Anda di halaman 1dari 12

Nama : Agnes Gita Cahyandari

NIM : 11/318337/SA/15873
Mata Kuliah : Sejarah Teori Antropologi

Review Buku “Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya jilid I” – J. van Baal

Buku Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya adalah sebuah buku yang ditulis oleh
J. van Baal, dengan tambahan pengantar dari Selo Soemardjan. Seperti buku Sejarah Teori
Antropologi karangan Koentjaraningrat, buku ini juga terbagi atas dua jilid, dan yang akan saya
review kali ini adalah jilid pertama.
Buku jilid pertama ini terdiri atas sepuluh bab, yaitu:
i. Perkenalan
ii. Permulaan Renungan Ilmiah Tentang Agama Sebagai Gejala Budaya
iii. Studi Tentang Mitos
iv. Prasejarah Mengenai Studi Tentang Segi-segi Kebudayaan Masyarakat, Pengantar
Tentang Kekerabatan
v. Aliran Klasik Dalam Antropologi Budaya
vi. Permulaan Perlawanan Terhadap Evolusionisme Garis Lurus Aliran Klasik
vii. Kepercayaan Pada Kekuasaan Gaib Dan Peran Ketidaktergantungan Dalam Religi
viii. Antropologi di Jerman, Munculnya Aliran-aliran Sejarah dan di Tempat-tempat Lain
ix. Antropologi Amerika dibawah Pengaruh Franz Boas, Debat Antara Kroeber dan Rivers
x. Aliran Antropologi Perancis, Durkheim

Karena buku ini adalah buku terjemahan (dalam Bahasa Indonesia), ada tambahan kata
pengantar oleh Prof. Dr. Selo Soemardjan. Disitu beliau menuliskan bahwa buku ini – menurut
penulisnya – merupakan penulisan kuliah-kuliah yang diberikan olehnya kepada sekelompok
orang-orang Indonesia yang datang ke negeri Belanda untuk mengikuti studi pasca-sarjana di
bidang antrpologi. Isinya merupakan teori-teori antropologi budaya dalam perkembangannya
sampai kira-kira tahun 19701.

Bab pertama pada buku ini adalah Perkenalan, dimana kita semua diajak untuk mengetahui
lebih lanjut lagi mengenai apa yang menjadi masalah dalam antropologi budaya, yaitu
perbedaan-perbedaan bangsa-bangsa yang sangat berlainan dan pertanyaan mengenai arti

1
Ditulis oleh Prof. Dr. Selo Soemardjan dalam kata pengantar, halaman ix
dari perbedaan manusia tersebut2. Disitu van Baal menuliskan bahwa Antropologi adalah ilmu
pengetahuan empiris, yang mengambil data-datanya dari penyelidikan namun juga memikirkan
data-data tersebut. Saya menangkap maksud dari van Baal bahwa setelah para peneliti
melakukan penelitian dan mendapatkan data atau informasi, peneliti akan bekerja dan
membuat sesuatu dari hasil penelitiannya sehingga menjadi sebuah pengetahuan baru.

Dalam bab satu ini juga disebutkan beberapa macam ilmu antropologi, yaitu:
 Antropologi Budaya
 Antropologi Sosial
 Antropologi Fisik
 Antropologi Flasafi

Ilmu antropologi sendiri berawal dari gagasan seorang Inggris, E.B. Tylor, yang melakukan studi
dari etnografi-etnografi serta catatan harian para penjelajah, misionaris, dan pedagang
mengenai suku bangsa tertentu sehingga muncullah gagasannya, yaitu Teori Evolusi Budaya.
Teori tersebut terinspirasi dari teori Evolusi Makhluk Hidup oleh Charles Darwin, yang juga
diterapkan dalam Antropologi Fisik.
Selain kata Anthropology, Tylor juga sering menggunakan kata ethnography yang artinya
tulisan mengenai suku-bangsa (secara epistimologi: ethnos-graphien). Namun disni van Baal
menuliskan bahwa bagi Tylor, ethnography menunjukkan pengertian yang lebih banyak
daripada sekedar pelukisan bangsa, berulang-ulang ia menggunakan kata itu juga untuk teori,
yang timbul dari perbandingan pelukisan-pelukisan tersebut3.

Bab kedua yaitu Permulaan Renungan Ilmiah Tentang Agama Sebagai Gejala Budaya, secara
keseluruhan menjelaskan mengenai pengetahuan tentang agama dan budaya. Dulu, sebelum
adanya pengetahuan mengenai evolusi kebudayaan, cari berpikir orang-orang Eropa masih
berlandaskan alkitab (kitab suci, karena mayoritas adalah pemeluk agama Kristen), yaitu kitab
Kejadian atau Genesis.
Barulah setelah ada perkembangan ilmu pengetahuan, orang-orang sadar bahwa pengetahuan
tentang agama bukanlah suatu hal yang mutlak. Ada penjelasan mengenai mengapa sesuatu
bisa terjadi dan bukan hanya sekadar tulisan dari Kitab Suci, sehingga muncullah gagasan-
gagasan mengenai sistem pengetahuan dan religi.

2
J. van Baal, halaman 3
3
J. van Baal, halaman 5
Pada Bagian kedua di bab kedua, van Baal menuliskan ada dua macam sumber yang dignakan
(sehubungan dengan pengetahuan tentang bangsa asing dan agama-agama) yaitu sumber
klasik dan kisah-kisah perjalanan sejak Amerika ditemukan. Pemikiran-pemikiran klasik seperti
religi orang-orang Yunani dan Roma berlainan dengan pemikiran agama Kristen yang menjadi
agama mayoritas bangsa Eropa. Namun ada satu kesamaan, yaitu mengenai organisasi
keluarga dan monogami4.
Kemudian pada bagian ketiga, van Baal mencoba untuk ‘membedah’ arti dari religi, terutama
penerapannya dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang empiris
(nyata, terlihat, bisa dibuktikan), sedangkan religi adalah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan,
termasuk kepercayaan. Disini van Baal menuliskan, “Orang harus dapat menunjukkan bahwa
apa yang dikemukakan itu benar atau tidak benar. Hal itu tidak akan dapat dilakukannya,
jika ilmu agama bertitik tolak dari wahyu. Menurut definisinya, wahyu ialah yang datang
dari Tuhan atau dari dewa-dewa, jadi hal yang tidak dapat dijangkau oleh daya-pikir
manusia. Wahyu itu hanya bisa dipercaya, artinya diterima, atau tidak dipercaya, artinya
ditolak. Kebenaran wahyu itu tidak dapat dibuktikan. Begitu pula ketidakbenarannya juga
tidak dapat dibuktikan. Kepercayaan atau tiadanya kepercayaan menyangkut pertanyaan-
pertanyaan terakhir yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan hanya
dapat menanyakan mengenai hal-hal yang dapat diamati dan dikontrolnya ”. Koentjaraningrat
dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi5, menuliskan ada dua hal yang membuat religi
menjadi salah satu bahan etnografi yang diminati oleh para etnografer adalah:
 Upacara Keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan
unsur kebudayaan yang tampak paling terakhir
 Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teroi-teiru
tentang asal-mula religi.
Dari situ saya membandingkan antara Koentjaraningrat dengan van Baal, yaitu dalam tulisan
van Baal, ia cenderung mempertanyakan keberadaan Tuhan atau Dewa-dewa serta wujud dari
religi/kepercayaan tersebut. Sedangkan Koentjaraningrat mencari keterkaitan antara religi,
agama, serta sistem atau cara hidup orang-orang masyarakat tertentu.

4
J. van Baal, halaman 27
5
Koentjaraningrat (1990: hal.375)
Bab ketiga, menurut saya, masih berkaitan dengan bab sebelumnya yaitu Studi Tentang Mitos.
Walaupun tidak semua mitos berlandaskan keagamaan/religi, namun mitos adalah suatu hal
yang tidak empiris – artinya tidak bisa dipandang.
Cerita tentang mitos termasuk dongeng, cerita rakyat, dan lain lain adalah beberapa bagian dari
Folklore. Keterkaitan antara mitos (folklore) dengan religi adalah, bagaimana orang-orang atau
suatu kelompok masyarakat tertentu masih percaya dan benar-benar menerapkan prinsip-
prinsip dari mitos tersebut kedalam hidup. Sama seperti orang-orang yang memeluk agama,
Kristen misalnya, dan mempercayai serta menerapkan prinsip-prinsip dari injil di Alkitab dalam
kehidupan sehari-hari.
Ketertarikan para peneliti untuk meneliti mengenai religi dan mitos adalah untuk mengetahui
kebudayaan-kebudayaan dari suku bangsa yang dianggap asing.
Bab ini juga menceritakan kisah seorang tokoh, Max Müller, yang dalam buku ini dituliskan
bahwa salah satu jasanya dalam ilmu pengetahuan yaitu adalah pertanyaannya mengenai
“dimana sebenarnya religi itu dimulai”. Ia juga menolak keras bahan-bahan etnografi dari
zamannya, yang dianggap kurang dispesifikasi untuk dapat digunakan secara ilmiah6.

