akan memenuhi janji dan ancamannya
di hari akhir. Selain itu, ada paham al-Adl (keadilan), al-Tauhid (ke-
Maha Esaan Tuhan), dan al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa Nahy ‘an Munkar
(perintah melakukan kebajikan dan larangan menjauhi kejelekan).
Tokoh-tokoh Mu’tazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
Lahirlah dua aliran “raksasa” yang termashur sampai saat ini menjadi
pisau analisis, yaitu Qadariah dan Jabariah. Dua aliran yang masing-
masing pandangannya selalu bertolak belakang secara diametral.
Qadariyah memandang bahwa manusia pada hakikatnya adalah
makhluq yang punya kemerdekaan dalam kehendak (free will) dan
perbuatannya (free act). Sebaliknya, Jabariah berpendapat bahwa
manusia tidak mempunyai kehendak, dan segala tingkah lakunya
merupakan paksaan dari Tuhan, sehingga pahamnya dikenal
predestination atau fatalism.
1. 5. Aliran Syi’ah.
Aliran ini adalah pengikut setia Ali ibn Abi Thalib. Paham-paham
doktrinnya banyak berbicara mengenai masalah politik. Soal Khilafah
dan Imamah misalnya, bahwa seorang pemimpin itu harus terbebas
atau terjaga dari perbuatan dosa (ma’shum), dan harus memiliki garis
keturunan Ali.Secara garis besarnya, aliran Syi’ah dapat dipetakan
menjadi lima golongan, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, Ghulat,
dan Ismailiyah. Dari kelima golongan tersebut, sebagian berpaham
Mu’tazilah, sebagian lagi berpaham ortodoks, yang sebagian yang lain
berpaham antropomorfisme (tasybiyah).
al Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa,
tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan
juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
al ‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah
tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak
melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela
kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
al Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda
dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah
mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing
umat manusia.
al imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama
dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at,
melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman
umat.
al ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat
percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu
pasti terjadi.
1. 6. Aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan
memiliki kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran
dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu
aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan
kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya.
Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada .
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan
pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri
1. 7. Aliran Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu,
yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang
semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabi’in, dan tabitt tabi’in.
sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf .Tokoh
terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya,
Ahmad, bin Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebgai
pendiri dan tokoh mazhab Hambali.
Segala perkataan dan perbuatan nabi Muhammad saw pasti semuanya akan terbukti mengenai
kebenaran dan kepastiannya, bahkan sebagaimana beliau bersabda mengenai akan nasib umat
Islam mendatang dalam haditsnya yang telah diriwayatkan oleh Ibn Majah dan At – Turmudzi
sebagai berikut :
َأهْ ُل: َو َمنْ ال َّناجَ ي َُة ؟ َقا َل: قِ ْي َل.جي َُة ِم ْنهَا َواحِدَ ٌة َو ْالبَا ٌق ْونَ َه َل َكى ٍ َ سَ َت ْف َت ِر ُق ُأ َّمتِيْ عَ لَى َثال: صلَّى هللاُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم
ِ ال َّنا.ث َوسَ ْب ِع ْينَ فِرْ َق ًة ّ َُّأ ْخبَرَ ال َّن ِبي
مَاَأ َنا عَ لَ ْي ِه َوَأصْ حَ ابَي: َو َمنْ َأهْ ُل ال ُّس َّن ِة َو ْالجَ مَاعَ ِة ؟ َقا َل: قِ ْي َل.ِال ُّس َّن ِة َو ْالجَ مَاعَ ة.
Artinya : “ Nabi saw memberitahu : bahwa umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, yang
selamat hanya satu, lainnya binasa. Beliau ditanya : siapa yang selamat ? Beliau menjawab :
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ditanya lagi : siapa itu Ahlussunnah Waljama’ah ? Beliau menjawab :
yang mengikuti apa yang saya lakukan beserta para sahabatku “.
III. PEMBAHASAN
Awal mula tumbuhnya aliran – aliran dalam Islam adalah karena masalah politik yang terus
meningkat menjadi persoalan teologi. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada saat wafatnya nabi
Muhammad saw yaitu mengenai permasalahan siapakah yang nantinya pantas menjadi pengganti
beliau, dan masalah ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Thalib
tepatnya pada saat perang Shiffin.
Perang Shiffin adalah peperangan antara khalifah Ali dan Mu’awiyah (gubernur propinsi Syam atau
Syria), terjadi pada bulan Shafar tahun 37H/658M. Sebenarnya kemenangan sudah ada pada pihak
khalifah Ali, akan tetapi dengan kelicikkan dan taktik perpolitikkan para tokoh Mu’awiyah terutama
Amr Ibn al - As maka disepakati untuk diadakannya proses arbitrasi guna menyelesaikan masalah
peperangan ini. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn al – As dari pihak Mu’awiyah dan
Abu Musa al – Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikkan Amr mengalahkan
perasaan takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduanya terjadi permupakatan untuk
menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan Mu’awiyah. Tradisi menyebut bahwa Abu
Musa al – Asy’ari, sebagai yang tertua, terlebih dahulu berdiri mengumumkan kepada orang ramai
putusan menjatuhkan ke dua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah
disetujui, Amr Ibn al – As, mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali yang telah di umumkan
al – Asy’ari, tetapi menolak penjatuhan Mu’awiyah.
Dengan kejadian ini maka tentunya sangat merugikan bagi pihak khalifah Ali, karena secara tidak
langsung terdapat penyerahan jabatan khalifah dari khalifah Ali kepada Mu’awiyah. Hal ini memicu
protes yang sangat keras dari sebagian barisan Ali sendiri mengenai diadakannya proses arbitrasi
tersebut. Mereka berpendapat bahwa putusan hanya datang dari Allah dengan kembali pada hukum
– hukum yang ada dalam al – Qur’an, La Hukma Illa Lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah).
Sehingga mereka memandang Ali Ibn Thalib telah berbuat salah, oleh karena itu mereka keluar dari
barisannya Ali, dan golongan inilah yang nantinya disebut al – Khawarij (orang – orang yang keluar
atau memisahkan diri) .
Pada saat itulah awal mula terjadinya pertumbuhan aliran – aliran teologi dalam Islam. Golongan
khawarij tidak hanya memandang Ali, Mu’awiyah, Amr Ibn al – As, Abu Musa al – Asy’ari telah
berbuat salah saja tetapi mereka telah kafir, karena al – Qur’an mengatakan :
“ Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”.
Akan tetapi pada perkembangannya mereka tidak hanya mengkafirkan orang yang tidak
menentukan hukum dengan al – Qur’an saja, tetapi orang yang berbuat dosa besar (murtakib al –
kaba’ir) juga dipandang telah kafir.
Persoalan orang yang berbuat dosa inilah kemudian yang memicu tumbuhnya aliran – aliran teologi
lain. Pertama, aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir. Kedua,
aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukmin dan
bukan kafir, adapun soal dosa yang telah dilakukan terserah kepada Allah swt untuk mengampuni
atau tidak. Ketiga, aliran Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu
bukanlah kafir tetapi bukan pula mukmin (al – manzilah bain al – manzilitain). Keempat, aliran
Qadariah yang berpanutan bahwa manusia itu mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya. Kelima, aliran Jabariah beri’tikad sebaliknya dari aliran Qadariah yaitu manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
B. Aliran Khawarij
1. Asal-usul Khawarij
Banyak nama yang diberikan pada aliran ini antara lain :
a. Nama khawarij diambil dari kata asal kharaja artinya telah keluar. Maksudnya ialah orang-orang
yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena tidak setuju terhadap sikapnya yang mau
menerima perdamaian dalam penyelesaian sengketa kekhalifahan dengan Muawiyah bin Abi
Sofyan.
b. Dinamakan khawarij, karena mereka keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di
jalan Allah.
c. Dinakan Syurah karena mereka menganggap bahwasannya diri mereka telah mereka jual kepada
Allah. Maksudnya menjual diri mereka untuk menegakkan agama Allah.
d. Dinamakan Haruriyah, karena mereka pergi berlindung ke suatu kota kecil dekat Kufah yang
bernama Harura.
e. Dinamakan Muhakkimah, karena mereka dalam perjuangannya selalu menggunakan simbol
“Lahukma illa lillah”.
