Anda di halaman 1dari 4

PENGERTIAN ILMU TAUHID

ِ ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّح ِيم‬
 
Ilmu Tauhid secara umum diartikan dengan ilmu yang membicarakan tentang
cara-cara menetapkan aqidah agama dengan menggunakan dalil-dalil yang
meyakinkan, baik dalil naqli, dalil aqli maupun dalil perasaan (wujdan).
Sarjana barat menterjemahkan Ilmu Tauhid ke bahasa mereka dengan
“Theologi Islam”. Secara etimologi “Theologi” itu terdiri dari dua kata yaitu
“theos” berarti “Tuhan” dan “Legos” berarti ilmu. Dengan demikian dapat
diartikan sebagai ILMU KETUHANAN. Sedangkan secara terminologi (istilah),
theologi itu diartikan :
1. “The discipline which concert God or Devene Reality and Gods   Relation to
the world”, maksudnya suatu pemikiran manusia secara sistematis yang
berhubungan alam semesta.

2. “Sciense of religion, dealing therefore with God and Man in his relation to
God”, maksudnya pengetahuan tantang agama yang karenanya
membicarakan tentang Tuhan dan Manusia serta manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan.

3. “The sciense which treats of the facts and fenomena of religion and the
relationship between God and Man”, maksudnya ilmu yang membahas fakta-
fakta dan gejala agama dan hubungannya antara Tuhan dan Manusia.

Dari beberapa pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa theologi itu


merupakan ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungannya
dengan manusia, baik berdasarkan kebenaran agama (wahyu) ataupun
berdasarkan penyelidikan akal murni.
Inilah sebabnya theologi itu bukan hanya berupa uraian bersifat pikiran
tentang agama semata (the intelectual expression of religion) tetapi dapat
juga bercorak agama (reaviled theologi) or (filosophical theologi). Untuk itu
siapa saja bisa menyelidiki sesuatu agama dengan semangat penyelidikan
bebas tanpa harus dari orang-orang yang beragama tersebut atau mempunya
hubungan dengan agama yang ditelitinya.
Ilmu Tauhid ini juga sering dinamakan dengan Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin
dan Ilmu Aqaid. Disebut Ilmu Tauhid karena tujuan pokok ilmu ini adalah
meng-ESA-kan Tuhan (Allah) baik zat, sifat maupun af’alnya (perbuatanNya).
Disebut Ilmu Kalam karena :
1. Pembicaraan pokok yang dipersoalkan pada permulaan Islam adalah
firman (kalam) Allah yaitu Al-Quran, apakah ia makhluk diciptakan
(non azali) atau tidak diciptakan (azali).
2. Dasar pembicaraan Ilmu Kalam adalah dalil-dalil akal pikiran sehingga
kelihatan mereka ahli bicara. Dalil naqli baru digunakan sesudah
ditetapkan kebenaran persoalan dari segi akal pikiran.
3. Pembuktian kepercayaan agama sangat mirip dengan falsafah logika,
maka untuk membedakannya disebut dengan Ilmu Kalam.
Disebut Ilmu Ushuluddin (ilmu aqaid) karena pokok pembicaraannya adalah
dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi agama Islam.
Ilmu Kalam menjadi ilmu yang berdiri sendiri, mulai masa pemerintahan
Daulah Abbasyiah (Khalifah Al-Makmun) ketika Mazhab Mu’tazilah menjadi
Mazhab negara. Mazhab ini telah mempelajari filsafat dan memadukan
metodanya dengan metoda Ilmu Kalam. Sebelumnya ilmu yang
membicarakan kepercayaan masih disebut dengan “al-fiqhu fi ad-din”,
sebagai imbangan ilmu fiqh yang dinamakan dengan “al-fiqhu al-ilmi”. Imam
Hanafi sendiri menamakan bukunya tentang kepercayaan itu dengan “al-fiqhu
al-akbar”.
Pemakaian theologi Islam untuk Ilmu Kalam masih dapat dibenarkan karena
pengertiannya tidak berbeda, sebab Ilmu Kalam membicarakan Wujud Tuhan,
Sifat-Sifat Wajib, Sifat Jaiz (boleh) dan Sifat Mustahil pada Tuhan.
Membicarakan Wujud Rasul, dengan Sifat-Sifatnya baik Wajib, Jaiz dan
Mustahil pada mereka.
Juga dibicarakan tujuan ke-utus-an mereka, pertanggungan jawab manusia di
akhirat, balasan dan siksaan, semua itu bisa dicapai dengan dalil pikiran yang
yakin dan intuitif. Di samping itu juga Ilmu Kalam memberi alasan akan
kebenaran kepercayaan tersebut serta membantah orang yang
mengingkarinya dan yang menyeleweng daripadanya.
Jadi pengertian Theologi Islam dan Ilmu Kalam memiliki kesesuaian makna.
Adanya kepercayaan kepada Tuhan dan segala sesuatu yang bertalian
dengannya, hubungan Tuhan dengan alam semesta dan manusia, disamping
kepercayaan kepada soal-soal gaib lainnya yang kadang-kadang akal manusia
itu tidak mampu lagi menjangkaunya.

Latar Belakang Ilmu Kalam

A. Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu kalam dalam bahasa Arab biasa diartikan sebagai ilmu tentang perkara
Allah dan sifat-sifat-Nya. Oleh sebab itu ilmu kalam biasa disebut juga sebagai
ilmu ushuluddin atau ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang penetapan
aqoid diniyah dengan dalil (petunjuk) yang kongkrit.

Al-Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas


Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang
berkenaan dengan masalah dunia sampai maslah sesudah mati yang berlandaskan
doktrin Islam. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara
filosofis.

Sedangkan, Ibnu Kaldun mendefinisikan ilmu kalam sebagai disiplin ilmu


yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat
dalil-dalil rasional.

Melihat dari kedua definisi tersebut ilmu kalam bisa juga di defenisikan
sebagai ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan
argumentasi logika atau filsafat. Oleh sebab itu sebagian teolog membedakan
antara ilmu kalam dengan ilmu tauhid.
B. Latar Belakang Ilmu Kalam
Munculnya ilmu kalam menurut Harun Nasution, dipicu oleh persoalan
politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang
berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan
persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan
siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa
yang masih tetap Islam.

Dalam sejarah Islam di terangkan bahwa perpecahan golongan itu tampak


memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, sebagaimana
dikatakan oleh Hudhari Bik, Hal itu menjadi sebab perpecahan pendapat kaum
muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka
yang adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib r.a, dan satu
golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan
yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sofyan r.a.

Setelah terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib r.a, Islam telah terpecah
menjadi tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughot
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.

Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan


seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-
masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang
yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Jika melihat dari sejarah tersebut, awal
dari ilmu kalam adalah karena adanya perbedaan atau perselisihan pendapat yang
kemudian menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan
untuk membela masing-masing golongan dengan dasar yang bersumber dari Al-
Qur`an.

Harun Nasution mengatakan, Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah,


Amr ibn Al-As, Abu Musa Al-Asy`ari dan lain-lain menerima abitrase adalah
kafir, karena Al-Qur`an mengatakan :

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.S Al-Maidah – 44).

Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah. Pada
masa pemerintahan Abbasiyah kedua yang di pimpin oleh khalifah Al-Ma`mun,
perkembangan ilmu kalam banyak di pengaruhi oleh kesusteraan Yunani,
khususnya pendapat-pendapat Aristoteles.

Pemerintahan Al-Ma`mun sendiri memberi sokongan kuat terhadap ahli


kalam, mengalahkan ahli hadits. Sehingga menimbulkan peperangan argumentasi
antara ahli kalam dengan ahli hadits. Hudhari Bik mengatakan, Para Ahli hadits
telah sepakat untuk melawan gerakan kalamiah ini, dan jumhur bersama mereka
(ahli hadits), maka apa yang mereka maksudkan dapat tercapai. Harun Nasution
mengatakan, Teologi mereka yang bersifat rasional dan liberal itu bagi kaum
intelegensia yang terdapat dalam lingkungan pemerintahan Islam Abbasiah di
permulaan abad ke-9 Masehi sehingga khalifah Al-Ma`mun (813-833 M), putra
dari khalifah Harun Ar-Rasyid (766-809 M) pada tahun 827 M menjadikan
teologi Mu`tazilah sebagai mazhab yang resmi dianut negara. Pada masa
pemerintahan khalifah Al-Mutawwakil pada tahun 856 M, aliran Mu`tazilah ini
mendapatkan perlawanan yang bukan sedikit di kalangan umat Islam.

Perlawanan ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang


disusun oleh Abu Hasan Al-Asy`ari (935 M), yang kemudian terkenal dengan
teologi Al-Asy`ariah atau mazhab Al-Asy`ariyah. Di samping aliran Asy`ariah,
timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran
Mu`tazilah, aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (944
M), aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiah.

C. Kesimpulan
Pengertian ilmu kalam itu sama dengan ilmu tauhid yakni ilmu yang
membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika
atau filsafat. Karena argumentasi logika dan filsafat lebih menonjol, maka
sebagian teolog membedakan antar ilmu kalam dengan ilmu tauhid.

Melihat sejarah latar belakang munculnya persoalan ilmu kalam tersebut


diatas, dapat disimpulkan bahwa tuduhan kafir kaum Khawarij terhadap khalifah
Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr ibn Al-As, Abu Musa Al-
Asy`ari dan lain-lain yang telah menerima abitrase (tahkim) yang kemudian
menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan untuk
membela masing-masing golongan dengan dasar yang bersumber dari Al-Qur`an
yakni surat Al-Maidah ayat 44.

Anda mungkin juga menyukai