Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM


Dosen Pengampu:

Kamal Fiqry Musa Lc,M.A

DISUSUN OLEH KELOMPOK :

ATI NISAUN NADHURAH (11180480000008)

NURUL CAROLINE PRATIWI (11180480000066)

DINDA NAHRATUSZ SAIDAH (11180480000084)

ANDRIANDITO MUHAMMAD W (11180480000126)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM

Pengertian Teologi Islam

Teologi secara etimologi berasal dari bahsa yunani yaitu theologia yang terdiri dari kata “Theos”
artinya “Tuhan” dan “Logos” yang berarti “Ilmu”. Jadi teologi berarti “ilmu tentang Tuhan”.
Teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia, baik
berdasarkan kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni. Kata teologi yang
bergandengan dengan islam merupakan ilmu yang membahas tentang fakta-fakta dan gejala-
gejala agama dan hubungan-hubungan antara Tuhan dan Manusia. Islam dalam bahasan teologi
Islam, adalah agama yang menuntut sikap ketundukan dengan penyerahan dan sikap pasrah,
disertai sifat batin yang tulus, sehingga intisari yang terkandung dalam Islam ada dua yaitu;
pertama berserah diri, menudukkan diri atau taat sepenuh hati; kedua masuk dalam al-Salam,
yakni selamat sejahterah, damai hubungan yang harmonis.

Berdasar pada rumusan pengertian tentang “teologi” dan “Islam”, maka “Teologi Islam” adalah
ilmu yang secara sistematis membicarakan tentang persoalan ketuhanan dan alam semesta
menurut perspetif Islam yang harus diimani, dan hal-hal lain yang terkait dengan ajaran Islam
yang harus diamalkan, guna mendapatkan keselamatan hidup (dunia dan akhirat).

Teologi Islam berbicara tentang persoalan ketuhanan, maka dapat pula dipahami bahwa ia
identik dengan Ilmu kalam terutama dalam dua aspek:
-Pertama, berbicara tentang kepercayaan terhadap Tuhan dalam segala seginya, termasuk soal
wujud-Nya, keesaannya, dan sifat-sifat-Nya.
-Kedua, bertalian dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya, persoalan terjadinya
alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, serta selainnya.

Ilmu yang membicarakan mengenai aspek-aspek yang disebutkan ini, disebut Teologi, dan
karena pembicaraannya dalam perspektif Islam, maka disebutlah ia sebagai “Teologi Islam”.
Menurut Abdurrazak, Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala
sesuatu yang terkait dengan-Nya secara rasional. Sedangkan menurut Muhammad Abduh : “
tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat yang wajib tetap pada-
Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sma sekali wajib di lenyapkan
dari pada-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka,
meyakinkan apa yang ada pada diri mereka, apa yang boleh di hubungkan kepada diri mereka
dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka”. Kalau melihat definisi pertama
dapat di pahami bahwa Muhammad Abduh lebih menekankan pada Ilmu Tauhid/Teologi yaitu
pembahasan tentang Allah dengan segala sifat-Nya, Rasul dan segala sifat-Nya, sedang yang
kedua menekankan pada metode pembahsan, yaitu dengan menggunakan dalil-dalil yang
meyakinkan.

Ruang Lingkup Studi Teologi Islam

Aspek pokok dalam kajian ilmu Teologi Islam adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang
maha sempurna, maha kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula
ruang lingkup pembahasan yang pokok adalah:
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda.
Dalam bagian ini termasuk Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan manusia.
2. Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah atau
disebut pula wasilah meliputi: Malaikat, Nabi/Rosul, dan kitab-kitab suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan sam’iyyat (sesuatu yang diperoleh melalui lewat sumber
yang meyakinkan, yakni Al-Quran dan Hadits, misalnya tentang alam kubur, azab kubur, bangkit
di padang mahsyar, alam akhirat, arsh, lauhil mahfud, dll).

Sumber-sumber Pembahasan Teologi Islam

Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam
menggunakan beberapa sumber, yaitu:
1. Sumber yang ideal
Yang dimaksud dengan sumber ideal adalah Qur’an dan Hadits yang didalamnya dapat memuat
data yang berkaitan dengan objek kajian dalam Ilmu Tauhid. Misalnya, telah dimaklumi dalam
ajaran agama, bahwa semua amal sholeh yang dilakukan oleh ketulusan hanya akan diterima
oleh Allah SWT apabila didasari dengan akidah islam yang benar. Karena penyimpangan dari
akidah yang benar berarti penyimpangan dari keimanan yang murni dari Allah. Dan
penyimpangan dari keimanan berarti kekufuran kepada Allah SWT. Sedangkan Allah tidak akan
menerima amal baik yang dilakukan oleh orang kafir, berapapun banyaknya amal yang dia
kerjakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lau dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal didalamnya.” (QS. Al- Baqoroh : 217)
2. Sumber Historik
Sumber historis adalah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu
tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat islam maupun pemikiran eksternal yang
masuk kedalam rumah tangga islam. Sebab, setelah Rosulullah saw wafat, islam menjadi
tersebar, dan ini memungkinkan umat islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiran-
pemikiran dari luar islam, misalnya dari Persia dan Yunani. Sumber historik akan menentukan
fakta; dan oleh karena fakta diketahui melalui dokumen-dokumen: metode akan menentukan
keotentikan dan bentuk asli (kritik teks) dari dokumen-dokumen tersebut.
Pemikiran yang berkembang dalam kalangan internal umat islam, antara lain:
1. Pelaku dosa besar. Masalah yang muncul, apakah masih ddihukumi sebagai mukmin atau
tidak.
2. Al-Quran wahyu Allah. Apakah ia makhluk atau bukan, atau dengan kata lain, apakah Al-
Quran itu qadim atau hudus (baru).
3. Melihat Tuhan Allah. Apakah itu di dunia atau di akhirat, atau di akhirat saja, dan apakah
dengan mata kepala ataukah dengan hati saja.
4. Sifat-sifat Tuhan. Apakah Tuhan memiliki sifat-sifat zati dan sifat af’al (menurut konsepsi al-
sanusi,sifat-sifat ma’nawiyah), ataukah Dia tidak layak diberi sifat-sifat tersebut.
5. Kepemimpinan setelah Rosulullah wafat, apakah ia harus dipegang oleh suku Qurays saja ,
atau apakah nabi Muhammad saw meninggalkan wasiat bagi seseorang dari ahlul bait untuk
memimpin umatnya ataukah tidak atau bahwa pemimpin itu harus dipilih berdasar musyawaroh,
atau menurut keputusan ahlul hall wal aqdi.
6. Takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Apakah diperbolehkan mengadakan takwil atau
tidak. Misalnya:
Janganlah kamu sembah disamping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Qashas :
88)

Metode Pembahasan Studi Teologi islam

Ada dua metode atau cara pembahasan Ilmu Tauhid, yakni:


1. Menggunakan dalil naqli
Pada dasarnya inti pokok ajaran Al-Quran adalah tauhid, nabi Muhammad saw diutus Allah
kepada umat manusia adalah juga untuk mendengarkan ketauhidan tersebut, karena itu ilmu
tauhid yang terdapat didalam Al-Quran dipertegas dan diperjelas oleh Rosulullah saw dalam
haditsnya. Penegasan Allah dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa antara
lain:
“Katakanlah “Dia-lah Allah, yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan diperanakkan. Dan tidak ada serangpun yang setara dengan
Dia”. (QS. Al-Ikhlas : 1-4)

2. Menggunakan Dalil Aqli


Penggunaan metode rasional adalah salah satu usaha untuk menghindari keyakinan yang
didasarkan atas taklid saja. Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu bahwa iman
yang diperoleh secara taklid mudah terkena sikap ragu-ragu dan mudah goyah apabila
berhadapan dengan hujjah yang lebih kuat dan lebih mapan. Karena itu ulama sepakat melarang
sikap taklid didalam beriman. Orang harus melakukan nalar dan penalaran baik dengan memakai
dalil aqli maupun dalil naqli.

Sejarah munculnya Aliran-Aliran Dalam Islam

Pada masa Nabi saw dan para Khulafaurrasyidin umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu
syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan
wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Awal mula adanya perselisihan di picu oleh
Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan
berlanjut pada masa khalifah Ali.

1. Peristiwa terbunuhnya khalifah Usman


Utsman bin Affan berasal dari suku Qurays yang dilukiskan sebagai orang yang dermawan.
Kedermawanannya terbukti ketika ia ia pernah memberikan 940 ekor unta, 60 ekor kuda dan
10.000 dinar untuk perang tabuk. Beliau juga sangat berjasa dalam pengkodifikasian al-Qur’an
mejadi mushaf sebagaimana yang dibaca oleh jutaan umat islam di dunia. Utsman diangkat
menjadi khalifah melalui musyawarah yang dilakukan oleh Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Saad bin Abi Waqash, dan yang terpilih
Muawiyyah bin Abi Sofyan merasa memiliki hak qishâs (hak menuntut balas) karena ia merasa
ada hubungan kerabat dengan Utsman bi Affan. Adapun dasar pikiran Mu’âwiyah dilandaskan
pada QS.2: 178: ”Yâ Ayyuhâ al-Ladzîna Âmanû Kutiba ‘Alaikum al-Qishâsu fî al-Qatl” (Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh). Menurut Mu’awiyah, Ali bin Abi Thalib merupakan dalang (aktor intelektual) dibalik
pembunuhan khalifah Utsman bin Affan, terkecuali ia mampu menunujukkan pelaku yang
sesungguhnya. Selama ia tidak sanggup menangkap pelaku pembunuh khalifah Utsman bin
Affan, maka Mu’awiyah tidak mengakui ke-khalifahan Ali ibn Abî Thalib. Penetapan
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tidak sah, sebab hanya ditentukan oleh rapat terbatas masyarakat
Madinah, padahal wilayah kekauasaan Islam bukan hanya Madinah. Apalagi dirinya adalah
gubenur, sekaligus kerabat dekat khalifah Utsman ibn Affan. Dirinyalah yang berhak menjadi
khalifah, bukan Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib juga menuntut Mu’âwiyah
mau mengakui terlebih dahulu kepemimpinannya. Jika tidak, bagaimana mungkin dirinya bisa
mengusut perkara besar, jika ia tidak memiliki otoritas. Setelah Utsman wafat kekhalifahan
berpindah ke tangan Ali bin abi Thalib, namun pengangkatan ali menjadi khalifah tidak dalam
kondisi yang menguntungkan karena ia diangkat dalam kondisi yang tidk stabil. Tak heran jika
rongrongan terhdap kekkhilafahannya berdatangan mulai dari Thalhah dan Zubair dan Muawiah.
Tantangan keras muncul dari Muawiyah yang menuduh Ali terlibat dalam terbunuhnya
Utsman.Perseteruan tersebut akhirnya melahirkan perang shiffin

2. Dampak Arbitrase
Kekisruhan politik akibat terbunuhnya Utsman pada tahun 35 H berlanjut di masa Khalifah Ali
bin Abi Thalib. Kekisruhan ini mencapai klimaks dengan meletusnya perang jamal(35 H/656M).
Antara pasukan ali dengan pasukan Aisyah yang dibantu oleh Zubair dan Thalhah yang disusul
dengan perang shiffin (36 H/657 M) antara pihak Ali dan Muawiyah. Dalam arbitrase ini
diangkat dua orang sebagai arbitrer yaitu Amr bin ash (dari pihak Muawiyah) dan Abu Musa Al
asy’ari (dari pihak Ali). Diantara keduanya ada kemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka
itu, Ali dan Muawiyah. Abu Musa mengumumkan tentang penjatuhan kedua orang yg saling
bertentangan tersebut. Namun Amr bin ash hanya menyetujui penjatuhan Ali dan menolak
penjatuhan Muawiyah.
Dari segi politik perang shiffin yang berakhir dengan arbritase itu tidak diterima oleh kelompok
Ali dan menjadi alasan mereka untuk memisahkan diri dari golongan Ali, mereka membentuk
kelompok yang dinamakan dengan khawarij. Mereka mudah mengkafirkan orang yang berjalan
diluar hukum-hukum Tuhan, utamanya untuk membawa konsekuensi dosa-dosa.Pendapat
khawarij mengenai pelaku dosa besar mendapat tantangan dari Murji’ah, menurut mereka pelaku
dosa besar ia tidak kafir tetap mukmin ,soal dosa besar mereka serahkan kepada Tuhan di hari
perhitungan.

Faktor-faktor Timbulnya Aliran Kalam Dalam Islam

Faktor yang menyebabkan timbulnya aliran kalam dalam islam dapat di kelompokan menjadi 2
bagian yaitu:
1. Faktor internal; Yaitu faktor yang muncul dari dalam umat islam sendiri yang dikarenakan:
a. Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam
menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih,
sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada
yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa
merujuk kepada hadist.
b. Adanya pemahaman ayat Al-Qur’an yang berbeda
Para pemimpin aliran pada waktu itu dalam mengambil dalil Al-Qur’an beristinbat menurut
pemahaman masing-masing
c. Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda
Penyerapan hadist berbeda, ketika para sahabat menerima berita dari para perawinya dari aspek
“matan” ada yang disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya disusun oleh
para sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist (isra’iliyah), yaitu: hadist yang disusun
oleh orang-orang yahudi dalam rangka mengacaukan islam.
d. Adanya kepentingan kelompok atau golongan
Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas,
dimana syiah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan
khawarij sebagai kelompokyang sebaliknya.
e. Mengedepankan akal
Dalam hal ini, akal di gunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan
dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.
f. Adanya kepentingan politik
Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman Ustman bin Affan yang
menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk
menata kehidupan.
g. Adanya perbedaan dalam kebudayaan
Orang islam masih mewarisi yang di lakukan oleh bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti
menghalalkan kawin kontrak yang hal itu sebenarnya sudah di larang sejak zaman Rasulullah.
Kemudian muncul lagi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran Syi’ah.

2. Faktor eksternal; Faktor ini muncul dari luar umat islam, yaitu :
a. Akibat adanya pengaruh dari luar islam.
Pengaruh ini terjadi ketika munculnya aliran syi’ah yang muncul karena propaganda seseorang
yahudi yang mengaku islam, yaitu Abdullah bin Saba.
b. Akibat terjemahan filsafat yunani
Buku-buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya
bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat islam.
Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan-alasan mereka yang
memusuhi islam.

ALIRAN DALAM TEOLOGI ISLAM

Khawarij
Khawarij adalah aliran dalam teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut Ibnu Abi Bakar
Ahmad al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dar imam
yang hak dan telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa Khulafaur Rasyidin, atau
pada masa tabi’in secara baik-baik[3]. Nama Khawarij berasal dari kata “kharaja” berarti keluar.
Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.

Khawarij adalah golongan politik yang menolak sikap Ali bin Abi Thalib dalam menerima
paham penyelesaian sengketa antara Ali sebagai Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang
menuntut Khalifah.Meskipun mereka semula adalah pengikut Ali, tetapi akibat politik penolakan
mereka atas sikap Ali dalam paham itu.

Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar
karena Ali merupakan khalifah sah yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara
Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah.
Dibawah ini beberapa ajaran khawarij:

 Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
 Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair,
dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang menerima dan
mambenarkannya – di hukum kafir
 Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya
Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan
pengharapan.Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.Selain itu, arja’a berarti
pula meletakan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari
iman.Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat
kelak.

Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya
kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan
oleh aliran khawarij.Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim itu, dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman
seseorang.Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin
dihadapan mereka.

Qadariyah
Istilah Qadariyah mengandung dua arti, pertama, orang-orang yang memandang manusia
berkuasa atas perbuatannya dan bebas untuk berbuat. Dalam arti ini Qadariyah berasal dari kata
qadara artinya berkuasa. Kedua, orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan
aleh azal. Dengan demikian, qadara di sini berarti menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau
nasib.

Qadariyah adalah satu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia memiliki
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri intuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian
nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan. Dalam istilah inggris paham ini dikenal dengan nama free will dan free act.

pokok-pokok ajaran qadariyah adalah :


 Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang
fasikk itu masuk neraka secara kekal.
 Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga)
atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal
perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
 Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah
tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang
bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup,
mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu bi fi’lih, yaitu
berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia tidak mempunyai kemampuan dan
kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa
melakukan kehendak atau perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak zaman azali.
Dalam filsafat Barat aliran ini desebut Fatalism atau Predestination.

Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam
semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk
berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari
Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas
kehendak Allah.

Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

 Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik
yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
 Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
 Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
 Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
 Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.

Mu’tazilah
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan
diri ,yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk
pada dua golongan .

Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I ) muncul sebagai respon politik murni.
Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik ,khususnya dalam arti bersikap lunak dalam
menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya,terutama
Muawiyah,Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.Menurut penulis ,golongan inilah yang mula-mula
disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khalifah.
Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum mu’tazilah
yang tumbuh di kemudian hari.

Golongan kedua (selanjutnya disebut Mu’tazilah II ) muncul sebagai respon persoalan teologis
yang berkembang dikalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim.Golongan
ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan Murji’ah tentang
pemberian status kafir kepada orang- orang yang berbuat dosa besar.Mu’tazilah II inilah yang
akan dikaji. dalam sejarah kemunculannya memiliki banyak versi. beberapa versi tentang
pemberian nama Mu’tazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi
antara Wasil bin Atha serta mertanya ,Amr bin Ubaid,dan Hasan Al-Basri di Basrah.Ketika
Wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di mesjid Basrah.

Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah


Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk
memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :

 al Tauhid (keesaan Allah)


 al ‘Adl (keadlilan tuhan)
 al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
 al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
 amar mauruf dan Nahi mungkar.

Syiah
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut,pendukung,partai atau kelompok, sedangkan secara
terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya
selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut sebagai ahlal-
bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu
bersumber dari ahl al-bait.Mereka menolak petunjuk –petunjuk keagamaan dari para sahabat
yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.

Syiah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan
.karena mereka beranggapan bahwa beliau adalah yang lebih berhak menjadi pengganti Nabi
Muhammad SAW, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah seperti Abu Bakar As
Siddiq, Umar bin Khattab dan Utsman Bin Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas
khalifah.

Sebagaimana dimaklumi bahwa milai timbulnya fitnah di kalangan ummat Islam biang keladinya
adalah Abdullah Bin Saba’. seorang Yahudi yang pura-pura masuk islam. Fitnah tersebut cukup
berhasil dengan terpecah belahnya persatuan ummat,dan timbullah Syiah sebagai firqoh
pertama.[5] Kalangan syiah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syiah berkaitan dengan
masalah pengganti (khilafah) Nabi SAW. mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin
Khttab, dan Utsman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib lah
yang berhak menggantikan Nabi. Kepemimipinan Ali dalam pandangan Syiah sejalan dengan
isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAWpada masa hidupnya. Pada awal kenabian, ketika
Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya yang pertama-tama
menerima adalah Ali bin Abi Thalib.

Beberapa ajaran-ajaran Syiah

al Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat
bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang
menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
al ‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan
zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan,
mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.

Maturidiyah
Aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad
Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian
namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Selain itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu
Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami. Sejalan
dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh
Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

Jika dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan aliran yang
memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia, tanpa berlebih-lebihan atau melampaui
batas, maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang
tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal
harus tunduk kepada keputusan syara’.

Anda mungkin juga menyukai