Sektarianisme secara etimologis berasal dari kata sekte, yang memiliki arti suatu kelompok
orang yang mempunyai kepercayaan atau pandangan agama yang sama, yang berbeda dari
pandangan agama yang lebih lazim diterima oleh para penganut agama tersebut. Ia juga
merupakan nama lain dari mazhab. Kata sektarianisme sendiri memiliki beberapa pengertian
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pertama, yaitu semangat membela suatu
sekte atau mazhab, kepercayaan, atau pandangan agama yang berbeda dari pandangan agama
yang lebih lazim diterima oleh para penganut agama tersebut. Kedua, berupa aliran dalam
politik yang antikomunikasi, reaksioner, amat emosional, tidak kritis, angkuh, dan antidialog.
Istilah sektarianisme sering digunakan dalam kajian konflik Timur Tengah yang pada
umumnya berakar pada perbedaan pemahaman dalam menjalankan nilai-nilai keislaman.
Bentuk Sektarianisme
1. Syiah
3. Murjiah
a. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut
membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang
janggal dan sulit diterima kalangan Murji'ah itu sendiri, karena iman dan amal
perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan yang harus selaras dan
berkesinambungan.
b. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak
dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya
Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
4. Qadariyah
Qadariyah adalah sebuah ideologi dan sekte bid'ah di dalam akidah Islam yang
muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini
memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk
berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para
hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk
sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil
dari Allah.
5. Jabariyah
Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah. Artinya, manusia tidak punya andil
sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-
galanya.
c. Allah di alam akhirat kelak tak terlihat mata manusia. Yang terjangkau mata
manusia bukanlah Ia.
b. Keadilan-Nya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT akan memberi imbalan pada
manusia sesuai perbuatannya.
c. Janji dan ancaman. Mereka berpendapat Allah takkan ingkar janji: memberi pahala
pada muslimin yang baik dan memberi siksa pada muslimin yang jahat.
d. Posisi di antara 2 posisi. Ini dicetuskan Wasil bin Atha' yang membuatnya berpisah
dari gurunya, bahwa mukmin yang berdosa besar, statusnya berada di antara mukmin
dengan kafir.
e. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang
tercela). Ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.
8. Maturidiyah
Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-
Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.
Selain itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan
kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan
dalil aqli kalami. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi
dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam
kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak
rasional.
Jika dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan aliran
yang memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia, tanpa berlebih-lebihan
atau melampaui batas, maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal
pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu
bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.
Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu
kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-
Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an al-Maturidi membawa ayat-ayat yang
mutasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas
pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang
ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai kemampuan
untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.
https://media.neliti.com/media/publications/337824-sektarianisme-dalam-sejarah-islam-
38fa447b.pdf
https://www.kompasiana.com/fitriyah15009/5bae2609c112fe10b5370483/yuk-mengenal-
al-asy-ariyah-dan-al-maturidiyah
https://www.erfan.ir/indonesian/83360.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Jabariyah
https://id.wikipedia.org/wiki/Qadariyah