Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ailsya Regita Ardiningrum

Nim : 21329045

Tugas P6 Resume

DISIPLIN KEILMUAN TRADISIONAL ISLAM :

ILMU KALAM

A. Pengertian
Secara harfiah kalam berasal dari bahasa arab yang berarti pembicaraan, tetapi
secara istilah kalam tidaklah dimaksud pembicaraan dalam pengertian sehari-hari,
melainkan dalam pengertiannya pembicaraan yang bernalar dengan logika. Jadi
ilmu kalam erat kaitannya dengan ilmu mantiq atau logika. Ilmu kalam merupakan
salah satu dari empat disiplin kelimuan yang telah tumbuh menjadi bagian dari
tradisi kajian tentang agama islam. Tiga lainnya yaitu fiqih, tasawuf, dan filsafat.
Ilmu fiqih membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum. Ilmu tasawuf
membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih
bersifat pribadi. Dan filsafat membidangi hal-hal yang bersifat perenungan
spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya dengan seluas-luasnya. Dan ilmu
kalam sendiri mengarahkan pembahasannya pada segi-segi mengenai Tuhan dan
derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai teologi, sekalipun tidak
semuanya sama dengan pengertian teologi dalam agama kristen.
Ilmu kalam menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok
dalam ajaran islam yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah kemahaesaan
Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama, maka darii tu tujuan ilmu kalam pada
sebuah pesantren atau madrasah adalah menanamkan pemhaman keagamaan yang
benar. Ilmu kalam juga menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi
keilmuan kaum muslim. Kajian ilmu kalam masih kalah mendalam dan luas dari
ilmu fiqih di kalangan santri karena ilmu fiqih membidangi masalah-masalah
peribadatan dan hukum itu meliputi khazanah kitab dan bahan rujukan yang kaya
dan beraneka ragam. Sedangkan kajian ilmu kalam meliputi khazanah yang cukup
terbatas yang mencakup jenjang permulaan dan menengah saja tanpa atau sedikit
sekali menginjak jenjang yang lanjut.
B. Pertumbuhan Ilmu Kalam
Seperti disiplin keilmuan islam lainnya ilmu kalam juga tumbuh beberapa abad
setelah nabi wafat. Tetapi lebih dari disiplin keilmuan islam lainnya ilmu kalam
erat terkait dengan skisme islam. Karena itu dalam penelusurannya kebelakang
kita akan sampai pada pembunuhan Utsman Bin Affan Khalifah III. Ilmu kalam
bersama dengan filsafat mulai dikenal orang muslim Arab setelah mereka
menaklukan dan kemudian bergaul dengan bangsa-bangsa Yunani dan peradaban
Yunani (Hellenisme). Orang-orang muslim terlebih dahulu mengalami hellenisasi
disamping kristen. Untuk keperluan penalaran logis, bahan-bahan yunani
diperlukan. Mula-mula membuat penalaran logis tentang orang yang melakukan
pembunuhan ustman atau menyetujui itu seperti contoh mengapa ustman boleh
atau harus dibunuh? Karena ia berbuat dosa besar yang mana berbuat tidak adil
dalam menjalankan pemerintahan sementara berbuat dosa besar adalah kekafiran.
C. Peranan Kaum Khwarij dan Mu’Tazilah
Para pembunuh Utsman menurut beberapa petunjuk kesejarahan menjadi
pendukung kekhalifahan Ali Ibn Abi Thalib, Khalfiah IV. Tetapi mereka
kemudian sangat kecewa kepada Ali karena menerima usul perdamaian dengan
musuh mereka, dalam peristiawa Shiffin disitu Ali mengalami kekalahan
diplomasi dan kehilangan kekuasaan. Karena itu mereka memisahkan diri dan
membentuk kelompok baru yang kelak terkenal dengan sebutan kaum Khawarij
yaitu kaum pembelot atau pemberontak. Seperti sikap mereka kepada Utsman
kaum khawarij juga memandang Ali dan Mu’awiyah sebagai kafir lantaran
mengkompromikan antara yang benar (Haqq) dan yang palsu (Bathil) karena itu
mereka merencanakan untuk membunuh Ali dan Mu’awiyah dan mereka berhasil
membunuh Ali dan Mu’awiyah mengalami luka-luka. Karena sikap mereka yang
sangat ekstrem dan ekslusif kaum khwarij akhirnya boleh dikatakan binasa. Tetapi
dalam perjalanan sejarah pemikiran islam pengaruh mereka tetap menjadi pokok
problema pemikiran islam. Yang paling banyak mewarisi tradisi pemikiran
mereka ialah kaum Mu’Tazilah, mereka inilah sebenarnya kelompok islam yang
paling banyak mengembangkan ilmu kalam seperti yang kita kenal sekarang. Ibn
Taymiyah menegaskan ilmu kalam adalah keahlian khusus kaum Mu’Tazilah
maka salah satu ciri pemikiran Mu’Tazili (orang-oramg Mu’Tazilah) ialah
rasionalitas dan berpaham qadariyah. Orang pertama yang menggunakan unsur
Yunani dalam penalaran keagamaan ialah Jahm Ibn Syafwan yang justru
menganut paham Jabariyyah.
Kaum Mu’Tazilah menolak paham jabariyah dan menjadi pembela qadariyah
seperti halnya kaum khawarij. Kaum Mu’Taszilah banyak mengambil alih sikap
kaum Jahmi atau jabariyah yang mengingkari sifat-sifat tuhan dan lebih penting
lagi kaum Mu’Tazilah meminjam todologi kaum Jahmi yaitu penalaran secara
rasional meskipun dengan presmis yang berbeda, bahkan berlawanan seperti
premis kebebasan dan kemampuan manusia.
D. Plus Minus Ilmu Kalam
Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Kalam tidak lagi menjadi monopoli
kaum Mu ̳tazilah. Seorang sarjana dari kota Bashrah di Irak, bernama Abû al-
Hasan al-Asyarî (260-324 H/873-935 M) yang terdidik dalam alam pikiran
Mu’tazilah (dan kota Bashrah memang pusat pemikiran Mu’Tazilah kemudian
pada usia 40 tahun ia meninggalkan paham Mu’tazili-nya, dan memelopori suatu
jenis Ilmu Kalam yang anti Mu’Tazilah. Mu ̳tazilah. Ilmu Kalam al-Asy’ari itu,
juga sering disebut sebagai paham Asy’ariyah, kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi Ilmu Kalam yang paling berpengaruh dalam Islam sampai
sekarang, karena dianggap paling sah menurut pandangan sebagian besar kaum
Sunnî. Kebanyakan mereka ini kemudian menegaskan bahwa ―jalan
keselamatan hanya didapatkan seseorang yang dalam masalah Kalam menganut
al-Asy’ari.
Kehormatan besar yang diterima al-Asy’ari ialah karena solusi yang
ditawarkannya mengenai pertikaian klasik antara kaum liberal dari golongan
Mu’tazilah dan kaum konservatif dari golongan Hadits (Ahl al-Hadits, seperti
yang dipelopori oleh Ahmad ibn Hanbal dan sekalian imam madzhab Fiqh). Salah
satu solusi yang diberikan oleh al-Asy’ari menyangkut salah satu kontroversi yang
paling dini dalam pemikiran Islam, yaitu masalah manusia dan perbuatannya,
apakah dia bebas menurut paham Qadariyah atau terpaksa seperti dalam paham
Jabariyah. Dengan maksud menengahi keduanya, al-Asy’arî mengajukan gagasan
dan teorinya sendiri, yang disebutnya teori Kasb (al-kasb, acquisition, perolehan).
Menurut teori ini, perbuatan manusia tidaklah dilakukan dalam kebebasan dan
juga tidak dalam keterpaksaan. Perbuatan manusia tetap dijadikan dan ditentukan
Tuhan, yakni dalam keterlaksanaannya. Tetapi manusia tetap bertanggungjawab
atas perbuatannya itu, sebab ia telah melakukan kasb atau acquisition, dengan
adanya keinginan, pilihan, atau keputusan untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu, dan bukan yang lain, meskipun ia sendiri tidak menguasai dan tidak bisa
menentukan keterlaksanaan perbuatan tertentu yang diinginkan, dipilih dan
diputus sendiri untuk dilakukan itu.
Daftar Bacaan :

Madjid, Nurcholish. 2019. Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang

Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai