Anda di halaman 1dari 98

BAB 1

SEJARAH ILMU KALAM KONTAK KEBUDAYAAN YUNANI DAN


ARAB

A. Sejarah Ilmu Kalam

Menurut pandangan Harun Nasution,persoalan-persoalan kalam dipicu


kemunculannya oleh persoalan-persoalan politik. Persoalan-persoalan politik
dimaksud menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Utsman bin ‘Affan yang berujung
pada penolakan Mu’awiyah atas kekhilafan ‘Ali bin Ani Thalib. Ketegangan antara
Mu’awiyah dan ‘Ali mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan
keputusan tahkim(arbitrase).Sikap ‘Ali yang menerimaa tipu muslihat’Amr Al-
‘Ash,utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim,sungguh pun dalam keadaan
terpaksa,tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa
persoalan yang terjadi saat itu tidak dpat diputusankan melalui tahkim.putusan
hanya dating dari Allah dengan kembali pada hokum-hukum yang ada dalam Al-
Quran. La hukma illa lillah(tidak ada hokum selain dari hokum Allah) atau la
hukma illa Allah(tidak ada pengantara selain Allah)menjadi semboyan mereka,
Mereka memandang ‘Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah. Oleh karena
itu,mereka meninggalkan barisanya.Dalam sejarah islam,mereka terkenal dengan
nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau seceders.

Di luar pasukan yang membelot ‘Ali terdapat sebagian besar yangtetp


mendukung ‘Ali. Merekalah yang kemudian memunculkan kelompok Syi’ah.
Watt menyatakan bahwa Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara
‘Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang siffin.Dalam peperangan ini
sebagai respon atas penerimaan ‘Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan
Mu’awiyah,pasukan ‘Ali diceritakan terpecah menjadi dua,satu kelompok
mendukung sikap ‘Ali-kelak disebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap ‘Ali
kelak disebut Khawarij.

1
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali
muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam arti
siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam.
Khawarij sebagaimana telah disebutkan,memandang bahwa orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa tahkim,yaitu ‘Ali,Mu’awiyah,Amr bin Al-‘Ash,Abu Musa
Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah pada Al-Quran surat Al-Ma’idah
ayat 44

Persoalan diatas telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam,yaitu


sebagai berikut.

1. Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar


adalah kafir, dalam arti keluar dari islam, atau tegasnya murtad dan wajib
dibunuh.
2. Aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar
tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang di lakukannya
terserah kepada allah untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.
3. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat –pendapat diatas. Bagi
mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mikmin.
Orang yang serupa ini mengambil posisi diantara kedua posisi mukmin
dan kafir, yanag dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-
manzilah bain al-manzilatain(posisi diantara dua posisi).

Dalam islam,timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan


nama Qadariah dan Jabariah. Menurut Qadariyah,manusia mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya,Jabariyah
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatanya.

2
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras
dari golongan tradisional islam, terutama golongan hanbali,yaitu pengikut-
pengikut mazhab Ibn Hanbal.Tantangan keras ini kemudian mengambil bentuk
aliran teologi tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari(935 M).Di
samping aliran Asy’ariah, timbul pula di samarkand suatu aliran yang bermaksud
menentang aliran Mu’tazilah dan didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-
Maturidi(w.944 M). Aliranini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-
Maturidiah.

Aliran-aliran Khwarij,Murji’ah,dan Mu’tazilah tidak mempunyai wujud


lagi, kecuali dalam sejaterah yang masih ada sampai sekarang adalah aliran-
aliranAsy’ariah dan Maturudiah dan keduanya disebut Ahlussunah wal-Jamaah.

Adapun kerangkat berpikir aliran-aliran ilmu kalam :

Mengkaji aliaran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya


memahami kerangka berpikir dan proses pengambilan keputusan para ulama
aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.Pada
dasarnya,potensi yang dimiliki setiap anusia-baik berupa potensi bioligis
maupunpotensi psikologis-secara natural sangat distingsif.Oleh karena itu
perbedaan kesimpulan antarasatu pemikiran dengan pemikiran lainnya dalam
mengkaji objek tertentu merupakan suatu hsl ysng bersifat natural pula.

Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat,Ad-Dahlawi


tampaknya lebih menekan aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu
perbedaan pendapat. Bertolak dari pandangan-pandangan diatas,perbedaan
pendapat di dalam masalah objek teologi sebenarnya berkaitan erat dengan
cara(metode)berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menguraikan objek
pengkajian(persoalan-persoalan kalam). Aliran teologi yang sering disebut
sebagai yang dimiliki kerangka berpikir teologi rasional adalah Mu’tazilah.

3
Adapun teologi yang sering disebut sebagai metode berpikir tradisional adalah
Asy’ariah.

B. Pengertian kontak kebudayan


Dalam Tesaurus Alfabetis bahasa Indonesia kata kontak memiliki
pengertian yaitu hubungan, komunikasi, koneksi, pergesekan, persentuhan,
persinggungan, realasi, dan sambungan. Sedangkan kebudayaan memiliki
pengertian yaitu hasil cpta, rasa, dan karsa manusia. Jika suatu kelompok
masyarakat dengan tipe kebudayaan tertentu memiliki sikap terbuka dengan
kebudayaan lain, maka akan terjadi kontak budaya.
Kontak budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang , dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi
ke generasi.
Denga demikian budayalah yang menyediakan suatu kerangka untuk
aktivitas seseorang dan memungkinkannya untuk berperilaku seperti orang
lain.
Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi system
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku,
dan benda-benda bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi social, religi, seni, dan lain-lain, yang ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Dan kebudayaan juga adalah suatu pola hidup yang menyeluruh yang
bersifat kompleks sebagaimana juga kebudayaan merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggap
nya

4
Diwariskan secara ginetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, hal ini membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

C. Kebudayaan yunani
Filsafat Yunani yang kurang lebih selama 900 tahun tersebut pada
perkembangannya masuk pada kebudayaan lainnya, seperti di Arab. Dari
filsafat yunani ini mempengaruhi pemikiran kebudayaan Arab. Dan
akhirnya mempengaruhi terhadap kehidupan manusia. Disini ilmu kalam
mempengarui kebudayaan-kebudayaan. Namun ajaran ilmu kalam berasal
dari logika yunani sejak masa dinasti Umayyah (40-132H/661-750 M) pada
masa pemerintahan Khalid ibn An-Nadim dan Al-Jahizh. Namun, titik
kulminasi pengaru yunani adalah masa kejayaan Daulah Abbsiyyah pada
masa al-Ma’mun pada tahun 830 H yang telah membangun Bayt al-Hikmah
sebuah perpustakaan,akademi, sekaligus biro penerjemahan.
Abd al- Mun’in menyatakan ilmu kalam mencakup akidah keimanan
dengan menggunakan argumentasi rasional. Ilmu ini muncul untuk membela
agama islam dan menolak akidah-akidah yang masuk dari agama lain. Ilmu
ini dikatakan ilmu kalam karena persoalan yang dikajinya adalah kalam
Allah, persoalan akidah yang mendalam, hari kiamat, hakikat sifat tuhan,
qada’, qadar, hakikat kenabian, dan penciptaan AI-Qur’an.
Ilmu kalam digunakan dalam terjemahan bahsa arab dari ahli filsafat
yunani yang merupakan alih bahasa dari logos dalam berbagai arti
harfiyahnya, seperti word (kata), reason(akal), dab argument(pembuktian
logika). Istilah ini berkembang menjadi cabang kusus ilmu pengetahuan.
Akibatnya dikatakan ilmu kalam at-tabi’I (the physical kalam), sehingga
orang yang ahliilmu kalam disebut asbab al-kalam at-tabi’i.
Menurut Amin Abdullah, pola logika pemikiran ilmu kalam yang
bersifat deduktif mempunyai kemiripan terhadap pola berpikir deduktif
plato. Plato pernah berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapatdiketahui
manusia berasal dari”ideal” yang sudah tertanam dan melekat pada diri

5
manusia secara kodrati sejak awal mulanya. Plato tidak menyetujui pendapat
bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh manusia melalui pengetahuan dan
pemeriksaan secara cermat dan seksama terhadap realitas social melalui
pengamatan dan pengalaman indrawi. Lantaran sifatnya yang berubah-ubah,
maka realitas semacam itu dianggap ilusi dan tidak meyakinkan. Pemikiran
kalam khususnya, juga bersifat deduktif. Hanya saja fungsi ide-ide bawaan
dalam pola pikiir plato tersebut diganti untuk tidak menyatakan diislamkan
oleh al-Qur’an dan al- Hadis. Bahkan seringkali melebar sampai pada
Ijma’dan Qias. Perhatikan perlunya dalil dan istidlal sebagi landasan pola
pikirdan pola bertindak dalam hidup keseharian umat islam. Pola piker ini
dengan mudah menggiring seseorang dan kelompok kearah model berfikir
yang bersifat justifikatif terhadap teks-teks yang sudah tersedia. Akibatnya,
Pemikiran ilmu kalam menjadi stagnan bahkan ia sebagai doktrin agama
yang tidak boleh di kritik dan ditafsiri ulang.pada umumnya , ilmu
pengetahuan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
zaman dan perubahan situasi.
Dalam rekaman sejarah, cara terjadinya kontak antara umat islam dan
filsafat yunani melalui daerah suriah, misokotamia,Persia, dan mesir. Filsafat
yunani dating ke daerah-daerah ini ketika menaklukkan Alexander yang
Agung ke timur pada abad ke-4 (331 SM). Ia juga mempersatukan orang-
orang yunani dalam satu Negara besar dengan cara berikut :
1. Ia angkat pembesar dan pembantunya dari orang arab
2. Ia mendorong perkawinan campuran antara yunani bahkan, ia pernah
menyelenggarakan perkawinan missal 24 jendera dan prajuritnya
3. Sementara itu, ia sendiri kawin dengan satria , putri Darius, putrid Darius,
Raja yang kalah perang
4. Ia mendirikan kota-kota dan pemukimn yang dihuni bersamam oleh orang-
orang.Dengan demikian, bercampurlah kebudayaan yunani dan arab.
Sebagai bukti dalam hal ini kota Alexandria di Mesir yang dalam bahasa
Arab disebut al-Iskandaria, merupakan warisan dari usaha diatas.

6
Selanjutnya filsafat yunani dikembangkan ke timur oleh kaum
emigrant Kristen Barat akibat pertentangan sekte sejak abad ke-3M. Di
antara mereka ada yang mendirikan tempat-tempat perguruan filsafat di
Qannasrin (Syria), Harran (daerah Irak), dan Jundisapur Persia setelah
daerah-daerah tersebut dikuasai oleh umat islam, dengan berdirinya bait
al-hikmah, kemudian oleh al-Makmn diharuskan untuk mengajarkan
seluruh jenis ilmu naql dan ‘aql.
D. Kebudayaan Arab
Islam sesungguhnya memiliki konsep sebagaimana berinteraksi dengan
budaya-budaya di luar islam. Islam mempersilahkan siapapun untuk
mengemukakan pandangan-pandangan ataupun melakukan tindakan-
tindakan budaya seperti apapun, asalkan tidak melanggar kententuan halal-
haram, pertmbangan mashlahat( kebaikan) dan mafsadat ( kerusakan), serta
prinsip al Wala’ (kecintaan yang hanya kepada Allah dan apa saja yang
dicintai Allah) dan al Bara’ (berlepas diri dan membencidari apa saja yang
dibenci oleh Allah), dimana ketiga prinsip inilah yang menjadi jati diri dan
prinsip umat islam yang tidak boleh diutak-atik dalam berinteraksi dengan
budaya-budaya lain diluar islam. Sehingga ketiga prinsip ini akan lahir
sebuah kebudayaan islam, dimana kebudayaan islam ini selalu memiliki sati
cirri khusus yang tidak dimiliki oleh budaya dan bangsa manapun diluar
islam, yalmi budaya yang berasaskan Tauhidul ‘ Ibadah Lillahi Wahdah (
mempersembahkan segala bentuk peribadatan hanya kepada Allah).
Sehinggaselama prinsip-prinsip dan asas tersebut tidak dilanggar, maka kita
dipersilahkan seluas-luasnya untuk berhubungan ataupun mengambil
manfaat dari bangsa-bangsa dan budaya manapun diluar islam.. Sebab segala
sesuatu yang di ada dimuka bumi ini, baik itu sifatnya imu pengetahuan
maupun materi(yang selain perkara agama tentunya), itu semua memang
diciptakan oleh Allah untuk kita umat manusia, khususnya kaum muslimin,
walaupun berasal dari orang-orang kafir.
Sebagaimana firman Allah SWT:”Dialah(Allah), yang telah
menciptakan segala yang ada di bumi ini untuk kalian.”( Q.S Al Baqarah[2]:

7
29) maka sesungguhnya kedudukan budaya arab itu sama dengan budaya
Persia,romawi, melayu, jawa dan sebagainya dimana budaya-budaya tersebut
adalah pihak yang harus siap dikritik oleh islam ketika islam telah masuk ke
negeri-neegri tersebut. Maka tidak benar jka dikatakan islam (seperti jilbab,
kerudung dan sebagainya) adalah produk budaya arab. Sebab justru budaya
Arab adalah budaya yang paling pertama dikritik dan dikoreksi oleh islam
sebelum budaya-budaya lainnya. Mka apa saja yang telah diterangkan oleh
Allah dan Rasul-Nya sebagai agama, maka itulah islam. Sementara segala
sesuatu yang tidak diterangkan oleh Allah dab Rasulnya dalam perkara
tersebut telah menjadi kebiasaan dan popular pada masyarakat Arab atau
masyarakat islam yang lainnya. Sebab , Arab tidaklah sama dengan islam,
dan sebaliknya islam tidaklah serupa dengan Arab. Akan tetapi budaya Arab
dab budaya-budaya yang lainnya yang mau tunduk kepada islam, maka
itulah yang pantas dinamakan budaya islam.

Bertolak dari definisi kebudayaan, maka yang dimaksud dengan


kebudayaan arab adalah segala sesuatu yang didapatkan oleh masyarakat arab
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
seta kebiasaan-kebiasaan lainnya. Kebudayaan arab tersebut dapat terlihat dalam
tingkat laku masyarakat arab sehingga menjadi crri khas yang membedakan
dengan masyarakat lainnya. Atau bias juga dikatakan bahwa budaya arab adalah
potensi yang ada pada manusia yang akan menciptakan dan membuat karya serta
merasa yang didominasi dengan nuansa arab.Salah satu cirinyayang khas adalah
penggunaan bahasa arab sebagai bahasa pengantar dan pergaulan sehari-hari.
Kawasan budaya arab terdiri dari timur tengah dan afrika utara, yang meliputi
turki, iran, Israel, Lebanon, irak, yordania, syiria, mesir, dan kerajaan-kerajaan
yang ada dikawasan teluk Persia. Kawasan ini juga meliputi maroku, al-Jazair,
Tunisia, dan lybia. Untuk lebih memahami kebudayaan arab kita juga harus
memahami kondisi wilayah arab. Maka dari itu berikut kondisinya :

8
1. Jazirah arab merupakan sambungan dari wilayah gurun yang membentang
dari barat sahara di afrika hingga timur melintasi asia,iran tengah,gurun
ghobi di cina. Wilaya itu sangat kering dan panas ka
rena uap air laut yang ada di sekitarnya (laut merah,laut hindia,dan laut
arab). Tidak memenuhi kebutuhan untuk mendinginkan daratan luas yang
berbatu namun demikian wilaya ini kaya akan bahan perminyakan.
Para penulis membagi negeri arab menjadi 3 bagian; arab felix,arab
perta,dan arab gurun ghobi di cina. Wilayah itu sangat kering dan panas
karena uap air laut yang ada di sekitarnya (laut merah,laut hindia,dan laut
arab). Tidak memenuhu kebutuhan untuk mendinginkan daratan luas yang
berbatu,namun demikian wilayah ini kaya akan bahan perminayakan.
2. Kondisi masyarakat arab sebelum islam
1. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum arab terdahulu yang sejahteranya tidak
bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti’ Ad , Tsamud,Thasm,
Judais, Amlaq, dan lain-lainya.
2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum arab yang berasal dari keturunan
Ya’arub bin Yasyjub bin Qahthan , atau disebut pula Arab
Qahthaniyah.
3. Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum arab yang berasal dari keturunan
Isma’il yang disebut pula Arab Adnaniyah. Dari Arab Musta’ribah
inilah cikal bakal dari keturuan Nabi Ibrahim a.s, Ismail a.s dan
akhirnya kepada Nabi Muhammad saw.

9
BAB 2

KERANGKA BERFIKIR ILMU KALAM

A.ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM

1. Aliran Antroposentris

Aliran antroposentris mengangap bahwahakikat relitas transenden


bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia dating berhubungan erat dengan
masyarakat kormos, baik yang naturalmaupun supranatural dalam arti unsure-
unsurnya. Manusia adalah anak kosmos. Tugas manusia adalah melepaskan
unsure natural yang jahat. Idealnya, manusia harus mampu menghapus
kepribadian kemanusiannya, agar manusia mampu meraih kemerdekaan dari
lilitan naturalnya.Manusia seperti ini berpandangan negatif terhadap dunia karena
mengangap keselamatan dirinya terletak pada kemampuannya membuang semua
hasrat dan keinginannya.Sementara ,ketakwaanya lebih diorientasikan pada
praktik-peraktik pertapaan dan konsep-konsep magis.Tujuan hidup bermaksud
menyusun kepribadian kedalam realita impersonalnya.

Tampaknya, Anshari menganggap manusia yang berpandangan


antroposentris sebagai sufi,yaitu yang berpandanga mistis dan statis .Padahal
manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap hakikat realitas
transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal dating kepada manusia
dalam bentuk daya ketika ia baru lahir.Daya berupa potensi yang menjadikannya
baru lahir dann mampu membedakan yang baik dan yang jahat. Berkenaan
dengan dayanya, manusia yang memiliki kebaikan pasti akan memperoleh
keuntunga yang melimpah (surge). Sementara manusia yang memilih kejahatan
pasti akan memperoleh kerugian yang melimpa pula (neraka).Dengan
dayanya,manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas
transenden .Aliran teologi yang termasuk ke dalam katagori ini adalah
Qadariah,Mu’tazilah, dan Syi’ah.

10
2.Teolog Teosentris

Aliran teosentrik menganggap bahwa hakikat realitas transependen


bersifat suprakosmosan ,personal, dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala
sesuatu yang ada dikosmos ini . Oleh karena itu, ia-dengan segala kekuasaan-Nya-
mampu berbuat semua hal secara mutlak.Sewaktu-waktuia dapat muncul pada
masyarakat kosmos .Manusia adalah ciptaan –Nya yang harus berkarya hanya
untuk-Nya. Bagi manusia ,ia adalah sumber eksistensi dan sumber dayanya .Oleh
sebab itu ,ia-sebagai realitas transenden (terjauh)- harusdicari karunia-
Nya.Didalam kondisinya yang serbarelatif, manusia adalah migran abadi yang
segera akan kembali kepada tuhan.Untuk dapat kembali kepada tuhan, manusia
harus mamppu meningkatkan keselarasan dengan realitas tertinggi dan transenden
melalui ketakwaan.Dengan ketakwaannya, manusia akan memperoleh
kesempurnaan yang layak sesuia dengan naturalnya.Dengan kesempurnaan itu
pula, manusia akan menjadi sosok yang ideal, yang mampu memancarkanatribut-
atribut ketuhanan dalam cermin dirinya.Kondisi semacam ini pada saatnya akan
menyelamatkan nasibnya pada masa yang akan datang.

Manusia teosentris adalah manusia yang statis karena sering terjebak


dalam kepasrahan mutlak kepada tuhan. Sikap kepasrahan menjadikannya
bersipat apatis karena tidak mempunyai pilihan. Baginya, segalah yang
diperbuatnya pada hakikatnya adalah aktivitas tuhan. Ia akan mempunyai pilihan
lain,kecuali yang telah ditetapkan tuhan. Dengan cara itu, tuhan menjadi
pengasasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat.Tuhan dapat memasukkan
manusia jahat kedalam keuntunga yang melimpah (surga). Tuhan pun dapat
memasukkan manusia yang taat kesituasi serba rugi yang terus-menerus.

Aliran teosentris menganggp daya yang menjadi potensi perbuatan baik


atau jahat manusia dapat datang sewaktu-waktu dari tuhan.Oleh karena itu,
manusia mungkin sewaktu ketika mampu melaksanakan perbuatan ketikah ada
daya yang datang kepadanya. Dengan perantaraan daya, tuhan selalu campur
tangan. Bahkan, manusia dapat mempunyai daya sama sekali terhadapsegalah

11
perbuatannya. Aliran teologi yang dapat dimasukkan kedalam kategori ini adalah
jabariah .

3.Aliran Konvergensi atau Sintesis

Aliran konvergensi menganggap hakikat realitas transenden bersifat supra


sekaligus intrakosmos, personal dan impersonal , lahut dan nasut,makhluk dan
tuhan, saying dan jahat, lenyap dan abadi, tampak dan abstrak,dan sifat lain yang
dikotomik. Ibn Arab (1165-1240) menamakan sifat-sifat semacam ini dengan
insijam al-azalim (pre-established harmony). Aliran ini memandang bahwa
manusia adalah tajjali atau cermin asma’ dan sifat-sifat realitas mutlak itu.Bahkan,
seluruh alam (kosmos),termasuk manusia, merupakan cermin asma’dan sifatnya
yang beragam. Oleh karena itu, eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai
penciptaan pada dasarnya adalah penyingkapan asma’dan sifat-sifatnya yang
azali.

Aliran konvergensi memandang bahwa segalah sesuatu yang ada pada


dasarnya selalu dalam ambigu (serbaganda),baik secara subtansial maupun
formal.seraca substansial, sesuatu mempunyai nilai-nilai batini,huwiyah, dan
eternal (qadim)karena merupakan gambarar AL-Haqq. Dari sisi ini, sesuatu tidak
dapat dimusnakan secara sembaranga , kecuali atas kehendaknya yang mutlak.
Secara formal, sesuatu mempunyai nilai-nilai zahirin anniyah dan temporar
(huduts ) karena merupakan cermin Al-Haq .Dari sisi ini sesuatu dapat
dimusahkan kapan pun karena sifat makhluk profan dan relatif. Eksistensinya
sebagai makluk mengikuti sunnatullah atau natural law(hukum alam) yang
berlaku.

Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia adalah proses kerja
sama antaradaya yang transcendental (Tuhan) dalam bertuk kebijak sanaan
dengan daya yang temporal (manusia)dalam bentuk teknis.Dampaknya ,ketika
daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada
dirinya, yang memproses peristiwa yang terjadi pada dirinya hanya daya yang
transcendental. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahalah atau siksaan dari

12
tuhan.Sebaliknya, ketika terjadi peristiwa pada dirinya,sementara ia telah
berusaha melakukannya,pada dasarnya yang memperoses peristiwa itu adalah
kerja sama harmonis antara daya transcendental dengan daya temporalnya.
Konsekuensinya,peristiwa yang terjadi pada diri manusia akan memperoleh
pahala atau siksaan dari tuhan.

Kebahagiaan, bagnpara penganut aliran konvergensi, terletak pada


kemampuannya membuat pendalam/pendulum agar selalu berada tidak jauh
kekanan atau kekiri, tetapi tetap ditengah-tengah antara berbagai ektremitas.
Dilihat dari sisi ini ,tuhan adalah sekutu manusia yang tetap atau lebih luas lagi
bahwa tuhan adalah sekutu maklukyan ,dan makluk adalah sekutu tuhannya.
Karena, baik manusia atau makluk merupakanan satu bagiaan yang tidak
terpisahkan,sebagaimana keterpaduan antara dzat tuhan dan asma’ serta sifat-
sifatnya. Kesimpulaannya,kemerdekaan kehendak manusia yang propan selalu
berdampingan dengan determinisme transcendental tuhan yang sakral dan
menyatu dalam daya manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan kedalam
kategori ini adalah Asy’ariah

4. Aliran Nihilis

Aliran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendal hanyalah


ilusi. Aliran ini menolak tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi
Tuhan komos. Idealnya, manusia mempunyai kebahagian yang bersifat fisik, yang
merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.

B. pemikiran-pemikiran yang muncul dalam ilmu kalam

a. Pemikiran-pemikiran ilmu kalam

- Al-khawarij
- Murji’ah
- Syi’ah
- Jabariah
- Qadariyah

13
- Al-Maturidiyah
- Asy’ariyah
- Mu’tazilah

b. Analisis antar aliran ilmu kalam

Analisis perbedaan paham antara aliran-aliran dalam ilmu kalam sebagai berikut.

1. Mu’tazilah adalah aliran yang lebih banyak menggunakan akal pikiran


dalam memahami ayat-ayat al-qur’an dan hadist yang ada hubungannya
dengan masalah akidah.
2. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk
mewujudkan perbuatannya sendiri, disatu sisi memang positif sebab akan
memberikan motivasi untuk selalu berbuat baik. Akan tetapi disisi lain
sangat berbahaya karna positif akan mengecilkan peran Allah sebagai
khalik yang menguasai alam dan isisnya serta mempunyai kehendak yang
mutlak.
3. Adapun aliran Jabariah menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kekuatan untuk mewujudkan perbuatanya sendiri, karena semua telah
ditentukan oleh Allah baik dan buruknya. Paham semacam ini merupakan
cerminan pemikiran yang menunjukkan kekuasaan Allah atas makhluk-
Nya . akan tetapi, sangat berbahaya apabila hanya mengikuti paham-
paham ini secara membabi buta tanpa pemahaman yang jauh. Sebab
mereka meyakini bahwasannya nasip telah ditentukan Allah dan manusia
tidak akan kuasa untuk merubahnya.
4. Demikian juga paham aliran Murji’ah yang beranggapan bahwa hidup ini
yang menentukan seseorang muslim atau kafir adalah iman dalam hati,
lisan dan amal perbuatan tidaknmempengaruhi kemukminan seseorang.
Ajaran semacam ini sangatlah berbahaya sebab akan membawa pada
dekadensi moral, memperlemah ikatan-ikatan moral, dan masyarakat akan
bersifat permasif,menolelir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan
oleh seseorang.

14
C. SUMBER-SUMBER ILMU KALAM

Sumber utama ilmu kalam ialah Al-Qur’an dan Al-Hadist yang menerangkan
tentang wujudnya Allah Swt, sifat-sifat-Nya, dan persoalan akidah islam lainnya.
Ulama-ulama islam dengan tekun dan teliti memahani nash-nash yang bertalian
dengan akidah ini, menguraikan dan menganalisanya, dan masing-masing
golongan memperkuat pendapatnya dengan nash-nash tersebut.

Oleh karna itu, pembahasan ilmu kalam ini, selalu berdasarkan kepada dua
hal, yaitu dalil naqli (Al-Qur’an dab Al-Hadist) dan dalil-dalil ‘aqli (akal pikiran).
Tidaklah tepat kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu merupakan ilmu ke-islaman
yang murni, karena di antara pembahasan-pembahasan banyak yang berasal dari
luar islam, sekurang-kurangnya dalam metodenya. Tetapi juga tidak benar kalau
dikatakan bahwa ilmu kalam itu timbul dari fislsafat Yunani, sebab unsur-unsur
lainnya juga ada.

Yang benar ialah kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu bersumber pada Al-
Qur’an dan Al-Hadist,y ang perumusan-perumusan didorong oleh unsur-unsur
1
dari dalam dan dari luar.

Abdul Muin, M. Taib Thahir,ilmu kalam, jakarta,1966

15
BAB 3

PEMIKIRAN ILMU KALAM KHAWARIJ

A. Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij

Khawarij adalah aliran teologi islam yang pertama kali muncul. Menurut
Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahratni. Bahwa yang disebut khawarij adalah setiap
orang yang keluar dari imam hak dan telah disepakati oleh para jamaah. Baik ia
keluar pada masa sahabat Khulafa Rosyidin atau pada masa Tabi’in secara baik-
baik. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.

Pada tahun 656 Usman bin Affan terbunuh , kemudian Ali in Abi tholib
diangkat menjadi Kholifah, setelah Ali menduduki jabatan, Ali memecat para
Gubernur pada masa Usman, tidak lama setelah itu Ali menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah alasannya Ali tidak menghukumi
pembunuh Usman. Akhirnya dalam peperangann dua tokoh tersebut terbunuh dan
Aisyah dikembalikan ke Madinah. Kemudian pihak yag menentang Ali
Mu’awiyah bin Abi Sofyan yang mengakibatkan timbulnya perang yang disebut
dengan perang siffin, dari perang inilah yang mengakibatkan munculnya Aliran
Khawarij.

B. Sekte-sekte Khawarij

1) Al-Muhakkimah Al-ula

Mereka terdiri dari orang-orang yang pertama kali meninggalkan barisan Ali
bin Abin Tholib. Dibawah pimpinan Abdullah bin Kuwwa, ‘Itab bin A’war,
‘Abdullah bin Wahb al- Rasibi, ‘Urwah bin Jarir, Yazid bin Abi ‘Asim al-
Muharibi, Harqas bin Zuhair al-Bajli, mereka meninggalkan barin Ali bin Abi
Tholib menuju suatu tempat yang berada di dekat Kufah yakni sebuah
pegunungan yang bernama Harura’. Mereka terdiri dari sekitar dua belas ribu
orang.

16
2) Al-Azariqah

Mereka adalah pengikut Nafi’ bin Azraq al-Hanafi yang mendapat julukan
Abi Rashid. Diantara pmikirannya adalah :

a. Mereka mengkafirkan dan menganggap mushrik orang yang tidak


sepaham dengan ajaran mereka, tidak hijrah ke daerah mereka, dan
tidak mau memerangi Ali bin Abi Tholib
b. Ali bin Abi Tholib, Usman bin Affan, Talhah bin Khuwailid, Zubair bin
Awwam, A’ishah binti Abi bakar al-Siddiq, Abdullah bin al-Abbas
dianggap mereka adalah orang kafir.
c. Menggugurkan hukuman rajam bagi pezina
d. Menggugurkan hukuman bagi istri menuduh suami berzina
e. Memotong tangan pencuri

3) Al- Najdah

Mereka adalah pengikut Najdah bin Amiir al-Hanafi. Akar


permasalahannya terletak pada penolakan para pembelot terhadap pendapat Nafi’
bin Azraq mengenai orang yang tidak mau bergabung dengannya dan tidak
berhijrah ke daerah al-Azariqah, termasuk golongan kaum mushrik.

4) Al-Ajaridah

Mereka adalah pengikut Abdullah al-Karim al-Ajrad. Menurut al-


Baghdadi, Abdulah al-Karim adalah salah satu pengikut Atiyah bin Aswad al-
Hanafi, salah seorang yang telah memisahkkann diri dari Najdah dan pergi
meninggalkan yamamah menuju Sijistan.

5) Al-Tha’alibah

Mereka adalah pengikut Tha’labah bin Mishkan. sebenarnnya sekte ini


masih ada hubungannya dengan sekte Khawarij al-Ajaridah, karena Tha’labah bin
Mishkan berselisih paham dengan Abdullah al-Karim al-Ajrad mengenai hukum
tentang anak-anak, ia memisahkan diri darinya dan membentuk sekte baru.

17
6) Al-Baihasiyah

Mereka adalah pengikut Ibn Abi Baihas al-Haisam bin Jabir. Pada masa Al-
Walid menjadi Khalifah bani Umayah. Ia memerintahkan panglima perangnya Al-
Hajjaj, untuk menangkap Ibn Abi Baihas, namun Al-Hajjaj tidak berhasil
menangkapnya karena Ibn Abi Baihas melarikan diri ke Madinah. Al-Walid
memerintahkan Uthman bin Hayyan al-Muzani untuk menangkapnya. Usaha ini
berhasil menangkap Ibn Abi Baihas dan memenjarakannya. Tak lama kemudian,
Al-Walid memerintahkan kepada Uthman bin Hayyan al-Muzani untuk
memotong kaki, tangan lalu membunuhnya.

7) Al-Sufriyah

Mereka adalah pengikut Ziyad bin Asfar. Sekte ini dinisbatkan kepada
Ubaidah, salah seorang pengikut Al-Najdah yang membelot darinya dan
meninggalkan Yamamah, pergi ke Basrah. Ketika Al-Najdah mengirimkan
sepucuk surat untuk penduduk Basrah, Ubaidah bersama Abdullah bin Ibad
membaca surat Al-Najdah, dan Ubaidah memberikan komentar bahwa orang yang
berselisih paham dari sektenya adalah mushrik. Kedudukan mereka sama dengan
kedudukan musuh Nabi SAW. 2

C. Doktrin-Doktrin Kaum Khawarij

1) Doktrin Politik

a) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh uat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat islam.

2
Al-Baghdadi, Al-Farq bain al-Firaq
Al-Shahrastani, Al-Milal.

18
d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya, Utsman ra. Dianggap telah menyeleweng.
e) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.

2) Doktrin Teologi

a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut Muslim sehingga harus
dibunuh, yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa
seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh
muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban
harus dilenyapkan pula.
b) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.
c) Adanya wa’ad dan wa’id ( orang yang baik harus masuk surga sedangkan
orang yang jahat masuk neraka.

19
BAB 4

PEMIKIRAN ILMU KALAM MURJIAH

A. Pengertian Ilmu Kalam dan Al-Murji’ah

Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan,
dan pengharapan. Kata arja’a banyak mengandung arti member pengharapan, yaitu
kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT.
Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang
yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu ‘Ali dan Mu’awiyah,serta setiap
pasukannya pada hari kiamat kelak

Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain: ilmu ushuluddin,
ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi islam. Disebut Ilmu Ushuluddin karena ilmu ini
membahas pokok-pokok agama (ushuluddin); disebut ilmu tauhid karena ilmu ini
membahas keesaan Allah SWT. Didalamnya dikaji pula tentang asma’ (nama-nama) dan
af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan ja’iz, juga sifat yang wajib,
mustahil dan ja’iz bagi Rasul-Nya.

Ilmu tauhid sendiri sebenarnya membahas keesaan Allah SWT., dan hal-hal yang
berkitan dengan-Nya. Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi
argumentasi ilmu kalam lebih di konsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh sebab itu
sebagian teolog membedakan antara ilmu kalam dan ilmu tauhid. Menurut Harun
Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut
peristiwa pembunuhan Usman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas
ke khalifaan Ali bin Abi Thalib.

Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul
dalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah
keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam. Persoalan kalam telah
menimbulkan dua aliran teologi dalam islam yang saling bertentangan yaitu, (1) Aliran
Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti
keluar dari islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh; (2) Aliran Murji’ah yang

20
menegaskan bahwa orang yang bebuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun
soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah untuk mengampuni atau tidak
mengampuninya.

B. Asal-usul Kemunculan Murji’ah

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.


Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja dan arja dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik
sebagai kelompok politik maupun teologis, di perkirakan lahir bersamaan dengan
kemunculan syiah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.

Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atau sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij.Di bidang politik, doktrin irja
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu di
ekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai
the queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga
membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

Sebagai aliran teologi, kaum murji’ah ini mempunyai pendapat tentang akidah
yang secara umum dapat digolongkan kedalam pendapat yang moderat dan ekstrim.
Murji’ah yang moderat berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan
besarnya dosa yang ia lakukan, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni-nya,
sehingga mereka tidak akan masuk neraka sama sekali. Pada golongan murji’ah yang
moderat ini terdapat nama al-Hasan Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib, Abu
Hanifah , Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis. Menurut golongan ini bahwa orang Islam
yang berdosa besar masih tetap mukmin.

Adapun golongan Murji’ah ekstrim tokohnya adalah Jahm bin Safwan dan
pengikutnya disebut al-jahmia. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi
kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuhmanusia tetapi dalam
hati sanubari. Pandangan serupa ini muncul dari prinsip yang mereka anut yaitu bahwa

21
iman tempatnya di hati, ia tidak bertambah dan tidak berkurangkarena perbuatan apapun
dan amal tidak punya pengaruh apa-apa terhadap iman. Karena dalam pandangan
Murji’ah yang di pentingkan hanyalah iman, maka norma-norma akhlak dapat dianggap
kurang penting dan diabaikan.

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin
Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali
Bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt,
penggagasteori ini, menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah, pada
tahun 680, dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil.Sebagai respon dari keadaan ini,
muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment).

Gagasan ini pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi
Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam
surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui
Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada
konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubayr (seorang tokoh pembelot
ke Mekah ).”

Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan anatara Ali dan
Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atau usulan Amr bin ‘Ash, seorang kaki
tangan mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra.
Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu kubu Khawarij. Mereka
memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Quran dalam pengertian, tidak
bertahkim berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, Khawarij berpendapat bahwa
melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum kafir,sama seperti perbuatan dosa besar
lain, seperti zina,riba’, membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua,
serta memfitnah wanita baik-baik.

Sementara itu, Harun Nasution dan Abu Zahra membedakan Murji’ah menjadi
dua kelompok utama, yaitu Murji’ah moderat (Murji’ah sunnah) dan Murji’ah ekstrem
(Murji’ah Bid’ah). Iman menurut Abu Hanifah adalah iqrar dan tashdiq. Selanjutnya,
Abu Hanifah berpendapat bahwa seluruh umat islam sama dalam tauhid dan keimanan.
Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-rasulnya serta yang datang dari-Nya
secara keseluruhan, namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan tidak pula
berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah

22
Al-Hasan bin Muhummad bin’Ali bin Thalib, Abu Hanifah,Abu Yusuf, dan beberapa ahli
hadis.

C. Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah

Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt


merincinya sebagai berikut.

1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di


akhirat kelak.

2. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-
Rasyidun.

3. Pemberian harapan (giving if hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

4. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris


dari kalangan helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah Harun Nasution


menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:

a. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari
yang terlibat tahkim hingga kepada Allah pada hari kiamat kelak;

b. Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. atas orang muslim yang berdosa besar;

c. Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama daripada amal;

d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh


ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin


pokok ajaran murji’ah, yaitu:

a. iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Adapun amal
atau perbuatan bukan merupakan keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini,
seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan apa yang difardukan
kepadanya dan lakukan perbuatan-perbuatan dosa besar;

23
b. dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup menjauhkan diri dari syirik dan meninggal
dalam keadaan akidah tauhid.

D. SEKTE-SEKTE MURJI’AH

Terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat


mengklasifikasikan sekte-sekte murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah beberapa tokoh
aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetpi
tidak diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha dari
Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah.

Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan


sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:

Sementara itu, Muhammad Imarah (I. 1931) menyebutkan 12 sekte Murji’ah,


yaitu sebagai berikut:

a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Safwan.

b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy.

c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary.

d. Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus.

e. Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban.

f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy.

g. An-Najariyah, pengikut Al-Husain binMuhammad An-Najr.

h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.

i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.

j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Tawmy.

k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy.

24
l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijista

E. Tokoh-tokoh Aliran dalam Murji’ah

Pemimpin utama Madzhab murji’ah ialah Hasan ibn Bilal Al Muzni, Abu salat
As-Sammam dan Dirar ibn Umar. Dari segi politik, murji’ah sangat menguntungkan pada
khalifah, semasa Bani Umayyah karena dengan dogma mereka dapat mencegah
pemberontakan terhadap pemerintah

25
BAB 5

PEMIKIRAN ILMU KALAM JABARIYAH DAN QADARIYAH

A. Pemikiran Kalam Jabariyah


1. Pengertian Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama
Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah
al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah
Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan
menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah
manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).3
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang
menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap
perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia
tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki
kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran
manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.4
2. Asal-Usul Paham Jabariyah
Mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak ada
penjelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul
sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama
membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika

3
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, ( Bandung:Pustaka Setia, 2006 ), h. 63
4
Harun Nasution, Teologi Islam:Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:UI-Press,
1986), h. 31

26
berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.5 Adapaun tokoh yang
mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm
bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah
muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab.
Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi
yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara
yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi
tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya
rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi
panasnya musim serta keringnya udara.6
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian
masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan
disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya
mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan
mereka kepada paham fatalisme.7
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini,
dalam Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan
tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:

a. QS ash-Shaffat: 96
) 96 ( َ‫َوهللاُ َخلَقَ ُك ْم َو َمات َ ْعلَ ُم ْون‬
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu".
b. QS al-Anfal: 17

5
Tim, Enseklopedi Islam, “Jabariyah” (Jakarta:Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 239
6
Rosihan Anwar, op.cit., h.64
7
Harun Nasution, loc.cit.

27
َ‫ي ْال ُمؤْ ِمنِ ْين‬ َ ‫فَلَ ْم ت َ ْقتُلُ ْو ُه ْم َولَ ِك َّن هللاَ قَتَلَ ُه ْم َو َم‬
َ ‫ار َميْتَ ِإ ْذ َر َميْتَ َولَ ِك َّن هللاَ َر َمى َو ِليُ ْب ِل‬
) 17 ( ‫ع ِل ْي ٌم‬ َ ‫س ِم ْي ٌع‬ َ ‫ِم ْنهُ بَآل ًء َح‬
َ َ‫سنًا ِإ َّن هللا‬
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan
kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka)
dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”
c. QS al-Insan: 30
َ َ‫َو َماتَشَا ُء ْونَ إِ ََّّل أ َ ْن يَّشَا َءهللاُ إِ َّن هللاَ َكان‬
) 30 ( ‫ع ِل ْي ًما َح ِك ْي ًما‬
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.”
d. QS al-Hadid: 22
‫ب ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن‬
ٍ ‫ض َو ََل فِى أ َ ْنفُ ِس ُك ْم إِ ََّلفِى ِكت َا‬
ِ ‫ص ْي َب ٍة فِى ْاْل َ ْر‬ َ َ ‫َمآأ‬
ِ ‫صا َبكَ ِم ْن ُم‬
) 22 ( ‫ع َلى هللاِ َي ِسي ٌْر‬ َ َ‫نَّب َْرأَهَا ِإ َّن ذَلِك‬
“Setiap bencana yang menimpa dibumi dan yang menimpa
dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab ( lauh mahfuz )
sebelum kami mewujudkannya.Sungguh,yang demikian itu mudah
bagi Allah.”

Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga


dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:

a. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang


bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka
untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari
kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang

28
pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah
menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah
sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu
Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu:
hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar
Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu
bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi
dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai
balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan
Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan
didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah
paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan
ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak
ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada
masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.8
Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul
dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah
pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya
pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi
bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.9
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat
dibedakan kedalam dua factor, yaitu factor yang berasal dari pemahaman
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang
mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu
adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan
aliran ini.

8
Rosihan Anwar, op.cit., h.64-65
9
Ibid., h.65

29
3. Pokok-Pokok Ajaran
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
a. Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin
Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm
tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan
pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan,
meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan
nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman
dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati,
dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum
Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai
keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan
melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di
akherat kelak.10
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari
Jabariyah adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru
dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai
sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.11
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan
bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan
kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas
sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan
perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak
Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia
dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.

10
Rosihan Anwar, op.cit., h.67-68
11
Ibid., h.68

30
b. Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan
menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi
manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang
yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta
perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan
tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin
Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan
segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah
moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan
indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.12
B. Pemikiran Kalam Qadariyah
1. Pengertian Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab,
yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara
termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun
Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar
Tuhan.13

12
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah:Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam Dan Pemikiran,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1996), h. 75
13
Rosihan Anwar, op.cit., h.70; Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah
Pemikiran Islam, (Banjarmasin:Antansari Press, 2008), h. 68

31
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr.
Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka
yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan
buruk.14
2. Asal-Usul Paham Qadariyah
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti
dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad
Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-
Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.15
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen,
kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya
adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah
dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun
700M.16
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai
isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran
Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan
pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat
dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam
perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam
Muktazilah17.

14
Hadariansyah, loc.cit.
15
Ibid.
16
Rosihan Anwar, op.cit., h. 71
17
Yusran Asmuni, op.cit., h.74

32
3. Pokok-Pokok Ajaran
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran
Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya.
Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan
kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau
menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya,
dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.18
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala
atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa
dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan
pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas,
orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan
tindakannya.19
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan
konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu
paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib
yang telah ditentukan sejak dirinya didalam kandungan. Dengan
demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam
semesta beserta seluruh isinya, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran
adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang
tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat

18
Harun Nasution, op.cit., h. 31
19
Rosihan Anwar, op.cit., h.73

33
lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh
Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di
lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti
gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk
menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka
gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan
mendukung paham itu :

) 11 ( ....... ‫إِ َّن هللاَ ََليُغَيِ ُر َمابِقَ ْو ٍم َحتَّى يُغَيِ ُر ْوا َمابِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬......
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan
mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)

َ َ‫سهُ ث ُ َّم يَ ْست َ ْغ ِف ِرهللاَ يَ ِج ِد هللا‬


) 110 ( ‫غفُ ْو ًرا َّر ِح ْي ًما‬ ْ َ‫س ْو ًءا أ َ ْوي‬
َ ‫ظ ِل ْم نَ ْف‬ ُ ‫َو َم ْن يَّ ْع َم ْل‬
“Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan
mendapatkan Allah Maha Pengampun ,Maha Penyayang”.

C. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN QADARIYAH DAN JABARIYAH


Perbedaan antara kedua aliran Jabariyah dan Qadariyah adalah: aliran
Jabariyah ini berpendapat bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Segala perbuatan manusia bukan merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan
atas dirinya.
Sedangkan aliran Qadariyah yang percaya bahwa segala tindakan manusia
tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, Ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan

34
untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat buruk
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya.
Adapun persamaannya, Qadariyah dan Jabariyah ini adalah sama-sama
aliran kepercayaan (teologi) sesuai dengan konteks-politik yang terjadi.

35
BAB 6

PEMIKIRAN ILMU KALAM MUTA’ZILAH

A. Pengertian Mu’tazilah

Mu’tazilah berasal dari kata kerja i’tazala-ya’taziluyang bearti “berpisah,


memisahkan diri, menjauhi, mengesolasi dan memecat”(Ibrahim Anis, dkk,
tt:599). Kata Mu’tazilah bearti kelompok orang yag memisahkan diri. Sesuai
dengan arti ini, maka orang-orang yang memisahkan diri dari suatu kelompok atau
dari suatu jama’ah dapat disebut mu’tazilah atau mu’tazili. Mu’tazilah adalah
segala golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis. Mereka banyak memakai akala sehingga mereka
mendapat ama “ kaum Rasioalis Islam”

B. Sejarah Mu’tazilah

Dalam sejarah keislaman, paling tidak pernah muncul dua kali kelompok
yag dieal denga mu’tazilah. Kelompok mu’tazilah pertama muncul pada masa Ali
Ibn Abi Thalib dan Mu’awiyah 35-41 H. Disebut mu’tazilah karena mereka
menghindarka diri dari pertikaiann politik pada masa itu, guna menekuni bidang
keilmuan atau beribadah di masjid atau rumah mereka (Muhammad Abu Zahrah
,tt:138).kelompok Mu’tazilah pertama ini sangat bercorak politis.

Sedangkan kelompok Mu’tazilah kedua lahir sebagai reaksi terhadap


pertentaga teologis Dalam kajian teologi, penggunaan terminologi Mu’tazilah
tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai posisi pelaku dosa besar.

Al-Syahrastani menjelaska asal penamaan mu’tazilah,mengaitkan dengan


peristiwa yang terjadi antara Washil bin Atha’ dengan Hasan al-Bashri. Washil
selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di masjid
Bashrah. Tentang pelaku dosa besar, Washil mengeluarkan pendapatnya dengan
menyatakan bahwa posisi di antara keduanya, yaitu tidak mukmin dan tidak kafir.

36
Washil menjauhkan diri dari Hasan al-Bashri dan Hasan al-Bashri menyatakan :
I’tazala ‘anna Washil (Washil telah menjauhkan diri dari kita). Oleh karena itu
Washil dan teman-temannya dinamakan kaum Mu’tazilah

Di samping nama “mu’tazilah “ dikenal dengan nama al-‘adhiyah


(golongan yang mempertahankan keadilan dan kebijakan Tuhan), al-muwahhidah
(golongan yang mempertahanka keesaan murni Tuhan melalui peafian sifat-sifat
yang melekat kepada-Nya) atau ahl al-tauhid wa al’-adl

Ajaran-ajaran Mu’tazilah medapat dukung dan penganut dari penguasa


dari Bani Umayah, seperti Khalifah Jarid binWalid (125-126H)20

Sedangkan dari Bani Abbasiyah khalifah-khalifah yang mendukungnya,


yaitu:

a. Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid(198-218 H).


b. Khalifah al-Mu’tashim bin Harun al-Rasyid (218-227 H).
c. Al-Watsiq bin al-Mu’tashim (227-232 H).

Dari dukungan dan simpati keempat khalifah tersebut, maka paham-paham


Mu’tazilah menjad tersebar luas. Ulama-ulamanya yang terkenal yaitu:

a. Utsman al-Jahiz (w. 255 H), mengarang kitab al-Hiwan.


b. Syarif Radhi (w. 406 H), mengarang kitab Majaz Al-Qur’an.
c. Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadhil Qudhot, mengarang
kitab Syarah Ushul al-Khamsah.
d. Zamakhsyari (w. 528 H), mengarang kitab Tafsir al-Kasysyaf.
C. Latar Belakang kemunculan Mu’tazilah

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang bearti “berpisah”
atau “memisahkan diri”, yang berarti juga ”menjauh” atau “menjauhkan
diri.”21 Secara teknis, istilah Mu’tazilah dapat menunjuk pada dua golongan.
Golongan pertama (selanjutya disebut Mu’tazilah I)muncul sebagai respons

20
80 Ahmad Amin, Dhuha,juz II, hlm22.
21
Luis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah, Cet. X, Darul kitab Al-Arabi,Beirut,t.t., hlm.207.

37
politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik,khususnya
dalam arti sikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara Ali bin Abi
Thalib dan lawan-lawanya, terutama Mu’awiyah,Aisyah, dan Abdullah bin
Zubair. Menurut penulis, golongan yang netral politik masa inilah yang
sesungguhnya disebut dengan kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhka diri
dari pertikaian masalah khalifah.

Kelompok yang menjauhkan diri ini bersifat netral politik tanpa stigma
terologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari22.

Golongan kedua (selajutnya disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respons


persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah karena
peristiwa tahkim.

Versi lain yang dikemukaka oleh Al-Baghdadi (w. 409 H) menyatakan


bahwa Washil dan temannya,’Amr bin ‘Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al-
Basri dari majelis karena ada pertikaian di antara mereka tentang masalah qadar
dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhka diri dari Hasan Al-Basri dan
berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu mukmin dan tidak kafir.
Oleh karena itu, golongan itu dinamaka Mu’tazilah23

Teori baru yang dikemukakan oleh Ahmad Amin (1886-1954 M)


menerangkan bahwa nama Mu’tazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa
Washil dan Hasan al-Basri, dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi di
antara dua posisi. Nama Mu’tazilah diberikan kepada golongan orang-orang yang
tidak mau intervensi dalam pertikaian politik yag terjadi pada zaman Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ia menjumpai pertikaian disana yaitu, satu
golongan mengikuti pertikaian itu, sedangkan golongan lain menjauhkan diri ke
Kharbita(i’tazalat ila kharbita). Oleh karena itu dalam surat yang dikirimya
kepada Ali bin Abi Thalib,Qais menamakan golongan yang menjauhkan diri itu

22
Nurcholish Madjid,Islam doktrin dan peradaban,Cet. II, Yayasan Wakaf
Paramadina,Jakarta,1995,hlm. 17
23
Abu Manshur Al-Baghdadi,AL-Firaq Bain Al-fIraq,Maktabah Subeih,Kairo,hlm. 20 dan 21

38
dengan Mu’tazilin sedangkan Abu Al-Fida’ (1273-1331 M) menamakan
Mu’tazilah24

Dengan demikian, kata i’tazala dan Mu’tazilah telah digunakan kira-kira


seratus tahun sebelum peristiwa Washil dengan Hasan Al-Basri,yaitu dalam arti
golongan yang tidak tahu mau ikut campur dalam pertikaian politik yang terjadi
pada zamannya25.

Golongan Mu’tazilah dikenal juga dengan nama-nama lain, seperti ahl al-
adl yang bearti golongan yang mempertahankan keadilan tuhan dan ahl at –
tawhid wa al-‘adl yang bearti golonga yang mempertahakan keesaa murnidan
keadilan Tuhan.26

D. Suasana lahirnya Mu’tazilah

Sejak islam meluas, banyaklah bangsa-bangsa yag masuk islam untuk


hidup di bawah naungannya. Akan tetapi tidak semuanya memeluk dengan segala
keikhlasan. Ketidak ikhlasan ini terutama dimulai sejak zaman Muawiyah, karena
mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa Arab sendiri. Tindakan
ini menimbulkan kebencian pada bangsa Arab dan keinginan menghancurkan
islam dari dalam sumber keagungan dan kekuatan mereka.

Di antara musuh-musuh Islam dari dalam ialah golongan Rfidah, yaitu


golongan Syi’ah ekstrim yang banyak mempuyai unsur-unsur kepercayaan yang
jauh sekali dari ajaran islam, seperti kepercayaan agama Mani dan golongan
skeptik yang pada waktu itu tersebar luas di kota-kota Kufah dan Basrah,juga
golongan tasawuf inkarnasi termasuk musuh islam.

Dalam keadaan demikian itu muncullah golongan Mu’tazilah yang


berkembang dengan pesatnya sehingga mempunyai sistem/metode dan pendapat-
pendapatnya sendiri. Meskipun banyak golongan-golongan yang ditentang

24
Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, An-Nahdah,Kairo,1965,hlm.290
25
Harun Nasution, Teologi islam, aliran-aliran sejarah,analisa perbandingan , UI
Press,Jakarta,1986
26
Asution,op.cit., hlm.42.

39
Mu’tazilah namun mereka sendiri sering-sering terpengaruh oleh selalu bekerja,
baik terhadap lawan maupun kawan,baik menerima atau membantah bahkan
sering-sering masuk kepada lawannya tanpa dikehendaki atau disengaja.

Golongan-golongan yang mempengaruhi alira Mu’tazilah antara lain


orang-orang Yahudi (misalnya dalam soal baharunya Quran) dan orang-orang
Masehi,seperti Saint John of Damascus (676-749 M) yang terkenal dengan nama
Ibnu Sarjun, Sabit bin Qurrah (836-901 M) murid John tersebut dan Kusto bin
Lucas (820-912 M).

E. Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah

Kelima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam Al-Ushul Al-


Khamsah adalah At-Tauhid (pengesanaan Tuhan), Al-Adl (keadilan Tuhan), Al-
Wa’d wa Al-Wa’id (janji dan ancaman Tuhan), Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain
(Posisi di antara dua posisi), dan Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy ‘an Al-
Munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran).

1. At-Tauhid

At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti sari ajaran
Mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin
ini. Akan tetapi, bagi Mu’tazilah tauhid memiliki arti yang spesifik. Oleh karena
itu, hanya Dia-lah yang qadim. Apabila ada yang qadim lebih dari satu, telah
terjadi ta’addud al-qusama’(berbilangnya dzat yang tidak berpermulaan)27

Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tanzih),Mu’tazilahmenolak konsep


Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan
(antropomorfisme/tajassum), dan tuhan dapat dilihat dengan mata kepala.
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada satu pun yang
menyerupai-Nya. Dia Maha Melihat,Mendengar,Kuasa,Mengetahui,dan
sebagainya. Akan tetapi, mendengar, kuasa, mengetahui,dan sebagainya itu bukan

27
Abd. Al-Jaddar bin Ahmad, Syarh Al-Ushul Al-Khamsah, Maktab Wahbab, Kairo,
1965,hlm.196

40
sifat, melainkan dzat-Nya. Menurut mereka, sifat adalah sesuatu yang melekat.
Apabila sifat Tuhan yang qadim, ada dua yang qadim, yaitu dzat dan sifat-Nya.
Washil bin Atha’ seperti dikutip oleh Asy-Syahrastani berkata,”siapa yang
mengatakan sifat yang qadim bearti telah menduakan Tuhan.”28 Ini tidak dapat
diterima karena merupakan perbuatan syirik.

Apa yang bisa disebut sebagai sifat menurt Mu’tazilah adlah dzat Tuhan.
Abu Al-Hudzail (w.89 H)29 pernah berkata,” Tuhan mengetahui dengan ilmu dan
ilmu adalah Tuhan, berkuasa dengan kekuasaan dan kuasaan Tuhan adalah
Tuhan30, dengan demikian , pengetahuan dan kekuasaan Tuhan adalah Tuhan,
yaitu dzat dan esensi Tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat-Nya.

Mu’tazilah berpendapat bahwa Al-Quran itu baru (diciptakan); Al-Quran


adalah manifestasi dalam kalam Tuhan;Al-Quran terditi atas rangkaian huruf,
kata, dan bahasa yang antara satu mendahului yang lainnya.

Harun Nasution mencatat ada sedikit perbedaan antara Al-jubba’i (w.321


H/933 M)31 dan Abu Hasyim32 atas pertanyaan,’Tuhan mengetahui dengan esensi-
Nya.” Menurut Jubba’i, arti pernyataan tersebut adalah untuk mengetahui, Tuhan
tidak berhajat pada sifat dalm bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui.
Menurut Abu Hasyim, Tuhan memiliki keadaan mengetahui. Meskipun demikian,
mereka sepakat bahwa tidak memiliki sifat33

Terlepas dari adanya anggapan bahwa Abu Al-Hudzail mengambil konsep


nafy ash-shifat (peniadaan sifat allah) dari pendapat Aristoteles34,agaknya
beralasan apabila para pendiri mazhab ini lebih berbangga dengan sebutan ahl-

28
Abi Alfath Muhammda Abd Al-Karim Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al Fikr,
Beirut, t.t., hlm. 46
29
Abdul Huzail Al-Allaf (135-226 H) adalah Maula Abd. Al-Qais, seorang tokoh Mu’tazilah
aliran Basrah.
30
Syahrastani,op. Cit., hlm. 49.
31
Abu Muhammad bin Abd Al-Wahhab Al-Jubbai wafat 195 H.
32
Abu Hasyim Abd. As-Salam adalah anak Jubba’i yang wafat tahun 321 H. Keduanya tokoh
Mu’tazilah Aliran Barah
33
Nasution,op.cit., hlm. 135-136.
34
Imam Abi Al-Hasan Al-Asy’ari, Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf Al-Muhshalin, Maktabah,Al-
Bahdad Al-Misriyah,Kairo, 1969, hlm. 178

41
adli wa at-tauhid(pengikut paham keadilan dan keesaan Tuhan). Ini terlihat dari
upaya keras mereka untuk mengesakan Allah dan menempatkan-Nya benar-benar
adil.

Doktrin tauhid Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidka ada satu
pun yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pula sebaliknya, Tuhan tidak serupa
dengan makhlluk-Nya. Mahasuci Tuhan dari penyerupaan dengan yang
diciptakan-Nya. Tegasnya,Mu’tazilah menolak antromorfisme.35

Penolakan terhadap paham antroporfisme bukan atas pertimbangan akal,


melainkan memiliki rujukan yang sangat kuat di dalam Al-Quran. Mereka
berangkat dari pernyataan Al-Quran yang berbunyi :

Tidak dapat dimungkiri bahwa Mu’tazilah – sebagaiman aliran lain – telah


terkena pengaruh filsafat Yunani. Akan tertapi, hal itu tidak menjadikannya
sebagai pengikut buta Hellenisme. Usaha keras mereka yang telah menghabiskan
waktu dan energi telah membuahkan hasil. Dengan didorong oleh semangat
keagamaan yang kuat, pemikiran Hellenistik yang telah mereka pelajari
dijadikannya senjata mematikan terhadap serangan para penentangnya, yaitu para
muhadditsin,rafidhah, dan berbagai aliran keagamaan India36

Untuk menegaskan penilaianya terhadap antropomorfisme, Mu’tazilah


memberi takwil terhadap ayat-ayata yang secara lahir menggambarkan kejisiman
Tuhan yaitu, dengan cara memalingkan arti kata-kata tersebut ke arti lain
sehungga hilang kejisiman Tuhan. Tentu, pemindahan arti ini tidak dilakukan
dengan semena-mena, tetapi merujuk pada konteks kebahasaan yang lazim
digunakan dalam bahasa Arab. Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.

35
Al-Jaddar,op.cit., hlm. 217
36
W. Montgomory Watt,Early Islam, Edinburgh University Press , Edinburgh, 1990, hlm. 86; M.
Th. Houtsma,et.al., First Encyclopedia of Islam, jilid VI, E.J. Brill,Leiden, hlm. 791

42
Misalnya, kata tangan(Q.S. Shad [38]: 75) diartikan kekuaaan dan pada konteks
yang lain tangan (Q.S.Al-Ma’idah [5]:64) dapat diartikan nikmat. Kata wajah (
Q.S. Ar-Rahman [55]:27) diartikan esensi dan dzat, sedangkan al-arsy (Q.S.
Thaha [20]:5) diartikan kekuasaan.37

Penolakan Mu’tazilah terhadap pendapat bahwa Tuhan dapat dilihat oleh


mata kepala merupakan konsekuensi logis dari penolakannya terhadap
antropormofisme. Tuhan adalah immateri, tidak tersusun dari unsur, tidak terikat
oleh ruang dan waktu, dan tidak berbentuk. Yang dapat dilihat hanyalah yang
berbentuk dan memiliki ruang. Andai Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di
akhirat, tentu didunia pun dapat dilihat oleh mata kepala.38 Oleh karena itu kata
melihat (Q.S. Al-Qiyamah [75]:22-23) ditakwilkan dengan mengetahui (know).39

2. Al-Adl

Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl yang bearti Tuhan yang
bearti Tuhan Maha adil. Adil adalah suatu atribut yang paling jelas untuk
menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan Maha sempurna sudah pasti Dia adil.
Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar menurut sudut
pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-
shalah) dan terbaik (al-ashlalh), dan bukan yang tidak baik. Begitu pula tuhan itu
apabila tidak melanggar janji-Nya.40

Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal, antara lain
sebagai berikut.

37
Al-jaddar,op.cit., hlm. 227
38
Ibid.., hlm. 253
39
Watt,op.cit.,hlm. 87
40
Al-Jaddar,op. cit., hlm. 132

43
a. Perbuatan manusia

Manusia menurut Mu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya


sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung
maupun tidak. 41

F. Berbuat baik dan terbaik

Dalam istilah Arab, berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah wa al-
ashlah. Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat berbuat baik, bahkan
terbaik bagi manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan
menimbulkan kesan bahwa Tuhan penjahat dan penganiaya., sesuatu yang tidak
layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jaht kepada seseorang dan berbuat baik
kepada orang lain bearti ia tidak adil. Dengan sendirinya, Tuhan juga tidak Maha
Sempurna.42 Bahkan, menurut An-Nazzam, salah satu tokoh Mu’tazilah, Tuhan
tidak dapat berbuat jahat.43 Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan,
kemurahan, dan kepengasihan Tuhan, yaitu sifat-sifat yang layak bagi-Nya.
Artinya, apabila Tuhan tidak bertindak seperti itu, bearti ia tidak bijaksana,pelit,an
kasar/kejam.

G. Mengutus Rasul

Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena


alasan-alasan berikut ini.

1) Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud,
kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka.
2) Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan
belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara [26]:29). Cara yang terbaik
untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan Rasul.

41
Mahmud Mazru’ah, Tarikh Al-Firaq Al-Islamiyah,Dar Al-Manar,Kairo, 1991, hlm. 122.
42
Mazru’ah, op.citi., hlm. 128.
43
Asy-Syahrastani,po.cit., hlm. 54.

44
3) Tujuan diciptakannya manusia untuk beribadah kepada-Nya. Agar tujuan
tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus Rasul.44
3. Al-Wa’d wa Al-Wa’id

Ajaran ketiga ini sangat erat berhubungan dengan ajaran kedua di atas. Al-
Wa’d wa Al-Wa’id bearti janji dan ancaman. Tuhan yang Maha adil dan Maha
bijaksana, demikian kata Mu’tazilah, tidak akan melanggar janji-Nya. Perbuatan
Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya. Janji Tuhan untuk memberi pahala
masuk surga bagi yang berbaut baik (al-muthi’) dan mengancam dengan siksa
neraka atas rang yang durhaka (al-‘ashi)cpasti terjadi, begitu pula janjii Tuhan
untuk memberi pengampunan pada orang yang bertobat nasuha pasti benar
adanya.45

4. Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain

Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mu’tazilah.


Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukna dosa
besar. Seperti kafir, bahkan musyrik. Menurut murji’ah, orang itu tetap mukmin
dan dosanya diserahkan kepada Tuhan. Mungkin dosa tersebut diampuni Tuhan.
Pendapat Washil bin Atha’ (pendiri mazhab Mu’tazilah0 lain lagi. Orang tersebut
berada diantara dua posisi (al-manzilah bain al-manzilatain). Karena ajaran
inilah, Washil bin Atha’ dan ‘Amr bin Ubaid harus memisahkan diri (i’tazal) dari
majelis gurunya, Hasan Aln-Bisri. Berawal dari ajaran itulah dia membangun
mazhabnya.

Pokok ajaran ini adalh mukmin yang melakukan dosa besar dan meninggal
sebelum bertobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasiq. Mnegomentari
pedapat tersebut, Izutsu menjelaskna bahwa sikap Mu’tazilah adaah
membolehkan hubungan pernikahan dan warisan antara mukmin pelaku dosa
besar dab mukmin lain dan dihalalkannya binatang sembelihannya.46

44
Ibid., hlm. 130-131.
45
Ibid., hlm. 138-139.
46
Ibid., hlm. 53.

45
5. Al-Amr bin Al-Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar

Ajaran kelima adalah menyuruh kebijakan dan melarang kemunkaran (al-


amr bin al-ma’ruf wa an-nahy’an al-munkar). Ajaran ini menekankan
keberpihakan pada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari
keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan
baik, di antaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari
kejahatan.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar
ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang diperjelaskan oelh salah seorang tokohnya, Abd
Al-jaddar (w.1024), yaitu:

(1) Ia mengetahui perbuataan yang disuruh itu ma’ruf dan yang dilarang itu munkar;
(2) Ia mengetahui bahwa kemungkinan telah dilakukanorang;
(3) Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf atau nahi munkar tidak akan
membawa madharat yang lebih besar;
(4) Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan
membahayakan diri dan hartanya.47

Al-amr bi al-ma’ruf wa an-nahy’an al-munkar bukan monopoli konsep


Mu’tazilah. Frase tersebut sering digunakan di dalam Al-Quran. Arti asala al-
ma’ruf adlah yang telah diakui dan diterima oleh masyarakat, karena yang
diterima dan diakui Allah.48 Adapun al-munkar adalah sebaliknya, yaiu sesuatu
yang tidak dikenal, tidak diterima, atau buruk. Frase tersebut bearti seruang untuk
berbuat sesuatu yang muncul dari dan sesuai dengan keyakinan yang sebenar-
benarnya serta menahan diri dengan mencegah timbulnya perbuatan yang
bertentangan dengan norma Tuhan. 49

Perbedaaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran


kelima ini terletak pda tatanan pelaksanaannya. Menurut Mu’tazilah, jika memang

47
Al-Jaddar,op.cit., hlm. 142-143
48
Izutsu,op.cit., hlm. 257-258
49
Ibid., hlm. 259-260.

46
diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Lalu,
sejarah telah mencatat kekerasan yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan
ajaran-ajarannya.50

H. Konsep Pemikiran Kalam Aliran Mu’tazilah

1. Ketauhidan
Mu’tazilah menafikan dan meniadakan Allah Ta’ala itu bersifat
dengan sifat-sifat yang azali dari ilmu, qudrat, hayat dan sebagainya
sebagai dzat-Nya.
2. Dosa Besar
Orang Islam yang mengerjakan dosa besar, yang sampai matinya
belum taubat, orang tersebut dihukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin,
tetapi diantara keduanya itu. Mereka itu dinamakan orang ”fasiq”.
3. Qadar
Mereka berpendapat : Bukanlah Allah yang menjadikan segala
perbuatan makhluk, tetapi makhluk itu sendirilah yang menjadikan dan
menggerakkan segala perbuatannya. Oleh karena itulah, mereka diberi dosa
dan pahala.
I. Kedudukan Akal
Sepanjang sejarah telah diketahui bahwa kaum Mu’tazilah membentuk
madzhabnya lebih mengutamakan akal, bukan mengutamakan Al Qur’an dan
Hadist.

J. Kelompok – kelompok Mu’tazilah


Mu’tazilah berdasarkan versi mereka, terbagi menjadi dua kelompok besar
:
1. Mu’tazilah Ekstrim
Yaitu, mu’tazilah yang memeaksakan faham mereka kepada orang
lain. Meskipun mayoritas kaum mu’tazilah bersikap moderat tapi ada juga

50
Nasution,op.cit.,hlm. 56.

47
yang ekstrim. Golongan ini lahir pada masa keemasan mu’tazilah, yaitu
mereka menyalahgunakan kekuasaan Al-Ma’mun.
Golongan ini adalah yang menjunjung tinggi dasar kelima. Golongan ini dikenal
dengan nama Waidiyah (pengancam). Dalam melaksanakan dasar yang kelima ini
mereka tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan.

2. Mu’tazilah Moderat.

Mayoritas kaum mu’tazilah adalah moderat, hal inilah salah satu yang
membedakannya dengan Syi’ah maupun khawarij. Sikap moderat ini pulalah yang
menjadi salah satu kunci kelanggengan aliran ini selama kurang lebih tiga abad
lamanya.

K. Tokoh-Tokoh Mu’tazilah dan Pemikirannya.


1. Wasil bin Atha’
Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka
dasar ajaran Muktazilah. Adatiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu
paham al-manzilah bain al-manzilatain, paham Kadariyah (yang
diambilnya dari Ma’bad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan
paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian
menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain
dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf
Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin
Atha, mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di kota Bashrah. Lewat
sekolah ini, pemikiran Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini
menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek pemikiran dan
hukum Islam. Aliran teologis ini pernah berjaya pada masa Khalifah Al-
Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu’tazilah sempat menjadi madzhab resmi
negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan dominasi

48
mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng
madzhab rasionalisme dalam Islam ini.
3. Abu Huzail al-Allaf
Adalah seorang filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah
yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Muktazilah
yang bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai pengertian
nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan
pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-
Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya
adalah Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail
untuk menghindari adanya yang kadim selain Tuhan karena kalau
dikatakan ada sifat (dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat Tuhan),
berarti sifat-Nya itu kadim. Ini akan membawa kepada kemusyrikan.
Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan menganugerahkan akal kepada
manusia agar digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk,
manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan
yang buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada pengetahuan
tentang adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada
Tuhan. Selain itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salãh wa al-
aslah.
4. Al-Jubba’i
Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran
Asy’ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah
SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat
Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau
dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia
berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan
sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua
kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui
akalnya (wãjibah ‘aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui
ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wãjibah syar’iah).

49
5. An-Nazza
An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai
keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk
berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-
Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat
zalim kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu
bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan
zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna,
sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga
mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya,
mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya
bahasa) dan balāgah (retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan
tentang kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang
tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar. Karena itu, kalam adalah
sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim.

50
BAB 7

PEMIKIRAN ILMU KALAM SYI’AH

A. SYI’AH SAB’IAH
1. Pengertian Dan Asal – Usul Syi’ah Sab’iah

Istilah Syi’ah Sab’iah “Syi’ah Tujuh” dianalogikan dengan syi’ah itsna


Syariah.Isitilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah yang ini hanya
mengakui 7 imam.Tuju imam itu ialah “Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin,
Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash –Shadiq, Dan Ismail Bin Ja’far. Karena
dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail Bin Ja’far Ash-Shadiq, Syi’ah Sab’iah
diebut juga Syi’ah.. Ismailiyah.Berbeda dengan Syi’ah Sab’iah, Syi’ah Itsna
‘Asyariah membatalkan Ismail Bin Ja’far sebagai imam ketujuh karena disamping
Ismail berkebiasaan tidak terpuji juga Karena dia wafat (143 H / 760 M)
Mendahului ayahnya Ja’far (w. 765).Sebagai gantinya adalah Musa Al-Kadzim,
adik Ismail.51

Syi’ah Sabiah adalah mengakui tujuh iman itu ialah Ali, Hasan, Husein, Ali
Zainal Abidin, Muhammad Al Baqir, Jafar Ash Shadiq, dan Ismail bin Jafar.
Karna dinisbatkan pada imam ke 7.

2. SYARAT – SYARAT SEORANG IMAM DALAM PANDANGAN


SYI’AH SAB’IAH
a) Imam harus dari keturunan ‘Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah
yang kemudian dikenalkan dengan ahlul-bait.
b) Berbeda dengan aliran Kaisaniah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi,
mempropagandakan bahwa keimaman harus dari keturunan ‘Ali melalui
pernikahannya dengan seorang wanita dari Bani Hanifah dan mempunyai
anak yang bernama Muhammad Bin Al-Hanafiyah.

51
A Nurdin, Sejara Pemikiran Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 53

51
c) Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi’ah Sab’iah meyakini
bahwa setelah Nabi wafat, ‘Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan
khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi keimaman menurut
doktrin dan tradisi Syi’ah harus berdasarkan Nash oleh Imam terdahulu.
d) Keimaman jatuh kepada anak tertua. Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa
seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (heredity)
dan seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, ayahnya yang menjadi
imam menunjuk anaknya yang paling tua.
e) Imam harus maksum (immunity from sin an error). Sebagaimana sekte
Syi’ah lainnya, Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa seorang imam harus
terjaga dari salah satu dosa. Bahkan, lebih dari itu, Syi’ah Sab’iah
berpendapat bahwa jika imam melakukan perbuatan salah, perbuatan itu
tidak salah, Keharusan maksum bagi imam dapat ditelusuri dengan
pendekatan sejarah. Pada sejarah Iran pra-islam terdapat ajaran yang
menyatakan bahwa raja merupakan keturunan Tuhan; atau seorang araja
adalah penguasa yang mendapatkan tetesan ilahi (devine grace) dan
dalam bahasa Persia adalah farr-I izadi. Oleh karena itu, seorang raja
harus maksum.52
B. SYIAH ITSNA ‘ASYARIAH (Syi’ah Dua Belas / Syi’ah Imamiah)
1. Asal – Usul Penyebutan Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Dinamakan Syi’ah Imamiah karena yang menjadi dasar akidahnya
persoalan imam yang dalam arti pemimpin Religio-politik, yaitu bahwa ‘Ali
berhak menjadi khalifah bukan hanya kecakapannya atau kemuliaan
akhlaknya, tetapi juga karna ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi
khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Ide tentang ha kali
dan keturunanya untuk menduduki jabatan khalifah telah ada sejak Nabi
wafat, yaitu dalam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa ‘Idah”.

Syi’ah Istna Asyariah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi
Muhammad seperti yang ditunjukkan nas. Adapun Al-ausiya (penerima

52
Ibid, hal. 55

52
wasiat) setelah Ali Bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah,
yaitu Hasan Bin Ali kemudian Husen Bin Ali sebagaimana yang disepakati.
Setelah Husen adalah Ali Zainal Abidin, kemudian secara berturut – turut;
Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-Kahzim, Ali
Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad. Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan
terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua belas. Demikian,
karena berbaiat dibawah imamah dua belas imam, mereka di kenal dengan
sebutan syi’ah itsna asyariah (itsna asyariah.53

2. Doktrin – Doktrin Syi’ah Itsna ‘Asyariah


a) Tauhid (the devine unity)
Tuhan adalah Esa, baik esensi maupun eksistensi-Nya.Keesaan
Tuhan adalah mutlak.Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah
qadim, maksudnya Tuhan bereksistensi sebelum ada ruang dan
waktu.Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Mahata, Maha
Mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar, dan bebas
berkhendak. Keesaan Tuhan tidak murrakab (tersusun). Tuhsn tidak
membutuhkan sesuatu, ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya.
Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
b) Keadilan (the devine justice)
Tuhan menciptakan kebaikan dialam semesta merupakan keadilan ia
tidak perna menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena
ketidakadilan dan kezaliman terhadap orang lain merupakan tanda
kebodohan dan ketidakmampuan. Semesta Tuhan adalah Mahatahu dan
Mahakuasa.Segala macam keburukan dan ketidakmampuan adalah jauh
dari Keabsolutan dan kehendak Tuhan.
Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui benar
dan slah melalui perasaan. Manusia dapat menggunakan penglihatan,
pendengar, dan indra lainya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan
baik maupun perbuatan buruk. Jadi, manusia dapat memanfaatkan

53
Muthahhari M, Mengenal Ilmu Kalam , (Jakarta: Pustaka Azara, 2002). Hal. 12

53
potensi berkehendak sebagai anugerah Tuhan untuk mewujudkan dan
bertanggung jawab atas perbuatannya.

c) Nabuwwah (apostleship)
Setiap makhluk disamping telah diberi insting, secara alami juga
masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari
manusia.Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara
transenden diutus memberikan acuan untuk membedakan antara yang
baik dan buruk dialam semesta.Dalam keyakinan Syi’ah Itsna ‘Asyariah,
Tuhan telah mengutus 124.00 Rasul untuk memberikan petunjuk kepada
manusia.
Syi’ah Itsnah ‘Asyariah percaya tentang ajaran tentang tauhid dengan
kerasulan sejak Adam hingga Muhammad, dan tidak ada nabi atau rasul
setelah Muhammad.Mereka percaya dengan kiamat.Kemurnian dan
keaslian Al-Qur’an jauh dari tahrif, perubahan, atau tambahan.54

d) Ma’ad (the last day)


Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan
Tuhan di akhirat, setiap muslim harus yakin keberadaan kiamat dan
kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan
Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju
kehidupan akhirat.

e) Imamah (the devine guidance)


Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk
memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan
didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
terakhir.
Selanjutnya, dalam sisi yang besifat mahdhah, Syi’ah Itsna
‘Asyariah berpijak pada delapan cabang agama yang disebut dengan

54
Ibid, hal. 13

54
furu’ ad-din.Delapan cabang tersebut terdiri atas sholat, puasa, haji,
zakat, khumus atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad, al-
amr bi al-ma’aruf, dan an-nahyu ‘an am-munkar.
C. SYIAH ZAIDIYAH
1. Asal-Usul Penamaan Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyahkarena sekte ini mengakui Zaid bin Ali ssebagai imam
kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda
dengan sekte Syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal
Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah,
nama Zaidiyah diambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte Syi’ah yang
moderat. Abu Zahrah menyatakan bahwa kelompok ini merupakan sekte
yang paling dekat dengan Sunni.

2. Doktrin – Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah


Imamah, sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental
dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang
dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiyah mengembangkan doktrin
imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan
bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah di
tentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya sifat – sifatnya saja. Ini
jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi SAW.
Telah menunjuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai imam
setelah nabi wafat karena Ali memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki orang
lain, seperti keturunan Bani Hasyim, wara (saleh, menjauhkan diri dari
segala dosa), bertakwa, baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak
meraka hingga mengakuinya sebagai imam.
Syi’ah Zaidiyah memang mencita citakan keimaman aktif, bukan
keimaman pasif, seperti Mahdi yang gaib.Menurut mereka, imam bukan
saja memiliki keimaman rohani yang diperlukan bagi seorang pemimpin
keagamaan, tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci
sehngga dihormati oleh Umatnya.Selain menolak berbagai dongeng tentang

55
kekuatan adikodrati para imam, mereka juga mengingkari sifat keilahian
para imam. Imam bagi mereka pemimpin dan guru bagi kaum muslim; aktip
ditengah kehidupan; dan berjuang terang-terangan demi cita-citanya.
Dengan demikian, imamdapat berfungsi sebagai pemimpin politik dan
keagaaman secara kongkret berjuang demi umat, daripada sebagai toko
adikodrati yang suci tanpa dosa.55

D. SYI’AH GHULAT
Syi’ah Ghulat ( berasal dari kata ghuluw ysng berate berlebih – lebihan ).
Sebagian dari golongan ini ada yang menempatkan ali dan imam imam syiah
lainnya pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkatnya pada derajat
kenabian, bahkan lebih tinggi dari muhammad.
Banyak sekte yang dipandang memiliki sikap ekstrim dalam aliran Syi’ah,
yang bila ditinjau dari sikap dan ajaran – ajarannya cenderung dikatakan
menyesatkan.Sekte ini disebut dengan Ghulat, yaitu golongan ekstrim
dikalangan syi’ah yang terlalu berlebih – lebihan dalam menentukan hak imam.

55
Anwar,R & Rozak A, Ilmu Kalam Edisi Revisi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2019), hal 78

56
BAB 8

PEMIKIRAN ILMU KALAM IBNU HAMBAL

A. Imam Ahmad bin Hanbal (780-855M)


1. Riwayat Hidup Singkat Ibn Hanbal

Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 168 H/780 M, dan


meninggal 241 H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdilla karena salah
seorang anaknya bernama Abdilla. Ia lebih dikenal dengan nama Imam
Hanbali karena menjadi pendiri mazhab Hanbali.

Ibunya bernama Shahifa binti Maimuna binti Abdul Malik binti


sawadah binti Hindur Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya
bernama Muhammda bin hambal bin Hilal bin Anas bin Idris bin
Abdullah Syaiban, bin Dahal bin Akabah bin Sya’ab bin Ali bin Jadilah
bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar. Imam
Ahmad bertemu keluarga dengan nenek moyangnya Nabi Muhammad
SAW.56

Ayahnya meningal ketika Ibn Hanbal masih remaja. Namun, ia tela


memberikan pendidikan Al-Quran kepada Ibn Hanbal. Pada usia 16
tahun, ia belajar Al-Quran dalam ilmu-ilmu agama yang lainnya kepada
ulama-ulama Baghdad. Lalu mengunjungi ulama ulama terkenal di
Hkufa, Basrah, Syam, Yaman, Meka, Ismail bin Madinah. Diantara
Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu
Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad bin
Idris Asy-Syafi’i Abd Razaq bin Human, dan musa bin Tariq. Dan guru

56
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, (Pustaka Setia, 2012), hlm. 135-138.

57
gurunya, Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqih, hadis, tafsir, kalam, ushul,
dan Bahasa Arab.57

Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang zahid Hampir setiap hari ia


berpuasa dan hanya tidur sebentar di malam hari. Ia juga dikenal sebagai
seseorang dermawan. Pada suatu hari Khalifah Makmum Ar- Rasyid
membagi bagikan beberapa keping emas kepada para ulama hadis, yang
telah menjadi kebiasaan para Khalifa masa itu. Namun, Ibn Hanbal
menolaknya Bahkan. Diriwayatkan pula, suatu ketika Syakkh Abdul
Razaq, datang untuk menengoknya yang sedang dalam kesulitan
keuangan di yaman. Gurunya itu mengambil mengambil segenggam
dinar dari kantongya dan diberikan kepada Ibn Hanbal, tetapi Ibn Hanbal
mengatakan, “saya tidak membutuhkanya.”

Sebagai seorang yang teguh pendirian, ketika Khalifa Al-Makmun


mengembangkan mazhab Mu’tazilah. Ibn Hanbal menjadi korban
“mihna” (inquistition) karemah tidak mengakui bahwa Al-quran itu
makluk, sehinga ia harus masuk penjara. Nasib serupa dialaminya pada
masa pemerintahan para pengganti Al-Makmun, yaitu Al-Mu-tasim dan
Al-watsiq. Setelah Al- Mutawakil naik tahta, Ibn Hanbal memperoleh
kebebasan. Pada masa ini, ia memperoleh penghormantan dan
kemuliaan.58

Di antara murid murid Ibn Hanbal adalah Ibn Taimiah,Hasan bin


Musa Al-Bukhari, Muslim,Abu Dawud,Abu Zuhra Ad- Damsyiqi, Abu
Zuhrah Ar-Razi, Ibn Abi Ad-Dunia, Abu Bakar Al-Asram, Hanbal bin
Ishaq Asy- Syaibani, Shaleh dan Abdullah. Kedua orang yang disebut
trakhir merupakan putranya59

B. Pemikiran Teologi Ibn Hanbal

57
Ahmad Amin, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. (Pustaka Amzah, 2008), hlm 31
58
Rosihon Anwar, op.cit., hlm 135-138
59
Ibid., hlm138

58
1. Ayat ayat Mustasyabihal

Dalam memahami ayat ayatAl-Quran, Ibn Hanbal lebih menyukai


pendeketan lafdzi (tekstual) dari pada pendekatan takwil, terutama yang
berkaitan dengan sifat sifat Tuhan dan ayat ayat mustasyabihat. Hal
terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran ayat:

Artinya:

(Yaitu) Yang maha pengasih, yang bersemayam di atas “Arsy”

(Q.S.Thaha[20:5]:))

Dalam hal ini, Ibn Hanbal Menjawab:

Artinya:

“Istiwa’ di atas arasy terserah Dia dan bagaimana Dia kehendaki dengan
tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya.”

59
Kemudian, ketika ditanya tentang makna hadis nuzul (Tuhan turun
ke langit dunia), ru’yah (orang orang beriman melihat Tuhan di akhirat)
dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal Menjawab:

YangArtinya:

“Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari pengkelasan cara


dan maknanya.”

Dari pernyataan di atas, Ibn Hanbal tampaknya bersikab


menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat
kepada Allah dan Rasul-nya, dan menyucikan-nya dari keserupaan
dengan makhluk. Ia sama sekali tidak menakwilkan pengertian
lahirnya.60

C. Status Al-Quran

Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn hanbal yang kemudian
membuatnya di penjara beberapa kali adalah tentang status Al-Quran, apakah
di ciptakan (makhluk) yang karenanya hadis (baru ataukah tidak diciptakan
yang karenanya qadim? Faham yang di akui oleh pemerintah,yakni Dinasti
Abbasiyah di bawah kepemimpinaan Khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, dan
Al-Watsiq, adalah Mu’tazailah, yakni Al-Quran tidak bersifat qodim, tetapi
Baru dan diciptakan. Faham adanya Qodim di samping Tuhan, berarti
menduakan Tuhan, sedangkan mendukan Tuhan adalah syirik dan dosa besar
yang tidak di ampuni Tuhan.61

Ibn Hanbal tidak sependapat dengan faham tersebut di atas.Oleh karena


itu, ia kemudian diuji dalam mihnah oleh aparat pemerintahaan. Pandanganya
tentang status Al-Quran dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim,
Gubenur Irak.

60
Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, (Pustaka Setia, 2012), hlm. 137.
61
Rosihon Anwar, op.cit., hlm 138

60
Ibn Hanbal mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Quran. Ia hanya
mengatakan bahwa Al-Quran tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola
pikirnya yang menyerahkan ayat ayat berhubungan dengan sifat Allah kepada
Allah dan Rasulnya.62

1. Karya Karya Imam Ahmad bin Hanbali rahimahullah


a) Kitab Al Musnad, Karya yang paling menakjubkan karena kinab ini
memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadist.
b) Kitab at-Tafsir, tetapi Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah
hilang”
c) Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
d) Kitab at-Tarikh
e) Kitab Hadist Syu’bah
f) Kitab al-Muqaddam wa al-Mu’akkhar fi al- Qur’an
g) Kitab Jawabah Al-Qur’an
h) Kitab al-Manasik al-Kabir
i) Kitab al-Manasik as-Saghir

2. Guru Imam Ahmad ibn Hanbali

Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama,


jumlahnya lebih daari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti makkah, dan negeri lainya. Di antara mereka adalah:

a. Ismail bin Ja’far


b. Abbad bin Abbad Al-Ataky
c. Umari bin Abdillah bin Khalid
d. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As- Sulami
e. Imam Syafi’i
f. Waki’ bin Jarrah
g. Ismail bin Ulayyah

62
Ibid, hlm. 138

61
h. Sufyan bin ‘Uyainah
i. Abdurrazaq
j. Ibrahim bin Ma’qil

3. Sejarah Belajar Ahmad bin Hanbal

Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al-Quran hinga ia hafal


pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga
dikenal sebagai orang yang terinda tulisannya.63 Lalu, ia mulai
konsentrasi belajar ilmu hadist di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah
mempelajari Hadits ini, ia pernah pindah atau merantau ke syam (Syiria),
Hijar,Yaman dan negara negara lainya sehingga ia akhirnya menjadi
tokoh ulama yang bertakwa, saleh dan zuhud. Abu Zuh’rah mengatakan
bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala.
Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi’i mengatakan tentang diri
Imam Ahmad, “ Setelah saya keluar dari Baqhdad, tidak ada orang yang
saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih
berilmu dari pada Ahmad bin Hambal”

D. Aliran Salaf dan Pemikiran Sejaranya

Secara bahasa, kata salaf berarti” yang terdahulu” lawan dari kata khalaf,
yang berarti “ yang datang kemudian. “ Kata salaf ini kemudian di gunakan
sebagai nama dari salah satu aliran kalam di dalam Islam, aliran Salaf. Secara
konkret aliran itu muncul pada abad IV H/X M oleh para pengikut Imam
Ahmad bin Hanbali. Pendapat pendapat yang dikemukakan oleh aliran ini,
demikian menurut para tokohnya, mengacu kepada Imam Ahmad bin Hanba.
Yang berupaya menghidupkan kembali dan membela metode serta akidah
salaf. Istilah dan nama salaf di sini menunjukan kepada arti generasi terdahulu,
yaitu generasi para sahabat dan tabiin. Jadi yang dimaksud dengan aliran salaf

63
Adeng Muthar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga Modern,(
Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hlm. 101-103

62
adalah aliran yang berupaya menghidupkan kembali dan membela metode serta
pemikiran kalam yang ditampilkan oleh generasi para sahabat dan tabiin.64

Gerakan atau aliran salaf ini kemudian muncul dan memperlihatkan diri lebih
jelas lagi di pentas perkembangan pemikiran Islam pada abad VII H/XIII M
dibawah upaya dan pengaruh Syaikh al-Islam Muhy al-Din bin Taimiyah.
Selanjutnya di kembangkan dan dipropagandakan kembali di Jazirah Arab,
abad XII H/XVIII M oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang kemudian
lebih dikenalkan dengan nama gerakan wahabiyah, yang tetap bertahan hingga
sekarang.

Gerakan atau aliran salaf ini lahir tidak lepas dari pengaruh perkembangan
pemikiran di dunia Islam itu sendiri. Ketika komonitas Islam masih terbatas
pada bangsa Arab di wilayah semenanjung arabia, pemahaman para sahabat
terhadap agama semata mata menurut nash Alquran dan sunnah, dengan
pemahaman secara zahiri tanpa takwil dan qiyas. Mereka .global, tanpa
mempertanyakan dan mendiskusikannya lebih detail.65

Namun ketika Islam telah berkembang dari berhasil menerobos daerah daerah
luas di luar semenanjung Arabia. Yang penduduknya telah memiliki tingkat
kebudayaan dan kemajuan tertentu,66 pola pemahaman terhadap agama segera
memasuki perkembangan baru. Sebagian toko dan penyebar Islam Merasa
perlu terhadap metode dan cara baru dalam memahami dan menjelaskan Islam
untuk meyakinkan penduduk negeri taklukan yang telah terbiasa mengunakan
argumen dan bukti rasional dalam perdebatan di sekitar persoalan agama.
Demikian sebagai tokoh Islam terdorong mempelajari dan mengunakan mantik
serta filsafat. Oleh mereka, ajaran agama tidak lagi melulu dipahami
berdasarkan argumen nash yang lazim dipahami secara harfiah.

1. Metode Aliran Salaf

64
M. Amin Nurudin, Sejarah Pemikiran Islam, Jakarta, Sinar Grafika offset,2008, hlm
197-205
65
M. Amin Nurudin,loc.cit 205
66
M. Amin Nurudin,loc.cit, hlm 198

63
Aliran salaf datang dengan seruan agar kembali kepada metode
pemahaman akida yang digunakan oleh generasi salaf, para sahabat,
dan tabiin. Mereka menyandarkan masalah akidah hanya kepada
Alquran dan al,sunnah dan melarang para ulama memikirkan lebih jauh
dalil-dalil Al-Quran.67

Bagi aliran Salaf, sumber pengetahuan tentang akidah dan hukum,


baik global maupun teperinci, hanyalah Al-Quran dan Sunnah harus.
Apa yang ditetapkan oleh Al-Quran dan Jileskan oleh sunnah harus
diterima, tidak boleh diragukan apa lagi di tolak. Akal tidak mempunyai
otoritas untuk mentakwil dan menafsirkan Al-Quran kecuali sebatas
yang di perlukan oleh teks ayat. Fungsi akal tidak lebih dari sekedar
untuk membenarkan dan mematuhi serta menjelaskan kedekatan antara
nast dan akal. Akal hanya bersetatus sebagai penguat bukan sebagai
hakim, menyetujui bukan menolak, dan hanya sebagai penjelas
terhadap apa yang di kandung oleh dalil dalil Al-Quran. Akal harus
tunduk kepada dan berjalan di belakang nagl. Akal sama sekali tidak
mempunyai kebebasan beragumen.68

Sikap anti mantik dan filsafaat oleh Aliran Salaf ini, tentu saja
jangan dipandang sebagai sikap anti akal. Bagi mereka tetap
mempunyai peranaan besar islam; namun harus diakui bahwa
keterbesan akal tersebut lebih besar di banding kemampuan dan
kebebasannya. Bagaimanapun. Berpegang kepada Al-Quran dan
Sunnah otomatis meniscayakan pengakuan akan peranaan akal dalam
Islam.

2. Gerakan Salaf ( Pemikiran Kalam teologi islam)

67
Ahmad Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejara, Ajaran, dan Perkembanganya,
, Antasari Press, 2008, hlm 276-278
68
Ibid.

64
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut mazhab Hanbali yang
muncul pada abad IV H. Mereka beranggapan bahwa Imam Ahmad bin
Hanbal (169-241 H) telah menghidupkan dan mempertahankan
pendirian ulama ulama salaf. Karena pemikiran keagamaan ulama-
ulama salaf. Menjadi motivasi gerakanya, maka orang orang Hanabilah
itu menamakan gerakanya sebagai paham atau aliran salaf.

Terjadinya persaingan dan Konflik antara orang orang Hanabilah


dengan orang orang Asy’ariyah secara fisik bahkan orang orang
hanabilah memandang mereka sebagai kafir. Masing masing melakukan
Truth claim bahwa dirinyalah yang lebih berhak mewarisi ulama salaf.
Pada abad VII hijriyah,gerakan salaf memperoleh kekuatan baru,
dengan munculnya Ibnu Taimiyah (661-728) di Syria dan gerakan
Wahabi (1115-1201) di saudi arabia.69

69
Ahmad Nasir, loc.cit, hlm 278

65
BAB 9

PEMIKIRAN ILMU KALAM IBNU TAIMIYAH

A. Pengertian ilmu kalam70

Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-
sifat yang wajib tetap baginya,sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-nya dan
tentang sifat-sifat yang sama sekali yang wajib ditiadakan (mustahil) daripada-
nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran
risalahnya, apa yang wajib pada dirinya,hal-hal yang jaiz dihubungkan
(dinisbatkan) pada diri mereka dan hal-hal yang terlarang (mustahil)
menghubungkannya kepada diri mereka.

B. Pengertian Salaf

Dalam bahasan ini terdapat pula istilah Salaf. Salaf tersebut dalam bahasa
mempunyai arti yang terdahulu (nenek moyang),yang lebih tua dan lebih ulama.
Dalam Salaf,orang yang dianut merupakan orang-orang terdahulu yang dianut.
Orang terdahulu tersebut adalah ulama terdahulu. Sedangkan menurut istilah,Salaf
berarti generasi pertama dan terbaik dari umat islam yang terdiri dari para
sahabat,Tabi’in,Tabi’ut Tabi’in dan para imam pembawa petunjuk pada tiga
kurun ( generasi atau masa) pertama.

C. Sejarah Ibnu Taimiyah

Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdil Halim bin


Taimiyah,lahir di Haman,wilayah Irak,10 Rabiul Awal 661 H/22 Januari 1263 M
dan meninggal pada 20 Dzul Qa’dah 728 H/26 September 1328 M. Dia
dibesarkan oleh keluarga yang taat beragama dan berguru kepada Syaikh Ali Abd.
Al-Qawi,ulama terkenal pada zamannya.

70
Yazid bin Abdul Qadir Jawas,Sharah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Bogor:Pustaka Imam
Syafi’I,2006,hal 33-34

66
Dia mempelajari Al-Qur’an ,Al-Hadis,bahasa dan sastra Arab,Matematika,
sejarah berbudayaan , logika , filsafat dan hukum. Keluarga dan leluhurnya
merupakan tokoh terkemuka dalam mazhab Hambali. Dia hidup di era
kemunduran islam,ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara Hulako (1258 M).
Ketika berumur enam tahun,Ibnu Taimiyah dibawa mengungsi oleh
ayahnya,Syaikh Syihabuddin Abu Ahmad ke Damaskus dari situasi keganasan
tentara-tentara Mongolia tersebut bersama dua orang saudaranya.

Pada usia tujuh be71las tahun,kegiatan ilmiahnya sudah mulai tampak, dan
ketika berusia 21 tahun ia mulai mengarang dan mengajar. Pada tahun 691 H dia
pergi haji dan sepulangnya dia semakin terkenal dengan ilmu dan amalnya,sifat-
sifatnya yang baik,dan keberanian mengeluarkan pendapat-pendapatnya. Dia tidak
pernah mengenal takut untuk menegakkan kebenaran,sehingga mendapat
gelar’’Muhyis Sunnah’’ (pembangun/penghidup As-Sunnah),padahal umurnya
belum lagi melebihi tiga puluh tahun. Perjuangan fisik pun pernah dilakukannya
waktu menghadapi serangan kaum Tartar di negeri Syria.

Meskipun pemerintahan pada masanya,yaitu golongan Bani Buwaihi


menyokong dan menanamkan mazhab Syafi’i dalam fiqih dan aliran Asy’ariah
dalam lapangan kalam,namun keadaan itu tidak menghalang-halangi untuk
mendalami pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam lapangan fiqih
maupun akidah,sampai dia menjadi tokoh golongan Hanabilah. Diantara muridnya
yang setia dan kenamaan pula ialah Ibnul Qayyim.

Pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam karya-karyanya memang


cukup radikal. Ibnu Taimiyah berusaha membersihkan masyarakat dari akidah dan
kepercayaan yang sesat, memperbaiki kehidupan sosial masyarakat,dan
memurnikan kehudupan beragama mendapat tantangan dan hambatan dari
berbagai pihak,baik dari luar maupun dari dalam islam sendiri. Berkali-kali
ditangkap,masuk dan keluar penjara karena fatwa dan tulisannya. Semua itu
dihadapinya dengan lapang dada dan kesabaran. Malah dia bersyukur selama

71
Harun Nasution,Teologi Islam,Aliran-aliran,Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta:UI
Press.1986.

67
berada dalam penjara karena dapat menulis karangan-karangannya.dia sebagai
tokoh reformasi dalam islam yang berpengaruh besar dalam dunia islam. Di masa
hidupnya dia mepunyai pengaruh besar atas masyarakat Mesir dan Syria.
Pengaruhnya tidak saja terbatas pada orang awam,tetapi juga meliputi kaum
ulama dan umara. Setelah dia meinggal dunia ide dan pemikirannya (ajarannya)
merupakan sumber dan kekayaan yang terpendam bagi tokoh-tokoh pembaru
islam sesudah zamannya. Pengaruhnya yang besar terlihat pada Muhammad bin
Abd. Al- Wahab pada abad ke-18 M,selaku tokoh Gerakan Wahabi di kerajaan
Saudi Arabia dan pada majalah A-Manar pimpinan Muhammad Abduh yang
jelas-jelas mendukung idenya. Di Afrika (Tunisia) ajaranya di sambut oleh
Ahmad Syarif yang melahirkan gerakan Sanusiyah yang ditakuti Inggris.
Pengaruh Ibnu Taimiyah juga terdapat di india dan juga Indonesia. Penangkapan
yang terakhir terjadi karena pendapatnya yang megatakan bahwa ziarah ke kubur
nabi-nabi dan orang-orang saleh tidak wajib,bahkan tidak dibenarkan oleh agama.
karena pendapatnya tersebut,dia dipenjarakan disebuah banteng (qal’ah)di
Damsyik dan di tempat ini dia menghembuskan nafasnya yang penghabisan pada
727 H.