C. Aliran Murji’ah
1. Asal-usul Murji’ah
Murji’ah berasal dari kata Al Irjaa’ mempunyai dua arti:
a. At Ta’khiir, artinya mengemudiankan, menunda. Pengertian ini menunjukkan bahwa aliran ini
mengemudiankan amal dari niat.
b. I’thoo’ Al Rajaa’, artinya memberi pengharapan. Pengertian ini menunjukkan bahwa iman itu tidak
rusak karena perbuatan dosa, begitu pula perbuatan kafir tidak merusak dari ketaatan.
c. Pendapat lain nama Murji’ah diambil dari kata Arja’a yang berarti menangguhkan atau
mengakhirkan. Maksudnya mereka menangguhkan persoalan golongan-golongan umat Islam yang
berselisih dan yang telah banyak mengalirkan darah sampai hari pembalasan nanti dan mereka
tidak menentukan hukumnya bagi setiap yang berselisih.
D. Aliran Syi’ah
c. Ismailliyah, tokohnya ialah Ismail bin Ja’far Ash Shadiq. Ia diriwayatkan suka minum khamar,
sehingga sebagian penganutnya menggugurkan keimamannya dan beralih beriman kepada adik
Ismail, yaitu Musa Al Kodhim. Golongan ini membatasi imam-imam hingga yang ketujuh saja.
Golongan ini termasuk aliran yang ekstrim yang ajarannya banyak yang melampaui batas.
d. Gholliyah (Ghullat), dipimpin oleh Abdullah bin Sabak, seorang yang semula beragama Yahudi.
Golongan ini juga dikenal ekstrim.
Disebabkan karena Tuhan bersifat Maha Kuasa dan mempunyai kehendak yang mutlak maka
timbullah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan, bergantung kepada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Diberi Tuhankah
manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?
Maka terdapat dua perbedaan pendapat. Yang pertama, kaum Qadariah berpendapat bahwa
manusia mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya dengan
demikian nama Qadariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar Tuhan. Yang kedua, kaum Jabariah berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham
ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Jadi, nama Jabariah berasal dari kata jabara yang berarti
memaksa. Memang dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya
dalam keadaan terpaksa.
Paham Qadariah pertama kali dipelopori oleh Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Menurut
Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik
maupun jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Paham Jabariah dipelopori oleh Al Ja’d Ibn Dirham, tetapi yang menyiarkannya adalah Jahm Ibn
Safwan. Menurut Jahm, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa, tidak
mempunyai daya, tidak mempunya kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam
melakukan perbuatannya hanya dipaksa. Tuhanlah yang menciptakan perbuatan dalam diri
manusia.
Tokoh Jabariah yang lain yaitu Al Husain Ibn Muhammad Al Najjar yang bersifat lebih moderat.
Menurutnya, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusia mempunyai bagian
dalam perwujudan perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya. Paham yang sama diberikan oleh Dirar Ibn ‘Amr.
F. Aliran Mu’tazilah
2. Asal-usul Mu’tazilah
a. Dinamakan Mu’tazilah sebab Wasil dan Amru memisahkan diri dari halaqah Hasan Basri, karena
adanya perbedaan pendapat antara Wasil dan Amru dengan Hasan Basri tentang hukum orang
Islam yang berbuat dosa besar. Menurut Wasil dan Amru, orang Islam yang berbuat dosa besar itu
bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada diantara keduanya, yaitu fasiq.
b. Dinamakan Mu’tazilah sebab mereka melepaskan diri dari pendapat ulama’ atau aliran terdahulu
yaitu mengenai hukum orang Islam yang berbuat dosa besar.
c. Dinamakan Mu’tazilah sebab menurut anggapan mereka, orang Islam yang berbuat dosa besar
itu menjauhkan diri (I’tizal) dari golongan mukmin dan kafir.
4. Tokoh-tokoh Mu’tazilah
a. Abu Huzaifah Wasil bin Ata’ Al Ghazali (669-748 M), di antara karyanya:
1) Al Alf Masalah fi Ar Rodi ‘ala Al Manawiyah
2) Almanzilat bainal Manzilatain
3) Al Khattab fi Al Adl wa At Tauhid
b. Abu Huzail Al Allaf (753-840 M)
c. Ibrahim bin Sayyar An Nazzan (845 M)
d. Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab Al Jubba’i (849-917 M)
Banyak kalangan yang menentang aliran Mu’tazilah, terutama di kalangan rakyat biasa yang tidak
dapat menyelami ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional itu. Rakyat biasa, dengan pemikiran
yang sederhana, ingin ajaran yang sederhana pula. Kaum Mu’tazilah dalam sejarah memang
merupakan golongan minoritas, dan dikenal sebagai golongan yang tidak kuat berpegang pada
hadits.
Mungkin inilah yang menimbulkan term ahli sunnah dan jama’ah, yaitu golongan yang berpegang
teguh pada sunnah dan merupakan golongan mayoritas. Yang dimaksud dengan ahli sunnah wal
jama’ah dalam ilmu kalam adalah aliran Asy’ariah dan Maturidiah yang menentang ajaran-ajaran
Mu’tazilah.
1. Aliran Asy’ariah
a. Al Asy’ari dan karyanya
Al Asy’ari (873-935 M) pernah menjadi pengikut setia aliran Mu’tazilah selama 40 tahun, tetapi
akhirnya ia keluar disebabkan karena perbedaan pendapat dengan gurunya, Al Jubbai. Kemudian Al
Asy’ari mendirikan aliran baru yang disebut aliran Asy’ariah yang dalam perluasannya
diidentikkan dengan sebutan aliran ahlussunnah wal jama’ah. Di antara karya-karyanya:
1) Maqaalat al Islaamiyyin
2) Al Ibanah ‘an Ushul al Diniyah
3) Al Luma’ fi al rad ala ahla ziagh wa al bid’a
b. Ajaran-ajaran Al Asy’ariah
1) Tentang wahyu Tuhan yang disebut Kalam Allah. Kalam Allah yaitu lafal-lafal yang
diturunkan Tuhan melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad, adalah
dalalah dari kalam yang sifatnya azali. Dalalah yang disebutkan itu adalah makhluk (diciptakan),
yang madlul bersifat qadim dan azali.
2) Pengakuan adanya sifat-sifat Tuhan. Menurut Al Asy’ari sifat-sifat Tuhan itu tidak sama
dengan Zat Tuhan, keduanya qadim. Jadi, Tuhan mempunyai Zat, sifat dan perbuatan.
3) Melihat Tuhan di akhirat. Manusia dapat melihat Tuhan di akhirat karena Tuhan itu maujud,
setiap yang maujud memungkinkan untuk padat dilihat.
4) Dosa besar. Orang Islam yang melakukan dosa besar, ia tetap mukmin ‘ashi atau fasiq, apabila ia
meninggal dunia sebelum bertaubat maka ia terserah kepada Tuhan atas pelanggarannya itu, apakah
Tuhan akan menyiksa atau mengampuninya. Walaupun ia masuk neraka, tetapi akhirnya
dimasukkan ke dalam surga juga.
5) Imamah atau kepala pemerintahan ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mendapatkan
mufakat dan dengan pemilihan.
c. Tokoh-tokoh aliran Asy’ariah
1) Al Baqillani
2) Al Juwaini
3) Al Ghazali
4) As Sanusi
2. Aliran Maturidiyah
a. Al Maturidi dan karyanya
Al Maturidi (944 M) adalah pengikut Abu Hanifah. Sistem pemikiran theologinya masuk dalam
golongan theologi ahlussunah waljama’ah dan dikenal dengan nama Al Maturidiyah. Diantara
karyanya adalah sebagai berikut:
1) Kitab Ta’wilat Al Qur’an atau Ta’wilat As Sunah
2) Kitab Al Jadal
3) Kitab Maqalat
4) Kitab At Tauhid
5) Kitab Ushul
b. Ajaran-ajaran Al Maturidi
Perlu diketahui bahwa aliran Maturidiah terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan
Samarkand yang merupakan pengikut Al Maturidi sendiri dan golongan Bukhara yang
merupakan pengikut Al Bazdawi (murid Al Maturidi). Ajaran-ajaran Al Maturidi:
1) Peranan akal dan wahyu, menurutnya meskipun kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui
dengan akal, tetapi kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan.
2) Sifat-sifat Allah, Aliran Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat.
3) Al Qur’an, menurut Al Maturidi bahwa Al Qur’an itu sifat Tuhan, ia tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim.
4) Anthropomorphisme, Al maturidi tidak menyetujui paham tashbih dan tajsim bagi Tuhan.
Adapun kata-kata tangan, wajah, mata, yang diidhofahkan pada Tuhan dalam Al Qur’an harus
dita’wilkan.
5) Melihat Tuhan di akhirat, Al Maturidi sependapat dengan paham Al Asy’ari bahwa Tuhan
akan dapat dilihat oleh manusia di akhirat.
6) Kekuasaan dan kehendak Tuhan, menurut Al Maturidi bahwa kekuasaan mutlak Tuhan dan
kehendak Tuhan dibatasi oleh batasan-batasan yang telah ditentukan Tuhan sendiri.
Diantaranya dalam bentuk kebebasan yang diciptakan Tuhan untuk manusia berupa perbuatan dan
kehendak terhadap yang baik dan yang buruk.
7) Keadilan Tuhan, menurut Maturidi perbuatan manusia bukanlah kehendak Tuhan akan tetapi
adalah perbuatan manusia itu sendiri.
8) Janji dan ancaman atau kewajiban Tuhan, Al Maturidi menerima paham adanya kewajiban
Tuhan terhadap manusia, sekurang-kurangnya kewajiban menepati janji, tentang pemberian pahala
bagi perbuatan baik dan pemberian siksa bagi perbuatan jahat.
9) Beban di luar kemampuan manusia, Al Maturidi berpendapat bahwa Tuhan tidak membebani
manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tak terpikul.
c. Tokoh aliran Maturidiyah
Salah satu tokoh yang penting yaitu Al Bazdawi (421-493 H). Ia berhasil mengarang beberapa kitab
penting yaitu Ushul Al Din, Al Waaqi’aat dan Al Mabsuth.
IV. KESIMPULAN
1. Perpecahan umat islam menjadi beberapa aliran secara umum dapat disebabkan oleh :
a. Masalah perpolitikan mengenai pengangkatan khalifah.
b. Masalah pengkafiran seseorang yang telah berbuat dosa besar
2. Aliran – aliran teologi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Aliran Khawarij
b. Aliran Murji’ah
c. Aliran Syi’ah
d. Aliran Qadariah dan Jabariah
e. Aliran Mu’tazilah
f. Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah
V. PENUTUP
Alhamdulillah, kami sampaikan kepada Allah karena dengan anugerah dan kebesaran-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tetapi kami menyadari betul bahwa makalah kami masih jauh
dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran dari para pembaca sangat kami butuhkan. Semoga
makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Hasan, Muhammad Tholhah, Ahlussunnnah Wal Jama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU, Jakarta :
Lan Tabora Press, 2005.
Muhaimin, HM., IlmuKalam--Sejarah dan Aliran-aliran, Yogyakarta: Pusaka Pelajar,1999.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : UI – Press,
1986.
Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987.
Diposkan oleh RachmanUINSemarang di 06.05