DISUSUN OLEH:
Moch. Tri Darmawan
(11130910000
Mumtaz Haya W.
(1113091000059)
Dimaz Octaviano
(1113091000060)
(1113091000109 )
M. Yoma Putra
(1113091000110 )
PENDAHULUAN
Pada masa Al-Quran diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW di Mekah, mayoritas
penduduknya menganut kepercayaan warisan leluhur bangsa Arab, yang dalam sejarah Islam
disebut kepercayaan Arab Jahilia. Dalam sebuah Hadist yang bersumber dari Zaid bin Thalha,
Nabi SAW bersabda sesungguhnya agama Islam itu pertama-tama dalam keadaan asing....
Tentu saja hal ini terkait dengan pandangan dan sikap hidup umatnya yang berpedoman kepada
Al-Quran dalam hal-hal tertentu terasa sangat jauh berbeda dengan cara hidup mayoritas
penduduk pada umumnya. Sesuai dengan fungsinya, yakni sebagai pengoreksi dan penyempurna
terhadap agama - agama yang ada sebelumnya. Konsekuensi dari koeksistensi agama dalam
masyarakat Arab di kota Mekah pada masa itu, adalah para penganut agama lainnya merasa
sendi - sendi eksklusivitas agamanya terusik oleh kehadiran Islam. Dampaknya, adalah
timbulnya konflik demi konflik hingga akhirnya umat Islam harus berhijrah ke Madinah.
Islam sebagai suatu agama yang memiliki ajaran yang bersifat universal dan
komprehensif, tentunya mengandung unsur-unsur ajaran yang kompleks, dimana pada bagian
tertentu terdapat prinsip-prinsip ajaran bersifat eksklusif, dan pada bagian-bagian lainnya lebih
bersifat inklusif.
Ekslusivisme yang dimaksudkan disini, adalah suatu pandangan dalam agama (Islam)
yang meyakini keunggulan dari kebenaran ajaran-ajaran agama yang dianut, sekaligus
menegasikan ajaran serupa dari agama lainnya, sehingga ada kecenderungan untuk melahirkan
tindakan yang berbeda dan terpisah ketika berkoeksistensi dalam masyarakat plural.
Sedangkan Inklusivisme, atau istilah paralelisme menurut pihak lainnya, adalah suatu
pandangan dalam agama (Islam), yang didasarkan pada prinsip kesejajaran, sehingga mendorong
umatnya untuk menggabungkan atau menyatukan diri dengan golongan/kelompok agama lain
sebagai suatu kebersamaan dalam masyarakat plural.
BAB II
2 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e
PEMBAHASAN
A. Ekskluvisme Dalam Agama Islam
1. Eksklusif
Secara harafiah eksklusif berasal dari bahasa Inggris, "exlusive" yang berarti sendirian,
dengan tidak disertai yang lain, terpisah dari yang lain, berdiri sendiri, semata-mata dan tidak
ada sangkut pautnya dengan yang lain. Secara umum eksklusif adalah sikap yang
memandang bahwa keyakinan, pandangan pikiran dan diri sendirilah yang paling benar,
sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain salah, sesat dan
harus dijauhi.
Sikap eksklusif dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. Eksklusif Ke Luar
Agama Islam diyakini sebagai agama yang paling benar sedangkan agama
lain dianggap sesat dan tidak akan diterima oleh Tuhan. Pandangan ini didasarkan pada
ayat Al-Qur`an sebagai berikut:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hishabNya.
(QS. Ali Imron 3:19).
Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan
kepadamu nikmatMu dan telah Kuridhoi Islam ini jadi agama bagimu. Maka barangsiapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
pengampun lagi maha penyayang.
(QS. Al-maidah 5:3).
3 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e
Eksklusif Ke Dalam
Yang dimaksud dengan eksklusivisme ke dalam adalah pandangan, persepsi
dan sikap yang terdapat di dalam Islam, yang mengakui bahwa hanya aliran
eksklusivisme-lah yang benar, dan yang lainnya salah.
Faktor yang menjadi latar belakang timbulnya paham eksklusif:
1.
Doktrin Ajaran
Aliran eksklusif menganggap agama-agama lain seperti Yahudi dan Kristen yang
mulanya berasal dari Tuhan, telah terjadi penyimpangan ajaran. Walaupun mereka
mencoba mengkritik atau menganalisa akan kitab sebelumnya seakan-akan kitab
sebelumnyalah yang dapat dikritisi. Mereka tidak melihat bahwa seseorang dikatakan
mukmin kalau mereka melakukan rukun iman, salah satunya beriman kepada kitab
(Taurat, Zabur dan Injil, Al-Qur`an). Sehingga seorang mukmin wajib untuk membaca
dan melakukan apa yang tertulis di dalam Alkitab (Taurat, Zabur, dan Injil).
2. Pemahaman
Pemahaman bahwa Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
dan bukan Islam dalam pengertian misi kepatuhan dan ketundukan serta keikhlasan
beribadah kepada Allah. Paham demikian mengakibatkan mereka hanya menerima
Agama Islam saja dan tidak menerima agama lainnya.
1. Merekah yang menerapkan model penafsiran literal terhadap al-quran dan sunah dan
masa lalu karena mengunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah hal yang
sentral kerangka berfikir mereka
2. Merekah berpendapat bahwa keselamatan yang bisa dicapai melalui agama
islam.bagi merekah, islam adalah agama final yang datang untuk mengoreksi agamaagama lain. Karena itu merekah menggugat otentisitas kitab suci agama lain.
4. Tokoh Eksklusif
Orang-orang Eksklusif memandang orang lain berdasarkan keturunan, agama, ras,
suku, dan golongan. Mereka tidak mau menerima orang yang dianggapnya tidak cocok
dengan paham atau mazhab yang dianut alirannya. Hal ini kemudian akan menciptakan
sebuah tindakan tertutup yang tidak mau menerima perubahan, kemajemukan, dan pluralisme
agama (dalam konteks agama). Mungkin dalam Islam, sosok Al-Ghazali bisa dijadikan
sebagai wakil dari sekian tokoh Islam yang menganut paham eksklusif ini. Dia sangat
tertutup terhadap filsafat. Bahkan sampai-sampai dia mengeluarkan klaim ateis atau kafir
terhadap tiga filosof muslim klasik.
2. Islam Inklusif
Adalah suatu paham keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agamaagama yang lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan dapat
memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya.
6 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e
2. Kaum inklusif memandang, islam adalah agama terbalik bagi mereka, namun
merekah berpendapat bahwa keselamatan di luar agama islam adalah hal yang
mungkin.
5. Tokoh Inklusif
Berbeda dari ekslusivisme di atas, inklusivisme memandang orang lain dengan
lebih arif dan bijak. Orang-orang inklusif ini sangat menghargai adanya pluralisme,
perbedaan, dan kemajemukan. Mereka memandang semuanya sama seperti dirinya sendiri.
Politik pengkafiran pun tidak berkembang dalam paham ini.
Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa orang inklusif lebih mulia dari pada
eksklusif. Jika di eksklusif ada al-Ghazali, maka tokoh utama yang menganut paham inklusif
ini terpotret pada sosok Ibnu Rusyd. Beliau sangat menjunjung rasionalitas dan pluralitas,
keberagaman dan kemajemukan, baik dibidang agama maupun budaya, dan nilai-nilai
universalitas lainnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Islam Eksklusif dan Inklusif adalah
agama-agama sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama
memiliki kebenaran yang inklusif yang sama-sama benar, dan dengan demikian di dalam agamaagama lainpun dapat ditemukan, setidak-tadaknya suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
8 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e
Islam memandang keanekan-ragaman ajaran agama yang ada merupakan suatu karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Jika Tuhan menghendaki tentunya Dia menjadikannya hanya satu agama
saja. Akan tetapi Tuhan tidak melakukan yang demikian itu, dengan tujuan untuk menguji
manusia atas karunianya berupa agama yang telah diturunkan untuk masing-masing umat. Dalam
konteks itu hendaknya semua umat berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan untuk mencapai
kemuliaan. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi-Nya, adalah orang-orang yang paling
bertaqwa. Pada saatnya tiba, semua manusia akan kembali ke sisi-Nya, dan Dia akan
memberitahukan segala perkara agama (eksklusivisme dan inklusivisme) yang diperselisihkan
oleh umat-umat beragama ketika mereka masih hidup di dunia.
Dengan
demikian
sangat
dianjurkan
untuk
menumbuh-kembangkan
semangat
kebersamaan dan kesejajaran dalam berbuat kebajikan dalam semua bidang kehidupan : sosial,
ekonomi, dan politik guna mewujudkan keamanan, kenyamanan, serta kemakmuran hidup
bersama. Kiranya semua bentuk konflik yang mungkin terjadi antar umat beragama, terutama
yang berkenaan dengan ekskluvisme dan inklusivisme, hendaknya diselesaikan secara bijaksana
melalui proses dialog antar para pemuka agama. Untuk itu wadah-wadah berhimpun dari tokohtokoh agama dan pemerintah yang telah terbentuk, perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al Hasyimi, Sayyid Ahmad. 1993. Syarah Mukhtarul Ahaadist. Penerbit Sinar Baru,
Bandung. 2. Departemen Agama RI. 1993. Al Quran dan Terjemahannya. Kerjasama
PP. Muhammadiyah dan PP. Al Irsyad Al Islamiyah, Jakarta. 3. Shaleh, Q. , Dahlan,
A. dan Dahlan, M.D. 1987. Asbabun Nuzul : Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat
Al- Quran. Penerbit CV. Diponegoro, Bandung.
2. http://wahyuyulianto88.blogspot.com/2012/09/eksklusivisme.html
9 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e
3. http://gudangtugasku.blogspot.com/2012/09/inklusivisme-agama.html
10 | E k l u s i v i s m e d a n I n k l u s i fi s m e