D. Karangan Ibnu Taimiyah72


Menurut suatu sumber,bahwa Ibnu Taimiyah memiliki karangan lebih
dari 300 kitab,meliputi masalah tafsir,fiqih,retorika (jadal),fatwa-fatwa yang
merupakan kumpulan jawaban atas berbagai pertanyaan masyarakat.
Diantara karangan-karangannya,antara lain:
a. Muwafaqah Sharih Al-Ma’qul li Shahih Al-Manqul
b. Al-Jawab Al-Shahih Liman Baddala Dina Al-Masih
c. Al-Rasail Wa Al-Masail
d. Al-Siyasah Al-Syar’iyah Fi Ishlah Al-Ra’I Wa Al-Ra’iyah
e. Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, 30 juz
f. Al-Iman

72
Hanafi,Pengantar,hlm 138-139

68
g. Al-Istiqamah
h. Al-Iqtida Al-Shirath Al-Mustaqim
i. Al-Furgan baina Al-Haqq Wa Al-Bathil
j. Naqd Al-Mantiq
k. Al-Radd Ala Al-Manthiqiyyin
l. Kitab Al-Tauhid
m. Al-Aqidah Al-Wasithiyah

E. Pemikiran Ibnu Taimiyah

Semenjak kecil sudah Nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau.


Begitu tiba di Damaskus,beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mendalami
berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu.
Para ulama di Negara itupun sempat tercengang dengan kepintaran yang dimiliki
Ibnu Taimiyah.Tidak ada seorangpun yang bisa sepintar beliau. Ketika umur
73
beliau belum mencapai belasan tahun,beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin
dan sudah mendalami bidang-bidang tafsir,hadis dan bahasa arab. Selain itu,
beliau telah mengkaji Musnad Al-Imam Ahmad sampai beberapa kali dan
mendalami pengkajian ilmu yang lainnya.Ibnu Taimiyah pada saat itu banyak
menjadi buah bibir masyarakat.Banyak dari kalangan ulama juga heran dengan
kemampuan Ibnu Taimiyah. Selain pintar dalam berpikir,beliau juga menjaga
sopan santun dan juga rendah hati. Setiap malam dia tidak pernah meninggalkan
shalat tahajud dan juga pula shalat fajar dan dhuha, beliau tidak meninggalkannya.
Menurut Ibrahim Madzkur,pemikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut:

a. Berpegang teguh pada nash (teks Al-Qur’an dan Al-Hadis).


b. Tidak memberikan ruang gerak yang bebas pada akal.
c. Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama.
d. Di dalam islam yang diteladani hanya tiga generasi (sahabat,tabiin,dan tabi
tabiin).

73
Abdullah Yusuf,Pandangan Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat,Sinar
Baru,Bandung,1993,hlm.59-60.

69
e. Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-nya.
F. Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa
apabila kalamullah qadim,kalamnya pasti qadim pula.

Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis. Oleh karena itu,pandangannya


dianggap oleh ulama mazhab hanbali,Al-Khatib ibnu Al-Jauzi sebagai pandangan
tajsim (antropomorfisme) Allah,yaitu menyerupakan Allah dengan makhluk-nya.
Oleh karena itu,Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibnu Taimiyah sebagai
Salaf perlu ditinjau kembali.

Berikut pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah.

a. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang ia sendiri atau Rasul-
nya menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1. Sifat salbiah,yaitu qidam,baqa; mukhalafatu lil hawaditsi,qiyamuhu bi
nafsihi,dan wahdaniyah.
2. Sifat ma’ani,yaitu qudrah,iradah,sama,bashar,hayat,ilmu,dan kalam;
3. Sifat khabariah (sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis
meskipun akal bertanta-tanya tentang maknanya), seperti keterangan
yang menyatakan bahwaAllah swt di langit; Allah di atas ‘Arasy; Allah
turun ke langit dunia;Allah dilihat oleh orang beriman di surga
kelak;wajah,tangan,dan mata Allah.
4. Sifat dhafiah,mengidhafat kana tau menyadarkan nama-nama Allah
pada alam makhluk,seperti rabb al-alamin,khaliq al-kaun,dan falik al-
hubb wa an-nawa.
b. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-nya yang Allah atau Rasul-nya
sebutkan, seperti al-awwal,al-akhir,azh-zhahir,al-bathin,al-alim,al-qadir,al-
hayy,al-qayyum,as-sami,dan al-bashir.
c. Menerima sepenuhnya sifat-sifat dan nama-nama Allah dengan:
1. Tidak mengubah maknanya pada makna yang tidak dekehendaki lafaz
(min ghair tahrif)

70
2. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghair ta’thil)
3. Tidak mengingkarinya (min ghair lhad)
4. Tidak menggambarkan bentuk tuhan,baik dalam pikiran,hati maupun
dengan indra (min ghair takyif at-takyif)
5. Tidak menyerupakan (apalagi menyamakan) sifat-sifat nya dengan
sifat-sifat makhluk-nya (min ghair tamtsil rabb al-alamin). Hal ini
disebabkan bahwa tiada sesuatu pun yang dapat menyamai-nya,bahkan
yang menyerupai-nya pun tidak ada.

BAB 10

PEMIKIRAN ILMU KALAM ASY’ARIAH

A. Pemikiran kalam Al-Asy’ari

Pemikiran kalam Al-Asy’ari dalam ilmu kalam termasuk pemikiran kalam


bercorak tradisional.penganut teologi tradisional ini mengambil sikap terikat
tidak hanya pada dogma-dogma, tetapi juga pada ayat-ayat yang mempunyai arti
zanni, yaitu ayat-ayat yang boleh mengandung arti yang lain dan arti leterlek
yang terkandung didalamnya. Berbeda dengan mu’tazilah yang mengandalkan
74
pada kekuatan rasio. Akal mempunyai daya yang kuat serta memberikan
interprntasi secara liberal terhadap teks ayat-ayat al-qur’an dan hadist. Penganut
teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas lagi kepada arti
lain, selain arti leterlek yang terkandung didalamnya. Gerakannya dalam
menyesuaikan hidup dengan peredaran zaman dan perubahan kondisi dalam
masyarakat bagi para penagnutnya adalah luas.

Banyak tokoh pemikir islam yang mendukung pemikiran-pemikiran Al-


Asy’ari, salah satunya yang terkenal adalah sang hujjatul islam Imam Al-

74
Abudin Nata, ilmu kalam fisafat dan Tasawuf, Jakarta:Rajawali Press,1993.h.33

71
Ghazali,terutama dibidang ilmu kalam/ilmu tauhid /ushuludin. Walaupun banyak
juga ulama yang menentang pemikirannya, tetapi bnyak masyarakat muslim
yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung
pendapatan/faham imam ini dinamakan kaum/pengikut Asy ‘ariyah dinisbatkan
kepada nama imamnya.

B. Latar Belakang Pemikiran Asy’ariah

Meskipun Al-Asy’ari telah puluhan tahun menganut faham Mu’tazilah,


akhirnya ia meningalkan ajaran Mu’tazilah. Ada beberapa faktor yang
menyebankan Al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah, diantarnya :

1. Menurut al –subki dan Ibn’ Asakir bahwa pada suatu malam al-Asy’ari
bermimpi ; dalam mimpi itu Nabi Muhammmad saw mengatakan
kepadanya bahwa mazhab ahli Hadislah yang benar , dan mazhab
Mu’tazilah salah.
2. Al-asy’ari berdebat dengan gurunya al-Jubba’i dan perdebatan itu guru
tak dapat menjawab tantangan murid.

Salah satu perdebatan itu menurut al-Subki sebagai berikut :

AL-Asy’ari : Bagaimana kedudukan ketiga.

Orang berikut ; mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat ?

AL-Jubba’i : yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk
neraka,dan yang kecil terlepas dari bahaya neraka.

Al-Asy’ari : kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yg lebih tinggi di surga,
mungkin itu ?

AL-Jubba’i : Tidak, yang mungkin mendapat tempat yang baik itu, karena
kepada tuhan. Yang belum mempunyai kepatuhan yang serupa itu.

AL-Asy’ari : kalau anak itu mengatakan

72
Kepada Tuhan : itu bukanlah salahku. Jika sekiranya engkau bolehkan aku terus
hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik seperti yamg dilakukan
orang mukmin itu.

AL-Jubba’i : Allah akan menjawab : Aku tahu bahwa jika engkau terus hidup
enggkau akan berbuat dosa dan oleh karena itu akan kena hukum. Maka untuk
kepentinganmu Aku cabut nyawamu sebelum enggkau sampai kepada umur
tanggung jawab .

AL-Asy’ari : sekiranya yang kafir

Mengatakan : Engkau ketahui masa depannya . Apa sebabnya Engkau tidak jaga
kepentingan ?

Disini al-Jubba’i terpaksa diam .

Terlepas dari soal sesuai atau tidak sesuainya uraian-uraian Al-Subki


diatas dengan fakta sejarah , jelas kelihatan bahwa al-Asy’ ari sedang dalam
keadaan ragu-ragu dan tidak merasa puas lagi dengan aliran Mu’tazilah yang
dianutnya selama ini. kesimpulan ini . yang mengatakan bahwa al-Asy’ari
mengasingkan diri dirumah selama lima belas hari untuk memikirkan ajaran-
ajaran Mu’tazilah.

Asy’ari keluar ke mesjid jami’ Basharah pada suatu hari jum’at, naik
ke atas mimbar dan berbicara denagn petah lidahnya : saya Abdul Hasan Al-
Asy’ari, siapa yang belum kenal, supaya kenal. Saya pernah mengatakan, dengan
mata (abshar), bahwa pekerjaan jahat saya sendiri yang melakukannya.

Saya taubat dari pada kemurtadan Mu’tazilah itu. Saya berfikir dan
mencari alasan. Suatu pun tidak bersua. Kemudian saya mohonkan petunjuk
kepada Allah untuk menuntun saya kepada i’tikadku dahulu itu, sebagaimana aku
mennggalkan bajuku sekarang ini . lalu dibuka bajunya dan ditonjol-tonjolkan
kitabnya kepada umum, yang dituliskannya menurut pendirian ahli sunnah wal
jama’ah kitab itu ialah Al-Ibanah salah sebuah tatasan penanya yang terpenting.

73
Disisi lain mulai 100 H atau 718 M , kaum Mu’tazilah dengan
perlahan-lahan memperoleh pengaruh dalam masyrakat islam. Pengaruh itu
mencapai puncaknya pada di zaman khalifah-khalifah Bani Abbas al-Ma’mun ,
Al-Mu’tasim dan al-Wasiq (813 M -847M), apalagi setelah al-Ma’mun ditahun
827 M mengakui aliran dianut negara.

Pemuka-pemuka Mu’tazilah memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan


ajaran-ajaran mereka Ajaran yang ditonjolkan ialah faham bahwa Al-qur’ an tidak
bersifat qadim tetapi baharu dan diciptakan. Faham bahwa Al-qur’ an bersifat
qadim bagi kaum Mu’tazilh dianggap syrik dan syrik adalah dosa terbesar dan
dapat diampuni oleh Tuhan. Oleh karena itu pada masa pemeritahan AL-
Ma’mum ia mengirim intruksi kepada para Gubenurnya untuk mengadakan ujian
terhadap pemuka-pemuka agama dalam pemeritahan dan pemuka-pemuka yang
berpengaruh dalam masyrakat . sehingga timbul dalam sejarah islam apa yang
disebut minha atau inquistion.

Adanya mihnah yang dilakukan oleh kaum Mu’tazilah terhadap


kelompok lain yang tak sepaham denganya, ternyata membawa dampak yang
kurang mengutungkan bagi perkembangan aliran Mu’tazilah selanjutbya. Mereka
mendapat tantangan keras dari umat islam lain. Setelah adanya peristiwa ini kaum
Mu’tazilah tidak lagi mempunyai peranan politik yang berarti menyebabkan
timbul aliran opsisi yang kuat dan siap sedia untuk menciptakan alasan guna
memojokan Mu’tazilah.

Mungkin inilah yang menimbulkan termasuk ahli sunnah dan jama’ah,


yaitu golongan yang berpengang pada sunnah lagi merupakan mayoritas, sebagai
lawan bagi golongan Mu’tazilah yang bersifat minoritas dan tak kuat berpegang
pada sunnah . ahli sunnah dan jama’ah dalam lapangan teologi islam adalah
kaum asy’ariyah dan kaum Ma’turidiyah.

Al- asy’ ari keluar dari golongan Mu’tazilah dari golongan Mu’tazilah
dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat
pada Al-qur’an dan Hadist, karena melihat bahwa aliran Mu’tazilah tidak dapat

74
diterima oleh umumnya umat islam yang bersifat sederhana dalam pemikiaran –
pemikirannya. Dan pada saat itu tidak ada lagi teologi lain yang teratur sebagai
gantinya untuk dijadikan sebagai pengangan ditambah dengan perasaan syak Al-
Asy’ari yang mendorong untuk meninggalkan ajaran-ajaran Mu’tazilah sehingga
membentuk teologi baru setelah puluhan tahun ia menjadi penganut setia aliran
Mu’tazilah.

Hal ini pula diperkuatkan dengan pendapat Ibnu Rusyd yang


menyebutkan bahwa : Banyak alasan yang dikemukakan orang, mengapa al-
Asy’ari meninggalkan mut’azilah.alasan paling kuat adalah karena Al-Asy’ari
memerhatikan kepentingan umat yang saat itu sudah pecah. Akibat dari mihnah,
dilanjutkan dengan pembatalan mut’azilah sebagai mazhab resmi
negara.kebanyakan muslim tidak lagi menganggap mut’azilah sebagai aliran yang
patut dianut.lebih-lebih lagi setelah al-mutawakkil menunjukan sikap hormat
terhadap ibu Hanhal,lawan mut’azilah ,keadaan sekarang menjadi terbalik.ibn
hanbal dan pengikutnya menjadi lebih dekat dengan penguasa,sedangkan
mut’azilah menjadi jauh dari penguasa.aliran Mu’tazilah yang minoritas telah
ditinggalkan oleh penganutnya, tidak mungkin lagi dipertahankan oleh Al-
Asy’ari.padahal, saat itu tidak ada lagi aliran teologi islam lain yang teratur
sebagai ganti pegangan umat.’’kiranya inilah motivasi Al-Asy’ari untuk
membentuk teologi islam baru setelah puluhan tahun menganut paham
Mu’tazilah.

C.Doktrin-Doktrin Asy’ariyah

Ajaran –ajaran al-Asy’ari sendri dapat diketahui dari buku-bukuvyang


ditulisnya, terutama dari kitab Al-Luma’Fi al-Rad ‘ala Ahl al-Ziagh wa dan al-
Ibanah ‘ an Usul al-Dianah . disamping buku-buku yang ditulis oleh para
pengikutnya. Adapun ajaran-ajaran Asy’ariyah meliputi sebagai berikut : 75

75
Abudin Nata, ilmu kalam Filsafat dan Tasawuf, Jakarta : Rajawali Press, 1993.h.35-44

75
1. Tentang Tuhan

Sebagai penentang Mu’tazilah,sudah barang tentu ia berpendapat bahwa tuhan


mempunyai sifat.mustahil kata al-asy’ari tuhan mengetahui zat-nya,karena
demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan tuhan sendiri adalah pengetahuan.tuhan
bukan pengetahuan (al-alim)tetapi yang mengetahui.tuhan mengetahui dengan
pengetahuanNya dan pengetahuan-Nya bukanlah zat-Nya.demikian pula dengan
sifat-sifat seperti sifat hidup,berkuasa,mendengar dan melihat.

Melihat Tuhan: ia berpendapat bahwa setiap yang ada dapat dilihat,Allah juga
ada maka dengan demikian dia dapat dilihat,ini dapat diketahui dari wahyunya
bahwa kaum mukmin akan melihatnya dihari akhir nanti,sebagaimana Allah
katakana “Dihari itu wajah mereka (yang beriman)akan berseri-seri melihat Tuhan
mereka (Q.S. al-Qiyamah/75:22).Akan tetapi penglihatan kita terhadap Tuhan
tidak memerlukan ruang,tempat,arah atau bentuk dan saling tatap muka (seperti
kita),sebab itu mustahil. 76

2.Tentang Al-qur’an

Menurut pendapat al-Asy’ari Al-qur’an tidaklah diciptakan, maka sesuai dengan


ayat :

ُ ‫نطقُونَ كَانُوا ِإن فَاسْأَلُو ُه ْم َهذَا َك ِب‬


‫ير ُه ْم فَ َعلَهُ بَ ْل قَا َل‬ ِ َ‫ي‬

Sesungguhnya keadaan-nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata

kepadanya : jadilah ! Maka terjadilah ia.

Untuk penciptaan itu perlu kata kun, dan untuk terciptanya kun ini perlu pula kata
kun yang lain;begitulah seterusnya sehingga terdapat rentetan kata-kata kun yang
tak berkesudahan.dan ini jelas tak mungkin.oleh karena itu Al-qur’an tak mungkin
diciptakan.

3.Melihat Tuhan

76
Departemen Agama RI, Mushaf al-Qur’an Terjemah(Jakarta:Pena Pundi Aksara,2002)h.579

76
Menurut pendapat Al-asy’ari tuhan dapat dilihat di akhirat.diantara alasan-alasan
yang dikemukakanNya,ialah bahwa sifat-sifat yang tak dapat diberikan kepada
tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan membawa kepada arti di ciptatakanNya
tuhan.sifat dapatNya tuhan dilihat tidak membawa kepada hal ini;karena apa yang
dapat dilihat tidak mesti mengandung arti bahwa ia rnesti bersifat
diciptakan.dengan demikian kalau dikatakan tuhan dapat dilihat,itu tidak mesti
berarti bahwa tuhan harus bersifat diciptakan.77

4 . Perbuatan Manusia

Perbuatan –perbuatan manusia bagi al-Asy’ari bukanlah diwujudkan oleh


manusia sendiri seperti pendapat Mu’tazilah , tetapi diciptakan oleh Tuhan.
Perbuatan kufir adalah buruk, tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan kufir itu
sebenarnya bersifat baik. Apa yang dikehendaki orang kafir ini tak dapat
diwujudkannya. Perbuatan iman bersifat baik. Tetapi berat dan sulit,tetapi apa
yang dikehendakiNya itu tak dapat di wujudkanNya.dengan demikian yang
mewujudkan perbuatan kurf itu bukanlah orang kafir yang tak sanggup membuat
kurf bersifat baik,tetapi tuhanlah yang mewujudkanNya dan tuhan memang
berkehendak supaya kurf bersifat buruk.

Demikian pula, yang menciptakan pekerjaan iman bukanlah orang


mukmin yang tak snggup membuat iman bersifat tidak berat dan sulit , tetapi
Tuhanlah yang menciptakannya dan T6uhan memang menghenadki supaya iman
bersifat berat dan sulit. Istlah yang dipakai al-Asy’ari untuk perbuatan manusia
yang diciptakan Tuhan ialah al-kasb. Dan dalam mewujudkan perbuatan yang
diciptakan itu. Daya yang ada dalam diri manusia tak mempunyai efek.

5 .Anthrompomorphisme

Mengenal anthrompomorhisme, al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan


mempunyai tangan, mata dan sebagianya dengan tidak ditentukan bagaimana (bila

77

Hanafi ahmad,Teologi islam (ilmu kalam), Penerbit Bulan Bintang, 2001.h.60

77
kaifa) yaitu dengan tidak mempunyai bentuk dan batasan ( la yukayyaf wa la
yuhad).

6. keadilan Tuhan

Al-Asy’ari seterusnya menentang faham keadilan Tuhan yang dibawa kaum


Mu’tazilah. Menurut pendapatnya Tuhan yang dibawa kaum Mu’tazilah . menurut
pendapatnya Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada suatupun yang wajib bagi-nya .
Tuhan berkuasa mutlak dan tak ada suatupun yang wajib bagi-nya. Tuhan berbuat
sekehendak-nya,sehingga kalau ia memasukkan seluruh manusia ke dalam surga
bukanlah ia bersifat tidak adil dan jika ia memasukkan seluruh manusia ke dalam
neraka tidaklah ia bersifat zalim.dengan demikian ia juga tidak setuju dengan
ajaran Mu’tazilah tentang al-wa’d wa al –wa’id.

7. AL—Manzilah bain al-manzilatain

Al-Asy’ ari menolak ajaran tentang Al-Manzialh bain al-Manzilatain ( posisi


menengah bagi yang berbuat dosa besar ). Bagi al-Asy’ari orang yang berdosa
beasr besar tetap mukmin, karena imanya masih ada, taetapi karena dosa besar
yang dilakaukannya ia menjadi fasik. Sekiranya orang berdosa besar bukanlah
mukmin dan bukan pula kafir,maka dalam dirinya akan tidak didapati Kufr atau
iman .

Selanjutnya M. Abdul mujieb dkk menjelaskan mengenai doktrin-doktrin


Asy’ariyah adalah sebagai berikut :

1. Syarat agar orang beriman berada di jalan yang benar adalah bahwa mereka
harus teguh dalam beriman kepada allah swt.,para malaikat-nya, kitab-kitab-
nya, rasul-rasul-nya, berpegangteguh kepada Al-Qur’an dan as-sunah orang-
orang yang lurus yang sesuai dengan sunah rasulullah saw; mereka harus
mengimani semua itu secarah utuh,tidak boleh ditinggalkan salah satunya.
2. Allah Swt. Adalah Maha Esa dan qadim (terdahulu). Sedangkan Rasulullah
Saw. Adalah hamba dan utusan-Nya.surga itu nyata-nyata ada dan neraka
pun begitu pula.tak ada sedikit pun keraguan akan datang hari akhir

78
(kiamat),dan se-sungguhanya Allah Swt. Benar-benar akan membangkitkan
seluruh manusia dari kuburanya.
3. Tuhan istawa (berada) di atas Arsy (singgasana)-nya, allah swt. Mempunyai
dua tangan, sebagaimana yang difirmankan-nya dan kita tidak berhak
memepertanyakan, seperti apa tangan-nya Allah Swt. Mempunyai wajah
seperti apa mata-nya, Dan Allah Swt .
4. Tidak benar jika dikatakan bahwa sifat –sifat Allah swt. Berada diluar diri-
nya orang mukmin sejati mengimani denagn sesungguh hati bahwa Allah
Swt. Memiliki pengetahuan sebagaimana yang difimakan-nya Mereka harus
membenarkan .
5. Harusnya mengimani denagan sesungguhnya hati bahwa tiada kebaikan dan
keburukan melainkan atas kehendak Allah Swt, dan bahwa sesunnguhnya
segala sesuatu yang terjadinya semata-mata atas kehendak-nya.
6. Allah Swt. Menganugerahkan karunia-nya kepada orang – orang mukmin
sejati untuk taat kepada-nya orang-orang kafir dari karunia tersebut. Dia
benar-benar berkuasa menyelamatkan orang kafir dari siksa-nya,
7. Baik dan buruk tergantung pada ketetapan Allah Swt, baik yang bersifat
khusus maupun yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak.
8. Senang dan susah sudah merupakan kehendak Allah Swt. Seperti yang
difirmankan-nya, mereka mengakui ketergantungannya terhadap Allah Swt.
Dalam segala keadaan dan dalam kesempatan.
9. Asyariyah mengimani bahwa Al-qur’an adalah kalamullah (firman Allah
Swt) yang tidak bermula dan merupakan perkataan yang azali.
10. Asyariyah meyakini bahwa Allah Swt. Akan dapat dilihat oleh orang yang
beriman setelah hari kebangkitan kelak seperti melihat bulan purnama.
11. Tidak berhak mengecap orang mukmin sebagai kafir disebabkan dosa besar
yang mereka lakukan,seperti merampok berzina, mencuri,minum-minuman
keras dan lain-lain.
12. Asyariyah mengakui bahwa Allah Swt. Berhak mengubah hati manusia.

79
13. Asyariyah mengakui adanya campur tangan ( syafat ) utusan Allah Swt. Dan
syafaat tersebut termasuk juga untuk menghapuskan dosa besar dan untuk
membebaskan dari siksa kubur. Mereka juga mengakui kebenaran adanya
haudh (telaga) dihari akhir.78

D. Tokoh-Tokoh dan Ajaran-ajarannya

1. Al-Qadi Abu Bakr Muhammad ibn al-Tayyib ibn Muhammad ibn Al-
Qasim Abu Bakar Al-Baqillani.

Ia lebih dikenal dengan sebutan al Qadhi Abu Bakar al-Baqillawi.


Beliau wafat di Bagdad pada tahun 1013 Masehi.

Adapun karya beliau,ibn katsir menyebutkan ,beliau tidak tidur


sebelum memyelesaikan 20 lembar dan tercatat hasil karya beliau yaitu :Kitab al-
tabshirah,daqaiq al haqaiq,al-tamhid fi ushulal-fiqh,ayarh al ibanah,dan lain-
79
lain.Al-Qadhi ‘Ayyadh menyebutkan bahwa karya Al-Baqillani ada 99 kitab
dalam masalah teologi,ushul,fikih,dan I’jaz al-Qur’an,tapi yang ada sampai saat
ini hanya sebagian kecil.

2. Abd al-Malik bin Abdillah Al- Juwaini

Beliau lahir di khurasan tahun 419 Hijiriyah dan wafat pada 478
Hijriyah. Namanya aslinya tidak begitu dikenal malah ia terkenal dengan nama
Imam. Al-Haramain.Beberapa pendapat al-juwaini yang berbeda dengan Asy’ari
antara lain.

78
Abudin Nata, ilmu kalam fisafat dan Tasawuf, Jakarta:Rajawali Press,1993.h.36-37

79
Ibnu Katsir,Albidayah Wa al-nihayah.juz Vii .Beirut:Dar alFikr.1996, cet. 1 h.111

80
Pertama ,antropomorfisme,Menurutnya tangan Tuhan (yat
Allah)perluditakwilkan dengan “kekuasaan “Tuhan ,mata Tuhan dipahami dengan
penglihatan tuhan ,wajah Tuhan(wajh Allah)dengan wujud tuhan sendiri juga
,keadaan Tuhan duduk disinggasana ‘arasy dapat diartikan Tuhan berkuasa dan
maha tinggi

Kedua,terkait perbuatan manusia.pendapat beliau juga lebih maju dari


pendapat Al-Asy’ari.Daya yang ada dalam diri manusia juga mempunyai
efek,yang identik dengan “sebab musabab”.Menurut beliau wujud perbuatan
bergantung pada daya yang ada pada diri manusia,wujud daya ini juga bergantung
pada sebab lain dan seterusnya hingga sampai pada sebab segala sebab,
yaituTuhan dalam hal ini faham Al-juwaini mengambil paham tentang perbuatan
manusia yang menyisipkan paham kausalitas.80

2. Abu Hamid Al-Ghazali

Beliau adalah murid dari Abd al-Malik al-Juwaini yang dilahir pada
tahun 1058-1111 Masehi. Paham teologi yang dianutnya tidak jauh berbeda
dengan paham-paham Al-Asy’ari . Beliau telah menulis puluhan kitab tentang al-
ushul(ushul al –dhin dan ushul al-fiqh),masalah khilaf,tasawuf,bantahan terhadap
aliran kebatinan ,filosof dan mutakalimin.Dan jumlah yang disepakati oleh
senjumlah sejarawan yaitu sekitar 70 buah karangan,diantaranya: al-mankhul fi
Ta’liqat al-ushul,al-Musthasfa fi ilm al-ushul,Maqasid al-Falasifah,Tahafut al-
falasifah,Miyar al-ilm fi ‘ilm al-Mantiq,al-Munqiz min al-Dhalal,Ihya ulum al-
Din,dan lain lain. Al-Ghazali wafat di Thus pada hari senin 14 jumadil akhir 505
H dan dimakamkan di Zhahir al-Thabaran salah satu tempat di Thus
berdampingan dengan makam Harun al-Rasyid.81

E. Metode kalam Al-Asy ‘ari

80
Ahmad Amin,Dhuhr Islam,Kairo:al-Nahdhah,1965,Volume IV h.79

81
Abd.Salam Al-Rifa’iIshla,Taqrib al-Turats “Ihya ulum al-Din “li al-imam al-
Ghazali.Cet.1.Cairo:Markazz al-Ahram li al-Taljamah wa wal-nasyr.1988.h.31

81
Pada akhirnya setelah banyak berdialaog dengan seorang Al Babahari
( wafat 329 H ), Asyary menyadari kekeliruannya dalam perpahaman aqidah
terutama dalam menetapkan sifat-sifat Allah dan hal lain tentang ghaibiyat.82
Empat tahun sebelumnya.sebelum Beliau Wafat.

Beliau mulai menuliskan buku Al-Ibanah fi Ushul Al-Diyanah merupakan


buku terakhir beliau sebagai pertanyaan kembali kepada faham islam sesuai
dengan tununan salaf. Namun buku ini tidak sempat terbahas secara luas di
kalanangan umat islam yang telah terpengaruh oleh pemikiran beliau
sebelumNya.

Untuk mengenal lebih jauh tentang kaidah pemikiran beliau di bidang


aqidah sesudah beliau kembali ke metode pemikiran salaf yang kemudian lebih
dikenal dengan Salafu Ahli As Sunnah wa Al Jamaah, beliau merumuskannya
dalam tiga kaidah sebagai berikut :

1. Memberikan kebebasan mutlak kepada akal sama sekali tidak dapat


memberikan pembelaan terhadap agama. Mendudukan akal seperti ini
sama saja dengan merubah aqidah.
2. Manusia harus beriman bahwa dalam urusan agama ada hukum yang
bersifat taufiqi jika pada manusia itu tidak tertanam sifat tersebut maka
tidak ada nilai keimanan
3. Jika terjadi pertentangan antara wahyu dan akal maka wahyu wajib
didahulukan dan akal berjalan dibelakang wahyu. Dan sama sekali tidak
boleh mensejajarkan akal dengan wahyu.
4. Dalam argumentasinya yang berhubungan dengan persoalan akidah, Al-
Asy’ari mempergunakan dalil naqli dan aqli Ia menetapkan apa yang
terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist yang bertalian dengan sifat-sifat

7Abudin Nata , Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta:Rajawali Press, 1993
Hanafi Ahmad, Teologi Islam (Ilmu kalam)

82
Allah, para Rasulnya, hari kiamat , malaikat , perhitungan amal serta siksa
dan pahala83.

F. Perkembangan dan Pengaruh Asy’ariah (ahlus sunnah wal jama’ah) di


dunia islam

Perkembangan aliran Asy’ariah (Ahlus sunnah wal jama’ah)sebagaimana


yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam perkembangan aliran Asy’ariah
kemudian di identikkan dengan paham ahlus sunnah wal jama’ah,berkaitan
dengan hal ini maka perkembangan dan pengaruh nya di dunia islm tidak terlepas
dari peran tokoh-tokohnya sendiri.

Pengaruh Asy’ariah(ahlus sunnah wal jama’ah)jika diperhatikan perjalanan


sejarah tokoh- tokoh Asy’ariah dalam perkembangannya dengan klaim ahlus
sunnah wal jama’ah,maka dapat dikatakan bahwa pwngaruh dan
perkembangannya tidak terlepas pada beberapa hal:

1. Kepintaran tokoh sentralnya yaitu Imam al-Asy’ari dan keahliannya


dengan perdebatan yang berbasis keilmuan yang dalam.Disamping itu ia
adalah orang yang shaleh dan takwa sehingga ia mampu penarik simpati
orang banyak dan memperoleh kepercayaan dari mereka.
2. Asy’ari memiliki tokoh-tokoh dari kalangan intelektual dan birokrasi
(penguasa)yang sangat membantu penyebaran paham ini.para tokoh-tokoh
tersebut tidak hanya pandai memberikan argumentasi-argumentasi yang
meyakinkan dalam perkembangan ajaran Ahlus sunnah wal jama’ah
melalui perdebatan tetapi juga melahirkan karya –karya ilmiah yang
menjadi refrensi hingga saat ini.Karya tersebut antara lain :maqalat al-
islamiyyah,al-ibanah an ushuluddinah,al Luma’Ketiganya oleh Asy’ari,al
tamhid oleh al baqillani,al-irsyad oleh al juaini ,al-qawaidul Aqa’id dan
iya ulumaddin oleh Al Ghazali,Aqidatu ahlut tauhid oleh al
Sanusi,Risalatut Tauhid oleh Muhammad Abduh dan karya-karya yang
83

Hanafi ahmad,Teologi islam (ilmu kalam), Penerbit Bulan Bintang, 2001.h.55

83
lainnya. “secara formal konstitusional menganut ideologi demikian juga
Muhamadiyah secara tidak langsung mengakui ideologi ini,seperti yang
terlihat adalah salah satu keputusan majlis tarjihyang menyatakan bahwa
keputusan-keputusan tentang iman merupakan akidah dari Ahlu Haq
Sunnah.Sedangkan pergerakan lainnya juga menyatakan berhak
menyandang sebutan Ahlu Sunnah ialah Persatuan
Islam(persis).Kenyataan ini menunjukkan betapa aliran Ahlu Sunnah itu
diyakini sebagai satu-satunya aliran yang benar dan selamat.84

84
Imam al-Haramain al-juaini,kitab al-irsyad al-qawati’al-Adillah fi Usul al-
I’tiqad(mesir:Maktabah al-sa’adah,1950),h.258-259.

84
BAB 11

PEMIKIRAN KALAM AL-MURIDIYAH

A. SEJARAH ALIRAN AL-MATURIDIYAH


Nama aliran Al-Maturidiyah diambil dari nama pendirinya yaitu
Muhammad Bin Muhammad Abu Mansur.Ia di lahirkan di maturid,kota kecil
daerah Samarkand (termasuk daerah Uzbekistan,soviet). Sekarang kurang lebih
pada pertengahan abad ke-3 hijriah dan dia meninggal dunia di kota Samarkand
pada tahun 333 H.85
Al-Maturidi semasa hidupnya dengan asy’ari, hanya dia yang hidup di
Samarkand sedangkan asy’ari hidup di basrah(irak).Asy’ari adalah pengikut Safi’i
dan Al-Maturidi pengikut Mazhab Hanafi.Karena itu kebanyakan pengikut
Asy’ari adalah orang orang Syafi’iyah sedangkan pengikut Al-Maturidi adalah
orang Hanafiah. Boleh jadi ada beberapa perbedaan pendapat antara kedua orang
tersebut karena adanya perbedaan pendapat antara Syafi’i dan Abu Hanifah
sendiri.
Al Maturidi mendasarkan fikiran fikirannya dalam soal soal kepercayaan
kepada fikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya Al-Fiqh al
akbar dan Al-fiqh al absad dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua
kitab tersebut.al maturidi meninggalkan karangannya yang banyak dan sebagian
besarnya lapanagan ilmu tauhid.
Ia mencari ilmu pada pertiga terakhir pada abad ke-3 hijriah, dimana
aliaran muktazilah sudah mulai mengalami kemudurannya dan di antara guru ia
Nasr Bin Yahya Al Balakhi ( wafat 268 H). Pada masanya negeri tempat dia di
besarkan menjadi arena perbedaan anatara aliaran fiqh hanafiah dan aliaran fiqh
syafi’yah,bakan pada ucapan kematian pun tidak terlepas dari perbedaan macam

85
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003),
hlm. 167.

85
itu sebagaimana terjadi,juga terjadi pada perbedaan antara para fuqaha dan alih-
alih hadist disatu pihak dengan aliran muktazilah di pihak lainnya dalam soal-soal
teologi islam ( ilmu tauhid).
Dalam bidang Figh,al mutaridi mengikuti mashab Hanafi dan ia sendiri
banyak mengalami soal-soal islam dan menyebar kepada aliran fuqaha dan
muhaddistsim. Seperti yang dibuat oleh Al-Asy’ari juga,meskipun dalam
pendapatnya tidak terikat dengan aliaran tersebut meskipun metode yang dipakai
oleh Al Maturidi berbeda dengan Al-Asy’ri namun hasil pemikirannya banyak
yang sama.
Menurut ulama Hanifiah hasil pemikiran al maturidi dalam bidang aqidah
sama benar dengan pendapat-pendapat imam abu hanifah .imam abu hanifah
sebelum menceburkan dirinya dalam lapanganakida serta banyak pula
mengatakan polemic dari perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana
zamannya. Dan satu kennyataannya dalam lapangan akidah iala bukunya yang
berjudul al-fiquh Al-Akbar Buku ini meskipun kecil isinya, namun mempunyai
nilai historis yang bessar, sebab dengan Buku ini kita dapat membedakan
perbandingan antara pikiran-pikiran abu hanipah yang hidup antara abat pertama
dan kedua hijriah, dengan pikiran-pikiran almaturidi yang hidup pada abad ke 3
dan ke 4 hijriah.86
Pikiran almaturidi sebenarnya berintikan pemikiran abu hanifah dan
merupakan penguraiannya yang lebih luasantara keduanya.Tokoh tersebut di
kuatkan oleh pengakuan almaturidi sendiri.Bahwa dia menerima (mempelajari
bukti-bukti abu hanipah dengan serta silsila) nama-nama yamg di mulai dari
Gurunya dan seterusnya sampai kepada pengarangnya sendiri.Kalau segi-segi
tulisan dari pikiran abu hanipah tidak mendapatkan sebutan yang cukup di Irak
danSyamsendiri.Maka segi tersebut sangat menarik perhatian ulama-ulama Iran di
samping dari segi-segi Fiqhnya.

86
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003),
hlm. 167.

86
Aliran Maturidiyah bermaksud mempertemukan aliran mutazilah dengan
aliran as’ari.mutaridiyah dan asy’ari kedua-duanya dianggap mewakili ahli
sunnah.
Pendapat al maturidi banyak yang sama dengan pendapat aliran
muktazilah yaitu dalam soal-soal berikut:
1. .sifat baik dan buruk terdapat pada tipa-tiap perbuatan sendiri (asy’ari
hanya pertimbangan akal semata-mata (I’tibariyah)).
2. .kalam nafsir yaitu adanya pada zat tuhan (tidak dapat dengan asy’ari
dapat di dengar).
3. kekuasaan manusia mempunyai pengaruh terhadap pembuatan nya (asy’ari
tidak terpengaruh).
4. .manusia mempunyai satu kekuasaan yang dapat dipakai untuk 2 hal yang
berlawan (asy’ari terdapat dua kekuasaan ).
5. .Allah mengadakan alam dengan tujuan dan kebijasanaan ( asy’ari tidak
ada tujuan dan kebijaksanaan).
6. Allah tidak menyalahi janji dan ancamannya,karena menyalahi janji adalah
perbuatan bodoh dan buruk ( asy’ari boleh menyalahi).
7. .perbuatan Allah adalah perbuatan baik dan terbaik.
8. .Allah wajib mengutus utusan-utusannya karena akal manusia lemah (
asy’ari tidak wajib).
9. .rukyat meskipun maturidi pada mulanya mengatakan adanya rukyat di
akhirat namun akhirnya mengakui.

87
B. SISTEM PEMIKIRANNYA

a.Akal
manusia dengan akalnya dapat mengetahui adanya Allah.Dapat
mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Allah dan dapat mengetahui yang
baik dan byang jahatnya ( Harun Nasution1986).Sedangkan masalah kewajiban
manusia untuk berbuat benar dan menjauhi perbuatan jahat,akal tidak dapat
mengetahuinya.87
Al maturidi bependapat bahwa mengetahui Allah dan kewajibannya
mengetahui Allah sebelum dating wahyu dapat diketahui melalui akal.Dan ini
sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung perintah kepada manusia
untuk menggunakan akal dalam usahanya untuk memperoleh pengetahui tentang
Allah dan iman kepadanya melalui pengamatan dan pemikiran terhadap makhluk
ciptaanya.Sebagaimana hanya dengan kaum muktazilah dan al maturidi
memperkuat pendapatnya ini dengan ayat 53 surat al fushshilat,ayat 17 surat al
qhasyiah,dan ayat 85 surat al a’raf.
Ketiga ayat tersebut mengandung perintah yang menelaskan manuisa
untuk mernungkan da memikirkan ciptaa tuhan, agar manusia megetaui bahwa dia
maha pencipta.Dengan demikian ayat-ayat tersebut bahwa manusia denga
pemikira akalnya dapat megetahui Tuhan Sang Maha Pencipta dan berima
kepada-Nya adalah kewajiban.
Apabila akal tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki pengetahuan
tersebut.Tentu tuha tidak aka memerintahkan manusia untuk memikirkan da
merenungi ciptaan-Nya. Dan orang yang tidak menggunakan akalnya untuk
memperoleh pengetahua tetang Tuhan, berarti ia telah meinggalkan kewajiba yang
diperintahkan tuha dalam ayat tersebut.
Sedangka dalam masalah baik da buruk Al-Maturidi berpebdapat bahwa
akal dapat mengetaui sifat yang baik yang terdapat dalam suatu yag baik da

87
Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu
Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.157

88
mengetahui sifat yag buruk yang terdapat dalam suatu yag buruk.Sebab menurut
Al-Maturidi segala sesuatu dapat dibagi menjadi 3 bagian :
a. Sesuatu sifat yang baiknya dapat diketahui akal.
b. Sesuatu yang sifat buruknya dapat diketahui akal.
c. Sesuatu yag sifat baik da buruknya sama meurut akal.

B. Wahyu
Wahyu sebagai sesuatu yag dating dari Tuhan telah mejawab masalah
yang tidak dapat diketahui akal manusia menurut Al-Matuidiyah wahyu
diperlukan dalam hal pengetahuan kewajiban berbuat baik dan mejauhi perbuatn
jahat.
Wahyu juga berfungsi sebagai konfirmasi terhadap masalah-masalah yang
tidak dapat diketahui oleh akal. Apabila masalah yag tidak dapat diketahui oleh
akal manusia bertentangan denga wahyu yag dating dari Allah, maka akal harus
tunduk pada wahyu.
Dari uraian diatas nampaknya pemikiran Al-Maturidiyah lebih dekat
kepada faham Mu’tazilah yaitu memberika fungsi wahyu lebih kecil dari pada
fungsi akal.

C. Sifat Tuhan
Menurut Al-Maturidiyah bahwa sifat-sifat Tuhan itu ada. Namun untuk
menghindari faham bayaknya yang kekal beliau mengatakan bahwa sifat-sifat itu
bukan tuhan da tak pula lain dari Tuhan. Denga demikian, sifat-sifat tersebut
tidaklah berdiri sendiri diatas Dzat yang tidak pula

D. Perbuatan Manusia
Bagi aliran Al-Maturidiyah perbuatan ada dua macam yaitu perbuatan
Tuhan dan perbuatan manusia.Perbuatan tuhan megambil betuk penciptaan daya
dalam diri manusia, sedangkan perbuatan manusia adalah pemakaian daya itu
sendiri.

89
Daya yang terdapat pada diri manusia diciptaka bersama denga perbuata
manusia.Perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti sebenar-
benarnya dan buka dalam arti kiasan.Denagn demikian mausia diberi pahala atas
pemakaian daya denga besar da diberi hukuman atas keberhasilan dalam
pemakaiannya.
C. Pokok-pokok Ajaran Al-Maturidiyah

1) Mengenai Sifat-sifat Allah Swt.


Baginya Tuhan memiliki sifat-sifat. Tuha megetahui buka dega zat-ya
tapi dengan pengetahuan-ya, da berkuasapun bukan denga zat-nya.al-
Maturidi juga menerima segala sesuatu yag disifatka Allah Swt kepada
diri-ya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan. Sekalipun demikia, ia
menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme (menyerupai
bentuk manusia) dan darimengambil ruang da waktu.

2) Melihat Allah Swt


Pada hari kiamat manusia akan berjumpa atau melihat Allah Swt.(bagi
orang-orang yang berima). Namun dalam hal ini sifat dan bagaimana
bentuk Allah Swt hanya Dialah yang mengetahui, sebagaimana kita tidak
mengetahui kapan terjadinya hari kiamat.
3) Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orag mukmin yang berdosa adalah
menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika Allah Swt
meghendaki maka Dia megampuni mereka sebagai karunia, kebaikan da
rahmat-Nya.

90
BAB 12

PEMIKIRAN KALAM MUHAMMAD ABDUH

A. Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin ‘Abduh bin


Hasan Khairullah, dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten Al-Buhairah,
Mesir, pada tahun 1849 M. Ia berasal dari keturunan yang tidak tergolong kaya,
bukan pula keturunan bangsawan. Walaupun demikian ayahnya dikenal sebagai
orang terhormat yang suka memberi pertolongan.

Saaat berusia 14 tahun Muhammad Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-


Ahmadi Tanta. Tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Akan
tetapi, sistem pengajaran di sana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua
tahun di sana, ia memtuskan untuk kembali ke desanya dan bertani. Waktu
kembali ke desa ia dinikahkan saat berumur 16 tahun. Atas dorongan pamannya,
Syekh Darwish Muhammad Abduh melanjutkan studinya.

Kemudian Abduh melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari


1866. Pada tahun 1871 Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al-
Afghani. Ia menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Abduh tertarik dengan
metode pengajaran yang diberikan oleh sang guru. Secara lebih tekun ia belajar
filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti. Kemudian Al-Afghani yang mendorong Abduh
aktif menulis dalam bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaruannya
banyak dimuat di surat kabar Al-Ahram di Kairo.

Pada tahun 1877 Abduh menjadi dosen di Darul Ulum (kini universitas
Kairo), mengajar muqaddimah-nya Ibn Khaldun, dalam pengantar pelajaran
filsafat sejarah. Abduh juga banyak memberi kuliah ilmu – ilmu Arab di madrasah
al-Alsan dan al-Idarah. Tahun 1879 Al-Afghani diusir dari Mesir dikarenakan
dituduh mengadakan gerakan penentangan terhadap Khedewi Taufiq, Abduh juga

91
dipandang ikut campur di dalamnya. Oleh karena itu, ia dibuang ke luar kota
Kairo. 88

Pada tahun 1880 ia diperbolehkan kembali ke ibu kota kemudian diangkat


menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqa’I Al-
Mishriyyah. Pada waktu bersamaan, kesadaran nasional Mesir mulai tampak. Di
bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang
urgenitas nasional Mesir, di samping berita – berita resmi.

Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh


ketika itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa’I dituduh terlibat dalam revolusi
besar tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya
selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat
pengasingannya. Ia pun memilih Suriah. Di Suriah ia menetap selama setaun.
Kemudian menyusul gurunya Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris. Di sana,
mereka menerbitkan surat kabar Al-‘Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan
mendirikan Pan-Islam serta menentang penjajah Barat, khususnya Inggris. Tahun
1885, Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris untuk menemui tokoh-
tokoh Negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh
diangkat menjadi mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai ia
meninggal dunia tahun 1905.

88
Rozak Abdul, Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Penerbit, CV. Pustaka Setia, Bandung. 2011.hlm.
211
3
Rozak Abdul, Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Penerbit (Edisi Revisi), CV. Pustaka Setia, Bandung.
2019.hlm. 251-253
4
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung.
2012.hlm. 305 - 307
5
Burhanuddin Nunu, Ilmu Kalam dari Tuhid menuju Keadilan, Penerbit Pustaka pelajar,
Yogyakarta. 1995.hlm. 135-137

92
A. Karya karya Syaikh Muhammad Abduh
1. Risalah al-Tauhid

Pada tahun 1882 di Mesir terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh


‘Urabi Pasya, yang mana Abduh menjadi penasihatnya. Ketika pemberontakan itu
dapat dipadamkan, maka risikonya Abduh diusir dari negeri Mesir, dan akhirnya
memilih di Syria (Beirut). Di sini dia mengajar pada perguruan As Sulthaniyah
pada 1885 sekitar setahun lamanya, mengajarkan Ilmu Tauhid, fiqih, dan Sejarah
Islam. Hasil pelajaran tersebut, kemudian dibukukan dan menjadi bahan pelajaran
di Sekolah Menengah Al-Azhar, ketika dia telah diizinkan pulang ke Mesir. Jadi
Risalah al-Tauhid adalah karya hasil pengalaman mengajar ketika di Syria.

2. Al-Islam Wan-Nashraniyah Ma’al-Ilmi Wal-Madaniyah

Ditulis tahun 1902, buku ini memperbandingkan antara pandangan Islam


dan Kristen tentang ilmu, peradaban, watak kedua agama itu dan keadaan Islam
waktu itu, penyakit yang melanda umat Islam dan bagaimana terapinya. Pad bab
penutup dikupas pemikiran filosof Ibnu Rusyid dan terakhir berisi tentang
kesandan tanggapan terhadap buku tersebut baik dari kalangan Islam maupun
Kristen.

3. Syarah kitab Al-Bashair al-Nashiriyah karangan Syaikh Al-Qadhi


Zainuddin, tahun 1898.

4. Tafsir Al-Manar

Tafsir ini mula mula merupakan bahan kuliah di Al-Azhar mulai tahun
1899. Muridnya yang setia Sayid Rasyid Ridha menulisnya kembali dengan rapi.
Setelah diteliti dan disetujui oleh Abduh, lalu disiarkan melalui majalah Al-
Manar. Kuliah tafsir ini, baru sampai surat An-Nisa ayat 125, karena beliau
meninggal dunia tahun 1905. Selanjutnya tafsir Al-Manar diteruskan oleh Sayid
Rasyid Ridha, sampai selesai.

93
5. Ide pemikirannya bersama-sama dengan gurunya, Sayid Jamaluddin Al-
Afghani, ditulis di majalah Al-‘Urwah Al-Wutsqo, untuk menyadarkan
dan mempersatukan pikiran umum di seluruh negeri muslim. Diratapinya
kemunduran negeri-negeri muslim dan diserunya supaya maju di bawah
panji-panji agama dan mengusir penjajah Barat. Majalah tersebut
diterbitkan di Paris ketika keduanya pada masa pengasingan.

6. Ar-Raddu ‘Ala al-Dahriyyin tahun 1886, berisi penolakan pemikiran-


pemikiran yang materialis, terjemahan buku yang berbahasa Persia,
karangan Sayid Jamaluddin Al-Afghani sendiri. Paham materialis sejak
zaman Jahiliah memang telah ada, sebagaimana disinggung dalam (Q.S
Al-Jatsiyah (45) : 24)

7. Syahrul-Balaghah, tahun 1885


8. 89
Syarah Maqamat Badi ‘izzamanAl-Hamdani, tahun 1899
9. Menerjemahkan karangan Herbert Spencer, Filosuf Inggris, ke dalam
bahsa Prancis, berjudul L’Euducation (Nasution : 62-74; Adam: 48-49).
10. Durus Min Al-Qur’an (berbagai pelajaran dari Al-Qur’an).
11. Hasyiyah ‘Ala Syarhid-Dawwani al-Aqa’id al’Adudiyah (komentar
terhadap penjelasan Ad-Dawwani tentang akidah-akidah yang meleset).
12. Tafsir Al-Qur’an al Karim Juz ‘Amma.

6
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung.
2012.hlm. 305-307
7
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung.
2012.hlm. 307-315
8
Burhanuddin Nunu, Ilmu Kalam dari Tuhid menuju Keadilan, Penerbit KENCANA, Jakarta.
2016.hlm. 140

94
B. Pemikiran Kalam menurut Syaikh Muhammad Abduh

a. Islam

Corak pemikirannya terjadi silang pendapat di kalangan para pengamat


dikemudianhari, Dia ingin bebas dari ikatan – ikatan mazhab dan paham
keagamaan, memiliki cara berpikir yang lebih bebas, banyak membaca buku
filsafat, memperdalam perkembangan pikiran kaum rasional Islam (Mu’tazilah),
maka banyak syaikh-syaikh di Al-Azhar menuduhnya telah meninggalkan paham
Al-Asy’ari.

Menurut Abduh, orang tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran


Islam yang asli seperti apa yang dianjurkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab
dengan gerakan wahabinya. Karena zaman sudah berubah, dan ajaran Islam perlu
disesuaikan dengan keadaan modern sekarang. Ajaranyang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Hadits mengenai ibadah itu tegas, jelas, dan terinci. Sedangkan ajaran-
ajaran mengenai muamalah hanya merupakan dasar-dasar yang global dan
terbatas. Karena prinsipnya itu bersifat umum tanpa rincian, maka masalahnya
memungkinkan dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Untuk keperluan itu
perlu adanya pintu ijtihad dibuka. Tetapi yang boleh berijtihad hanya orang-orang
tertentu yang memenuhi persyaratannya.

b. Akal pikiran

Abduh mempunyai keyakinan bahwa akal merupakan salah satu sumber


ilmu pengetahuan sesudah wahyu dan intuisi (kalbu). Menurut Abduh dengan akal
manusia dapat :

1. Mengetahui Allah Swt. Dan sifat-sifat-Nya,


2. Mengetahui adanya kehidupan di akhirat.
3. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal
Allah Swt. Dan berbuat baik, sedangkana kesengsaraanya bergantung pada
tidak mengenal Allah Swt. Dan pada perbuatan jahat,
4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Allah Swt.

95
5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya dia menjauhi
perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat,
6. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewaiban itu.

Dapat disimpulkan menurut Abduh, kewajiban pertama seorang muslim


sesungguhnya adalah perenungan akal sehingga melalui ekplorasi akal ini
diperoleh keyakinan dan keimanan yang kuat kepada Allah azza wa-jalla.

c. Peradaban

Pandangan Abduh tentang peradaban dapat kita lacak melalui karyanya


berjudul “Al-Islam Wan Nashraniyah ma’a al-Ilmi Wal Madaniyah”. Dalam karya
tersebut Abduh membandingkan perbedaan pandangan Islam dari Kristen tentang
peradaban dan ilmu. Digambarkan watak dan ciri spesifik yang terdapat dalam
agama Islam dan Kristen sendiri.Karya tersebut ditulis sebagai jawaban atau
reaksi tulisan yang dimuat dalam majalah Kristen Al-Jami’ah dan surat kabar
Kristen Al-Wathan. Kesimpulan pertama, kekuasaaan dunia dalam Islam selalu
dibarengi oleh kekuasaan agama dengan menggunakan hukum syara’, karena
hukum tertinggi juga sekaligus memegang jabatan khalifah. Oleh karena itu,
“toleransi” yang diharapkan dari sistem kekuasaan yang berlaku dalam agama
Kristen.

Kesimpulan kedua, ilmu pengetahuan dan filsafat sampai sekarang telah


mendapat tempat terhormat dan bebas dari tekanan-tekanan agama Kristen, oleh
karenanya tumbuhlah keduanya dengan subur di bumi Eropa dan menjadi matang
sehingga membuahkan kemajuan-kemajuan baru. Sebaliknya keduanya belum
dapat tempat untuk bebas dari tekanan-tekanan agama Islam. Jelaslah Islam
adalah agama yang memberi banyak motivasi terhadap akal pikiran, bahwa taklif
agama itu bagi orang yang waras pikirannya dan dengannya pula teori-teori
penemuan ilmu pengetahuan dikaji ulang dengan pendekatan agama. Dengan akal
itu manusia memiliki peradaban, hanya manusia saja makhluk yang berperadaban
dan agama itu menyempurnakan dan memberi petunjuk kepada akal manusia yang
bersifat relatif dan tak sempurna.

96
C. Murid dan pengikutnya Syaikh Muhammad Abduh

Diantara murid-muridnya terdapat ulama-ulama Al-Azhar seperti Al-


Syaikh Muhammad Bakhit, Al-Syaikh Mustafa al-Maraghi, dan Al-Syaikh Ali
Surur al-Zankaluni. Pengarang yang mementingkan soal agama seperti
Muhammad Farid Wajdi, dan Al-Syaikh Tanthawi Jauhari. Penulis yang
mementingkan soal kemasyarakatan seperti Qasim Amin. Pemimpin politik
seperti Sa’ad Zaghlul dan Ahmad Lutfi al-Sayyid. Dan sastrawan-sastrawan Arab
seperti Ahmad Taimur, Al-Sayyid Mustafa Lutfi al-Manfaluti dan Muhammad
Hafiz Ibrahim. Dan diantara pengikut-pengikut terdapat Muhammad Husayn
Haykal, Mustafa Abd. Al-Raziq, Taha Husein, dan Ali Abd. Al-Raziq.90

Murid-murid maupun pengikutnya, mereka meninggalkan karya-karya


yang bobot dalam bidangnya masing – masing diantaranya :

a. Syaikh Ahmad Musthofa al-Maraghi, lahir di Maraghol Mesir (1881-1945)


adalah murid Abduh yang paling senior. Dia adalah ulama, guru besar tafsir,
penulis beberapa karya, mantan rector Al-Azhar dan pernah menjabat gadhi
al-qudhat (Hakim Agung) di Negeri Sudan. Dia menyelesaikan studinya di
Al-Azhar tahun 1904, tercatat sebagai alumni terbaik dan termuda. Dalam
karya tafsirnya, dia menggunakan metode yang berbeda dengan ulama-
ulama sebelumnya. Yaitu setelah menyebutkan beberapa ayat, kemudian
diterangkan mufradatnya, suatu penjelasan makna secara singkat.

b. Muhammad Farid Wajdi lahir 1875 H/1290 M di al-Minia Mesir. Lulus


doctor pada 1948, dengan judul : The al-Azhar Journal, Survey and
Critique. Setahun kemudian, dia dikukuhkansebagai guru besar di Al-Azhar.
Karya karangan yang popular ialah Da’irah al-Ma’arif al-Isyrin dan al-
Madaniyat Wa’al-Islam. Sedangkan disertasinya berjudul : The al-Azhar
Journal, Survey and Critique.

9
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung.
2012.hlm. 315-323

97
c. Syaikh Tantawi Jauhari, lahir di Desa Kifr ‘Iwadillah Aston 1287
H/1870 M dan meninggal tahun 1358 H/1940 M. Mula-mula belajar di Al-
Azhar, kemudian dia pindah ke Darul Ulum dan menyelesaikan studinya
tahun 1311/1891 M. Kariernya sebagai pengajar dimulai dari tingkat
ibtidaiyah dan tsanawiyah, dan akhirnya di Universitas Darul Ulum.
Tantawi sangat tertarik terhadap cara Muhammad Abduh memberikan
mata kuliah Tafsir. Dalam usia menjelang 60 tahun, dia menulis kitab
tafsir, Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an, terdiri dari 25 jilid. Dalam
karangannya yang lain, berjudul Al-Qur’an Wa Ulum al-Ashriyyah,
mejelaskan Al-Qur’an telah memberi landasan yang mengarah kepada
ilmu pengetahuan modern.

d. Selanjutnya penulisan bahasa, Fadhilah al-Ustadz al-Akbar Syaikh


Mahmud Syaltut, lahir 23 April 1833 di Desa Miniyah Bani Manshur,
distrik Itai al-Bairud, karesidenan al-Bukhairah, Mesir. Wafat pada 19
Desember 1963. Dia menjabat Rektor Universitas Al-Azhar, sampai akhir
hayatnya dan merupakan ulama terbesar sesudah Perang Dunia II dengan
meninggalkan banyak karangan ilmiah. Karya-karya kitab karangannya
berisi tentang masalah-masalah agama, social dan perundang-undangan,
diantaranya: Fiqih Al-Qur’an dan As-Sunnah, Perbandingan Mazhab,
Sistem Al-Qur’an dalam membangun masyarakat, pertanggungan jawab
sistem dan pidana dalam Syari’at Islam, Al-Qur’an dan peperangan, Al-
Qur’an dan wanita, keluarga berencana, hubungan internasional dalam
Islam, Islam dan perwujudan internasional bagi kaum muslimin, Islam
adalah akidah dan syari’ah, fatwa-fatwa, dari bimbingan Islam dan lain-lain.

98

Anda mungkin juga menyukai