Perkembangan ini memberikan dampak positif maupun negatif dalam ranah dunia tafsir
Alkitab. Nilai positifnya dengan perkembangan ini banyak nilai-nilai kebenaran yang dahulu
tidak dipahami mulai dapat dipahami satu persatu. Nilai negatifnya, kemajuan penilaian
tafsiran Alkitab kehilangan batasan, dengan metode penafsiran higher criticism menjadikan
Alkitab yang merupakan Firman Tuhan tanpa salah diragukan otoritasnya, disangkal bahkan
ada yang menilai sebagai karya sastra biasa.
Pada dasarnya Kritik Alkitab dapat dibagi menjadi dua bagian: yaitu Kritik Tinggi
(Higher Criticism) dan Kritik Rendah (Lower Criticism) 1. Pada awalnya, kritik rendah
maupun tinggi tidak ada penyimpangan dalam melakukan penafsiran Alkitab. Keduanya
dianggap sah dan digunakan dalam menginterpretasikan Alkitab. Berjalannya waktu
pengaruh rasionalisme dan evolusionisme telah mempengaruhi kritik tinggi, sehingga
pendekatan yang mereka lakukan terhadap Firman Allah bukan lagi menggunakan iman
melainkan rasio dan keragu-raguan. Salah satu aliran yang muncul pada masa itu adalah
Skeptisme. Skeptisisme berasal dari bahasa Yunani skeptomai yang berarti untuk melihat
sekitar atau untuk mempertimbangkan2. Menurut KBBI, skeptisisme adalah aliran (paham)
yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) 3. Para skeptisisme
berpikir bahwa menurut teori manusia tidak sanggup mencapai kebenaran 4, kaum skeptis
selalu meragukan setiap klaim pengetahuan atau kebenaran absolut, karena memiliki sikap
tidak puas dan masih mencari kebenaran.
7 Misal Munir, Skeptisisme Dalam Filsafat Barat Sejak Yunani Kuno Sampai Abad Modern,
(Jogjakarta: Liberty, 1998), 7
8 Ibid, 8
9 Ibid.
10 Ibid, 10
1. Skeptisisme filosofis: kebenaran adalah relatif, setiap orang memiliki dan tidak ada
kesamaan antara satu dengan yang lain. Skeptisisme ini banyak dianut oleh filsuf
Yunani Kuno.
2. Skeptisisme moral: karena tidak ada satupun yang dianggap benar, maka tidak ada
satupun juga tindakan yang dianggap benar. Masing-masing orang akan berbuat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat ia berada.
3. Skeptisisme metodologis: skeptisisme dalam arti ini bukan dalam suatu sikap,
melainkan metode untuk mencapai kebenaran dengan menangguhkan pendapat
sebelumnya.
4. Skeptisisme metafisik: hal-hal yang bersifat metafisik mustahil dapat dicapai oleh
pengetahuan manusia, sebab kita hanya dapat mengetahui fenomena, selain itu hal-hal
yang bersifat metafisik juga tidak dapat memberikan pemecahan terhadap hal-hal
yang konkrit.
5. Skeptisisme analitik: filsuf-filsuf analitik meragukan ungkapan-ungkapan filosofis
yang dikemukakan oleh para filsuf, terutama filsuf idealisme.
Skeptisisme dalam dunia teologi umumnya berdasarkan pada tiga hal yaitu pengetahuan
manusia, kemahakuasaan Allah dan keterbatasan bahasa manusia. Karl Barth adalah seorang
teolog kontemporer yang memandang bahasa manusia sebagai instrumen yang tidak memadai
menyampaikan kebenaran Allah.