Dilanjutkan oleh bab keempat, yaitu Prasejarah Mengenai Studi Tentang Segi-segi Kebudayaan
Masyarakat; Pengantar Tentang Kekerabatan. Pada bagian awal di bab ini, van Baal
menuliskan bahwa sebelum tahun 1860, hanya ada dua pokok yang dipelajari dalam
antropologi budaya, yaitu studi mitologi dan ilmu hukum.
Bagian kedua di bab keempat menuliskan pengaruh sumber sejarah hukum dari beberapa
tokoh, yaitu N.D Futsel de Coulanges yang sebetulnya adalah seorang ahli sejarah. Ia
menuliskan sebuah buku, La Cité antique (atau dalam bahasa Inggris The Ancient City), yang
dijelaskan van Baal berisi mengenai kota-kota, dimana Kota adalah pusat (pusat sosial dan
sebagainya). Ia juga memproyeksika situasi masyarakat, yang antara lain masih mengandung
unsur Yunani, Romawi, dan sebagainya. Lalu ia menulis sebuah keterkaitan antara kehidupan
berkeluarga dengan unsur rohani atau religi. Seperti contoh, keluarga yang berdiri sendiri,
rumah tangga dengan susunan yang lebih luas, yang dipimpin oleh seorang ayah, yang
sekaligus menjabat sebagai imam7. Dari tulisan tersebut saya menangkap dalam hidup
berumah tangga atau hidup bersama adalah suatu hal yang religius, dan merupakan bagian
dari kepercayaan.

6
J. van Baal, halaman 51
7
J. van Baal, halaman 55
Kemudian tokoh kedua, yaitu Henry J.S Maine, yaitu seorang ahli sejarah hukum. Ada pokok-
pokok penting yang ia tuliskan mengenai hukum Romawi, yaitu:
 Ikatan kekerabatan, yaitu ikatan kelompok agnaten (kelompok patrilineal)
 Keluarga harus dilestarikan
 Testamen merupakan penemuan berikut, pada saat diberinya kebebasan emansipasi
kepada para anak lelaki oleh hukum privat, yaitu hak untuk sampai pada tingkat tertentu
melepaskan diri dari kekuasaan ayah.
 Hak milik atas tanah mula-mula adalah hak milik keluarga8
Van Baal menuliskan bahwa pembahasan bahan adalah bersifat yuridis, dalam artian bahwa
sebagai masalah umum mendapat pembahasan seperti asal-usul hukum alam dan hak milik,
degan mengemukakan pokok-pokok pandangan yang baru oleh si penulis. Hukum alam ini
adalah pemikiran yunani, yang diambil dari hukum yang sederhana dan dengan konsekuensi
yang ketat, yang diambil dari hukum yang sederhana dan dengan konsekuensi yang ketat, yang
ditemukan di dalam alam.

Bagian ketiga dalam bab ini adalah pengertian kekerabatan. Kekerabatan – berbeda dengan
kerabat – adalah hubungan antara suami istri. Dalam buku ini, van Baal menuliskan ciri-ciri
kekerabatan yang masuk dalam konteks hubungan suami istri, yaitu:
 Pergaulan kelamin yang berkelanjutan
 Hidup bersama dan kerja sama ekonomi
 Pemeliharaan anak-anak yang dilahirkan oleh si istri karena hubungan yang
berlangsung itu.

Dalam buku Sejarah Teori Antropologi jilid ke-2 (Koentjaraningrat), dituliskan dalam antropologi,
teori-teori dan konsepsi-konsepsi yang tertua adalah mengenai keluarga dan sistem
kekerabatan. Ini dikarenakan dalam etnografi-etnografi lama hal yang paling sering dijadikan
bahan pokok pengumpulan etnografi adalah sistem kekerabatan (di daerah-daerah ‘asing’
seperti orang Australoid, suku-bangsa diluar Eropa, dsb), karena sangat berbeda dengan
sistem kekerabatan orang-orang Eropa.
Koentjaraningrat menuliskan bahwa istilah kekerabatan adalah pekerjaan rutin seorang ahli
antropologi yang melakukan penelitian lapangan guna mengumpulkan data untuk menulis
sebuah etnografi. Saya menangkapnya bahwa dengan mencatat istilah kekerabatan, seorang
peneliti akan lebih mudah melakukan penelitian serta berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
8
J. van Baal, halaman 58
Bab kelima yaitu Aliran Klasik dalam Antropologi Budaya. Edward Burnett Tylor (1832-1917),
seorang ahli Antropologi yang memberikan ruang bagi keanekaan proses perkembangan. Dia
membuktikan dirinya sebagai seorang evolusionis yang yakin, dan jelas sadar, akan tujuannya.
Hal ini dibuktikan dengan dia membuat sebuah buku yang di dalamnya terdapat dua belas
karangan, yang kesemuanya membahas aspek perkembangan peradaban. Yang paling
menarik dalam buku karangan Tylor mengenai tema yang membahas dimana ada garis
perkembangan dari kebudayaan primitif ke peradaban modern, khususnya mengenai animisme.
Pada peradaban modern sekarang ini pun masih ada beberapa kelompok atau individu yang
masih mempercaya animisme.
Menurut Tylor, animisme merupakan kepercayaan kepada roh-roh. Animisme sendiri mencakup
adanya dua roh, yakni arwah manusia maupun binatang yang sudah atau belum mati dan roh-
roh yang kehadirannya tidak berasal dari manusia maupun binatang. Tylor juga menyebutkan
bahwa animisme dianggap sebagai produk religi yang alami. Beberapa ahli juga menyebutkan
dan sependapat dengan teori Tylor. Herbert Spencer, ahli filsafat evolutionisme positivistis
mengungkapan bahwa kepercayaan tentang kehidupan setelah mati dan dalam
perkembangannya menjadi pemuja arwah baru. Dari apa yang telah diungkapkan Spencer, hal
itu menjadi dasar bagi semua religi dan berkembang menjadi religi yang lebih tinggi9 .
Berkaitan dengan perkawinan dan kekerabatan, Tylor sedikit banyak secara tiba-tiba terhenti
untuk beralih pada apa yang nampaknya merupakan pokok yang lain, ialah perkawinan,
eksogami dan sistem pengklasifikasian istilah kekerabatan. Tylor tidak menjadikan contoh
ratusan negara yang dia beritahukan untuk mengenal beberapa jenis perkawinan. Dari
beberapa negara tersebut, ada yang mengenal tabu antara suami dan kerabat istrinya, istri dan
kerabat suami serta suami dan istri mengenal tabu mereka sendiri-sendiri dengan kerabat
mereka. Terdapat pula perkawinan yang matrilokal dan patrilokal, yang menjadi hubungan
antara kebiasaan dan tempat tinggal sesudah perkawinan. Tylor menemukan bahwa terdapat
asal-usul lembaga yang dapat berpengaruh dan berlaku bagi penentuan tempat perkawinan. Ini
merupakan satu contoh dan titik pandang yang bagus yang tanpa diterima dan digunakan oleh
ahli antropologi lainnya. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa matrilineat maupun patrilineat
lebih baik dijelaskan menurut tempat perkawinan virilokal10 .
Perkawinan adalah unsur kekerabatan dan eksogami merupakan salah satu hal yang perlu
ditilik jika ingin mengerti perkawinan. Eksogami memiliki peran yang sangat penting, terutama
9
teori-teori semacam teori Tylor, yang diringkasnya dalam karyanya Principles of Sociology (1876)
10
yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum
kerabat suami
bagi kelompok yang besar seperti klan, karena mengharuskan eksogami untuk mencari
pasangan pada klan lain. Namun, eksogami mengalami dualisme, sistem pengklasifikasian
kekerabatan dan perkawinan terdapat di bangsa-bangsa yang hidup di bawah sistem maternal,
dan bukan sebagai pengecualian. Pengklasifikasian kekerabatan ini memberikan pemikiran
yang menarik. Terdapat gagasan-gagasan lain mengenai beberapa segi tentang perkawinan
dan kekerabatan, terlebih pada kasus kelompok endogam yang memberikan perempuan
kepada kelompok lain dan menerima perempuan dari kelompok yang lain juga. Hal ini terus
dilakukan tetapi jika sekitarnya yang datang lebih banyak daripada kelompok endogam itu
sendiri, maka kelompok endogam tersebut akan menjadi lemah.
Totemisme, sebuah bentuk religi primitif baru yang mengesampingkan animisme. Totemisme;
kepercayaan terhadap adanya hubungan gaib antara sekelompok orang dengan binatang,
hewan maupun benda materi lainnya. Herbert Spencer, ahli yang sebelumnya berbicara
mengenai animisme, mengungkapkan bahwa penyebab kebiasaan sekelompok orang yang
memandang dengan rasa hormat, sebab percaya, bahwa antar golongan benda-benda tersebut
memiliki relasi yang khusus dan intim11 , adalah tidak sempurnanya bahasa. Pemberian nama
binatang terhadap seorang terus berjalan dan nantinya akan menikmati pemujaan sebagai
leluhur. Mereka menganggap nama bintang itu tidak penting, dan mengira bahwa leluhur
mereka itu benar-benar adalah binatang, yang sampai saat ini mereka sembah dan puja. Dalam
totem tidak selalu binatang maupun tanaman, bisa matahari dan bintang bahkan gunung dan
sungai pun menjadi hal yang patut dipuja. Setiap klan tidak pasti memiliki satu totem saja dan
pengklasifikasian totem itu sendiri menurut kelompok klan yang bersangkutan.
Berbeda dengan Tylor yang lebih percaya pada kepercayaan, Robertson Smith lebih
mengedepankan ritual. Setiap orang boleh berpikir ritual menurut kehendak hatinya, yang
terpenting dilakukan tanpa cela. Ritus sendiri merupakan bagian dari kehidupan sosial
kelompok yang terorganisasi dan akan terus hidup seiring berjalannya waktu. Pandangan yang
dikemukakan oleh Robertson Smith ini dilandasi atas ilmu teologi yang didapatnya pada masa
lampau. Religi adalah urusan sosial, termasuk dalam masyarakat yang ilahnya menjadi
bagiannya.
Religi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Tetapi menurut R. Smith, persembahan korban
merupakan persembahan yang paling tua. Beberapa cara dapat dilakukan untuk lebih
memaknai persembahan korban, yakni dapat dilakukan dengan pesta. Berbeda dengan
totemisme yang menganggap binatang adalah pujaannya, tetapi dalam ritual belum tentu

11
Dalam Totemism, buku pertama Frazer
binatang menjadi pujaan dan akan menjadi korban. R. Smith juga mengungkapkan bahwa ritus
dilakukan untuk komuni antar ilahi dan manusia dan ternyata itu baik sekali.
Magi, dalam pengertian Frazer adalah sejenis ilmu. Dikatakan sejenis ilmu karena magi dimulai
dari kepercayaan bahwa ada tata tertib alam yang tetap dan sudah pasti. Magi berbeda dan
tidak mengenal religi, yang lebih bertitik tolak pada dunia dan kekuasaan yang lebih tinggi.
Frazer mengungkapkan bahwa magi lebih tua daripada religi, dan ungkapkan tersebut
dikuatkan oleh orang-orang Australia yang lebih mengenal magi dan tidak mengenal religi.

Bab keenam yaitu Permulaan Perlawanan Terhadap Evolusionisme Garis Lurus Aliran Klasik.
Bagian pertama adalah perkenalan, disitu van Baal menuliskan Pada akhir abad ke-19 ilmu
pengetahuan sudah begitu bebas dari filsafat, sehingga untuk memperkuat pandangan ilmu
pengetahuan atau untuk menentangnya orang-orang tidak perlu lagi mendasarkan alasan-
alasan tersebut pada filsafat.

Bagian kedua menuliskan tentang seorang ilmuan, yaitu Edward Westermarck. Ia menuliskan
sebuah buku, yaitu The History of Human Marriage pada tahun 1891. Pada bagian ini juga van
Baal menuliskan bahwa dalam pandangannya mengenai perkawinan, Westermarck
mengaitkannya dengan kehidupan seks dan hewan, dimana pada binatang-binatang jenis
rendahan, umumnya tidak banyak terdapat pemeliharaan keturunan. Tetapi pada burung-
burung, kita lihat suatu usaha pemeliharan yang jelas bagi anak-anak mereka, dan juga terlihat
gejala bahwa jantannya ikut serta dalam pemeliharaan itu. Saya sendiri menyebutnya dengan
hewan jenis peliharaan, seperti anjing, kucing, dan sebagainya, dimana kita sendiri dengan
sengaja memelihara, memberi makan, merawat, dan bahkan mengajaknya berbicara seperti
teman sendiri.
Westermarck – seperti yang tertulis didalam bagian ini – adalah seseorang yang menentang
teori evolusi. Ia berpegang teguh pada urutan pemikiran sebagai berikut: perkawinan rampok-
perkawinan beli-perkawinan tukar-perkawinan bebas.

Di bagian ketiga menjelaskan mengenai Gejala-gejala lain dalam Penilaian Gejala-gejala


Sosial, dimana van Baal menuliskan bahwa pada masa itu (masa peralihan abad 19 ke 20) ada
beberapa ahli yang telah melepaskan diri dari nafsu menyesuaikan fakta-fakta yang diamati
dalam suatu skema evolusi yang agak dogmatis. Selain Westermarck, ada beberapa tokoh
yaitu H.J Nieboer yang menuliskan sebuah disertasi (yang kemudian diterbitkan ulang menjadi
sebuah buku) yang berjudul Slavery as an Industrial System. Buku tersebut, ditulis van Baal,
sebagai suatu contoh dini yang memungkinkan menerangkan lembaga-lembaga sosial tanpa
mengaitkan teori-teori asal usul.
Kemudian ada kritik terhadap buku The Secret of the Totem, yang ditulis oleh Andrew Lang.
Kritik tersebut adalah kritik terhadap penafsiran fakta yang bersifat evolusionistis. Dalam buku
tersebut, Lang menuliskan serta menganalisa tentang perkawinan pirauru pada suku Dieri di
Australia.

Bagian keempat yaitu mengenai Keraguan dalam Mempertimbangkan Gejala Religi,


menuliskan tentang dua orang tokoh, yaitu Andrew Lang dan William James.
Tokoh pertama, yaitu Andrew Lang, yang sebetulnya bukan seorang ahli antropologi, namun
banyak karyanya yang menuliskan tentang antropologi budaya. Ia menentang teori dari Max
Müller mengenai mitos, dan juga teori dari Tylor. Ia sendiri menulis sebuah buku yang sangat
baik, yaitu The Making of Religion. Buku tersebut terdiri atas dua bagian, yang ditulis van Baal
Nampak tidak ada persamaannya, namun memiliki persamaan yaitu menimbulkan keraguan
akan kebenaran pandangan Tylor mengenai religi.
Bagian pertama buku tersebut menuliskan tentang arti gejala-gejala paranormal untuk untuk
timbulnya pembayangan jiwa, sedangkan bagian kedua menuliskan tentang timbulnya gagasan
tentang Tuhan.
Tokoh kedua yaitu William James, juga bukanlah seorang ahli antropologi, melainkan ahlis
filsafat pragmatisme. Ia juga melakukan penelitian mengenai religi dan menuliskan sebuah buku
yang berjudul The Varieties of Religious Experience. Dalam buku tersebut, James menuliskan
mengenai peran atau nilai religi dalam tuntutan kehidupan manusia.

Memasuki bab ketujuh, yaitu Kepercayaan Terhadap Kuasa Gaib dan Peran Rasa
Ketidaktergantungan Dalam Religi. Bagian pertama menjelaskan pengertian “mana”, yaitu
seesuatu yang mempengaruhi semua hal, yang melampaui kekuasaan manusia, dan yang
berada diluar jalur yang normal dan wajar. Sedangkan menurut Codrington, mana bukanlah
kekuasaan yang terlepas dari roh, melainkan sesuatu yang berasal dari roh12.
Secara keseluruhan bab ini menceritakan mengenai roh-roh, kepercayaan terhadap roh
(animisme) dan hal-hal gaib. Dalam bab ini van Baal menuliskan tentang R.R. Marett, seorang
ilmuwan yang menolak definisi Tylor mengenai religi karena dianggap terlalu sempit dan
intelektualistis. Ia juga membuat sebuah pidato berjudul Preanimistic Religion.

12
J. van Baal, halaman 129
Pada akhir bagian ini, van Baal menuliskan bahwa Marett menyimpulkan magi dan religi “must
be held apart in thought, from another point of view they may legitimately be brought tohether”.
Dalam bagian-bagian lain di bab ketujuh ini ada banyak sekali definisi serta pandangan-
pandangan mengenai mana yang disampaikan oleh beberapa tokoh lainnya. Ada juga
penjelasan mengenai fenomena religi dan agama, yang dianggap suci.
Dari pengertian saya mengenai bagian akhir dalam bab ini, agama menimbulkan rasa
ketidaktergantungan terhadapt hal gaib, karena adanya kuasa gereja (terutama di Eropa,
karena perkembangan agama Kristen yang pesat disana).

Tiga bab terakhir, yaitu bab delapan, Sembilan, dan sepuluh adalah penjelasan mengenai
pertumbuhan antropologi di Jerman, di Amerika Serikat, dan Aliran Antropologi Perancis,
Durkheim.
Koentjaraningrat dalam bukunya Sejarah Teori Antropologi jilid pertama juga menuliskan
tentang Permulaan Perkembangan Antropologi di Amerika Serikat dan beberapa negara
Komunis (seperti Uni Soviet). Namun ia tidak menuliskan mengenai perteumbuhan Antropologi
di Jerman dan Aliran Antropologi Perancis.
Pertumbuhan antropologi di Jerman kemudian memunculkan aliran-aliran sejarah yang
pertamakali diungkap oleh Leo Frobenius, yaitu mengenai kesamaan antara topeng-topeng
Afrika Barat dan Melanesia – yang nantinya menimbulkan adanya kaitan antara Afrika Barat
dengan Melanesia.
Selain itu, ketiga bab terakhir juga membandingkan berkembangan ilmu antropologi diketiga
negara tersebut. Seperti di Amerika Serikat misalnya, ilmu antropologi di’pelopori’ oleh Franz
Boas – yang melakukan suatu ekspedisi tanpa bantuan alat geografi ke suku-bangsa eskimo di
pantai Pulau Baffinland (Koentjaraningrat, 1980:122).

Sesuai judulnya, buku karangan J. van Baal ini cukup menjelaskan mengenai Sejarah dan
Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Setiap bab dalam buku ini mempunyai beberapa
bagian yang terdiri dari perkenalan, kemudian beberapa pembahasan atau teori-teori dari
beberapa tokoh, dan beberapa menuliskan kesimpulan dari teori-teori tersebut.
Koentjaraningrat juga menyusun buku dengan judul Sejarah Teori Antropologi. Beberapa
bagian dalam buku ini juga dibahas didalam buku Koentjaraningrat, seperti Teori-teori
mengenai religi dan Perkembangan antropologi di Amerika Serikat. Namun yang membuat
berbeda kedua buku ini adalah, kalau pada buku Koentjaraningrat berisikan hal-hal yang lebih
luas, tidak hanya antropologi budaya. Sedangkan dalam buku ini, van Baal tidak hanya
menuliskan masalah evolusi kebudayaan namun juga segala hal yang berkaitan dengan
antropologi budaya.
Apabila didalam buku Sejarah Teori Antropologi, Koentjaraningrat juga banyak menjelaskan
mengenai unsur-unsur lain antropologi diluar antropologi budaya, van Baal justru secara khusus
menjelaskan mengenai antropologi budaya. Contohnya, dalam buku Sejarah Teori Antropologi,
Koentjaraningrat hanya menuliskan teori mengenai religi kedalam satu bab saja, sedangkan
dalam buku ini van Baal menuliskan mengenai religi lebih dari satu bab, termasuk mitos serta
ilmu-ilmu gaib.

Kemudian dari segi penulisan serta tata bahasa, buku ini jauh lebih mudah dipahami
dibandingkan buku tulisan Koentjaraningrat. Tidak banyak pengulangan kalimat sehingga
kalimat-kalimat yang dituliskan efektif. Selain itu dalam buku ini, van Baal juga memberikan
banyak sekali contoh teori dan membandingkan satu dengan yang lainnya. Sehingga bisa kita
ketahui asal mula teori, perkembangan, hingga kritikan-kritikan terhadap suatu teori tersebut.
Lalu ada banyak sekali ahli-ahli, baik ahli antropologi maupun ahli cabang ilmu lain yang
memiliki peran dalam perkembangan ilmu antropologi, yang disebutkan serta diceritakan
didalam buku ini, sehingga kita bisa mengetahui lebih banyak lagi soal ilmu antropologi,
khususnya antropologi budaya.

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. PT Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi jilid I. Jakarta. UI-Press

Van Baal, J. 1985. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Jakarta. PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai