Anda di halaman 1dari 11

PANDANGAN MAX WEBBER, GEORGE HEBEL DAN KARL MARX

DALAM AGAMA SEBAGAI IDEOLOGI DAN TEODISI


Andris Saiful Muslim
200104220022
Program Studi Magister Bahasa Arab
Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

PENDAHULUAN
Manusia hidup di dunia selalu memiliki keyakinan, sebelum melakukan suatu tindakan,
selalu didasari oleh sebuah keyakinan. Sebagaimana yang dikemukakan Fridayanti (2018)
menyatakan bahwa agama adalah ciri utama kehidupan manusia dan dapat dikatakan sebagai
satu kekuatan paling dahsyat dalam mempengaruhi tindakan seseorang.1 Seseorang yang
beragama memiliki keyakinan bahwa ada sebuah dzat Maha Kuasa yang harus disembah.
Tuhan yang memiliki suatu kekuasaan yang dapat memungkinkan segala sesuatu dan melebihi
segala yang ada. Agama menjadi pondasi agar kehidupan manusia menjadi tertata, damai dan
sejahtera.
Sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah salah satu
ideologi dari bangsa Indonesia. Ideologi adalah satu sistem ide yang saling bergantung (tradisi,
kepercayaan, dan prinsip) dan mencerminkan serta mempertahankan kepentingan-kepentingan
suatu kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, ideologi adalah suatu pola ide yang bukan
saja menguraikan dan mengesahkan struktur sosial dan kebudayaan suatu kelompok sosial atau
masyarakat, tetapi juga memberi justifikasi terhadap pola-pola tingkah laku, sikap dan cita-cita
kelompok atau masyarakat itu.2 Agama dan ideologi keduanya memberikan janji dan tujuan
ideal yang diinginkan manusia. Manusia dalam fitrahnya selau mencari sesuatu yang ideal
untuk mendapatkan kepuasan dari keyakinan yang dianutnya.
Kepercayaan mayoritas masyarakat Indonesia adalah mempunyai Tuhan, yang
disembah, dipercaya, diminta untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan dari manusia.
Tuhan memiliki sifat pemurah dan penyayang dalam mengatur kehidupan manusia. Manusia
percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa mempunyai kemahakuasaan dan kemahaadilan bagi
seluruh ummatnya. Manusia merasa bersyukur atas nikmat Tuhan dengan curahkan segala
kebaikannya, akan tetapi mereka merasa teraniaya saat keburukan menimpa mereka, sehingga
mereka mulai bertanya dimanakah sifat pemurah dan kemahaadilan Tuhan tersebut.
Maka sangat menarik sekali apabila kita membahas tentang agama sebagai teodisi dan
ideologi. Bagaimanakah bentuk agama sebagai teodisi dalam pandangan Max Webber, dan
bagaimanakah agama sebagai ideologi dalam pandangan George Hebel dan Karl Marx. Artikel

1
Fridayanti, “Religiusitas, Spritualitas Dalam Kajian Psikologi Dan Urgensi Perumusan Religiusitas
IslamUrgensi,” Religiusitas, spitualitas dalam kajian psikologi dan urgensi perumusan religiusitas islam urgensi,
no. 105 (2018): 199–208.
2
M Taufiq Rahman, Islam Sebagai Ideologi Gerakan (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2019).
ini ditulis untuk menjawab dua pertanyaan tadi, agama sebagai teodisi dari pandangan Max
Weber dan agama menjadi ideologi dari pandangan George Hebel dan Karl Marx.

DATA HASIL KAJIAN


Biografi Max Webber

Max Webber lahir dari ayah seorang ahli hukum yang cakap dan dari seorang ibu yang
merupakan wanita Protestan Calvinis terpelajar. Max Webber lahir di Erfurt, Thuringia pada
21 April 1864. Perbedaan antara orang tuanyanberdampak besar terhadap pemikiran Webber,
mula-mula ia berorientasi hidup seperti ayahnya, tetapi kemudian semakin mendekati orientasi
hidup ibunya. Ketika berumur 18 tahun Weber pergi dari rumah, belajar di Universitas
Heildelberg. Setelah kuliah 3 semester ia pindah ke Berlin untuk dinas militer dan belajar di
Universitas Berlin. Ia menyelesaikan gelar doktornya di sana setelah hampir 8 tahun hingga
menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas Berlin. Selama 8 tahun di Berlin,
kehidupannya masih bergantung pada ayahnya, suatu keadaan yang tidak disukainya. 3
Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1897, Weber mulai menunjukkan gejala yang
berpuncak pada gangguan safaf. Sering tak bisa tidur atau bekerja, dan enam atau tujuh tahun
berikutnya dilaluinya dalam keadaan mendekati kehancuran total. Baru pada 1904, ia mampu
kembali aktif hingga pada tahun 1905 ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya. The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam karya ini Weber mengumumkan besarnya
pengaruh agama ibunya di tingkat akademis. Weber banyak menghabiskan waktu untuk belajar
agama meski secara pribadi ia tak religius.4
Biografi George Hegel

Nama lengkapnya George Wilhelm Friedrich Hegel. Ia lahir tanggal 27 Agustus 170 di
Stuttgart. Ia meninggal pada tanggal 12 Nopember 1831. Ayahnya merupakan pekerja di kantor
keuangan kerajaan Wurtenberg. Pada tahun 1788 Hegel menjadi mahasiswa filsafat dan teologi
yang diperolehnya dari Universitas Tubingen. Pada saat itu di Universitas ini terdapat dua
pemikir yang sangat terkenal yaitu Friedrich Hoderlin dan Schelling. Hegel selanjutnya setelah
sempat tinggal di Swiss, mengajar di Universitas Jena tahun 1801, disana dia selain mengajar
dia juga bekerjasama dengan Schelling dalam menyunting jurnal filsafat.
Biografi Karl Marx
Nama lengkapnya adalah Karl Heinrich Marx, ia dilahirkan di Trier tanggal 5 Mei 1818
dan meninggal di London tanggal 14 Maret 1883. Karl Max adalah seorang seorang filsuf,
pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Pada tahun 1788 Hegel menjadi
mahasiswa filsafat dan teologi yang diperolehnya dari Universitas Tubingen. Pada saat itu di
Universitas ini terdapat dua pemikir yang sangat terkenal yaitu Friedrich Hoderlin dan
Schelling. Hegel selanjutnya setelah sempat tinggal di Swiss, mengajar di Universitas Jena

3
Siti Nurjannah Habib Hanafi, Syarifuddin, Deden Nurfaizal, Kajian Ontologis Studi Agama-Agama, ed. Asep
Iwan Setiawan M Taufiq Rahman (Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati, 2020).22.
4
Ibid.25
tahun 1801, disana dia selain mengajar dia juga bekerjasama dengan Schelling dalam
menyunting jurnal filsafat.
Pengertian Teodisi dan Pengertian Ideologi
Teodisi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, “theos” yang berati Tuhan dan
“dike” yang berarti keadilan. Teodisi merupakan studi teologis filosofis untuk membenarkan
Allah dan bersifat omni kebajikan.5 Teodisi merupakan hasil perbincangan dan pertimbangan
tentang Tuhan yang ditinjau dari segi nalar manusia. Keadilan dan kemahakuasaan Tuhan
dalam urusan manusia adalah niscaya.

Ideologi adalah segala rangkaian ide yang acap kali berwawasan luas bila dipandang
secara obyektif, di luar penerapan politisnya (secara keliru)-yang tersaji sedemikian rupa
sehingga “orang-orang yang percaya” memandang bahwa diri mereka memiliki monopoli atas
kebenaran. Ideology adalah sistem pemikiran yang tersusun rapi yang tidak hanya diperlakukan
sebagai mitos oleh orang-orang “yang tinggal didalamnya”, tetapi juga dipaksakan kepada
orang-orang yang tidak mau menerima mitos itu sebagaimana adanya.6

A. Agama Sebagai Teodisi


Pokok Pemikiran Webber

Weber membuat karya yang terkenal berjudul The Protestant Ethic and Spirit of
Capitalsm tahun 1904, buku ini membahas konteks agama-agama dan peradaban yang
berbeda-beda terhadap agama Yahudi, agama di India dan Cina serta agama Romawi dan
Kristen Sektarian. Walaupun pusat perhatiannya masalah etika ekonomi, namun lingkup
kajiannya luas sekali menjangkau seluruh hubungan yang mungkin terjadi antara berbagai
corak masyarakat beragama.
Dia mengemukakan contoh-contoh terkenal di negeri Belanda pada abad ke-16 dan 17
mengenai pemilihan bersama dalam kegiatan usaha kapitalis di kalangan keluarga Huguenots
dan orang-orang katolik di Perancis, di kalangan kelompok puritan Inggris, dan penganut
cabang puritanisme Inggris yang menetap di Amerika dan mendirikan wilayah New England.
mengajukan bukti mengenai tetap adanya perbedaan dalam cara yang di tempuh oleh berbagai
kelompok keagamaan untuk ikut ambil bagian dalam kapitalisme yang mapan pada asanya
sendiri. Di jerman dan Perancis dan Hongaria menyatakan dengan tegas bahwa penganut
Protestan Calvinis lebih mendapatkan peranan dalam dunia usaha dari pada penganut katolik.

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme


Etika protestan oleh Max Weber disebut sebagai cara bekerja keras dan bersungguh
sungguh, lepas dari imbalan materialnya. Teori ini merupakan faktor utama munculnya
kapitalisme di Eropa. Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah
membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos

5
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Cet. II. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002).1086.
6
Stephen Palmquis, Pohon Filsafat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia
dengan sukses. Awal mulanya kapitalisme muncul karena adanya ajaran Protestan oleh Calvin
yang mengajarkan bahwa untuk dapat masuk surga nantinya, manusia harus berbuat kebaikan
sebanyak mungkin di dunia. Oleh sebab itu kehidupan harus didedikasikan kepada efisiensi
dan rasionalitas untuk memaksimalkan produktifitas mereka.

Pandangan Max Webber Terhadap Agama


Max Weber sebenarnya tidak tertarik untuk menjelaskan apa itu agama, namun ia berusaha
untuk mengembangkan pendekatan umum terhadap agama sebagai suatu fenomena sosial dan
meneliti hakikat kehidupan agama itu sendiri. Ada tiga pokok pikiran Weber tentang agama:
Pertama, pendekatan psikologis terhadap agama. Dalam bukunya The Social Psychology of
The World religions ia menolak pemikiran bahwa utuk menghubungkan agama dengan faktor-
faktor sosial, seseorang harus menggunakan pendekatan yang bersifat reduksionis. Kedua,
pokok pikiran tentang agama pada suku-suku asli. Kepercayaan dan tingkah laku keagamaan
serta tindakantindakan magis tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari dan hampir selalu
terarah pada tujuan-tujuan ekonomis, yakni kesejahteraan hidup secara material. Ketiga, pokok
pikiran Weber tentang agama dan rasionalitas. Rasionalitas berarti menghilangkan aspek-aspek
magis dalam praktik kehidupan keagamaan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama ke
dalam satu sistem doktrin yang bersifat formal.

Agama Sebagai Teodisi


Menurut Lorens Bagus, ia memberikan beberapa pengertian untuk istilah ini. Pertama,
Teodisi adalah ilmu ilmu yang berusaha membenarkan cara-cara (jalan-jalan) Allah bagi
manusia. Pengertian kedua, teodisi adalah sebuah usaha untuk mempertahankan kebaikan dan
keadilan Allah ketika Allah menakdirkan atau membiarkan suatu kejahatan moral dan alamiah
maupun penderitaan manusia. Pengertian ketiga, teodisi adalah usaha untuk membuat
kemahakuasaan dan kemaharahiman Allah cocok dengan eksistensi kejahatan. Teodisi
merupakan usaha untuk mempertahankan, atau bahkan membela pemahaman manusia tentang
Allah(khususnya dalam hal kebenaran dan keadilan-Nya), ketika realita atau fakta yang
dihadapi membuat kita mempertanyakan atau menggugatnya.
Dalam permasalahan teodisi dengan etika protestan dan semangat kapitalism, ada satu
sisi dimana keadilan Tuhan menjadi titik yang sangat sentral, namun disisi lain kenyataan
dalam kehidupan seolah-olah tuhan tidak menunjukkan kemahakuasaannya sehingga
kehidupan manusia jauh dari yang meraka harapkan. Keadaan seperti ini mengundang tanda
tanya besar apakah benar adanya eksistensi Tuhan, dan mengapa Tuhan membiarkan manusia
dalam keadaan susah di tengah kemahakuasaan dan keadilan-Nya.
B. Agama Sebagai Ideologi
Dasar Pemikiran Hegel

Filsafat Hegel adalah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh
agamanya, ia berusaha menghubungkan Yang Mutlak itu dengan Yang tidak Mutlak. Yang
Mutlak itu Roh (jiwa), menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh
itu dalam intinya idea, dan kemanusiaan merupakan bagian dari idea mutlak. Dalam segala
kejadian yang terjadi hegel menjelaskan tentang Dialektika, yaitu proses adanya tesis, anti tesis
dan sintetis. Proses itu berlaku menurut hukum akal, sebab itu yag menjadi aksioma Hegel: apa
yang masuk akal itu sungguh riil, dan apa yang sungguh itu masuk akal.
Pokok Pikiran Hegel
Hegel termasuk filosuf barat yang menonjol. Dialah filsuf yang paling sukar dipahami
diantara semua fissuf besar menurut Russel (2007). Hegel berpendapat bahwa:
1. Alam ini adalah proses menggelarnya fikiran-fikiran, sehingga dari proses tersebut
timbul proses alam, sejarah manusia, organisme dan kelembagaan masyarakat
(pandangan historical idealism)
2. Bagi Hegel materi adalah kurang riil dibandingkan dengan jiwa (spirit), karena fikiran
atau jiwa adalah esensi dari alam.
3. Dunia menurut Hegel adalah selalu dalam proses perkembangan (perubahan). Proses
peru-bahan tersebut bersifat dialektik, artinya perubahanperubahan tersebut berlang-
sung melalui tahap afirmasi atau tesis, antitesis (pengingkaran) dan sampai pada sintesis
atau integrasi.
Hegel berpendapat bahwa sejarah adalah sejarah gagasan dan berarti pula bahwa
lokomotif pe-rubahan itu adalah gagasan (ide), dimulai dari benak manusia kemudian
dilakukan dalam kehidupan manusia. Perkembangan masyarakat itu ada karena adanya
pertentangan (kontradiksi) dan kontradiksi itu kemudian dikenal dengan dialektika. Yang
membuat Hegel berbeda dari filsuf lain adalah penekanannya terhadap logika dan gerakan
tritunggal dialektika.
a. Rasionalisme Hegel

Karekter dari produk dan pikiran Hegel adalah Rasionalis, ia membangun filsafatnya
dari suatu keyakina dasar tentang kesatuan. Universe sebagai simbol kesatuan adalah
manifestasi dari yang Mutlak (The Absolute). Yang mutlak bukan sebagai the thing in itself
(ada dalam dirinya sendiri), bukan sesuatu kekuatan yang transenden dan bukan pula Ego
subjektif, yang mutlak adalah proses dunia dalam dirinya sendiri yang aktif, dan Hegel
menyebutnya ide absolute. Hegel sangat mementingkan rasio, Suatu dalil Hegel yang terkenal
berbunyi: semua yang nyata bersifat rasional, dan semua yang rasional bersifat nyata.
b. Metode Dialektika
Dialektika menurut Hebel terdiri dari tiga proses. Fase pertama (tesis) yang lawannya
(antitesis), yaitu fase kedua. Lalu muncullah fase ketiga yang memperdamaikan fase pertama
dan kedua atau disebut dengan (sintesis). Namun, dengan munculnya sintesis, bukan berarti
tesis dan antitesis di tiadakan atau dihilangkan. Hegel juga mengatakan, dalam sintesis masih
terdapat tesis dan antitesis, tetapi kedua-duanya diangkat kepada tingkatan baru. Dengan kata
lain, dalam sintesis baik tesis maupun antitesis mendapaat eksistensi baru. Atau bisa disebut,
kebenaran yang terkandung dalam tesis dan antitesis tetap disimpan dalam sintesis, tetapi
dalam bentuk lebih sempurna. Maka dari itu proses dealetika sebaiknya dikiaskan dengan gerak
spiral dan bukan dengan gerak garis lurus.
Contoh dialektika Hegel dalam kehidupan adalah adanya golongan yang menginginkan
negara menguasai agama. Pandangan ini mengandung hal positif yang baik sehingga tata tertib
di negara tersebut berjalan baik. Namun ada sisi negatifnya, yaitu kebebasan beragama
bekurang. Kedua, ada golongan lain menginginkan supaya agama menguasai negara. Sisi
positif dari golongan ini ialah, kebebasan agama terjamin. Sedangkan sisi negatifnya ialah
dengan adanya kebebasan agama berkemungkinan agama itu hanya berlaku bagi satu agama
saja. Jikalau golongan pertama disebut tesisnya, golongan kedua disebut antitesis. Sintetis bagi
kedua pendapat itu ialah pandangan yang menginginkan perpisahan diantara agama dan negara.
Keduanya baik agama maupun negara, harus diberi tugas dibidangnya masing masing.
c. Ruh
Hakekat ruh adalah idea atau pikiran, dan Hegel membagi roh dalam 3 tahap, yaitu:

1) Tahap ketika roh berada dalam keadaan ―ada dalam dirinya sendiri‖, ilmu filsafat yang
membicarakan roh berada dalam keadaan ini disebut logika.
2) Dalam tahap kedua roh berada dalam keadaan ―berbeda dengan dirinya sendiri‖,
berbeda dengan ―yang lain‖, roh disini keluar dari dirinya sendiri, menjadikan dirinya
―di , luar‖ dirinya dalam bentuk alam, yang terikat kepada ruang dan waktu.
3) Tahap ketiga yaitu ketika roh kembali kepadaa dirinya sendiri, yaitu kembali daripada
berada diluar dirinya, sehingga roh berada dalam keadaan ―dalam dirinya dan bagi
dirinya sendiri.

d. Sejarah
Hegel memberikan tempat khusus kepada sejarah, dengan munculnya manusia, Roh
sudah menjadi sadar akan diri sendiri (belum dalam alam). Tetapi proses penyadaran ini
berlangsung terus dalam sejarah manusia, hingga akhirnya mencapai titik penghabisan. Proses
ini akan berakhir bila roh menjadi absolute, dalam sadar akan dirinya. Bahkan sejarah filsafat
merupakan bentuk tertinggi proses penyadaran itu. Sejarah menurut Hegel adalah dialektika
yang berlangsung dala kurun waktu. Dari tesis ke antitesis menuju sintetis yang setiap
langkahnya merupakan tahap yang lebih tinggi dalam perkembangan diri dari yang Mutlak.
Menurut sudut pandang Hegel, setiap generasi yang baru bisa menganggap dirinya sekaligus
penghancur, pelestari, dan penyempurna kebudayaan yang ia warisi dari pendahulunya.

Agama dalam Pandangan Hegel


Konsep Agama menurut Hegel masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Ia sangat
yakin bahwa makna dan nilai agama berakar di dalam kehidupan spiritual manusia yang
bersifat ontologis, sehingga tidak dapat dilepaskan. Agama merupakan tempat penyaluran bagi
kerinduan manusia terhadap Tuhannya. Sehingga ia berpendapat bahwa obyek dan tujuan dari
agama, adalah Obyek tertinggi dan yang paling absolut. Isi yang Absolut ada pada dirinya
sendiri. Kebenaran Absolut itu sendiri dan juga tetap yang menginspirasikan semua hal yang
tidak terkondisikan oleh apapun, yang berada untuk dirinya sendiri, awal yang absolut dan
tujuan pada dirinya sendiri.
Tuhan adalah Esensi yang absolut, sesuatu yang benar-benar universal. Dengan kata
lain, Tuhan adalah Roh Absolut, dimana kesatuan ultim antara subyektifitas dan obyektifitas
terwujud. Sedangkan agama, bagi Hegel, adalah titik pijak absolut dari kesadaran, yang juga
merupakan “pusat ultim” yang mampu menampung semua perjalanan dan kehausan spiritual
manusia, baik itu dilevel sosial, kognitif, ataupun pemenuhan kehendak personalnya. Tidak ada
isi yang bersifat absolut di luar agama.
Pokok Pikiran Karl Marx
Tiga komponen penting dari pemikiran Marx, yaitu filsafat klasik Jerman, sosialisme
Prancis, dan ekonomi Inggris. Marx adalah orang yang paling reduksionis dalam melihat
kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan itu digerakkan oleh motif ekonomi. Menurut Marx
hubungan antarmanusia, pada dasarnya adalah hubungan ekonomi (tepatnya, hubungan
produksi). Dalam hubungan produksi di antara manusia, Marx selalu melihat ada yang tertindas
Ada dua posisi yang saling bertentangan (bipolar opposition), yaitu majikanbudak, pemilik
tanah-penggarap, dan seterusnya. Hal itu berlanjut sampai di hari kehidupanya ketika demam
kapitalisme industrial merambah Eropa, yaitu kaum borjuis dan kaum proletar.
Materialisme Historis

Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya


keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Sistem berfikir ini
menjadi terkenal dalam bentuk paham materialisme dialektika Karl Marx. Materialisme sejarah
Marx akan menunjukkan, bahwa di balik materi ada kesadaran yang menggerakkan arah
sejarah sehingga materialisme sejarah harus difahami sebagai gerak materi yang menyejarah.
Materi di sini dalam arti metode pemikiran. Materi memiliki daya transformatif yang
menyejarah. Marx memandang bahwa hanya dalam kerja ekonomi itulah, manusia mengubah
dunia. Sedangkan materialisme yang dimaksud Marx adalah mengacu pada pengertian benda
sebagai kenyataan yang pokok.

Materialisme Dialektika, merupakan ajaran Marx yang menyangkut hal ihwal alam
semesta secara umum. Menurut Marx, perkembangan sejarah manusia tunduk pada watak
materialistik dialektika. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa yang menentukan struktur
masyarakat dan perkembangan dalam sejarah adalah kelas-kelas sosial. Kelas-kelas itu bukan
suatu kebetulan, melainkan merupakan upaya manusia untuk memperbaiki kehidupan dengan
mengadakan pembagian kerja. Prinsip dasar teori ini bukan kesadaran manusia untuk
menentukan keadaan sosial, melainkan sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan
kesadarn manusia.
Kelas Sosial
Kelas sosial menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada masyarakat
pascafeodal. Marx kemudian menyebut di dalam struktur kelas ada perbedaan, yakni kelas atas
(kaum pemilik dan alat-alat industri) dan kelas bawah (kaum proletar, buruh). Menurut Marx,
setiap masyarakat ditandai oleh infrastruktur dan superstrukturInfrastruktur dalam masyarakat
berwujud struktur ekonomi. Superstruktur meliputi ideologi, hukum, pemerintahan, keluarga,
agama budaya dan juga standar moralitasnya.
Dalam praktiknya kedua kelas tersebut sering terjadi pertentangan, karena kelas borjuis
sering melakukan penindasan pada tenaga maupun pikiran dari kelas proletar. Kelas borjuis
dianggap menikmati kenikmatan di atas penderitaan kelas proletar, sehingga kelas proletar
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan serta mengalami kondisi hidup dalam
kemiskinan serta keterasingan (alienasi) yang semakin meningkat.
Marx berpandangan, bahwa suatu saat kaum proletar akan menyadari akan kepentingan
bersama mereka, sehingga akan membangun kekuatan untuk memberontak pada kelas borjuis.
Dari situasi konflik antar kelas, maka sistem kapitalis tidak hanya menciptakan penghalang
antara buruh dengan pekerjaannya serta dari lingkungan sosial sekitarnya. Selain itu,
kapitalisme juga telah memisahkan individu dari dirinya sendiri. Meskipun ramalan Marx tidak
pernah terwujud, namun pandangan Marx berkaitan dengan stratifikasi sosial tetap
berpengaruh bagi pemikiran sejumlah ilmuan. Tujuan akhir yang dicita-citakannya adalah
masyarakat tanpa kelas.
Agama dalam pandangan Marx
Menurut Marx sebagaimana sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan buruh
teralienasi, demikian juga agama telah membalikkan perhatian manusia dari situasi real dunia
ini dan mengarahkannya kepada dunia sesudah kematian. Menurut marx dalam hal ini agama
telah mengubah cara berfikir manusia agar percaya kepada keadaan di luar kenyataan dan
dalam agama itu dijelaskan bagaimana cara manusia itu sendiri untuk mencapai sesuatu diluar
kenyataan tersebut seperti yang dimaksudkan.7 Marx mengatakan agama sebagai sebuah
ideologi karena banyaknya kenyataan mengenai manusia yang dibalikkan. Maksud pernyataan
tersebut menurut saya adalah bahwa agama hanyalah suatu pandangan hidup manusia saja.
Manusia percaya akan adanya kehidupan kekal. Sehingga membuat manusia berusaha untuk
menjalankan setiap perintah Tuhan dan menjauhi larangannya dengan pernuh kesabaran dan
rela menderita dalam menjalani hidup di dunia ini.
Marx memandang agama sebagai instrument untuk memanipulasi dan menindas kelas
subordinate dalam masyarakat. Menurutnya semakin seseorang mengabdikan diri pada
agamanya, dia semakin kehilangan dirinya sendiri. Dia akan dikuasai agamanya. Begitu pula,
kehidupan produksi. Semakin banyak orang berproduksi, semakin lupa ia akan dirinya sendiri,
apalagi terhadap masyarakat sekitarnya. Padahal, menurut Marx, semakin banyak seseorang

7
Syafieh, “Kejahatan Dan Campur Tangan Tuhan,” Lentera: Indonesian Journal of Multidisiplinary Islamic
Studies 1 (2019): 69–84.
berproduksi, ia semakin tidak bebas.8 Dari pandangan Marx tindakan mereka itu salah,karena
mereka lebih mengutamakan Tuhan dan tidak perduli kalaupun mereka harus menderita
sehingga pada akhirnya mereka hidup di dalam kemiskinan.Hal ini menurutnya akan
merugikan manusia itu sendiri karena lebih mengutamakan hal yang tidak nyata dan
mengesampingkan kenyataan yang sebenarnya

Marx berpendapat bahwa manusia yang menciptakan Tuhan dalam pemikirannya dan
masyarakat yang menciptakan agama. Agama menjadi simbol manusia yang tertindas dan
menjadi candu masyarakat. Agama seperti obat yang tidak menyembuhkan penyakit, namun
hanya mengurangi rasa sakit. Agama membantu merekonsiliasi kelas penguasa dan
memberikan harapan ilusi mengenai dunia spiritual yang lebih baik pada masa mendatang.

DISKUSI HASIL KAJIAN


Islam terhadap agama sebagai teodisi
Teodisi dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempertahankan kebaikan dan keadilan
Allah. Lalu, dalam realitanya manusia mempertanyakan dimanakah keadilan dan kebaikan
Allah itu ketika terjadi kejahatan. Teodisi merupakan upaya untuk mempertahankan dan
membela pemahaman manusia tentang Allah khususnya dalam hal keadilan-Nya.9 Adanya
anggapan manusia bahwa setiap kejahatan adalah hasil campur tangan Tuhan. Sebuah
anggapan klasik yang terus dipertanyakan setiap waktu dan tempat.

Sebelum membahas lebih jauh tentang persoalan teodisi perlu mengurai hakikat
kejahatan. Apakah kejahatan merupakan persoalan eksistensial dan realistis ataukah persoalan
noneksistensial dan relatif? Meski jawabannya beragam, namun bagi kaum ateis, politeis dan
dualis, jawabnya sama bahwa kejahatan memiliki esensi, bahkan termasuk sifat-sifat buruk
atau jahat; seperti pembohong, bakhil, khianat dan sebagainya merupakan sifat-sifat riil pada
manusia, dan sifat tersebut sekaligus merupakan esensinya.

Lain halnya dengan Muthahhari, seorang pemikir muslim yang menggunakan


pendekatan Mu’tazilah dan kaum filsuf Muslim seperti Ibnu Sina dan Mulla Shadra. Dia
mengatakan bahwa ketika Islam memandang alam, ia memandangnya dalam dua entitas yang
berbeda; kebaikan dan kejahatan. Tetapi, dalam kerangka pemahaman yang lebih luas, alam
ini dipandang sebagai zero kejahatan. Semua yang ada adalah baik karena sistem yang
mendasarinya adalah sistem yang terbaik. Dari perspektif dalil ontologis Ibnu Sina, esensi
semesta alam dan segala yang ada di dalamnya adalah kebaikan, suatu keniscayaan dari wujud
Tuhan sebagai wajib al-wujud bi dhatihi (ada berdasarkan dirinya sendiri).10 Mereka menjadi
ada karena Allah itu Maha Baik, Maha Adil dan Maha Sempurna.

Jika wujud Tuhan merupakan wujud yang niscaya, maka kemahabaikan dan
kemahaadilan-Nya merupakan sifat yang niscaya pula. Sebaliknya, segala yang ada selain

8
Habib Hanafi, Syarifuddin, Deden Nurfaizal, Kajian Ontologis Studi Agama-Agama.
9
Ibid.35.
10
Syafieh, “Kejahatan Dan Campur Tangan Tuhan.”81.
Tuhan dari segi esensinya adalah mumkin al-wujud, mungkin bisa ada dan mungkin tidak.
Artinya, kebaikan dan kejahatan yang ada di dunia merupakan sesuatu yang mungkin. Mereka
menjadi ada karena memperoleh limpahan wujud dari wajib al-wujud, tetapi karena Tuhan itu
Maha Baik, Maha Adil dan Maha Sempurna serta mustahil bersifat sebaliknya, maka segala
yang melimpah dari-Nya pada esensinya adalah kebaikan. Dengan demikian, kejahatan yang
ada di dunia adalah non-eksistensial dan relatif karena secara fundamental esensinya adalah
kebaikan.11
Islam dan Ideologi Pancasila

Ideologi merupakan argumen yang muncul dari pandangan dunia atau paradigma sosial
yang digunakan oleh sekelompok orang untuk menjustifikasi tindakan mereka. Ketika sebuah
paradigma sosial atau pandangan agama difungsikan sebagai ideologi, maka ia akan memiliki
dua karakteristik, yakni: pertama, ideologi diformulasi dan ditaati oleh penganutnya untuk
mencapai tujuan tertentu; kedua, ideologi digunakan oleh proponennya untuk mencapai tujuan
politik mereka.12

Pancasila dan Islam dianggap sebagai dua ideologi yang kerap kali dibenturkan dan
diperdebatkan. Pemahaman antara hukum syariah dan hukum negara memiliki asal yang
berbeda. Islam adalah sebuah ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan
sekaligus kemanusiaan dan kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai pondasi
dalam Ideologi Pancasila. Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai Islam telah masuk
ke dalam Pancasila yang hingga kini digunakan sebagai ideologi bangsa Indonesia.13 Dalam
dialektika Hegel, pemahaman islam adalah tesis dan konsep hukum dan ilmu tatanegara adalan
antitesis. Kedua pemahaman tersebut saling bertolak belakang dan kadang kali berbenturan
antara hukum syariah dengan hukum negara. Oleh karena itu, dibutuhkan sintetisnya yaitu
penanaman nilai-nilai Islam dalam Pancasila sebagai ideologi negara.

PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa agama sebagai teodisi berupaya
untuk mempertahankan kebaikan dan keadilan Allah ketika Allah menakdirkan atau
membiarkan suatu kejahatan moral dan alamiah maupun penderitaan manusia. Kebaikan dan
kejahatan yang ada di dunia merupakan sesuatu yang mungkin. Mereka menjadi ada karena
memperoleh limpahan wujud dari wajib al-wujud, tetapi karena Tuhan itu Maha Baik kejahatan
yang ada di dunia adalah non-eksistensial dan relatif karena secara fundamental esensinya
adalah kebaikan.
Sementara pandangan Hegel dengan historical idealismnya mengangap bahwa dalam
segala kejadian yang terjadi Hegel dijelaskan dengan Dialektika, yaitu proses adanya tesis,
antitesis dan sintetis. Proses itu berlaku menurut hukum akal, sebab itu yag menjadi aksioma
Hegel: apa yang masuk akal itu sungguh riil, dan apa yang sungguh itu masuk akal. Tesis dan

11
Ibid.82.
12
Umi Sumbulah, “AGAMA, KEKERASAN DAN PERLAWANAN IDEOLOGIS,” Islamica 1 (2006): 1.
13
Fokky Fuad, “Islam Dan Ideologi Pancasila, Sebuah Dialektika,” Lex Jurnalica 9 nomor 3 (2012): 164.
anti tesis adalah suatu pemikiran yang saling bertolak belakang, sedangkan sintetis adalah
upaya untuk mengambil titik tengah dari tesis dan antitesis.
Sementara dalam pandangan Karl Marx, yang merupakan sosialis dan yang paling
reduksionis dalam melihat kehidupan sosial. Ia berpendapat bahwa manusia yang menciptakan
Tuhan dalam pemikirannya dan masyarakat yang menciptakan agama. Agama menjadi simbol
manusia yang tertindas dan menjadi candu masyarakat. Agama seperti obat yang tidak
menyembuhkan penyakit, namun hanya mengurangi rasa sakit. Agama membantu
merekonsiliasi kelas penguasa dan memberikan harapan ilusi mengenai dunia spiritual yang
lebih baik pada masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Cet. II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Fridayanti. “Religiusitas, Spritualitas Dalam Kajian Psikologi Dan Urgensi Perumusan
Religiusitas IslamUrgensi.” Religiusitas, spitualitas dalam kajian psikologi dan urgensi
perumusan religiusitas islam urgensi, no. 105 (2018): 199–208.
Fuad, Fokky. “Islam Dan Ideologi Pancasila, Sebuah Dialektika.” Lex Jurnalica 9 nomor 3
(2012): 164.
Habib Hanafi, Syarifuddin, Deden Nurfaizal, Siti Nurjannah. Kajian Ontologis Studi Agama-
Agama. Edited by Asep Iwan Setiawan M Taufiq Rahman. Bandung: Prodi S2 Studi
Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati, 2020.
Rahman, M Taufiq. Islam Sebagai Ideologi Gerakan. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati,
2019.
Stephen Palmquis. Pohon Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Sumbulah, Umi. “AGAMA, KEKERASAN DAN PERLAWANAN IDEOLOGIS.” Islamica
1 (2006): 1.
Syafieh. “Kejahatan Dan Campur Tangan Tuhan.” Lentera: Indonesian Journal of
Multidisiplinary Islamic Studies 1 (2019): 69–84.

Anda mungkin juga menyukai