Menurut Al-’iji, Ilmu Kalam adalah sebuah ilmu yang memberikan kemampuan untuk
menetapkan aqidah agama Islam dengan mengajukan argumen guna melenyapkan keraguan yang
ada.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ini adalah sebuah ilmu yang mengandung adanya argumen-
argumen secara rasional untuk membela aqidah iman dan mengandung penolakan terhadap
golongan bid’ah (perbuatan-perbuatan baru tanpa ada contoh sebelumnya) yang di dalam aqidah,
menyimpang dari mazhab salah dan ahlussunnah. Beliau juga berpendapat bahwa ilmu ini
nantinya berisikan alasan-alasan mengapa kita harus mempertahankan kepercayaan-kepercayaan
iman, tentu saja dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisikan bantahan terhadap orang-
orang yang menyeleweng dari kepercayaan Salaf dan ahlusSunnah.
Menurut Hasbi al-Shiddieqy, keberadaan Ilmu Kalam atau Ilmu Tauhid ini adalah ilmu yang
membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan menggunakan dalil-dalil
yang meyakinkan, baik itu dalil naqli, aqli, maupun dalil wijdani.
Nah, dari beberapa pendapat ahli mengenai apa itu Ilmu Kalam dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Kalam atau Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan akan bagaimana menetapkan
kepercayaan-kepercayaan agama Islam dengan adanya bukti-bukti yang valid. Kepercayaan-
kepercayaan tersebut melingkup pada Allah SWT (beserta sifat-Nya), rasul, wahyu, akhirat,
iman, dan lainnya.
Persoalan yang terpenting untuk dijadikan pembicaraan pada abad permulaan Hijriah
adalah ‘apakah Kalam Allah (Al-Quran) itu termasuk Qadim atau Hadis?’. Maka
dari itu, keseluruhan dari ilmu menggunakan nama tersebut dan menjadikannya
sebagai salah satu bagian terpenting dalam kajiannya.
Dasar dari Ilmu Kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran ini tampak
jelas terutama dalam pembicaraan para Mutakallimin (ahli teologi Islam).
Ruang Lingkup
Perlu dipahami sekali lagi bahwa objek kajian dalam Ilmu Kalam memang sedikit lebih rumit
dan bahkan mampu menimbulkan perdebatan panjang di aliran-aliran teologi Islam. Secara
singkat, pokok permasalahan yang dibahas dalam Ilmu Kalam terletak pada 3 persoalan ruang
lingkup, yakni:
1. Ilmu Tauhid
Dinamakan sebagai Ilmu Tauhid sebab membicarakan mengenai keesaan Allah SWT. Menurut
ulama-ulama Ahl al-Sunnah, Tauhid adalah bahwa Allah SWT itu Esa dan dzat-Nya, tidak
terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya, yang azali, tiada tara bandingan bagi-Nya, Esa dalam
perbuatan-perbuatan-Nya, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
2. Ilmu Ushuluddin
Dinamakan sebagai Ilmu Ushuluddin karena membahas mengenai prinsip-prinsip agama Islam.
Tidak hanya prinsip-prinsip agama saja, tetapi juga pada prinsip kepercayaan agama dengan
dalil-dalil yang qat’i (Al-Quran dan hadis Mutawatir) serta dalil-dalil fikiran.
Sejarah awal munculnya Ilmu Kalam adalah sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, yang kala
itu muncullah persoalan di kalangan umat Islam mengenai siapa yang hendak menjadi pengganti
Nabi (Khalifatul Rasul). Hal tersebut kemudian diatasi dengan diangkatnya Abu Bakar As-
Shiddiq sebagai khalifah. Setelah Beliau wafat, kekhalifahan dipimpin oleh Umar bin Khattab
yang pada kala itu umat Islam tampak tegar dalam mengalami ekspansi seperti kejazirahan dari
Arabian, Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia, hingga Romawi dan Mesir.
Setelah masa kekhalifahan Umar bin Khattab berakhir, maka diangkatkan Utsman bin Affan
menjadi khalifah pengganti Umar. Utsman ini masih termasuk dalam golongan Quraisy yang
kaya raya, keluarganya juga terdiri dari orang-orang Aristokrat Makkah yang memiliki
pengalaman dagang dan pengetahuan administrasi. Pengetahuan itu dimanfaatkan dalam
memimpin administrasi di daerah-daerah yang ada di luar semenanjung Arabiah. Namun
sayangnya, pada masa tersebut justru cenderung terjadi nepotisme sehingga terjadilah
ketidakstabilan di kalangan umat Islam. Bahkan banyak sekali penentang yang tidak setuju pada
kepemimpinan Utsman, hingga akhirnya Beliau tewas terbunuh oleh pemberontak dari Kufah,
Basrah, dan Mesir.
Setelah Utsman wafat, maka Ali Abi Thalib terpilih sebagai calon khalifah selanjutnya. Namun,
Beliau langsung mendapatkan tantangan dari pemuka-pemuka lainnya yang juga ingin menjadi
khalifah, sebut saja ada Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Peristiwa tersebut dikenal dengan Perang
Jamal. Kemudian, ada juga tantangan yang datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan yang kala itu
ingin menjadi khalifah dan menuntut Ali supaya menghukum para pembunuh-pembunuh dari
Utsman. Atas adanya peristiwa-peristiwa itu muncullah Teologi mengenai asal muasal sejarah
keberadaan Ilmu Kalam.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, keberadaan Ilmu Kalam ini memang sudah ada tetapi belum
dikenal dengan istilah demikian. Baru dikenal pada masa berikutnya, tepatnya setelah ilmu-ilmu
keIslaman lainnya muncul satu persatu. Terutama ketika orang-orang telah banyak
membicarakan mengenai kepercayaan alam gaib (metafisika). Dari adanya peristiwa-peristiwa
politis dan historis yang terjadi di masa lalu itulah, menumbuhkan faktor penyebab munculnya
Ilmu Kalam, yakni:
Faktor Internal
1. Keberadaan Al-Quran selain mengajak kaum-Nya untuk mempercayai kenabian dan
hal-hal yang berhubungan dengan hal tersebut, menyinggung pula adanya golongan-
golongan dan agama-agama yang ada di masa Nabi Muhammad SAW. Al-Quran
tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantahnya dengan alasan-alasan
sebagai berikut:
Sebagai golongan yang mengingkari agama dan keberadaan Tuhan, serta
mengatakan juga bahwa merekalah yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan,
sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 24.
Sebagai golongan-golongan syirik, sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-Maidah
ayat 116.
Sebagai golongan-golongan kafir, sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-Isra’ ayat
94.
Sebagai golongan-golongan munafik, sebagaimana disebutkan dalam Q.S Ali Imran
ayat 154.
2. Adanya nas-nas yang kelihatannya saling bertentangan, sehingga datanglah orang-
orang yang mengumpulkan ayat tersebut dan mem-filsafatnya.
Faktor Eksternal
1. Banyak di antara pemeluk-pemeluk agama Islam, yang dulunya beragama Yahudi,
Masehi, dan lainnya. Setelah mereka “tenang” dari tekanan, mulailah mereka
mengkaji kembali akidah-akidah agama mereka dan mengembangannya ke dalam
Islam.
2. Golongan Islam yang ada pada zaman dulu, terutama golongan Mu’tazilah
memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan bahwa
mereka memusuhi Islam, dengan cara mengetahui secara sebaik-baiknya akidah-
akidah mereka.
3. Para Mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya menggunakan filsafat,
sehingga mereka mempelajari logika dan filsafat.
Ilmu Kalam disebut-sebut sebagai ilmu yang dapat berdiri sendiri pada masa Daulah Dani
Abbasiyah, terutama pada kala kepemimpinan khalifah al-Makmun, yang dipelopori oleh dua
orang tokoh Islam yakni Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi.
1. Al-Quran
Dalam kitab suci ini, banyak sekali ayat yang membicarakan mengenai masalah ketuhanan.
Misalnya pada Q.S Al-Ikhlas ayat 3-4 yang berarti “(Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakan”“dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya
2. Hadits
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW, banyak membicarakan mengenai masalah-masalah yang
juga dibahas dalam Ilmu Kalam. Diantaranya adalah hadits Nabi yang menjelaskan mengenai
hakikat keimanan dan terpecahnya golongan, yakni:
“Hadits ini diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah pernah
bersabda ‘Akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa bani Israil ….Bani Israil telah
terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan,’ ‘Siapa mereka itu, wahai Rasulullah’
Tanya para sahabat. Rasulullah menjawab, ‘Mereka itu adalah yang mengikuti jejakku dan
sahabat-sahabatku,.” (H.R. At-Tirmidzi)
3. Pemikiran Manusia
Yakni berupa pemikiran yang memang dikeluarkan oleh umat Islam maupun non-muslim.
Mengingat bahwa Islam telah menggunakan pemikiran-pemikiran rasional untuk menjelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat dalam Al-Quran, terutama yang belum jelas maksudnya
bahkan sebelum filsafat Yunani masuk.
Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Keislaman Lainnya
Keberadaan Ilmu Kalam tentu saja memiliki hubungan dengan ilmu keIslaman lainnya, yakni
berupa: